ISSN 2722-7286

Jurnal

FAPET UNUD


Jurnal


Peternakan Tropika

Journal of Tropical Animal Science

email: [email protected]

Submitted Date: May 25, 2022


Accepted Date: January 3, 2023

Editor-Reviewer Article : A.A. Pt. Putra Wibawa & Eny Puspani

RECAHAN KARKAS BROILER YANG DIBERI RANSUM TERFERMENTASI BAKTERI PROBIOTIK

LIGNOSELULOLITIK

Risnayanti, N. K., I M. Mudita, dan A.W. Puger

PS. Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar, Bali E-mail: [email protected], Telp. +6285738381137

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ransum terfermentasi bakteri probiotik lignoselulolitik terhadap produksi recahan karkas broiler. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL), dengan 5 perlakuan, 4 ulangan dan tiap ulangan terdiri atas 3 ekor ayam. Perlakuan tersebut adalah broiler diberi ransum komersial (RK), ransum terfermentasi tanpa bakteri probiotik lignoselulolitik (RF0), ransum terfermentasi bakteri Bacillus subtilis BR4LG sebanyak 5% (RF1), ransum terfermentasi bakteri Bacillus sp. BT3CL sebanyak 5% (RF2) dan ransum terfermentasi bakteri Bacillus sp. BT8XY sebanyak 5% (RF3). Variabel yang diamati yaitu berat karkas, persentase karkas dan persentase recahan karkas (dada, punggung, sayap, paha dan betis). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan RF1, RF2 dan RF3 menghasilkan berat karkas dan persentse dada nyata (P<0,05) lebih tinggi, namun persentase punggung, sayap dan paha tidak nyata (P>0,05) dengan perlakuan RF0. Bila dibandingkan dengan perlakuan RK, perlakuan RF0, RF1, RF2 dan RF3 menghasilkan berat karkas, persentase dada dan paha nyata (P<0,05) lebih rendah serta persentase punggung dan sayap nyata (P<0,05) lebih tinggi dari perlakuan RK. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian ransum terfermentasi bakteri probiotik lignoselulolitik sebanyak 5% dapat meningkatkan berat karkas dan persentase dada, namun belum mampu meningkatkan persentase punggung, sayap dan paha dari perlakuan pemberian ransum terfermentasi tanpa bakteri probiotik lignoselulolitik. Bila dibandingkan dengan pemberian ransum komersial, pemberian ransum terfermentasi menghasilkan berat berat karkas, persentase dada dan paha yang lebih rendah serta persentase punggung dan sayap yang lebih tinggi.

Kata kunci: broiler, bakteri probiotik lignoselulolitik, recahan karkas

BROILER CARCASSES PIECES GIVEN A RATIONS OF FERMENTED LIGNOCELLULOLYTIC PROBIOTIC BACTERIA

ABSTRACT

This study aims to determine the effect of fermented rations with lignocellulolytic probiotic bacteria on the production of broiler carcass pieces. The design used was a completely randomized design (CRD), with 5 treatments, 4 replications and each replication consisted of 3 chickens. The treatments were broilers given commercial rations (RK), fermented rations without lignocellulolytic probiotic bacteria (RF0), fermented rations with 5% Bacillus subtilis BR4LG (RF1), fermented rations with 5% Bacillus sp. BT3CL (RF2) and fermented rations with 5% Bacillus sp. BT8XY (RF3). The variables observed were carcass weight, carcass percentage and carcase pieces percentage (chest, back, wings, thighs and calves). The results showed that the treatment of RF1, RF2 and RF3 resulted in higher carcass weight and chest percentage (P<0.05), but the percentage of back, wings and thighs was not significantly (P>0.05) with RF0 treatment. When compared with the RK treatment, RF0, RF1, RF2 and RF3 treatments produced carcass weight, chest and thigh percentages that were significantly different (P>0.05) lower and resulted in significantly different back and wing percentages (P>0.05) higher than the RK treatment. Based on the results of the study, it can be concluded that the fermented ration of lignocellulolytic probiotic bacteria as much as 5% can increase carcass weight and breast percentage, but has not been able to increase the percentage of back, wings and thighs of broilers from fermented ration treatment without lignocellulolytic bacteria. When compared with the provision of commercial rations, fermented rations resulted in lower carcass weight, lower chest and thigh percentages and higher back and wing percentages.

Keywords: broiler, lignocellulolytic probiotic bacteria, carcass pieces

PENDAHULUAN

Sektor perunggasan terutama ayam ras pedaging (broiler) masih menjadi prioritas utama dalam memenuhi kebutuhan protein hewani manusia. Broiler merupakan ayam ras pedaging yang mempunyai produktivitas tinggi terutama dalam memproduksi daging, serta dapat tumbuh dengan cepat dalam waktu yang relatif singkat (Murtidjo, 2006). Data BPS Tahun 2020 menunjukan bahwa populasi broiler di Indonesia terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Pada Tahun 2018 populasi broiler 3,137 miliar ekor, dan Tahun 2019 populasinya mencapai 3,149 miliar ekor. Meningkatnya jumlah populasi broiler disebabkan oleh harga yang relatif murah dan terjangkau bagi masyarakat umum (Akhadiarto, 2014).

Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk melihat keberhasilan usaha pemeliharaan broiler adalah bertambahnya berat karkas dan persentase karkas (Mide, 2013; Manihuruk et al., 2018). Karkas merupakan bagian tubuh ayam yang telah disembelih secara

halal, dikeluarkan darahnya, dicabuti bulunya, dikeluarkan jeroan serta tanpa kepala, leher, dan kaki (SNI, 2009). Kualitas ransum yang diberikan akan mempengaruhi pertumbuhan ternak, terutama pada berat potong dan berat karkas, sehingga mempengaruhi persentase karkas yang dihasilkan (Zulkaesih dan Budhirakhman, 2005; Widjaja et al., 2006).

Peternak broiler di Indonesia umumnya menggunakan antibotik sebagai feed additive untuk memacu pertumbuhan ternak dan meningkatkan produksi ternaknya (Bahri et al., 2005). Sejak ditetapkannya Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 14/PERMENTAN/PK/350/5/2017 penggunaan Antibiotic Growth Promoters (AGPs) pada ternak di Indonesia dilarang. AGPs ini mempunyai efek negatif terhadap kesehatan ternak serta hasil produksinya, seperti residu pada jaringan yang membahayakan konsumen, resistensi mikroorganisme dan masalah pada lingkungan (Akhadiarto, 2014; Mehdi et al., 2018). Pelarangan penggunaan AGPs ini memerlukan solusi agar tidak menjadi keluhan bagi para peternak.

Upaya yang dapat dilakukan adalah pemanfaatan bahan alami seperti probiotik. Penambahan probiotik ke dalam ransum ayam dapat meningkatkan produksi enzim B-glukanase pada semua bagian saluran pencernaan dan dapat meningkatkan pertambahan bobot badan (Yu et al., 2008). Penggunaan probiotik dapat menekan aktifitas enzim-enzim bakteri yang merugikan, tidak meninggalkan residu dan tidak mengakibatkan resistensi, sehingga aman dikonsumsi oleh manusia (Daud, 2005). Salah satu probiotik yang dapat digunakan sebagai feed additive adalah probiotik lignoselulolitik.

Dalam penelitian Mudita (2019), terdapat beberapa jenis bakteri probiotik lignoselulolitik yang berhasil diisolasi dari cairan rumen sapi bali dan rayap, tiga diantaranya mempunyai kemampuan unggul dalam mendegradasi senyawa lignoselulosa diantaranya lignin, selulosa dan hemiselulosa yaitu Bacillus subtilis BR4LG, Bacillus sp. BT3CL, dan Bacillus sp. BT8XY. Hasil penelitian Kertiyasa et al. (2020) menunjukkan bahwa pemberian inokulan probiotik bakteri Bacillus sp. strain BT3CL atau Bacillus subtilis strain BR2CL pada air minum mampu meningkatkan berat karkas dan recahan karkas broiler umur 35 hari.

Pemberian probiotik pada broiler dapat dilakukan dengan fermentasi pada ransum. Fermentasi dapat meningkatkan kualitas nutrisi suatu bahan pakan, karena terjadi perubahan kimiawi senyawa organik melalui kerja enzim yang dihasilkan mikroba (Sukaryana et al., 2011). Pemanfaatan bakteri probiotik lignoselulolitik baik Bacillus substilis BR4LG, Bacillus

sp. BT3CL, dan Bacillus sp. BT8XY dalam meningkatkan produksi recahan karkas belum diperoleh, sehingga penelitian ini penting untuk dilakukan.

MATERI DAN METODE

Waktu dan tempat penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Mei sampai dengan Juli 2021 di Farm Sesetan Fakultas Peternakan Universitas Udayana.

Broiler

Penelitian ini menggunakan 60 ekor broiler strain CP 707 produksi PT. Charoen Pokphand Indonesia Tbk umur satu hari dengan bobot badan berkisar antara 43,96 g ± 3,02 tanpa dilakukan pemisahan antara jantan dan betina (unsexing).

Ransum dan air minum

Ransum yang digunakan dalam penelitian ini adalah ransum yang diproduksi sendiri kemudian difermentasi menggunakan bakteri probiotik lignoselulolitik dan ransum komersial jenis 511 Bravo untuk umur 1-20 hari dan S12 G untuk umur 21-35 hari. Air minum yang diberikan adalah bersumber dari air sumur bor yang diberikan secara adlibitum. Ransum diberikan adlibitum pada fase starter dan diberikan dua kali sehari yaitu pagi dan sore hari pada fase finisher. Komposisi bahan penyusun ransum penelitian dapat dilihat pada Tabel 1 dan kandungan nutrisi ransum setelah difermentasi dapat dilihat pada Tabel 2 untuk starter dan pada Tabel 3 untuk finisher.

Tabel 1. Komposisi bahan penyusunan ransum broiler

Bahan Pakan

Komposisi (%)

Starter

Finisher

Jagung Kuning

57

55

Dedak Padi

14

18

Tepung Kedelai

10

10

Daun Kelor

5

10

Tepung Ikan

12,5

5

Premix

1

1,5

Garam Dapur

0,5

0,5

Total

100%

100%

Sumber: Disusun berdasarkan standar NRC (1994) dan SNI (2006)

Tabel 2. Kandungan nutrisi ransum starter broiler setelah difermentasi

Kandungan nutrisi

Perlakuan

RK

RF0

RF1

RF2

RF3

Bahan kering (%)

90,47

97,63

97,71

97,78

98,18

Bahan organik (%)

92,24

89,46

89,40

89,40

88,76

Abu (%)

7,76

10,54

10,60

10,60

11,24

Protein Kasar (%)

26,77

19,96

20,37

21,16

20,31

Serat Kasar (%)

3,42

4,06

2,60

2,48

2,76

Lemak Kasar (%)

8,75

10,81

11,52

10,37

10,43

Energi bruto (Kkal/g)

4,58

3,79

3,91

3,92

3,89

Keterangan: RK: ransum komersial, RF0: ransum terfermentasi tanpa bakteri probiotik lignoselulolitik, RF1:

ransum terfermentasi bakteri Bacillus subtilis BR4LG, RF2: ransum terfermentasi bakteri Bacillus sp. BT3CL dan RF3: ransum terfermentasi bakteri Bacillus sp. BT8XY.

Sumber: Lisandy (unpublished)

Tabel 3. Kandungan nutrisi ransum finisher broiler setelah difermentasi

Kandungan nutrisi

RK

RF0

Perlakuan RF1

RF2

RF3

Bahan kering (%)

87,31

96,87

97,70

97,31

97,63

Bahan organik (%)

93,99

90,08

90,01

90,15

89,46

Abu (%)

6,89

10,24

10,23

10,13

10,80

Protein Kasar (%)

26,31

19,85

21,70

19,92

20,75

Serat Kasar (%)

2,34

4,19

3,01

2,92

3,47

Lemak Kasar (%)

7,07

9,86

7,92

8,81

9,02

Energi bruto (Kkal/g)

4,82

4,00

3,76

4,01

3,95

Keterangan: RK: ransum komersial, RF0: ransum terfermentasi tanpa bakteri probiotik lignoselulolitik, RF1:

ransum terfermentasi bakteri Bacillus subtilis BR4LG, RF2: ransum terfermentasi bakteri Bacillus sp. BT3CL dan RF3: ransum terfermentasi bakteri Bacillus sp. BT8XY.

Sumber: Gabrella (unpublished)

Kandang dan perlengkapan

Kandang yang digunakan pada penelitian ini adalah kandang baterai koloni yang dibuat 20 petak dengan ukuran masing-masing panjang 80 cm, lebar 60 cm, dan tinggi 75 cm. Masing-masing petak kandang dilengkapi tempat pakan dan tempat air minum, lampu, dinding atau tirai kandang dan thermometer untuk mengetahui suhu kandang broiler. Peralatan yang digunakan yaitu timbangan kapasitas 10 kg, timbangan digital dengan kepekaan 100g, kantong plastik, label, tali raffia, isolasi, terpal, ember, pisau, talenan, nampan, dan alat tulis untuk mencatat data yang diperoleh.

Metode

Rancangan percobaan

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL), dengan 5 perlakuan, 4 ulangan dan tiap ulangan terdiri atas 3 ekor ayam, sehingga

terdiri dari 20 unit percobaan dan total broiler yang digunakan adalah 60 ekor. Perlakuan ransum yang diberikan pada broiler adalah: RK  : ransum komersial

RF0  :  ransum terfermentasi tanpa bakteri probiotik lignoselulolitik

RF1  :  ransum terfermentasi bakteri Bacillus subtilis BR4LG sebanyak 5%

RF2  :  ransum terfermentasi bakteri Bacillus sp. BT3CL sebanyak 5%

RF3  :  ransum terfermentasi bakteri Bacillus sp. BT8XY sebanyak 5%

Pembuatan inokulum

Isolat yang digunakan dalam pembuatan ransum broiler ini adalah bakteri probiotik lignoselulolitik hasil isolasi dari cairan rumen sapi bali dan rayap Mudita (2019) antara lain Bacillus subtilis BR4LG, Bacillus sp. BT3CL, Bacillus sp. BT8XY. Bakteri yang digunakan dalam penelitian ini terlebih dahulu dikultur pada medium pertumbuhan cair (Nutrisit Bort) dengan cara menginokulasikan 10% isolat bakteri dengan absorbansi 0,5 pada panjang gelombang (λ) 610 nm. kemudian diinkubasi selama 3 hari. Medium, yang digunakan dalam pembuatan inokulum adalah molasses 10%, Nutrisit Bort (NB) 1%, urea 0,5%, CMC 0,01%, pignox 0,15%, asam tanat 0,01%, garam dapur 0,25%, ZA 0,5% dan air sebagai pelengkap. Proses yang dilakukan dalam memproduksi inokulum adalah dengan cara mencampurkan 10% kultur bakteri (sesuai dengan perlakuan) pada 90% medium inokulum dalam keadaan anaerob dengan tetap dialiri gas CO2, setelah itu diinkubasi pada suhu 37,5oC dengan waktu 5-7 hari.

Pembuatan ransum terfermentasi

Metode pembuatan ransum terfermentasi yaitu dengan cara mengumpulkan bahan-bahan pakan yang digunakan, serta mempersiapkan alat-alat seperti timbangan, wadah plastik dan baskom yang sudah diberi label perlakuan. Pencampuran ransum dilakukan dengan teknik silang yaitu menimbang terlebih dahulu bahan-bahan penyusun ransum. Penimbangan di mulai dari bahan yang jumlahnya paling banyak, dilanjutkan dengan bahan yang jumlahnya lebih sedikit. Bahan yang sudah ditimbang kemudian diaduk sampai rata dan homogen. Ransum yang telah homogen ditambahkan inokulum bakteri probiotik Bacillus subtilis BR4LG, Bacillus sp. BT3CL, Bacillus sp. BR8XY (sesuai perlakukan) masing-masing sebanyak 5% dari total ransum yang diproduksi dalam bentuk cair, kemudian ransum yang sudah ditambahkan bakteri dimasukkan kedalam kantong plastik yang selanjutnya akan difermentasi dalam keadaan anaerob selama 7 hari. Ransum yang sudah difermentasi,

dilanjutkan dengan proses pelleting dan pengeringan bertingkat dengan suhu 40°C selama satu hari, 45°C selama 2 hari dan 50°C selama 2 hari. Setelah itu, dilaksanakan evaluasi ransum kualitas produk. Terakhir, ransum terfermentasi siap digunakan sesuai dengan kebutuhan ayam.

Pemeliharaan

Persiapan kandang dilakuan dua minggu sebelum penelitian. Persiapan dimulai dari pencucian kandang dan peralatannya dengan menggunakan desinfektan untuk membunuh penyakit, pemasangan tempat pakan dan minum serta pemberian alas dari sekam. DOC yang baru datang ditimbang untuk mengetahui bobot badan awal sebelum dimasukkan kedalam kandang. Sebanyak 20 unit lampu berdaya 40 Watt digunakan sebagai penerangan selama 24 jam pada dua minggu pertama. Setelah dua minggu, lampu penerangan hanya digunakan pada malam hari. Penggantian air minum dilakukan setiap hari untuk menghindari timbulnya penyakit. Ransum diberikan mulai ayam berumur 1 hari sampai umur 35 hari dengan pemberian air minum secara adlibitum. Pengontrolan ayam dan kandang dilakukan setiap hari.

Pengacakan ayam

Pengacakan dilakukan pada saat sebelum penelitian dimulai, dengan cara memberi nomor pada kandang yang diurut 1 sampai 20. Untuk mendapatkan berat badan ayam yang homogen, maka semua ayam sebanyak 100 ekor ditimbang untuk mencari bobot badan rata-rata (X) dan standar deviasinya, ayam yang digunakan adalah yang memiliki kisaran bobot badan rata-rata 43,96 g ± 3,02 sebanyak 60 ekor. Selanjutnya dilakukan pengacakan kandang untuk menentukan pemberian perlakuan. Pengacakan kandang dilakukan dengan cara pengundian dengan gulungan kertas yang berisi kode perlakuan yang diambil secara acak. Prosedur pemotongan dan perecahan

Pengambilaan sampel dilakukan pada saat ayam berumur 35 hari sebanyak satu ekor ayam dengan berat badan yang mendekati rata-rata disetiap ulangan. Ayam yang dipotong sebanyak 20 ekor. Sebelum dipotong ayam dipuasakan selama 12 jam dan tetap diberi air minum, kemudian ayam dipotong dengan pisau kecil pada bagian Vena jugularis dan Arteri carotis di dasar rahang, tanpa memutuskan trakea dan ditampung darahnya. Setelah ayam mati dilanjutkan dengan pencabutan bulu, ayam direndam dalam air hangat dilakukan pada temperatur 50-54oC selama 30 detik (Soeparno, 2009). Dilanjutkan dengan pengeluaran

saluran pencernaan, organ dalam, pemotongan kaki, pemotongan kepala dan leher. Pemisahan karkas dan recahannya dikerjakan menurut USDA (1977) dalam Soeparno (2009).

Variabel yang diamati

Variabel yang diamati pada penelitian ini adalah:

  • 1.    Berat karkas (g/ekor)

Berat karkas diperoleh dari hasil dari penimbangan broiler setelah dipotong, dibersihkan dari non karkas.

Berat karkas dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

BK (g/ekor) = BH - BO

Keterangan:

BK    = Berat karkas (g/ekor)

BH    = Berat hidup (g/ekor)

BO     = Berat organ kepala, kaki, bulu, darah, dan isi perut (g/ekor)

  • 2.    Persentase karkas

Peresentase karkas diperoleh dengan membandingkan berat karkas dengan berat hidup dikalikan 100% (Bundy dan Diggins, 1960).

Persentase karkas =            x 100%

berat hidup (g)

  • 3.    Persentase recahan karkas

Recahan karkas diperoleh dari karkas utuh yang direcah menjadi lima bagian yaitu dada, punggung, sayap, paha dan betis. Selanjutnya masing-masing recahan karkas ditimbang untuk mengetahui beratnya dan dibandingkan dengan berat karkas dikalikan 100% (Bundy dan Diggins, 1960).

  • a.    Persentase dada

Berat dada diperoleh dengan cara menimbang bagian karkas yang diambil pada daerah scapula sampai bagian tulang dada (g). Persentase berat dada terhadap berat karkas diperoleh dengan rumus sebagai berikut:

Persentase dada =            x 100%

berat karkas (g)

  • b.    Persentase punggung

Berat punggung diperoleh dengan cara menimbang berat karkas yang diambil pada daerah tulang belakang sampai tulang panggul (g). Persentase berat punggung terhadap berat karkas diperoleh dengan rumus sebagai berikut:

T) c_berat punggung (g)

Persentase punggung =              x 100%

r ∞  ≡ berat karkas (g)

  • c.    Persentase sayap

Berat sayap diperoleh dengan cara menimbang bagian karkas yang diambil pada daerah persendian antara lengan atas dengan scapula (g). Persentase berat sayap terhadap berat karkas diperoleh dengan rumus sebagai berikut:

_.                      berat sayap (g)   , „„. .

Persentase sayap =            x 100%

'      berat karkas (gJ

  • d.    Persentase paha

Berat pahadiperoleh dengan cara menimbang bagian karkas yang diambil pada daerah tulang paha dan dipisahkan dengan persendian pinggul (g). Persentase berat paha terhadap berat karkas diperoleh dengan rumus sebagai berikut:

berat paha atas

Persentase paha =            x 100%

1         berat karkas

  • e.    Persentase betis

Berat betis diperoleh dengan cara menimbang bagian karkas yang diambil pada daerah tulang femur dan tulang tabia (g). Persentase berat betis terhadap berat karkas diperoleh dengan rumus sebagai berikut:

,     1        berat betis

Persentase betis =          x 100%

berat karkas

Analisis data

Data yang telah diperoleh dalam penelitian ini dianalisis menggunakan sidik ragam, apabila rataan perlakuan berpengaruh nyata (P<0,05) pada variabel, maka analisis akan dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan (Steel and Torrie, 1993).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil penelitian recahan karkas broiler yang diberi ransum terfermentasi bakteri probiotik lignoselulolitik dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Berat karkas, persentase karkas, persentase dada, persentase punggung, persentase sayap, persentase paha dan persentase betis broiler yang diberi

ransum

terfermentasi bakteri probiotik lignoselulolitik.

Variabel

Perlakuan 1)

SEM2)

RK

RF0

RF1

RF2

RF3

Berat Karkas (g)

1251,75a 3)

319,50d

568,00b

486,00c

535,00bc

21,37

Persentase Karkas

73,21a

64,02a

65,39a

63,38a

64,94a

3,53

Persentase Dada

40,64a

30,38c

34,72b

32,97bc

32,48bc

1,22

Persentase Punggung      16,62b

22,58a

21,61a

21,18a

21,52a

1,00

Persentase Sayap

10,65b

14,49a

11,70b

14,25a

14,07a

0,57

Persentase Paha

19,77a

19,69a

16,07b

16,62b

17,91ab

0,79

Persentase Betis

12,33a

12,87a

15,90a

14,98a

14,00a

0,91

Keterangan:

1) Ransum RK :

ransum komersial

Ransum RF0 :

ransum terfermentasi tanpa bakteri probiotik lignoselulolitik

Ransum RF1 :

ransum terfermentasi bakteri Bacillus subtilis BR4LG

Ransum RF2 :

ransum terfermentasi bakteri Bacillus sp. BT3CL

Ransum RF3 :

ransum terfermentasi bakteri Bacillus sp. BT8XY

2) SEM “Standar Error of the Treatment Means”

3)  Nilai dengan huruf berbeda pada baris yang sama

menunjukan berbeda nyata (P<0,05)

Berat karkas

Rataan berat karkas broiler umur 35 hari pada perlakuan RF0 sebagai kontrol adalah 319,50 g/ekor. Perlakuan RF1, RF2 dan RF3 menghasilkan rataan berat karkas sebesar 568,00g/ekor, 486,00 g/ekor dan 535,00 g/ekor nyata (P<0,05) lebih tinggi masing-masing 77,78%, 52,11% dan 67,45% dibandingkan perlakuan RF0. Berdasarkan hasil dari ketiga perlakuan yang menggunakan bakteri, perlakuan RF1 mempunyai berat karkas yang paling tinggi, yaitu 16,87% nyata lebih tinggi (P<0,05) dari perlakukan RF2 dan 6,17% tidak nyata (P>0,05) dibandingkan perlakukan RF3. Namun jika dibandingan dengan perlakuan RK yang mempunyai rataan berat karkas 1251,75 g/ekor, perlakuan RF0, RF1, RF2 dan RF3 berat karkasnya 74,48%, 54,62%, 61,17% dan 57,26% nyata lebih rendah (P<0,05) dari perlakuan RK.

Pemberian ransum terfermentasi bakteri Bacillus subtilis BR4LG (RF1), Bacillus sp. BT3CL (RF2) dan Bacillus sp. BT8XY (RF3) (Tabel 4.) menghasilkan rataan berat karkas nyata (P<0,05) lebih tinggi dari perlakuan RF0. Berdasarkan hasil dari ketiga perlakuan yang menggunakan bakteri, perlakuan RF1 mempunyai berat karkas yang paling tinggi. Namun jika dibandingan dengan perlakuan RK, perlakuan RF0, RF1, RF2 dan RF3 berat karkasnya nyata (P<0,05) lebih rendah dari perlakuan RK. Hal ini mengindikasikan bahwa broiler yang

diberikan ransum terfermentasi bakteri probiotik lignoselulolitik memberikan hasil yang lebih baik dari perlakuan RF0. Berat karkas yang rendah pada perlakuan RF0 diduga disebabkan oleh peniadaan penambahan bakteri probiotik lignoselulolitik yang menyebabkan populasi bakteri pathogen pada saluran pencernaan broiler menjadi tinggi sehingga berpengaruh terhadap resiko infeksi dan meningkatkan deposisi lemak pada saluran cerna sehingga akan menurunkan suplai nutrisi yang digunakan untuk produksi daging.

Berdasarkan hasil penelitian (Tabel 4.) perlakuan RF1 menghasilkan berat karkas tertinggi dari ketiga perlakuan yang menggunakan bakteri, hal dapat disebabkan oleh bakteri Bacillus subtilis BR4LG mempunyai kemampuan yang tinggi dalam mendegradasi lignin dan termasuk jenis bakteri proteolitik yang mempunyai kemampuan tinggi dalam mendegradasi protein sehingga dapat memacu pertumbuhan ternak (Mudita, 2019). Jika dibandingkan dengan perlakuan yang diberikan ransum komersial (RK), perlakuan RF1, RF2 dan RF3, rendahnya berat karkas yang dihasilkan diduga disebabkan oleh kandungan nutrisi terutama protein ransum terfermentasi bakteri probiotik lignoselulolitik yang lebih rendah dari ransum komersial dan ransum terfermentasi bakteri probiotik lignoselulolitik mempunyai pH yang tinggi yaitu 4,17-4,40 pada ransum fase starter (Setyawati, unpublished). Tingkat keasaman yang tinggi ini menyebabkan ransum kurang palatabel sehingga rata-rata konsumsi ransum menjadi rendah (Mario, unpublished).

Berat karkas berdasarkan standar SNI (2009) dibedakan menjadi 3 kategori yaitu, ukuran kecil 0,8-1 kg, ukuran sedang 1-1,3 kg, ukuran besar 1,2-1,5 kg. Berdasarkan katagori tersebut, broiler yang diberi perlakuan ransum terfermentasi bakteri probiotik lignoselulolitik pada penelitian belum mampu menghasilkan berat karkas sesuai dengan katagori standar yang ditetapkan oleh SNI. Perbedaan berat karkas ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu umur, jenis konsumsi, berat potong, jumlah lemak, kualitas (kandungan nutrisi) dan kuantitas (jumlah konsumsi) ransum (Akhadiarto, 2002).

Persentase karkas

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan persentase karkas broiler umur 35 hari pada perlakuan (RF0) sebagai kontrol adalah 64,02%. Perlakuan RF1, RF2, dan RF3 menghasilkan persentase karkas sebesar 65,39%, 63,38% dan 64,94% tidak nyata (P>0,05) masing-masing 2,13%, 1,01% dan 1,43% daripada perlakuan RF0. Jika dibandingkan dengan perlakuan RK yang mempunyai rataan persentase karkas 73,21%, perlakuan RF0, RF1, RF2

dan RF3 persentase karkasnya masing-masing 12,55%, 11,96%, 15,51% dan 12,74% tidak nyata (P>0,05) lebih rendah dari perlakuan RK.

Hasil ini menunjukkan secara statistik keseluruhan hasil penelitian tidak berpengaruh nyata (P>0,05). Hal ini menunjukan persentase karkas yang dihasilkan relatif hampir sama. Hal ini menunjukkan pemanfaatan probiotik mampu menghasilkan persentase karkas yang tidak berbeda dengan pemberian ransum komersial, walaupun secara kuantitatif menunjukkan nilai yang lebih rendah. Hasil ini juga menunjukkan walaupun ransum terfermentasi probiotik lignoselulolitik bersifat kurang palatable, namun mempunyai kualitas yang baik sehingga tetap mampu mensuplai nutrien berkualitas sehingga proses pencernaan maupun metabolisme ternak menjadi lebih baik. Pada dasarnya, persentase karkas berbanding lurus dengan berat badan, semakin meningkat berat badan ternak maka persentase karkas ternak cenderung meningkat (Djanah, 1991). Persentase karkas sangat erat kaitannya dengan umur, jenis kelamin dan berat hidup ternak (Soeparno, 2009). Peningkatan persentase karkas dapat terjadi karena semakin banyak nutrisi yang dapat dimanfaatkan tubuh ternak dan proses metabolisme dalam tubuh berjalan dengan baik.

Nort dan Bell (1990) menyatakan bahwa persentase normal karkas adalah 65-75% dari berat badan. Berdasarkan hasil penelitian (Tabel 4.) menunjukan rata-rata persentase karkas berkisar antara 63,38–73,21%. Hasil ini menunjukan bahwa perlakuan RF0, RF2 dan RF3 belum mampu memenuhi kisaran normal persentase karkas. Rendahnya persentase karkas yang dihasilkan disebabkan oleh berat potong dan berat karkas yang rendah pula. Sedangkan dari ketiga perlakuan yang menggunakan bakteri perlakuan RF1 mempunyai persentase karkas secara kuantitatif yang paling tinggi. Hal ini mungkin disebabkan karena bakteri Bacillus subtilis BR4LG mempunyai kemampuan menghasilkan aktivitas enzim ligninase yang tinggi (Mudita, 2019), sehingga akan dapat memecah ikatan dari komponen lignin dalam ransum, yang mengakibatkan ransum menjadi lebih mudah dicerna dan diserap oleh ternak unggas.

Recahan karkas

Persentase dada

Hasil penelitian menunjukan bahwa rataan persentase dada broiler umur 35 hari pada dan RF0 sebagai kontrol adalah 30,38% (Tabel 4.). Perlakuan RF1 mempunyai rataan persentase dada sebesar 34,72% nyata (P<0,05) lebih tinggi 14,27% dari perlakukan RF0, sedangkan perlakuan RF2 dan RF3 mempunyai rataan persentase dada sebesar 32,97% dan

32,48% tidak nyata (P>0,05) lebih tinggi masing-masing 8,51% dan 6,91% dari perlakukan RF0. Berdasarkan hasil dari ketiga perlakuan yang menggunakan bakteri, perlakuan RF1 mempunyai persentase dada yang paling tinggi, yaitu 5,31% dan 6,88% tidak nyata (P>0,05) lebih tinggi dari perlakuan RF2 dan RF3. Namun jika dibandingkan dengan perlakuan RK yang mempunyai rataan persentase dada 20,64%, perlakuan RF0 25,24%, nyata (P<0,05) lebih rendah, sedangkan perlakuan RF1, RF2 dan RF3 persentase dadanya masing-masing 25,24%, 17,06%, 23,27% dan 25,11% tidak nyata (P>0,05) lebih rendah dari perlakuan RK.

Peningkatan persentase dada pada perlakuan yang diberikan perlakuan ransum terfermentasi bakteri probiotik lignoselulolitik diduga disebabkan oleh adanya populasi bakteri, aktivitas enzim (ligninase, endoglukanase, eksoglukanase, dan xylanase) yang dapat meningkatkan degradasi subtrat sehingga proses pencernaan pakan berlangsung dengan baik. Berdasarkan hasil penelitian (Tabel 4.) rataan persentase dada berkisar antara 30,38-40,64%. Menurut Tatli et al. (2007) dalam kondisi lingkungan yang baik, normalnya persentase dada berkisar 35% jika dibandingkan dengan recahan komersial lain. Hal ini menunjukan bahwa semua broiler yang diberikan perlakuan ransum terfermentasi belum memenuhi kisaran normal persentase dada.

Perbedaan persentase dada dapat disebabkan oleh adanya perbedaan berat karkas yang dihasilkan pada setiap perlakuan sebagai respon pasokan nutrien yang berasal dari jumlah ransum yang dikonsumsi serta dicerna oleh ternak sehingga akan mempengaruhi berat dada yang dihasilkan. Bagian dada merupakan komponen karkas yang menghasilkan daging paling tinggi dan paling mahal, sehingga dapat dijadikan acuan dalam menilai kualitas daging (Massoslo et al., 2016; Londok dan Rompis 2018).

Persentase punggung

Rataan persentase punggung broiler umur 35 hari pada perlakuan RF0 sebagai kontrol adalah 22,58% (Tabel 4.). Perlakuan RF1, RF2 dan RF3 mempunyai rataan persentase punggung sebesar 21,61%, 21,18% dan 21,52% tidak nyata (P<0,05) lebih rendah masing-masing 4,45%, 6,57% dan 4,93% dari perlakukan RF0. Jika dibandingkan dengan perlakuan RK yang mempunyai rataan persentase punggung 16,62%, perlakuan RF0, RF1, RF2 dan RF3 persentase punggungnya masing-masing 35,85%, 30,06%, 27,47% dan 29,47% nyata (P<0,05) lebih tinggi dari perlakuan RK. Hasil ini menunjukan bahwa perlakuan RF0 mempunyai persentase punggung paling tinggi dari semua perlakuan. Hal ini menunjukan bahwa pemberian ransum terfermentasi mampu meningkatkan persentase recahan karkas pada

bagian punggung. Berdasarkan hasil penelitian (Tabel 4.) rataan persentase punggung berkisar antara 16,62-22,58%.

Punggung merupakan komponen utama pembentuk kerangka tulang belakang yang tersusun atas tulang yang pertumbuhannya konstan, sebagian besar dipengaruhi oleh umur dan kondisi lingkungan terutama pasokan nutrisi dari pakan. Bagian punggung bukan tempat utama deposisi otot daging, sehingga persentase dagingnya relatif kecil (Ilham, 2012). Hasil penelitian ini diperkuat oleh Soeparno (2009) yang menyatakan bahwa pada bagian tubuh ternak seperti kepala, leher, sayap, punggung dan kaki tersusun atas banyak tulang, persentasenya akan menurun dengan bertambahnya umur ayam karena pertumbuhannya pada ayam dewasa konstan.

Persentase sayap

Rataan persentase sayap yang dihasilkan broiler umur 35 hari pada perlakuan RF0 sebagai kontrol adalah 22,58% (Tabel 4.). Perlakuan RF1, RF2 dan RF3 menghasilkan rataan persentase sayap sebesar 11,70%, 14,25% dan 14,07%, dimana perlakuan RF1 23,80% nyata (P<0,05) lebih rendah daripada perlakuan RF0. Sedangkan perlakuan RF2 dan RF3 masing-masing 1,63% dan 2,99% tidak nyata (P>0,05) lebih rendah dari perlakuan RF0. Jika dibandingkan dengan perlakuan RK yang mempunyai rataan persentase sayap 10,65%, perlakuan RF0, RF2 dan RF3 berturut-turut 36,04% 33,86% dan 32,10% nyata (P<0,05) lebih tinggi dan perlakuan RF1 26,49% tidak nyata (P<0,05) lebih rendah dari perlakuan RK.

Berdasarkan hasil penelitian (Tabel 4.) diperoleh rataan persentase sayap berkisar antara 10,65- 14,49%. Hasil ini menunjukan nilai yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan hasil penelitian Kertiyasa et al. (2020) bahwa persentase recahan pada bagian sayap broiler yang diberi inokulan probiotik bakteri Bacillus sp. strain BT3CL atau Bacillus subtilis strain BR2CL pada air minum sebesar 8,708-9,16%. Bagian sayap broiler didominasi oleh tulang dengan produksi daging yang rendah, sehingga meningkatnya umur broiler akan terjadi penurunan persentase. Sesuai dengan Ariawan et al. (2016) bagian sayap kurang berpotensi dalam menghasilkan daging karena didominasi tersusun atas tulang. Komponen tulang adalah komponen yang masak dini sehingga ransum dan zat-zat nutrisi makanan berupa protein, energi dan mineral yang dikonsumsi oleh ayam akan dimanfaatkan untuk pembentukan tulang pada masa awal pertumbuhan.

Persentase paha

Hasil penelitian menunjukkan rataan persentase paha broiler umur 35 hari pada perlakuan RF0 sebagai kontrol adalah 19,69% (Tabel 4.). Perlakuan RF1 dan RF2 menghasilkan rataan persentase paha sebesar 16,07% dan 16,62% nyata (P<0,05) lebih rendah 22,51% dan18,46% dari perlakuan RF0, sedangkan perlakuan RF3 menghasilkan rataan persentase paha sebesar 17,91% tidak nyata (P<0,05) lebih rendah 9,90% dari perlakuan RF0. Hasil ini menunjukan perlakuan RF0 mempunyai persentase paha paling tinggi dari semua perlakuan fermentasi. Namun jika dibandingkan dengan perlakuan RK yang mempunyai rataan persentase paha sebesar 19,77%, perlakuan RF0 dan RF3 menunjukan 0,43% dan 10,37% tidak nyata (P>0,05) lebih rendah dari perlakuan RK. Sedangkan perlakuan RF1 dan RF2 secara berturut-turut 23,04% dan 18,97% nyata (P<0,05) lebih rendah dari perlakuan RK.

Hal ini menunjukan bahwa pemanfaatkan bakteri probiotik lignoselulolitik pada fermentasi ransum belum mampu meningkatkan berat bagian paha sehingga mempengaruhi persentase yang dihasilkan. Diduga pula karena kandungan mineral, kalsium dan fosfor pada bakteri probiotik lignoselulolitik ini belum bekerja maksimal sehingga belum mampu meningkatkan berat daging dan tulang broiler. Perbedaan persentase paha ini dapat disebabkan oleh berat karkas yang dihasilkan pada setiap perlakuan berbeda. Sesuai dengan Fawwad et al. (2006), besaran bobot akhir ternak akan mempengaruhi tinggi rendahnya proporsi daging yang dihasilkan. Paha adalah komponen karkas yang menghasilkan daging terbanyak kedua setelah dada, pertumbuhannya juga dipengaruhi oleh kandungan protein pada pakan (Resnawati, 2004).

Persentase betis

Rataan persentase betis yang dihasilkan broiler umur 35 hari pada perlakuan RF0 sebagai kontrol adalah 12,87% (Tabel 4.). Perlakuan RF1, RF2, dan RF3 menghasilkan persentase karkas sebesar 15,90%, 14,98% dan 14,00% tidak nyata (P>0,05) masing-masing 23,56%, 16,41% dan 8,76% daripada perlakuan RF0. Jika dibandingkan dengan perlakuan RK yang mempunyai persentase betis sebesar 12,33%, perlakuan RF0, RF1, RF2 dan RF3 persentase betisnya masing-masing 4,42%, 22,50%, 21,56% dan 13,57% tidak nyata (P>0,05) lebih tinggi dari perlakuan RK. Secara statistik keseluruhan hasil penelitian tidak berpengaruh nyata (P>0,05).

Hal ini dapat disebabkan oleh jumlah ransum dan nutrisi dikonsumsi dengan jumlah yang sama, diduga enzim fitase yang dihasilkan relatif sama dalam menyerap nutrisi,

sehingga belum mampu berpengaruh nyata terhadap ketersediaan asam amino yang digunakan untuk sintesis protein daging betis. Asam amino ini lebih aktif digunakan untuk berjalan dan tenaga untuk bergerak (Kertiyasa et al., 2020). Paha tumbuh lebih awal daripada bagian lainnya sehingga otot pada bagian paha diduga telah mencapai pertumbuhan yang maksimal sehingga dihasilkan berat paha yang sama (Swatland, 1984). Dikatakan pula oleh Moran (1995) ransum adalah faktor yang sangat mempengaruhi pertumbuhan pada paha dari karkas broiler.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian ransum terfermentasi bakteri probiotik lignoselulolitik sebanyak 5% dapat meningkatkan berat karkas dan persentase dada, namun belum mampu meningkatkan persentase punggung, sayap dan paha dari perlakuan pemberian ransum terfermentasi tanpa bakteri probiotik lignoselulolitik. Bila dibandingkan dengan pemberian ransum komersial, pemberian ransum terfermentasi menghasilkan berat karkas, persentase dada dan paha yang lebih rendah serta persentase punggung dan sayap yang lebih tinggi.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan untuk dilakukannya penelitian lebih lanjut mengenai formulasi ransum terfementasi bakteri probiotik lignoselulolitik, karena ransum yang diproduksi mempunyai palatabilitas rendah sehingga berat karkas dan persentase karkas serta recahan karkasnya menjadi rendah. Disarankan juga untuk dilakukan penelitian lebih lanjut terkait dengan dosis penggunaan bakteri probiotik lignoselulolitik yang berbeda agar dapat mengetahui standar optimalnya dan dapat meningkatkan berat karkas dan persentase karkas serta recahan karkasnya.

UCAPAN TERIMA KASIH

Perkenankan penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara, M. Eng, IPU., Dekan Fakultas Peternakan Dr. Ir. I Nyoman Tirta Ariana, MS., IPU., Koordinator Program Studi Sarjana Peternakan Dr. Ir Ni Luh Putu Sriyani, S.Pt, M.P, IPM., ASEAN Eng., Kepala Laboratorium Sesetan Dr. Ir. Ni Putu Mariani, MSi., atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada

penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan di Program Studi Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana.

DAFTAR PUSTAKA

Akhadiarto, S. 2002. Pengaruh pemberian probiotik kombucha terhadap persentase karkas, bobot lemak abdomen dan organ dalam pada broiler. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia. 4(5): 190-193.

Akhadiarto, S. 2014. Pengaruh penambahan probiotik dalam ransum lokal terhadap performans broiler. Jurnal Sistem Teknik Industri. 16(1): 16-22.

Ariawan. P.T.B., N.W. Siti, dan N.M.S. Sukmawati. 2016. Pengaruh pemberian ransum diferentasi dengan probiotik berbasis sari daun pepaya terhadap potongan karkas komersial ayam kampung. J. Peternakan Tropika. 2(4): 351-365.

Badan Pusat Statistik. 2020. Data Sensus Jumlah Populasi Ayam Ras Pedaging Indonesia pada Tahun 2020. Badan Pusat Statistik Indonesia.

Bahri, S., E. Masbulan dan A. Kusumaningsih. 2005. Proses praproduksi sebagai faktor penting dalam menghasilkan produk ternak yang aman untuk manusia. Jurnal Litbang Pertanian. 24(1): 27-35.

Bundy, C.E. and R.V. Diggins. 1960. Prentice Hall Inc. Englewood Cliffs. Poultry Production. New Jersy, USA.

Daud, M. 2005. Performan ayam pedaging yang diberi probiotik dan prebiotik dalam ransum. Jurnal Agripet. 5(2):75-79.

Djanah. 1991. Ilmu Usaha Tani. Penebar Swadaya. Jakarta.

Fawwad, A., S. Mahmood, Z.U. Rehman, M. Ashraf, M. Alam dan A. Muzaffar. 2006. Effect of feeding management on energy, protein intake and carcass characteristics of broiler during summer. Int. J. of Agric and Biol. 8:546-549.

lham, M. 2012. Pengaruh Penggunaan Eceng Gondok (Eichornia crassipes) Fermentasi dalam Ransum Terhadap Persentase Karkas, Nonkarkas, dan Lemak Abdominal Itik Jantan Umur Delapan Minggu. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Kertiyasa, I K.Y., I G. Mahardika dan I.M. Mudita. 2020. Pengaruh pemberian probiotik Bacillus Sp. strain BT3CL atau Bacillus Subtilis strain BR2CL terhadap produksi dan komposisi karkas broiler. Jurnal Peternakan Tropika. 8(2): 346–367.

Londok, J.J.M.R dan J.E.G. Rompis. 2018. Pengaruh pembatasan pakan pada periode starter terhadap potongan komersial 2 strain ayam pedaging. Seminar Nasional VII HITPI, Fakultas Pertanian UNISKA. Banjarmasin.

Manggara, A.B. dan M. Shofi. 2018. Analisis kandungan mineral daun kelor (Moringa oleifera Lamk.) menggunakan Spektrometer XRF (X-Ray Fluoresence). Akta Kimia Indonesia. 3(1): 104-111.

Manihuruk, F.H., Ismail, Rastina, Razali, M. Sabri, Zuhrawati dan M. Jalaluddin. 2018. Effect of fermented moringa leaf (Moringa oleifera) powder in feed to increase broiler carcass weight. Jurnal Medika Veterinaria. 1(2): 103-109.

Massolo, R., A. Mujnisa, dan L. Agustina. 2016. Persentase Karkas dan Lemak Abdominal Broiler yang Diberi Prebiotik Inulin Umbi Bunga Dahlia (Dahlia variabillis). Buletin Nutrisi dan Makanan Ternak. 12(2): 50-58.

Mehdi, Y., M.P. Letourneau-Montminy, M.L. Gaucher, Y. Chorfi, G. Suresh, T. Rouissi, S.K. Brar, C. Cote, A.A. Ramirez and S. Godbout. 2018. Use of antibiotics in broiler production: Global impacts and alternatives. Anim. Nutr. 4: 170-178.

Mide, M.J. 2013. Penampilan broiler yang mendapatkan ransum mengandung tepung daun katuk, rimpang kunyit, dan kombinasinya. Jurnal Teknosains. 7(1): 40-46.

Moran, E.T. 1995. Body Compotition. In: Poultry Production. P. Hunon, Eds. Elsivier Science BV. Amsterdam.

Mudita, I.M. 2019. Penapisan dan Pemanfaatan Bakteri Lignoselulolitik Cairan Rumen Sapi Bali dan Rayap Sebagai Inokulan dalam Optimalisasi Limbah Pertanian Sebagai Pakan Sapi Bali. Disertasi. Program Studi Doktor Ilmu Peternakan Fakultas Peternakan. Universitas Udayana. Denpasar.

Murtidjo, B.A. 2006. Pengendalian Hama dan Penyakit Ayam. Kanisius. Yogyakarta.

North, M.O. and D.D. Bell. 1990. Commercial Chicken Production Manual. 4th Edition. Van Nostrand. Reinhold, New York.

NRC. 1994. Nutrisit Requirement of Poultry. 9th Ed. National Academy of Science, Washington DC.

Osfar, S. 2008. Efek Penggunaan Tepung Daun Kelor (Moringa oleifera) dalam Pakan terhadap Penampilan Produksi Ayam Pedaging. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Malang (ID): Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya.

Resnawati, H. 2004. Bobot potongan karkas dan lemak abdomen ayam ras pedaging yang diberi ransum mengandung tepung cacing tanah (Lumbricus rubellus). Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Balai Penelitian Ternak. Bogor.

Simbolan, J.M., M. Simbolan dan N. Katharina. 2007. Cegah Malnutrisi dengan Kelor. Yogyakarta: Kanisius.

Steel dan Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan Biometrik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Sukaryana, Y., U. Atmomarsono, V.D. Yunianto dan E. Supriyatna. 2011. Peningkatan nilai kecernaan protein kasar dan lemak kasar produk fermentasi campuran bungkil inti sawit dan dedak padi pada broiler. Jurnal Ilmiah Teknologi Pertanian. 1(3): 167-172.

Soeparno. 2009. Ilmu dan Teknologi Pengolahan Daging. Edisi ke-5. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Standar Nasional Indonesia. 2006. Pakan Ayam Ras Pedaging (Broiler Starter). SNI 01-39302006. Standarisasi Nasional Indonesia. 2006. Pakan Ayam Ras Pedaging (Broiler Finisher). SNI 01-3931-2006.

Standar Nasional Indonesia. 2009. Mutu Karkas dan Daging Ayam. Direktorat Jendral Peternakan, Departemen Pertanian, Jakarta.

Swatland, H.J. 1984. Structure and Development of Meat Animals. Prentice-Hall. Inc., Englewood. Cliffs, New Yersey.

Tatli, P., I. Seven., M. Yilmaz dan U.G. Simsek. 2007. The Effect of Turkish propolis on growth and carcass characteristics in broiler under heat stress. Anim Feed Sci Technol. 146: 137-148.

USDA. 1977. Poultry Grading Manual. U.S. Goverment Printing Oficce. Washington. D. C.

Widjaja, E., W.G. Piliang, I. Rahayu dan B.N. Utomo. 2006. Produk samping kelapa sawit sebagai bahan pakan alternatif di Kalimantan Tengah: 1. pengaruh pemberian solid terhadap performans broiler. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner. 11(1): 1-5.

Wijayanti, R.P. 2011. Pengaruh Suhu Kandang yang Berbeda Terhadap Performans Ayam Pedaging Periode Starter. Fakultas Peternakan. Universitas Brawijaya. Malang.

Yu, B., J.R. Liu, F.S. Hsiao and P.W.S. Chiao. 2008. Evaluation of Lactobacillus reuteri Pg4 strain expressing heterologous B-glucanase as a probiotic in poultry diets based on barley. Journal of Animal Feed Science and Technologi. 14: 82-91.

Zulkaesih, E. dan R. Budirakhman. 2005. Pengaruh sub-stitusi pakan komersial dengan dedak padi terhadap persentase karkas ayam kampung jantan. Ziraa`ah Ma-jalah Pertanian. Fakultas Pertanian Universitas Islam Kalimantan, Banjarmasin. 14(3): 100-104

Risnayanti, N. K., J. Peternakan Tropika Vol. 11 No. 1 Th. 2023 : 1 – 19

Page 19