ISSN 2722-7286

Jurnal

FAPET UNUD


Jurnal


Peternakan Tropika

Journal of Tropical Animal Science

email: [email protected]

Submitted Date: March 14, 2022

Accepted Date: May 10, 2022


Editor-Reviewer Article : Ni Putu Mariani & Dsk. Pt. Mas Ari Candrawati

ANALISIS RANTAI PASOK DAGING BABI

DI PASAR TRADISIONAL KECAMATAN ABIANSEMAL

Rahmat, S., B.R.T. Putri, dan I W. Sukanata

PS Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar, Bali E-mail : [email protected],Telp.+6282174451288

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui saluran rantai pasok produk daging babi di pasar tradisional Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung. Metode penelitian yang digunakan Purposive Sampling (sengaja). Sampel responden pada penelitian ini berjumlah 40. Berdasarkan prasurvey lokasi penelitian dimulai dari pasar tradisional yang terdapat di Kecamatan Abiansemal diantaranya sebagai berikut: Pasar Tegal Darmasaba, Pasar Sibang Gede, Pasar Mambal, Pasar Tenten, Pasar Blahkiuh. Metode untuk mengambil sampel menggunakan teknik snowball sampling. Data yang digunakan ialah data primer dan data sekunder. Penelitian dilakukan pada bulan September hingga Oktober 2021. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis deskriptif Food Supply Chain Network. Dari hasil analisis menunjukkan bahwa: (1) terdapat 3 aliran dalam rantai pasok daging babi di pasar tradisional Kecamatan Abiansemal Kabupaten Badung yaitu aliran finansial (keuangan), aliran informasi, aliran material (produk). (2) terdapat beberapa lembaga yang terlibat dalam rantai pasok daging babi pada lokasi penelitian yaitu: peternak, pengepul ternak babi, jagal, pedagang daging, warung makan olahan daging babi, konsumen akhir. Seluruh anggota rantai pasok saling melengkapi dalam proses pergerakan produk. Saran: diharapkan pemerintah setempat dapat membantu untuk menstabilkan harga daging babi. Pedagang daging sebaiknya melakukan pengolahan daging menjadi produk olahan lain sehingga mampu meningkatkan nilai tambah dan meminimalisir kerugian apabila daging tidak terjual habis

Kata Kunci: daging babi, pasar tradisional, rantai pasok.

ANALYSIS OF PORK SUPPLY CHAIN

IN TRADITIONAL MARKET, ABIANSEMAL DISTRICT

ABSTRACT

This study aims to determine the supply chain channel for pork products in the traditional market of Abiansemal District, Badung Regency. The research method used is purposive sampling (deliberately). The sample of respondents in this study amounted to 40. Based on the pre-survey, the research location started from traditional markets so that there


are several traditional markets in Abiansemal District including the following: Tegal Darmasaba Market, Sibang Gede Market, Mambal Market, Tenten Market, Blahkiuh Market. The method for taking samples is using snowball sampling technique. The data used are primary data and secondary data. The research was conducted from September to October 2021. The data analysis used in this study was descriptive analysis Food Supply Chain Network. The results of the analysis show that: (1) There are 3 flows in the pork supply chain in the traditional market of Abiansemal District, Badung Regency, namely financial (financial) flow, information flow, and material (product) flow. (2) There are several institutions involved in the pork supply chain at the research location, namely: breeders, pork collectors, slaughterers, meat traders, pork processed food stalls, final consumers. All members of the supply chain complement each other in the product movement process. Suggestion: It is hoped that the local government can help to stabilize pork prices. Meat traders should process meat into other processed products to increase added value and minimize losses if the meat is not sold out

Keywords: pork, traditional market, supply chain.

PENDAHULUAN

Indonesia sebagai negara agraris dengan potensi pertanian, peternakan dan perikanan yang cukup besar, menjadi salah satu ujung tombak pembangunan ekonomi nasional, dimana sebagian besar penduduk di Indonesia menggantungkan hidupnya dari sektor pertanian. Salah satu potensi sektor pertanian adalah sub sektor dibidang peternakan yang berguna untuk memenuhi kebutuhan protein hewani berupa daging, telur dan susu. Ternak babi merupakan salah satu komoditas subsektor peternakan yang dikembangkan untuk menghasilkan daging secara nasional. Beberapa daerah di Indonesia seperti Provinsi Bali, Kalimantan Barat, Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Utara dan Kalimantan barat, pemeliharaan ternak Babi dilakukan secara professional.

Babi adalah ternak monogastric dan bersifat prolific (yang mana berarti banyak anak pada tiap kelahiran), pertumbuhannya cepat dan dalam kurun waktu enam bulan babi tersebut sudah dapat dipasarkan. Selain itu ternak babi efisien dalam mengkonversi berbagai sisa pertanian dan restoran menjadi daging (Ensminger, 1991). Babi dibudidayakan secara cukup luas, meskipun hasil ternak babi hanya digunakan pada pasar tertentu seperti masyarakat non muslim dan untuk tujuan pasar ekspor.

Masyarakat pulau Bali salah satunya Kabupaten Badung pada umumnya menganut agama Hindu sehingga mayoritas masyarakat pulau Bali mengkonsumsi daging babi. Dalam ajaran agama Hindu, daging babi diperbolehkan untuk dikonsumsi dan daging babi yang beredar di pasar tradisional pada umumnya berasal dari daging babi jenis landrace atau

persilangan. Sangat sedikit ditemukan bahkan hampir tidak ditemukan daging babi yang berasal dari jenis Breed atau babi lokal Bali (Sriyani et al., 2015). Babi merupakan salah satu ternak yang banyak dipelihara dan tidak dapat lepas dari kehidupan sebagian besar masyarakat di Bali. Ternak babi di Bali memegang peranan penting terutama dalam hubungannya dengan kebiasaan konsumsi masyarakat serta adat istiadat di Bali.

Oleh karena itu ketersediaan daging babi di pasar harus tetap terjaga agar tidak terjadi tingginya harga daging babi yang dapat disebabkan karena kelangkaan daging babi. Proses pemenuhan permintaan konsumen yang berubah-ubah harus diikuti dengan kemampuan para jagal, pedagang, dan peternak dalam menjaga ketersediaan daging babi. Untuk mencegah masalah jumlah persediaan, mutu daging, dan menjaga kepuasan konsumen terpenuhi maka mata rantai yang terlibat dalam rantai pasok daging babi tidak dirugikan.

Rantai pasok daging babi harus memperhatikan beberapa aspek yang dapat mempengaruhi kelancaran proses distribusi hingga ke tangan konsumen akhir. Karena selain untuk memenuhi permintaan konsumen, bentuk pengaturan dalam rantai pasok daging juga bertujuan untuk menguntungkan mata rantai yang terlibat. Rantai pasok atau disebut dengan supply chain yang merupakan pengolahan siklus yang lengkap, mulai dari para supplier, kegiatan operasional, hingga ke tangan konsumen. Rantai pasok produk harus memperhatikan beberapa aspek yang dapat mempengaruhi kelancaran proses distribusi hingga ke tangan konsumen akhir. Distribusi produk membutuhkan lembaga pemasaran yang bekerja secara efektif. Penyaluran daging babi dari tangan produsen ke konsumen memerlukan proses dan tindakan-tindakan yang khusus. Kegiatan ini dilakukan untuk menjaga kualitas daging tetap dalam kondisi baik dan segar saat sampai ke tangan konsumen. Kesalahan dalam memilih saluran distribusi dapat memperlambat bahkan dapat terjadi kemacetan usaha penyaluran barang dan jasa tersebut dari produsen ke konsumen.

Salah satu faktor untuk mengoptimalkan rantai pasok adalah dengan menciptakan alur informasi yang bergerak secara mudah dan akurat antara jaringan atau mata rantai tersebut dan pergerakan barang yang efektif, efisien dan responsive terhadap perubahan-perubahan permintaan konsumen sehingga menghasilkan kepuasan maksimal pada konsumen, faktor yang mempengaruhi kinerja dari rantai pasok adalah pergudangan (inventory), transportasi (transportation), fasilitas (facilities) dan informasi (information) (Siagian, 2005). Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian tentang bagaimana mekanisme rantai pasok daging

babi ditinjau dari aspek struktur rantai pasok, manajemen rantai pasok, dan aliran informasi, aliran produk, alirang keuangan daging babi di pasar tradisional Kecamatan Abiansemal.

METODE PENELITIAN

Rancangan Penelitian

Metode penelitian ini menggunakan metode survey, dengan cara melakukan wawancara secara langsung. Data penelitian terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh melalui kuisioner dan wawancara langsung ke responden dengan menggunakan daftar pertanyaan. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari instansi terkait dengan objek penelitian. Pengambilan data dan bahan penunjang lain pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara, kuesioner, dan observasi.

Lokasi dan waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai dengan bulan Oktober 2021 di daerah Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung, Provinsi Bali. Untuk pemilihan lokasi, peneliti menggunakan teknik Purposive Sampling, teknik Purposive Sampling merupakan teknik penentuan sampel yang dijadikan sumber data dengan sengaja oleh peneliti dan melalui pertimbangan-pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2013). Lokasi ini dipilih karena merupakan salah satu daerah di Pulau Bali yang pasar tradisionalnya terdapat pedagang menjual daging babi dan juga pada daerah ini terdapat banyak usaha peternakan babi. Oleh karena itu maka peneliti memilih untuk melaksanakan penelitian di lokasi ini.

Populasi dan sampel

Populasi penelitian ini adalah produsen, pedagang, dan konsumen daging babi di Kecamatan Abiansemal, dengan populasi sasaran produsen, pedagang, dan konsumen yang beraktivitas pada pasar tradisional di Kecamatan Abiansemal. Sedangkan untuk responden penelitian ini yaitu produsen (peternak), pengepul, pedagang daging babi di pasar tradisional, dan konsumen.

Pemilihan responden produsen dan pedagang menggunakan metode purposive sampling (secara sengaja) dengan ketentuan yang menjadi responden melakukan aktivitas di pasar tradisional Kecamatan Abiansemal. Sedangkan untuk pemilihan responden konsumen menggunakan teknik Snowball Sampling, teknik ini merupakan teknik yang dimulai dengan responden awal kecil kemudian responden tersebut akan menunjukkan kepada responden selanjutnya, sehingga jumlah responden akan bertambah yang diibaratkan seperti bola salju

yang menggelinding semakin lama semakin besar (Nurdiani, 2014). Jumlah responden dalam penelitian ini sebanyak 40 responden, dengan pembagian responden berstatus peternak, pengepul, jagal, pedagang dan konsumen akhir.

Definisi operasional penelitian

  • 1.    Rantai pasok merupakan sistem yang dilalui organisasi bisnis untuk menyalurkan barang produksi atau jasa menuju ke pelanggan.

  • 2.    Saluran pemasaran merupakan serangkaian organisasi yang saling tergantung dan terlibat dalam proses untuk menjadikan suatu produk barang atau jasa siap untuk digunakan atau dikonsumsi.

  • 3.    Pasar tradisional merupakan tempat bertemunya antara penjual daging babi dan pembeli atau konsumen yang ditandai dengan adanya transaksi penjual pembeli secara langsung, bangunannya terdiri dari kios-kios atau gerai, lapak, los dan dasaran terbuka yang dibuka oleh penjual.

  • 4.    Pelaku usaha rantai pasok merupakan badan atau individu yang melakukan aktivitas menyampaikan barang hingga ke tangan konsumen.

  • 5.    Pengepul ternak merupakan pelaku usaha yang membeli ternak babi dalam jumlah tertentu dari produsen atau peternak.

  • 6.    Jagal atau rumah potong hewan merupakan pelaku usaha yang menyediakan jasa penyembelihan hewan ternak babi.

  • 7.    Pedagang daging merupakan pelaku usaha yang menjual daging babi di pasar tradisional kepada pembeli atau konsumen.

  • 8.    Konsumen merupakan orang yang secara langsung membeli atau mengkonsumsi daging babi, baik untuk kepentingan pribadi maupun kepentingan komersil seperti untuk upacara agama dan adat.

  • 9.    Konsumen merupakan pelaku usaha yang terdiri dari konsumen rumah tangga dan konsumen industri, seperti yang mengolah bahan baku berupa daging babi menjadi produk olahan.

  • 10.    Teknik snowball sampling digunakan untuk pengambilan contoh mata rantai yang terlibat dalam rantai pasokan daging babi, seperti peternak, pengepul babi, jagal/rumah potong hewan, pedagang daging, industri pengolahan daging dan kuliner, konsumen akhir untuk keperluan rumah tangga.

  • 11.    Proses pengambilan data dimulai dari pasar tradisional yang terdapat di Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung, kemudian mengikuti alur informasi yang diberikan oleh responden.

  • 12.    Analisis saluran rantai pasok dilakukan dengan mengidentifikasi dan menganalisis peran pelaku dalam rantai pasok.

Jenis dan sumber data

Pada penelitian ini menggunakan data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif merupakan data yang memiliki wujud kata-kata yang didapatkan dari hasil wawancara, dokumentasi, observasi, sehingga sebelum menggunakan data tersebut akan melalui proses pencatatan dan penyuntingan. Data kuantitatif merupakan jenis data yang dapat diukur (measurable) atau dihitung secara langsung sebagai variabel angka atau bilangan.

Variabel penelitian

Variabel dalam penelitian ini diukur berdasarkan indikator variabel yang telah disusun sesuai dengan arah penelitian. Pengukuran dilakukan terhadap beberapa variabel sebagai berikut:

Karakteristik Responden/Peternak/Pengepul/Jagal/Pedagang/Konsumen.

Tabel 1. Indikator dan parameter karakteristik pelaku rantai pasok

Variabel

Indikator

Parameter

1.

Nama

Nama responden

2.

Jenis Kelamin

Laki-laki / Perempuan

Umur  responden  saat  penelitian

3.

Umur

dilakukan (tahun)

4.

Nomor Handphone

No Handphone yang bisa dihubungi

Karakteristik

5.

Pendidikan terakhir

Tingkat pendidikan responden

pelaku rantai

6.

Sifat usaha

Utama / Sampingan

pasok

Pekerjaan selain pelaku usaha daging

7.

Pekerjaan lainnya

babi

8.

Pengalaman usaha

Lama menjalankan usaha

9.

Jumlah tenaga kerja

Tenaga kerja dalam kegiatan produksi

10.

Produk yang dijual

Nama produk

11.

Rentang Harga

Harga Produk (Rupiah)

Struktur rantai

1.

Produk yang dijual

Gambaran produk

pasok

2.

Karakteristik pada produk

Kualitas pada produk

3.

Tahapan budidaya ternak babi

Gambaran proses budidaya ternak

(khuhus peternak)

babi

4.

Dari mana memperoleh ternak babi (Peternak)

Sumber mendapatkan ternak babi

5.

Jenis babi yang dipelihara

Jenis babi dipelihara

6.

Harga per kg

Rupiah

7.

Kepada siapa saja produk dijual

Siapa saja yang membeli produk

8.

Lokasi penjualan

Dimana tempat penjualan berlangsung

9.

Kegiatan sebelum penjualan

Pengemasan/penyimpanan/pengolaha n

10.

Agen reseller

Agen yang membantu penjualan lanjutan

11.

Upaya    yang    dilakukan

Meningkatkan nilai produk dengan

meningkatkan nilai produk

melakukan tindakan tertentu

12.

Kendala yang terjadi dalam

hal-hal  yang  dapat  menghambat

meningkatkan nilai produk

peningkatan nilai produk

1.

Apakah   memiliki   mitra

usaha?

Kerja sama antar pelaku usaha

2.

Apakah ada kriteria tertentu dalam memilih kemitraan?

Kriteria dalam menjalin kerjasama

Manajemen rantai pasok

3.

4.

Yang menjadi point dalam kesepakan kemitraan

Sistem   transaksi   dengan

pembeli

Perjanjian antar sesama pelaku usaha

Cara bertransaksi antar pelaku usaha

5.

Mekanisme pembayaran

Tunai / Transfer

6.

Kendala dalam memasarkan

Hal-hal yang dapat menghambat

produk

pemasaran produk

1.

Sumber daya fisik dalam mendukung kegiatan usaha

Bangunan dapat berupa kandang, gudang penyimpanan, lemari pendingin, kendaraan

2.

Infrastruktur di lokasi usaha

Akses jalan, pasar, pusat berbelanja

Sumber daya

3.

Penerapan teknologi dalam

Teknologi     yang     digunakan

rantai pasok

berusaha

mendukung kegiatan usaha

4.

Sumber modal usaha

Modal sendiri, lembaga keuangan

5.

Penerapan teknologi dalam penyebaran informasi

Sosial media / Media lainnya

6.

Hal yang mendasari dalam

Ketentuan dalam pemesasan produk

pemesanan produk

7.

8.

Yang  menentukan

produk

Resiko yang dapat selama pemasaran

harga

terjadi

Hal-hal yang menjadi patokan dalam menentukan harga produk

Hal-hal    yang    berkemungkinan

menghambat proses pemasaran

1.

Apakah  memiliki

tetap

pembeli

Pembeli tetap dalam membeli produk

Kinerja rantai

2.

Kriteria    tertentu

menjadi pembeli tetap

untuk

Syarat menjadi pembeli tetap

pasok

3.

Kepada    siapa

dijual/didistribusikan

produk

Siapa saja yang membelu produk

4.

Kritik dan saran

Kritik dan saran yang diberikan untuk produk

Instrumen penelitian

(Sekaran, 2011) menjelaskan bahwa data primer mengacu pada informasi yang diperoleh dari tangan pertama oleh peneliti yang berkaitan dengan variabel minat untuk tujuan spesifik studi. Beberapa contoh data primer adalah responden individu, informasi tentang responden, dan panel yang secara khusus ditentukan oleh peneliti dan dimana pendapat bisa dicari terkait persoalan tertentu dari waktu ke waktu, atau sumber umum seperti majalah atau buku. Internet juga dapat menjadi sumber data primer jika kuisioner disebarkan melalui internet. Data primer diambil dari sumber pertama lapangan, peternak, pengepul, pedagang daging, jagal, dan konsumen.

Teknik pengambilan data

Pengambilan sampel penelitian ini dilakukan dengan cara Snowball Sampling yaitu dengan cara mengikuti alur pemasaran dari produsen hingga produk sampai ke konsumen akhir. Snowball Sampling adalah suatu metode untuk mengidentifikasi, memilih dan mengambil sampel dalam satu jaringan atau rantai hubungan yang menerus (Nurdiani, 2014).

Analisis data

Penelitian ini difokuskan untuk mengetahui rantai pasok daging babi pasar tradisional di Kecamantan Abiansemal, Kabupaten Badung, metode analisis data yang digunakan dalam pemelitian ini adalah metode analisis deskriptif kuantitatif. Analisis deskriptif kuantitatif

merupakan jenis penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan yang dapat dicapai dengan menggunakan prosedur-prosedur statistik atau cara-cara lain dari kuantifikasi (Sujarweni, 2014).

Analisis saluran rantai pasok dilakukan dengan mengidentifikasi dan menganalisis peran masing-masing pelaku usaha dalam rantai pasok. Dengan mengetahui aliran rantai pasok komoditas ternak dan daging babi dapat diidentifikasi permasalahan dan peran yang dijalankan oleh masing-masing pelaku usaha dalam rantai pasok daging babi.

Untuk menganalisis masalah digunakan analisis deskriptif Food Supply Chain Network, merupakan rangka kerja rantai pasok yang dikembangkan oleh Vorst. Analisis ini merupakan analisis yang sering digunakan untuk menganalisis suatu rantai pasok pada produk pertanian. Pada suatu rantai pasok terdapat suatu sistem rantai pasok yang terintegrasi dan terkoordinasi dengan baik. Kondisi rantai pasok dapat diketahui dengan menganalisis sasaran rantai, struktur rantai, sumber daya rantai, dan proses bisnis rantai (Vorst, 2006).

Gambar 1. Kerangka Analisis Deskriptif Food Supply Chain Network

Pada kerangka analisis deskriptif rantai pasok dengan FSCN, terdapat garis saling berhubungan. Terdapat hubungan garis searah dan dua arah. Hubungan garis yang searah menunjukkan bahwa satu bagian mempengaruhi bagian lainnya. Garis yang hubungan dua arah menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang saling mempengaruhi di antara keduanya. Dalam manajemen rantai pasok, target tidak mempengaruhi target terlebih dahulu.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pelaku usaha daging babi

Pelaku usaha merupakan pelaku yang menjalankan fungsi pemasaran daging babi.

Pelaku usaha disini berperan menyalurkan produk dari produsen hingga konsumen akhir.

Pelaku usaha daging babi yang terdapat pada lokasi penelitian di pasar tradisional Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung diantaranya peternak babi, pengepul ternak babi, jagal, pedagang daging babi, pedagang warung nasi babi guling (pedagang produk olahan daging babi), konsumen akhir berupa konsumen yang membeli daging babi untuk kebutuhan rumah tangga. Masing-masing pelaku usaha berjumlah: peternak 6 responden, pengepul 2 responden, jagal 3 responden, pedagang 9 responden, dan konsumen akhir sebanyak 20 responden.

Peternak

Peternak pada rantai pasok ini berperan sebagai produsen ternak babi. Ternak babi merupakan bahan baku utama untuk memproduksi daging babi. Pemeliharaan ternak babi dilakukan selama 4-5 bulan semenjak ternak babi lepas sapih (umur 3 minggu), dengan bobot panen sekitar antara 75-100 kg per ekor. Saat memasuki masa panen para peternak akan menghubugi pengepul untuk bersedia menjemput ternak babi tersebut, apabila harga dan kriteria yang disepakati oleh kedua belah pihak cocok maka berlanjut pada tahap transaksi jual beli, namun apabila harga yang ditawarkan makan dinegosiasi terlebih dahulu.

Pengepul

Pengepul disini merupakan pelaku usaha yang membeli ternak babi dari peternak dan juga yang mengangkut ternak babi dari peternakan menuju tempat produksi selanjutnya yaitu jagal atau rumah potong hewan. Pengepul disini selain melakukan pengangkutan juga yang menjual ternak babi kepada pedagang daging. Tahapannya yaitu pedagang daging akan konfirmasi terlebih dahulu kepada pengepul ternak babi seperti apa yang ingin dipesan, bisa dengan ketentuan bobot babi, jenis babi, maupun umur babi. Jika ketentuan babi tersebut tersedia maka pengepul dan pedagang daging akan bertemu di rumah potong hewan atau tempat yang telah disepakati sebelumnya untuk melakukan transaksi pembayaran. Kemudian ternak babi akan memasuki tahapan proses produksi selanjutnya yaitu penyembelihan.

Jagal atau rumah potong hewan (RPH)

Jagal atau rumah potong hewan merupakan pelaku usaha yang berperan hanya sebagai penyedia jasa penyembelihan hewan ternak babi. Pada tahap ini terjadi perubahan produk yang tadinya berupa ternak babi hidup menjadi produk berupa daging babi, proses produksi berlangsung dimulai sejak para pengepul menitipkan ternak yang dibeli oleh pedagang daging pada sore harinya ke tempat lokasi penyembelihan atau rumah potong hewan, kemudian pada saat dini hari proses penyembelihan dilaksanakan pada pukul 00.00 WITA dini hari. Setelah

proses produksi penyembelihan selesai sekitar pukul 03.00 – 05.00 WITA maka pedagang akan menjemput produk yang sudah berupa daging babi untuk siap dijual belikan pada lapak dipasar tradisional.

Pedagang daging

Pedagang daging dalam rantai pasok ini berperan sebagai pelaku usaha yang menjual produk berupa daging babi kepada pembeli. Pedagang menjual produknya di pasar tradisional yang terdapat di Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung. Pedagang memperoleh daging babi dari jagal/rumah potong hewan yang telah bekerja sama atau berlangganan, pedagang daging menjemput daging babi dari jagal/rumah potong hewan pada dini hari pukul 03.00 – 05.00 WITA kemudian diangkut menuju tempat berjualan atau lapak dipasar. Penjualan dilaksanakan sejak pagi hari pukul 05.30 WITA hingga produk yang dijual habis atau sekitar pukul 11.30 WITA.

Konsumen

Konsumen merupakan semua individu dan rumah tangga yang membeli atau memperoleh barang dan jasa untuk kepentingan pribadi. Konsumen pada penelitian ini rata-rata meupakan konsumen rumah tangga yang membeli daging babi untuk dikonsumsi secara pribadi atau dibuat produk akhir olahan makanan.

Karakteristik responden

Karakteristik responden merupakan informasi yang diperoleh dari masyarakat Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung ialah sebagai berikut:

Umur

Rata-rata umur dari 40 responden adalah 34 tahun dengan umur termuda adalah 16 tahun dan umur tertua adalah 58 tahun. Sebagian responden sebanyak 14 orang berada pada rentang umur muda (15-24 tahun) dan sebagian responden yaitu sebanyak 26 orang berada pada rentang umur produktif (25-59 tahun), dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Umur

No

Umur (tahun)

Responden

Jumlah (orang)   Persentase (%)

1

Muda (15-24 tahun)

14

35

2

Produktif (25-59 tahun)

26

65

3

Lansia (+60 tahun)

-

-

Total

40

100

Melihat kenyataan tersebut maka dapat dikatakan bahwa sebagian umur responden berada pada usia produktif dan hal ini tentunya sangat berdampak positif dalam pengembangan usaha peternakan maupun pemasaran ternak dan daging babi. Hal ini sesuai dengan pendapat Sirajuddin (2008), yang menyatakan bahwa umumnya semakin tinggi umur seseorang maka ia akan lebih cenderung berpikir matang dalam bertindak. Secara fisik akan mempengaruhi produktifitas usaha ternak, dimana semakin tinggi umur peternak maka kemampuan untuk bekerja juga semakin menurun.

Pendidikan

Rata-rata durasi pendidikan yang pernah ditempuh oleh responden berkisar 9-12 tahun. Informasi pendidikan beragam mulai dari responden yang tamat Sekolah Menengah Pertama sampai dengan yang menempuh pendidikan hingga ke Perguruan Tinggi (S1). Responden yang menempuh pendidikan Sekolah Menengah Pertama berjumlah 4 orang, responden yang menempuh pendidikan Sekolah Menengah Atas berjumlah 19 orang dan responden yang menempuh pendidikan Perguruan Tinggi berjumlah 17 orang. Pembagian responden berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Tabel Pendidikan Responden

No

Kategori

Responden

Jumlah (orang)

Persentase (%)

1

SD

-

2

SMP

4

10

3

SMA

19

47,5

4

Perguruan tinggi

17

42,5

Jumlah

40

100

Tingkat pendidikan responden yang cukup tinggi akan mempengaruhi pengetahuan

konsumen dalam mengambil keputusan pembelian daging babi. Karena semakin tinggi

pendidikan konsumen, maka akan semakin banyak informasi yang dapat diserap dan diterima oleh konsumen. Konsumen dengan tingkat pendidikan yang cukup tinggi juga mempunyai pengetahuan dan informasi tentang kesehatan dan nilai gizi yang terkandung dalam suatu produk, sehingga akan mempengaruhi konsumen dalam keputusan pembelian daging babi. karakteristik daging babi yang baik, sehingga perlu bagi para produsen untuk memperhatikan apa yang menjadi kesukaan/preferensi konsumen dalam membeli daging babi sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki konsumen mengenai daging babi tersebut.

Sifat usaha

Dalam hasil survey penelitian ini, sifat usaha responden secara garis besar merupakan Sifat Usaha Utama karena usaha yang responden jalankan merupakan sumber penghasilan utama. Sifat usaha responden dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Sifat Usaha

No

Sifat Usaha

Responden

Jumlah (orang)

Persentase (%)

1

Utama

15

75

2

Sampingan

5

25

Jumlah

20

100

Rentang harga daging

Harga produk yaitu berupa daging babi dari hasil penelitian tidak jauh berbeda, ini dikarenakan daging babi diproduksi secara massal, oleh karena itu yang menetukan harga daging babi ialah pasar itu sendiri. Berdasarkan hasil pengamatan pada lokasi penelitian terdapat beberapa harga produk berdasarkan status responden. Rentang harga produk dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Rentang harga

No   Status responden

Rentang harga produk/kg

1     Peternak (Harga bobot Hidup)

Dibawah Rp 50.000

2     Pedagang (Harga berupa daging)

Rp 50.000 – Rp 100.000

Dari tabel diatas dapat dilihat rentang harga produk yang dijual oleh peternak dibawah Rp 50.000 per kg, produk yang dijual masih berupa ternak hidup. Untuk para pedagang daging menjual produknya dengan rentang harga produk dari Rp 50.000 – Rp 100.000 per kg. Para pedagang memberikan kebebasan terhadap konsumen dalam membeli daging, para konsumen bisa membeli daging sesuai dengan bagian yang diinginkan dan tidak harus

membeli dalam berat satu kilogram, karena hal tersebut maka diperoleh rentang harga produk daging.

Pengalaman usaha

Pada Tabel 6 menunjukkan bahwa responden penelitian ini memiliki pengalaman usaha 5 – 10 tahun sebanyak 11 responden, dan pengalaman usaha diatas 10 tahun sebanyak 9 responden.

Tabel 6. Pengalaman Usaha

Status Responden

Pengalaman Usaha (tahun)

Jumlah Responden (orang)

Persentase (%)

Peternak

5-10

2

10

>10

4

20

Pengepul

5-10

1

5

>10

1

5

Jagal

5-10

-

-

>10

3

15

Pedagang daging

5-10

8

40

>10

1

5

Jumlah

20

100

Hal ini menunjukkan bahwa pelaku usaha rantai pasok daging babi relatif berpengalaman. Adanya responden yang memiliki pengalaman diatas 10 tahun menunjukkan bahwa pengalaman dalam berusaha berperan penting dalam kegiatan pemasaran produk karena membutuhkan pengetahuan dan informasi mengenai pemasaran produk.

Struktur rantai pasok daging babi

Struktur rantai pasok merupakan susunan suatu bagian kegiatan atau jaringan kerjasama pengadaan barang atau jasa yang saling bekerja sama dan terkait satu sama lain untuk membuat dan menyalurkan produk fisik maupun non fisik (Maulani et al., 2014). Struktur rantai pasok suatu komoditas ditentukan oleh beberapa faktor diantaranya, karakteristik produk, alur antara produsen dan konsumen, serta peranan yang dimiliki oleh masing-masing anggota yang terlibat didalam rantai pasok. Rantai pasok daging babi di pasar tradisional Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung terdiri dari peternak babi, pengepul atau pedagang babi hidup, jagal atau rumah potong hewan, pengecer/pedagang daging babi, dan konsumen yang berupa konsumen rumah tangga dan konsumen industri untuk produk

olahan daging babi. Struktur rantai pasok daging babi di pasar tradisional Kabupaten Badung dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Struktur Rantai Pasok Daging Babi di Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung

Pada struktur rantai pasok daging babi di Kecamatan Abiansemal Kabupaten Badung, sebanyak 66.3% Peternak babi menyalurkan produk berupa ternak hidup ke Pengepul ternak, ini terjadi karena adanya komunikasi akan ketersediaan produk diantara kedua belah pihak. Pengepul akan meminta konfirmasi terlebih dahulu kepada peternak apakah produk yang diinginkan tersedia atau tidak jika tersedia maka proses selanjutkan pengangkutan jika tiak tersedia pengepul akan menghubungi peternak lainnya. Untuk sisanya yaitu sebanyak 33.7% para peternak menyalurkan produknya menuju jagal pribadi tanpa melalui perantara pengepul. Dari Pengepul sebanyak 66,7% ternak hidup dikirim menuju rumah potong hewan pesanggaran, disini RPH berperan sebagai penyedia jasa untuk penyembelihan dengan hasil akhir berupa daging babi yang siap dipasarkan oleh para pedagang daging, untuk sisanya sebanyak 33,3% pengepul ternak menyalurkan produknya menuju warung makan babi guling. Rumah potong hewan pesanggaran memasok sebanyak 75% daging babi yang dijual oleh Pedagang daging, ini dikarenakan RPH Pesanggaran merupakan yang berproduksi skala besar. RPH milik pribadi memasok 25% para Pedagang daging babi ini dikarenakan RPH ini hanya melayani Pedagang daging yang telah bekerja sama/berlangganan sebelumnya. Konsumen dari rantai pasok ini terbagi menjadi dua yaitu: konsumen akhir merupakan konsumen yang membeli daging untuk diolah menjadi produk akhir berupa makanan

kebutuhan pribadi, sedangkan konsumen industri merupakan konsumen yang membeli produk daging babi untuk diolah menjadi produk olahan atau produk jadi misalnya seperti nasi babi guling.

Menurut (Pujawan, 2005), pada suatu rantai pasok terdapat tiga macam aliran yang dikelola. Pertama aliran barang yang mengalir dari hulu (upstream) ke hilir (downstream). Kedua aliran uang (finansial) yang mengalir dari hulu ke hilir. Dan ketiga adalah aliran informasi yang bisa terjadi dari hulu ke hilir ataupun sebaliknya.

Aliran finansial pada rantai pasok daging babi di pasar tradisional Kabupaten Badung terjadi pada seluruh kegiatan rantai pasok, dimana Pengepul membayar kepada Peternak sesuai dengan ternak babi yang dibeli, kemudian pengepul menerima pembayaran dari pedagang daging babi, pedagang daging babi menerima pembayaran dari konsumen. Proses pembayaran dilakukan secara tunai atau cash dan juga bisa melalui via transfer. Pembayaran yang dilakukan oleh konsumen terhadap pedagang daging babi dilakukan secara langsung ditempat. Sehingga meminimalisir adanya tanggungan atau utang konsumen terhadap pedagang daging babi. Akan tetapi karena adanya hubungan yang kuat diantara para pelaku usaha (peternak, pengepul, pedagang daging, dan konsumen) terdapat pembayaran yang dibayarkan sebagian dan sisanya dibayar kemudian hari atau sesuai janji.

Aliran Informasi pada rantai pasok daging babi di pasar tradisional Kabupaten Badung diperoleh dari masing-masing pelaku usaha dan alur pergerakan informasi terjadi secara timbal balik. Pelaku usaha akan bertanya kepada pembeli produk seperti apa yang mereka butuhkan. Sebelum menuju ke Peternak para Pengepul akan bertanya terlebih dahulu kepada Pedagang daging babi dan pemilik usaha babi guling membutuhkan ternak babi dengan kriteria seperti apa, kemudian setelah memperoleh informasi yang dibutuhkan Pengepul ternak babi akan mengkonfirmasi terhadap Peternak babi untuk disediakan ternak babi dengan kriteria tersebut. Konsumen juga bisa bertanya dan memesan bagian daging babi seperti apa yang diinginkan, misalnya konsumen menginginkan bagian sam-sam saja maka pedagang daging menyiapkan pesanan untuk konsumen.

Aliran material atau produk dalam rantai pasok daging babi di pasar tradisional Kabupaten Badung bergerak secara dari hulu ke hilir. Peternak menyediakan ternak babi (bahan baku daging babi) kemudian disalurkan oleh Pengepul ternak menuju rumah potong hewan, pada saat proses pengangkutan ternak babi yang dilakukan oleh pengepul terdapat resiko penyusutan bobot babi apabila terlalu lama dalam perjalanan, dan ternak juga bisa

mengalami stress. Pada tahap ini terjadi perubahan bentuk produk yang tadinya berupa bahan baku ternak babi hidup menjadi daging babi.

Setelah disembelih oleh jagal/rumah potong hewan, produk berupa daging babi diangkut oleh pedagang daging babi. Pendistribusian daging dilakukan setiap hari pada dini hari sekitar pukul 03.00 WITA – 05.00 WITA. Pedagang daging berjualan dari pukul 05.00 WITA hingga dagangannya habis terjual sekitar pukul 11.30 WITA, resiko yang dapat dialami pedagang daging yaitu daging yang tidak habis terjual untuk itu para pedagang mensiasatinya dengan menyimpan daging dalam freezer untuk menjaga daging agar tidak rusak, sehingga daging ini dapat dijual kembali pada keesokan harinya. Para konsumen dapat membeli daging babi sesuai dengan yang mereka inginkan seperti daging dicampur lemak atau daging dicampur kulit, para konsumen juga dapat memesan pada hari-hari sebelumnya kepada pedagang daging untuk bagian spesifik apa yang ingin digunakan misalnya hanya bagian samsam saja maka pedagang akan menyiapkan pesanan tersebut sesuai dengan kesepakatan dengan konsumen.

Manajemen rantai pasok

Manajemen rantai pasok merupakan pendekatan yang diterapkan untuk mengintegrasi para pemasok, pengusaha, gudang dan tempat penyimpanan lainnya secara efisien sehingga produk yang dihasilkan dapat didistribusikan dengan kuantitas, tempat dan waktu yang tepat. Sistem manajemen rantai pasok perlu adanya dukungan dari seluruh pelaku rantai pasok agar dapat terlaksana dengan baik (Sucipta et al., 2016). Tindakan yang dilakukan oleh masing pelaku rantai pasok daging babi di pasar tradisional Kabupaten Badung antara lain, kemitraan, sistem transaksi dan pemasaran produk

Kemitraan atau kerjasama dalam kegiatan usaha daging babi di pasar tradisional Kabupaten Badung ditentukan oleh pelaku usaha itu sendiri. Kriteria yang ditentukan sebagian besar berhubungan dengan fisik seperti bobot ternak dan bobot daging. Serta keseimbangan antara harga dan berat fisik (baik berupa ternak hidup maupun berupa daging). Penentuan kerjasama menggunakan metode kisaran yang akan disepakati oleh kedua belah pihak. Seperti pengepul membeli ternak babi hidup kepada peternak babi dengan penentuan harga menggunakan bobot babi hidup yang ditimbang kemudian mengikuti harga pasar pada saat itu, apabila harga yang ditawarkan cocok oleh kedua belah pihak maka ternak akan dibeli, namun jika harga yang ditawarkan belum cocok maka dinegosiasi terlebih dahulu.

Sistem transaksi antara penjual dengan pembeli pada tempat penelitian bervariasi. Sebagian besar sistem transaksi terjadi ditempat proses jual beli berlangsung, pembeli memberikan uang dalam bentuk tunai/cash sesuai dengan nominal transaksi. Transaksi antara peternak dan pengepul berlangusng di kandang, sedangkan transaksi antara pengepul dengan pedagang daging berlangsung di tempat jagal atau rumah potong hewan, transaksi antara pedagang daging dengan konsumen akhir atau rumah tangga berlangsung di pasar tradisional. Mekanisme pembayaran produk yang dibeli dalam bentuk tunai, apabila pembayaran tidak bisa dibayar sepenuhnya secara tunai maka sisanya dapat melakukan pembayaran secara transfer.

Pada rantai pasok daging babi di pasar tradisional Kabupaten Badung, Peternak babi berperan sebagai produsen hulu yang memproduksi ternak babi hidup yang mana ternak babi hidup merupakan bahan baku utama untuk produksi daging babi. Seluruh kegiatan saling berhubungan dalam proses kegiatan rantai pasok. Pengepul babi berperan dalam menyalurkan ternak babi menuju proses produksi selanjutnya dan juga membantu dalam kegiatan distribusi ternak babi. Dari pengepul, ternak babi disalurkan menuju jagal atau rumah potong hewan pada tahap ini ternak babi hidup disembelih, pada tahap ini ternak babi hidup menjadi produk berupa daging babi. Terdapat juga pengepul ternak babi menyalurkan ternak babi menuju usaha warung nasi babi guling yang menggunakan bahan baku babi, pemilik usaha melakukan penyembelihan secara pribadi. Pada lokasi penelitian, peneliti melakukan pengamatan ternak babi yang disalurkan, terdapat ternak babi yang disalurkan menuju jagal milik pribadi dan terdapat juga ternak babi yang disalurkan menuju rumah potong skala besar seperti rumah potong hewan Pesanggaran. Tahap produksi selanjutnya setelah produk berupa daging babi dan karkas, para pedagang daging mengambil dan menjemput produk dari rumah potong hewan. Selanjutnya para pedagang daging mengangkut produk menuju pasar untuk siap dijual belikan kepada konsumen akhir.

Untuk memperluas jangkauan produk yang dibuat/diolah sehingga memperoleh konsumen yang banyak maka diperlukan kegiatan pemasaran produk tersebut agar masyarakat/konsumen mengetahui bahwa produk terebut ada, karena menurut (Putri, 2017) pemasaran merupakan suatu proses manajerial dan sosial dengan menciptakan serta saling mempertukarkan produk serta nilai antara seorang individu dengan kelompok dimana individu atau kelompok tersebut dapat memperoleh apa yang mereka inginkan dan mereka butuhkan. Pemasaran produk daging babi di pasar tradisional Kabupaten Badung masih

mengandalkan pembeli yang datang ke lokasi sehingga penjualan pada hari itu sangat bergantung pada ramai atau tidaknya pembeli.

Sumber daya rantai pasok

Rantai pasok daging babi pasar tradisional di Kabupaten Badung memiliki sumber daya sebagai berikut:

Sumber daya fisik membantu dalam hal untuk mendukung kegiatan produksi, meningkatkan nilai produk, dan mempercepat proses produksi. Pada penelitian ini responden memiliki sumber daya fisik diantaranya sebagai berikut: responden yang berstatus peternak memiliki sumber daya fisik berupa lahan dan kandang beserta peralatan pendukung lainnya yang berguna membantu proses pemeliharaan dan perawatan ternak babi. Pada responden dengan status pengepul ternak babi memiliki sumber daya fisik berupa mobil pick up yang berfungsi untuk pengangkutan ternak babi dan pengepul juga memiliki kandang untuk menyimpan ternak babi sementara sebelum disalurkan ke pembeli. Responden dengan status Jagal memiliki sumber daya fisik berupa gedung atau bangunan yang berfungsi dalam hal kegiatan pemotongan ternak babi/produksi daging babi. Responden dengan status pedagang daging babi memiliki sumber daya fisik berupa lapak/tempat berjualan di pasar pada lapak ini tempat terjadinya transaksi jual beli daging babi dengan konsumen daging babi, pada pedagang babi juga memiliki sumber daya fisik lainnya diantaranya mobil pick up yang berguna untuk pengangkutan daging dari rumah potong hewan atau jagal, dan juga memiliki lemari pendingin atau freezer yang berfungsi untuk menyimpan daging babi apabila pada saat penjualan daging tidak terjual habis semua maka para pedagang memanfaatkan lemari pendingin sebagai alat penyimpananan sementara untuk menjaga kesegaran daging dan memperpanjang masa simpan dari daging babi tersebut.

Infrastruktur penunjang kegiatan yang terdapat pada lokasi penelitian ini diantaranya lokasi kegiatan usaha mudah diakses karena lokasi kegiatan usaha berada dekat dan bahkan berada pada akses jalan utama. Pasar yang menjadi lokasi penelitian ini berada pada Jalan Raya Sibang Kaja – Jalan Raya Mambal Abiansemal – Jalan Raya Sangeh Abiansemal. Karena pasar berada pada akses jalan utama para pelaku usaha tidak mengalami kesulitan untuk menjangkaunya, terdapat juga infrastruktur lainnya seperti lokasi pasar berada bersebarangan dengan Kantor Perbekel Desa, Pura Luhur, dan dekat dengan Banjar Desa.

Penerapan teknologi dalam kegiatan usaha akan membantu para pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi. Pada penelitian ini responden dengan status peternak salah

satunya menggunakan mesin sprayer pada kandang pada sistem biosecurity. Sedangkan responden dengan status jagal/rumah potong hewan menggunakan teknologi alat mesin pemotong untuk mempermudah pemotongan daging sehingga proses produksi menjadi lebih cepat dibandingkan dengan pemotongan secara manual/tradisional.

Sumber modal usaha digunakan oleh para pelaku usaha sebagai biaya kegiatan produksi. Terdapat beberapa sumber modal usaha yang bisa digunakan oleh para pelaku usaha, diantaranya menggunakan sumber modal usaha sendiri dapat berupa tabungan atau uang yang telah disiapkan untuk menjalan kegiatan usaha, terdapat juga sumber modal usaha menggunakan peminjaman oleh Lembaga Keuangan dengan perjanjian dan ketentuan khusus diantara dua belah pihak sehingga modal untuk kegiatan usaha dapat diberikan. Sebagian besar responden penelitian menggunakan modal sendiri sehingga tidak terikat perjanjian pembayaran rutin terhadap lembaga keungan, namun karena sumber modal terbatas para pelaku usaha mengalami kendala dalam mengembangkan produk/kegiatan usahanya.

Penerapan teknologi dalam penyebaran informasi pada kegiatan usaha dapat mempermudah para pelaku usaha mengakses dan menyebarkan informasi yang ada. Saat informasi yang dibutuhkan mudah diakses dapat meningkatkan kegiatan produksi. Responden penelitian ini memanfaatkan teknologi komunikasi berupa smartphone dengan menggunakan aplikasi chatting antar sesama pelaku usaha. Responden menggunakan aplikasi Whatsapp, Facebook dalam menyebarkan dan mengakses informasi. Dalam menyebarkan informasi para responden juga menggunakan secara konvensional yaitu penyebaran informasi secara dari mulut ke mulut.

Dalam hal pemesanan produk agar pemintaan dapat terpenuhi maka para produsen akan mencari informasi dan memprediksi permintaan pasar pada saat itu. Misalnya pada hari raya besar seperti Galungan dan Kuningan akan terjadi peningkatan permintaan pasar dibandingkan dengan permintaan pasar pada hari biasa atau tidak hari raya, para produsen akan meningkatkan produksi agar permintaan tersebut terpenuhi. Pelanggan juga dapat memberi informasi dengan cara pemesanan jauh-jauh hari sebelumnya dan apabila permintaan yang bersifat spesifik misalnya permintaan babi untuk dibuat produk olahan daging babi guling dibutuhkan bobot ternak babi yang digunakan berkisar 75-80 kg. Dengan mengetahui permintaan pasar diharapkan dapat memenuhi permintaan tersebut sehingga mampu meminimalisir kekurangan atau bahkan kelebihan produksi. Seperti yang kita ketahui apabila permintaan daging babi tinggi namun produksinya rendah sehingga tidak terpenuhi

maka akan terjadi kenaikan harga daging babi itu sendiri yang dapat menyebabkan penurunan daya tarik konsumen untuk membeli daging babi tersebut.

Penentuan harga dalam penjualan produk, harga produk yang dijual dapat diketahui dari berapa biaya produksi dan juga harga terbaru kesepakatan sesama para pedagang, peternak, dan pelaku usaha yang terlibat. Penentuan harga ini harus sesuai kesepakan antara konsumen dan produsen, supaya usaha tersebut dapat tetap bertahan di pasar. Dalam penentuan harga produk juga harus sesuai dengan pasar pada saat ini serta mempertimbangkan juga harga produk dari pesaing.

Risiko yang dihadapi masing-masing anggota rantai pasok daging babi di pasar tradisional Kabupaten Badung berbeda-beda. Pada saat produk masih berupa ternak babi risiko yang dapat terjadi yaitu ternak babi bisa mati pada saat pengiriman, ternak babi yang waktunya siap panen tetapi belum dipanen akan menambah biaya produksi serta panen yang tidak sesuai jadwal dapat mempengaruhi proses produksi selanjutnya, pada saar pengiriman ternak babi dapat mengalami penyusutan bobot badan akibat terlalu lama dalam perjalanan. Produk dalam bentuk daging babi memiliki resiko juga, pada saat pemasaran daging tidak semuanya terjual habis sehingga perlu disimpan terlebih dahulu pada lemari pendingin untuk dijual keesokan harinya. Apabila daging disimpan terlalu lama dapat menurunkan kualitas daging tersebut.

Kinerja rantai pasok

Pada rantai pasok daging babi di pasar tradisional Kecamatan Abiansemal Kabupaten Badung terdapat beberapa pelanggan tetap seperti pengepul ternak babi memiliki pelanggan tetap usaha warung makan babi guling, jagal memiliki pelanggan tetap yaitu para pedagang daging babi di pasar, namun peran jagal disini sebagai penyedia jasa penyembelihan saja kemudian produk yang dihasilkan dari jasa tersebut berupa daging untuk diteruskan menuju pedagang daging babi di pasar tradisional. Untuk menjadi pelanggan tetap kriteria yang ditentukan berasal dari kesepakatan dua belah pihak yang terlibat, seperti harga yang ditawarkan cocok dengan harga terbaru pada saat proses jual beli atau transaksi berlangsung dan mampu memenuhi permintaan yang telah diajukan sebelumnya.

Dalam kegiatan distribusi daging babi di pasar tradisional Kabupaten Badung terdapat berbagai lembaga yang terlibat dan saling bekerja sama dalam meyalurkan produk. Lembaga-lembaga tersebut menjadi rantai yang terkoordinasi menjadi sebuah rantai pasok. Distribusi produk daging babi di pasar tradisional Kecamatan Abiansemal Kabupaten Badung mencakup

daerah sekitaran Kecamatan Abiansemal dan Kota Denpasar. Aliran -aliran yang terdapat pada rantai memiliki peran masing-masing dan tidak dapat dipisahakan antara satu dengan yang lain. Strategi oleh pemain industri daging babi perlu kordinasi yang lebih baik antar pemain untuk mengurangi risiko gagal bayar (Widyastuti, 2020).

Untuk mengatasi masalah seperti daging babi yang tidak terjual para pedagang atau produsen dapat mengolah bahan baku daging babi tersebut menjadi produk olahan makanan karena menurut (Sumardani et al., 2019) usaha peternakan akan lebih menguntungkan apabila peternak mampu mengolah langsung babi yang dipeliharanya menjadi produk yang memiliki nilai ekonomis lebih tinggi, misalnya: babi guling (suckling pig), nugget babi, urutan (sosis) babi, iga dan steak babi, serta produk olahan babi lainnya, seperti timbungan babi.

Terdapat kritik dan saran dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut: (1) ada dua lokasi pemotongan hewan yaitu rumah potong hewan pesanggaran dan rumah potong hewan pribadi (tradisional) pada rumah potong hewan pesanggaran terdapat petugas yang memeriksa ternak babi sebelum dipotong untuk mencegah pemotongan ternak babi yang kemungkinan sakit sedangkan pada rumah potong hewan milik pribadi tidak terdapat petugas yang memeriksa ternak babi sebelum dipotong. (2) Dari responden yang berstatus konsumen berharap harga daging babi dapat ditekan, karena untuk harga yang sekarang masih bersaing dan tergolong mahal. (3) Sebagian responden memberikan saran untuk pemerintah setempat dapat membantu penanganan virus flu babi atau African Swine Fever disingkat ASF yang sedang marak belakangan ini. Dampak dari virus ini sangat berdampak bagi pelaku usaha ternak babi karena harga produk yang tidak stabil. (4) Dari peneliti untuk para pedagang daging diharapkan pada saat penyimpanan daging dapat menggunakan metode first in first out yang mana disimpan pertama maka itu juga yang harus keluar pertama keluar ini bertujuan untuk menghindari penyimpanan daging yang menumpuk.

Peternak disini sebagai produsen utama dengan produk berupa ternak babi dimana merupakan bahan baku utama untuk produksi daging babi. Pada saluran pemasaran peternak menjual produknya melalui perantara yaitu pengepul ternak babi, ini dikarenakan peternak hanya fokus dalam pemeliharaan ternak babi hingga siap panen, sedangkan penjualan pasca panen peternak akan mengandalkan para pengepul untuk menjual ternaknya. Ini terjadi karena para peternak sudah berlangganan atau kepercayaan kepada para pengepul untuk menjual produknya dan juga para peternak ini walaupun memiliki fasilitas memadai dalam pemeliharaan ternak mereka tidak mempunyai fasilitas berupa tranportasi seperti mobil pick

up untuk mengangkut ternak tersebut oleh karena itu peternak mengandalkan dari para pengepul ternak untuk pengangkutan dan distribusi ternak mereka. Oleh karena itu dalam traksaksi jual-beli, pengepul memiliki peran yang lebih dominan dalam menentukan harga (price maker) sedangkan peternak menjadi penerima harga (price taker) menurut (Sukanata et al., 2015). Diharapkan peternak mampu memenuhi kekurangan akan transportasi untuk bisa menjual ternak menuju langsung ke pedagang daging, sehingga permainan harga yang dilakukan oleh pengepul dapat diminimalisir.

Berdasarkan informasi yang diberikan oleh responden produksi daging babi di Bali meningkat hanya pada saat mendekati hari raya besar seperti Hari Raya Galungan dan Kuningan, pada kondisi saat ini permintaan daging babi di Bali berhubungan dengan pariwisata dan kegiatan budaya. Saat ini pariwisata belum bangkit begitupun kegiatan budaya yang memerlukan daging babi dibatasi oleh pemerintah dengan alasan pemberlakuan social distancing atau jaga jarak fisik mencegah penularan pandemi Covid-19. Namun tingkat konsumsi daging babi diluar Bali seperti Jakarta dan Surabaya sangat tinggi, ditambah lagi dengan harga yang ditawarkan jauh lebih tinggi dari pada di daerah Bali sendiri, namun karena peternak babi yang ada di Bali Sebagian besar merupakan peternak rakyat maka sulit memperoleh informasi kemana para peternak bisa menghubungi untuk penyaluran ternak babi tersebut.

Para pedagang daging juga kesulitan dalam memperoleh stok ternak hidup dikarenakan para peternak menjual produk ternak menuju ke luar Bali dikarenakan harga disana jauh lebih tinggi dibandingkan harga yang ditawarkan dalam pulau Bali, namun jumlah babi di Badung mulai mengalami peningkatan dari 14.136 ekor pada 2020 menjadi 22.310 ekor di 2021 (BPS Kabupaten Badung, 2021) dengan adanya peningkatan populasi tetapi harga yang tawarkan diluar pulau Bali maka para peternak mengirimkan hasil produksinya menuju keluar Bali karena dianggap lebih menguntungkan. Untuk mengatasi permasalah ini para peternak babi diharapkan dapat menjual hasil produksinya langsung menuju pedagang daging tanpa melalui perantara pengepul ternak karena (bagian yang diterima peternak dari harga pedagang daging) adalah 100%. Artinya, melalui saluran pemasaran ini, 100% dari harga yang dibayarkan oleh pedagang daging akan menjadi milik peternak produsen (Sukanata et al., 2015).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut:

  • 1.    Kondisi rantai pasok daging babi pasar tradisional Kabupaten Badung berdasarkan pendekatan Food Supply Chain Network dengan objek pengamatan berupa, struktur rantai pasok, manajemen rantai pasok, sumber daya rantai pasok, dan kinerja rantai pasok sudah terintegrasi dengan baik, karena seluruh anggota rantai pasok saling melengkapi dalam proses pergerakan produk.

  • 2.    Terdapat 3 aliran dalam rantai pasok daging babi di pasar tradisional Kecamatan Abiansemal Kabupaten Badung yaitu aliran finansial (keuangan), aliran informasi, aliran material (produk).

  • 3.    Lembaga-lembaga yang terlibat dan berperan aktif dalam rantai pasok daging babi di pasar tradisional Kabupaten Badung terdiri dari: (a) peternak babi, (b) pengepul atau pedagang babi hidup, (c) jagal atau rumah potong hewan, (d) pengecer/pedagang daging babi, (e) konsumen yang berupa konsumen rumah tangga dan konsumen industri.

Saran

Saran yang dapat diberikan dalam penelitian ini yaitu:

  • 1.    Diperlukan koordinasi dan sinergi semua pihak terkait jika para pelaku usaha ingin mengembangkan produk mulai dari budidaya ternak, pasca panen, pengolahan produk dan pemasarannya.

  • 2.    Diharapkan sistem manajemen rantai pasok daging babi akan terus berjalan secara efisien agar setiap lembaga yang terlibat dalam mata rantai tidak mengalami kerugian baik secara fisik maupun secara materi.

  • 3.    Aliran informasi para pelaku usaha yang terlibat khususnya pedagang diharapkan tidak hanya menunggu informasi dari konsumen datang karena alangkah lebih baik para pedagang mampu menjangkau pasar yang lebih luas dengan memanfaatkan penyebaran informasi melalui media internet yang mudah diakses oleh para masyarakat sehingga mampu meminimalisir produk tidak habis terjual atau bisa juga daging diolah menjadi produk lanjutan.

  • 4.    Untuk pemilik jagal pribadi/tradisional sebaiknya sebelum melakukan penyembelihan ternak dapat konsultasi terlebih dahulu kepada petugas kesehatan hewan untuk menghindari menyembelih ternak yang bisa saja terjangkit penyakit.

UCAPAN TERIMA KASIH

Perkenankan penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gede Antara, M.Eng., IPU. Dekan Fakultas Peternakan Dr. Ir. I Nyoman Tirta Ariana, MS, Koordinator Program Studi Sarjana Peternakan Dr. Ir. Ni Luh Putu Sriyani, S.Pt, MP, IPM, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan di Program Studi Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana.

DAFTAR PUSTAKA

Ensminger, M. E. (1991). Animal Science. The Interstate Printers and Publishers. Inc. Denville, Illionis.

Hsiao, L. (2006). Logistics Outsourcing in Food Supply Chain Networks: Theory and Practices [Electronic proceedings of the Chain and Network Conference]. Logistics Outsourcing in Food Supply Chain Networks: Theory and Practices [Electronic Proceedings of the Chain and Network Conference], 135–150.

Maulani, F., Suraji, A., & Istijono, B. (2014). Analisis Struktur Rantai Pasok Kontruksi Pada Pekerjaan Jembatan. Jurnal Rekayasa Sipil (JRS-Unand),   10(2),    1.

https://doi.org/10.25077/jrs.10.2.1-8.2014

Sumardani, N. L. G., Putri, T. I., Budaarsa, K., & Puger, A. W. (2019). Penganekaragaman Produk Olahan Daging Babi untuk Meningkatkan Ekonomi Masyarakat di Desa Semaon Kecamatan Payangan Kabupaten Gianyar. Buletin Udayana Mengabdi, 18(1).

Sriyani, N. L. P., NM, A. R., Lindawati, S. A., & Oka, A. A. (2015). Studi perbandingan kualitas fisik daging babi bali dengan babi landrace persilangan yang dipotong di rumah potong hewan tradisional. Majalah Ilmiah Peternakan, 18(1), 164185.

Nurdiani, N. (2014). Teknik Sampling Snowball dalam Penelitian Lapangan. ComTech: Computer, Mathematics and Engineering Applications,    5(2),    1110.

https://doi.org/10.21512/comtech.v5i2.2427

Pujawan, I. N. (2005). The Effect of Different Payment Terms on Order Variability in a Supply Chain. In Successful Strategies in Supply Chain Management (pp. 90–108). IGI Global.

Putri, B.R.T. (2017). Manajemen Pemasaran. Denpasar: Fakultas Peternakan Universitas Udayana. Swasta Nulus, Denpasar.

Sirajuddin. 2008. Faktor-faktor yang Memotivasi Peternak dalam melakukan Kemitraan Kecamatan Bantimurung, Kabupaten maros. Jurnal Agribisnis.

Sekaran, U. (2011). Research Methods for Business (metodologi Penelitian untuk Bisnis). Jakarta: Salemba Empat, 247, 5–24.

Siagian, Y. M. (2005). Aplikasi Supply Chain Management dalam Dunia Bisnis. Jakarta: Grasindo. Grasindo. Jakarta, 15–17.

Sucipta, I., Widia, I., & Utama, I. (2016). Strategi Peningkatan Kinerja Manajemen Rantai Pasokan Jeruk Siam Di Kelompok Tani Gunung Mekar Kabupaten Gianyar Demo. Jurnal BETA (Biosistem Dan Teknik Pertanian), 4(2), 27–35.

Sugiyono, D. (2013). Metode penelitian pendidikan pendekatan kuantitatif, kualitatif dan R&D.

Sujarweni, V. W. (2014). Metode Penelitian: Lengkap, Praktis, dan Mudah Dipahami.

Yogyakarta: In Pustaka Baru Press (Vol. 1, Issue Metodologi Penelitian, p. 11). Yogyakarta: Pustaka baru press.

Sukanata, I. W., Putri, B. R. T. Suciani, (2015). Analisis Pemasaran Babi Bali dalam Rangka Meningkatkan Pendapatan Petani di Daerah Miskin. Fakultas Peternakan, Universitas Udayana.

Widyastuti, D. S. (2020). Analisis Rantai Pasokan Industri Daging Babi di Surakarta. Fakultas Ekonomi Bisnis, Unversitas Sebelas Maret, Surakarta.

Rahmat, S., J. Peternakan Tropika Vol. 10 No. 2 Th. 2022 : 397- 422

Page 422