ISSN 2722-7286

Jurnal

FAPET UNUD


Jurnal


Peternakan Tropika

Journal of Tropical Animal Science

email: [email protected]

Submitted Date: January 26, 2022

Accepted Date: May 10, 2022


Editor-Reviewer Article : I Made Mudita & A.A. Pt. Putra Wibawa

KUALITAS KIMIA SILASE JERAMI PADI YANG DISUPLEMENTASI BEBERAPA JENIS HIJAUAN LEGUMINOSA

Ramadhan, R., I G. L. O. Cakra., dan N. P. Mariani

PS Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar, Bali Email: [email protected], Telp +6287774302330

ABSTRAK

Penelitian bertujuan untuk mengetahui kualitas kimia silase jerami padi yang disuplementasi beberapa jenis hijauan leguminosa. Penelitian dilaksanakan pada bulan November hingga Desember 2020 di Farm Sesetan dan analisis silase dilakukan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Udayana. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan lima perlakuan dan empat ulangan. kelima perlakuan yaitu: 90% jerami padi + 5% pollard + 5% molase (P0) “kontrol”, 60% jerami padi + 5% pollard + 5% molase + 30% Calliandra calothyrsus (P1), 60% jerami padi + 5% pollard + 5% molase + 30% Gliricidia sepium (P2), 60% jerami padi + 5% pollard + 5% molase + 30% Indigofera zollingeriana (P3), 60% jerami Padi + 5% pollard + 5% molase + 30% Sesbania grandiflora (P4). Variabel yang diamati yakni bahan kering, protein kasar, serat kasar, lemak kasar, abu, dan bahan organik yang terdapat pada silase jerami padi yang disuplementasi berbagai jenis tanaman leguminosa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa protein kasar tertinggi dan serat kasar terendah diperoleh pada perlakuan P2 sebesar 15,58% dan 24,81%. Kadar bahan organik tertinggi dan kadar abu terendah yaitu pada perlakuan P1 sebesar 86,07% dan 13,93%. Lemak kasar tertinggi dan bahan kering terendah diperoleh pada perlakuan P4 yaitu sebesar 15,88% dan 84,96%. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa silase jerami padi yang disuplementasi Gliricidia sepium menghasilkan kualitas kimia terbaik yaitu dengan memiliki kandungan protein kasar tertinggi.

Kata kunci: jerami padi, kualitas kimia silase, leguminosa

CHEMICAL QUALITY OF RICE STRAW SILAGE SUPPLEMENTED BY DIFFERENT TYPE OF LEGUMES

ABSTRACT

The study aims to determine the chesmistry quality of rice straw silage supplemented by different type of legumes. This research was conducted from November to December at the Sesetan Farm and silage analysis was carried out at the Laboratory of Animal Nutrition and Forage, Faculty of Animal Husbandry, Udayana University. The design in the study was complete random concoction with five treatments and four replications. The five treatments were: 90% rice straw + 5% pollard + 5% molase (P0) “control”, 60% rice straw + 5% pollard


+ 5% molase + 30% Calliandra calothyrsus (P1), 60% rice straw + 5% pollard + 5% molase + 30% Gliricidia sepium (P2), 60% rice straw + 5% pollard + 5% molase + 30% Indigofera zollingeriana (P3), 60% rice straw + 5% pollard + 5% molase + 30% Sesbania grandiflora (P4). The variables observed were dry matter, crude protein, crude fiber, crude fat, ash, and organic matter. The results showed, the highest crude protein and the lowest crude fiber value was P2 treatment 15,58% and 24,81%. The highest organic matter and the lowest ash value was P1 treament 86,07% and 13,93%. The highest crude fat and the lowest dry matter value was P4 treatment 15,88% and 84,96%. From the results of the study it can be concluded that rice straw silage supplemented by Gliricidia sepium produced the best chemical quality by having the highest crude protein.

Keywords: rice straw, silage chemical quality, legume

PENDAHULUAN

Jerami padi merupakan salah satu pakan alternatif yang memiliki potensi menjadi pakan ternak, tetapi menurut Mudita et al. (2010) dan Putri et al. (2009) pemanfaatan limbah pertanian sebagai pakan tanpa aplikasi teknologi pengolahan akan menurunkan produktivitas dan efisiensi usaha peternakan. Litbang pertanian (2012) menunjukkan bahwa limbah jerami yang tidak dimanfaatkan karena dibakar sebesar 37% dan digunakan sebagai kompos dari alas kandang 36%. Lebih lanjut, hanya sekitar 15% - 22% dimanfaatkan sebagai sumber pakan ternak. Hal ini karna rendahnya kandungan nutrisi seperti protein, mineral, dan vitamin serta tingginya kandungan serat kasar seperti selulosa, hemiselulosa, lignin, dan silika sehingga sulit dicerna oleh ternak (Yunuartono et al., 2017).

Rendahnya kandungan nutrisi dan tingginya serat kasar yang terdapat pada jerami padi dapat diatasi dengan pembuatan silase. Jerami padi yang dijadikan silase memiliki serat kasar yang lebih rendah serta bahan organik, protein kasar, dan lemak kasar yang lebih tinggi dari jerami padi yang tidak dijadikan silase (Naibaho et al., 2017). Pembuatan silase biasanya ditambahkan bahan aditif seperti molase, urea, dan dedak. Selain bahan aditif juga menggunakan tambahan mikroorganisme untuk mempercepat proses fermentasi dan mendegradasi substrat.

Leguminosa merupakan hijauan yang memiliki kandungan protein lebih baik dibandingkan rumput. Menurut Suharlina et al. (2016) kandungan nutrien tanaman leguminosa bervariasi terutama kandungan protein dan serat kasar, kandungan protein tertinggi secara berurutan yaitu turi 27,44%, indigofera 25,44%, gamal 23,28%, lamtoro 23,18%, kaliandra 22,33%, angsana 19,72%, dan alfafa 18,84%.

Berdasarkan uraian tersebut maka perlu dilakukan uji kimia untuk mengetahui kualitas kimia silase jerami padi yang disuplementasi beberapa jenis hijauan leguminosa menggunakan metode analisis proksimat, dengan harapan dapat memberikan informasi mengenai kualitas nutrisi pakan tersebut.

MATERI DAN METODE

Tempat dan waktu penelitian

Pembuatan silase dilakukan di Farm Sesetan Fakultas Peternakan Universitas Udayana dan analisis silase dilakukan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Udayana selama 2 bulan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November sampai dengan Desember 2020

Pembuatan silase

Pembuatan silase dilakukan dengan cara jerami padi dan leguminosa digiling hingga berukuran 3-5 cm secara bergantian agar tidak tercampur, selanjutnya jerami padi, leguminosa, molase, dan pollard dicampurkan di wadah secara merata sesuai dengan perlakuan yang diberikan, setelah merata dimasukan ke dalam kantong plastik, vakum agar tidak ada udara di dalamnya, diikat dengan erat hingga rapat menggunakan tali ties, selanjutnya dimasukan ke dalam silo. Silase disimpan di tempat yang sejuk dan tidak terkena sinar matahari. Silase jerami padi difermentasi selama tiga minggu (Trisnadewi et al., 2017), kemudian dilakukan pengamatan.

Bahan dan alat penelitian

Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat silase terdiri dari jerami padi, Indigofera zollingeriana, Gliricidia sepium (gamal), Calliandra calothyrsus (kaliandra), Sesbania grandiflora (turi), pollard, dan molase yang sudah mengandung mikroba.

Alat-alat yang digunakan dalam proses pembuatan silase terdiri dari timbangan, terpal sebagai wadah mencapur silase, pisau untuk memotong kecil-kecil bahan silase, papan sebagai alas memotong, kantong plastik sebagai pembungkus bahan silase, toples dengan tutup sebagai silo, dan isolasi sebagai perekat toples.

Rancangan percobaan

Rancangan digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan lima perlakuan dan empat ulangan dalam persentase bahan kering (%BK). Adapun perlakuannya yaitu:

P0    = 90% jerami padi + 5% pollard + 5% molase

P1    = 60% jerami padi + 5% pollard + 5% molase + 30% Calliandra

calothyrsus

P2 = 60% jerami padi + 5% pollard + 5% molase + 30% Gliricidia sepium

P3 = 60% jerami padi + 5% pollard + 5% molase + 30% Indigofera zollingeriana

P4 = 60% jerami Padi + 5% pollard + 5% molase + 30% Sesbania grandiflora

Peubah yang diamati

Peubah yang diamati adalah kualitas kimia (Bahan Kering, Protein Kasar, Serat Kasar, Lemak Kasar, Abu, Bahan Organik) silase jerami padi yang di suplementasi berbagai jenis hijauan leguminosa.

Bahan Kering (BK)

Analisis bahan kering dilakukan menggunakan metode Association of Official Analytical Chemist (2012). Cawan porselen kosong dimasukkan dalam oven 105ºC selama 24 jam, kemudian dipindahkan ke dalam desikator selama 30 menit. Cawan porselen kosong ditimbang menggunakan timbangan analitik (W1), kemudian dimasukkan 1-2 g sampel ke dalam cawan porselen tersebut (W2). Cawan porselen yang berisi sampel dimasukkan ke dalam oven selama 24 jam pada suhu 105ºC, setelah itu dimasukan ke dalam desikator selama 30 menit. Cawan porselen berisi sampel ditimbang untuk mengetahui berat konstannya (W3).

W3-W1

Kadar Bahan Kering =        100%

W2-W1

Keterangan:

W1 = Berat cawan

W2 = Berat cawan + sampel sebelum dioven

W3 = Berat cawan + sampel setelah dioven

Protein Kasar (PK)

Analisis protein kasar dilakukan dengan menggunakan metode semi mikro kjeldahl. Prinsip kerja penentuan protein kasar adalah dengan melihat kandungan nitrogen sampel. Ikatan nitrogen sampel akan dipecah dan diikat oleh asam sulfat pekat dalam bentuk ammonium sulfat, dalam keadaan basa ammonium sulfat akan melepas amonianya dan diambil oleh larutan asam, dengan jalan titrasi. Penentuan kadar protein dimulai dengan menimbang sampel 0,3 g dan dimasukkan ke dalam labu kjedahl yang ditambahkan 1 g tablet katalis, kemudian ditambah 5 ml asam sulfat pekat dan didestruksi. Setelah selesai didestruksi 25 ml natrium hidroksida 50% ditambahkan ke dalam tabung reaksi. Proses destilasi selama 3 menit, destilat ditampung dalam erlenmeyer yang berisi 20 ml asam borak 2% yang sudah dicampur dengan indikator. Destilasi selesai jika sudah tertampung 50 ml, titrasi pada sampel dengan asam khlorida 0,1 N sampai perubahan warna menjadi merah muda.

_    .            0,1 x fml titrasi sampel— ml titrasi blanko) x 14 x6,25

Protein Kasar = -— -----------------------------'—X 100% berat sampel

Serat Kasar (SK)

Menurut Piliang dan Djojosoebagio (2006) Prinsip menentukan serat kasar adalah setiap zat yang larut dalam larutan asam kuat dan basa kuat dalam penyaringan dapat dihilangkan, yang tertinggal dalam saringan adalah serat kasar dan abu. Serat kasar akan terbakar dalam suhu 500-600°C selama ± 6 jam sehingga serat kasar dapat diketahui. Penentuan serat kasar diawali dengan dimasukannya sampel sebanyak ± 1 g dan 50 ml H2SO4 0,3 N ke dalam gelas piala, kemudian dididihkan di dalam air panas selama 30 menit, setelah itu ditambahkan 25 ml NaOH, dan selanjutnya didihkan kembali selama 30 menit. Kertas saring Whatman dengan bantuan corong Buchner digunakan untuk menyaring sampel. Endapan yang terdapat pada kertas saring dicuci berturut-turut dengan aquades panas 50 ml, H2SO4 0,3 N 50 ml, aquades panas 50 ml, alkohol 25 ml, dan aseton 25 ml. Kertas saring dikeringkan pada suhu 105oC selama 3 jam dan proses pengabuan 500oC-600oC selama 1 jam untuk mendapatkan persentase kadar abu-nya.

Kadar Serat Kasar =        100%

Keterangan:

W1 = Bobot endapan pada kertas saring seteleah dikeringkan (g)

W2 = Bobot sampel (g)

W3 = Bobot endapan pada kertas saring sebelum dikeringan (g)

Abu

Analisis kadar abu dilakukan menggunakan metode Association of Official Analytical Chemist (2012). Diawali dengan menentukan berat konstan cawan porselen dengan cara dimasukan ke dalam tanur listrik selama 1 jam pada suhu 600oC, selanjutnya dimasukan dalam desikator selama 30 menit, cawan porselen ditimbang menggunakan timbangan analitik. Sampel dimasukan ±1 g ke dalam cawan perselen, selanjutnya dimasukan ke dalam tanur selama 6 jam pada suhu 600oC sampai menjadi abu yang ditandai oleh warna putih keabu-abuan tanpa ada bintik-bintik hitam kemudian. Cawan porselen yang berisi abu dimasukan ke dalam desikator selama 30 menit untuk didinginkan dan ditimbang untuk mendapatkan persentase kadar abu.

Kadar Abu =


Berat Abu


Berat Sampel (BK)


x 100%


Bahan Organik (BO)

Kadar bahan organik dihitung menggunakan metode Association of Official Analytical Chemist (2012). Bahan organik diperoleh dari 100% dikurangi dengan persentase kadar abu. Cara kerja menentukan kadar bahan organik sama dengan penentuan kadar abu namun dengan perhitungan yang berbeda. Kadar bahan organik dapat dihitung dengan cara:

„    .. BeratSampel(BK)-BeratAbu λ

Kadar Bahan Organik = ----------—--------- X 100%

o            Berat Sampel (BK)

Lemak Kasar (LK)

Perhitungan persentase kadar lemak kasar dilakukan dengan menggunakan metode Association of Official Analytical Chemist (2012). Kertas saring yang telah dikeringkan dalam oven ditimbang, kemudian sampel ditimbang kedalam kertas saring bebas lemak ±1 g, kertas saring dilipat seperti nogosari dengan rapat, selanjutnya dimasukan ke dalam oven selama 9 jam pada suhu 105oC untuk menghilangkan kadar air yang tersisa dan dimasukan ke dalam desikator. Sampel dimasukan ke dalam tabung soxtherm yang telah diisi dengan petroleum benzena 200 ml, kemudian diekstraksi selama 4 jam. Hasil residu dioven selama 1 jam dengan suhu 70oC, lalu diuapkan selama 3 jam dengan suhu 105-110oC, dimasukan Ramadhan, R., J. Peternakan Tropika Vol. 10 No. 2 Th. 2022 : 371-384 Page 376

dalam desikator selama 30 menit. Berat kertas saring berisi residu sampel ditimbang untuk mendapatkan persentase kadar lemak kasar.

∕ ¾ n T ∖   1 r          (^2 WO) (W3 WO) . cmri/

Kadar Lemak Kasar = ----x 100%

IVl

Keterangan:

W0 = Berat kertas saring (g)

W1 = Berat sampel (g)

W2 = Berat kertas saring + sampel setelah oven 105°C (g)

W3 = Berat sampel setelah ekstraksi dan oven 105°C (g)

Analisis data

Data yang diperoleh pada penelitian ini dianalisis dengan menggunakan sidik ragam, apabila nilai rataan perlakuan berbeda nyata pada peubah, dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan pada taraf 5% (Steel dan Torrie, 1991).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan kualitas kimia silase jerami padi yang disuplementasi beberapa jenis hijauan leguminosa yang tersaji pada Tabel 1.

Tabel 1. Kualitas kimia silase jerami padi yang disuplementasi beberapa jenis

hijauan leguminosa

Variabel

P0

P1

Perlakuan1) P2

P3

P4

SEM3)

BK (%)

93,35a

92,05ab2)

89,32b

85,24c

84,96c

1,181

BO (%BK)

80,23d

86,07a

84,38bc

83,86c

85,30ab

0,326

PK (%BK)

7,92c

14,88a

15,58a

13,13b

12,75b

0,424

SK (%BK)

31,43a

27,31a

24,81a

27,80a

27,36a

2,291

LK (%BK)

11,85c

12,78bc

13,51b

14,95a

15,88a

0,477

Abu (%BK)

19,77a

13,93d

15,62bc

16,14b

14,70cd

0,326

Keterangan:

1. Perlakuan P0 : 90% jerami padi + 5% pollard + 5% molase

Perlakuan P1 : 60% jerami padi + 5% pollard + 5% molase + 30% Calliandra calothyrsus

Perlakuan P2 : 60% jerami padi + 5% pollard + 5% molase + 30% Gliricidia sepium

Perlakuan P3 : 60% jerami padi + 5% pollard + 5% molase + 30% Indigofera zollingeriana

Perlakuan P4 : 60% jerami padi + 5% pollard + 5% molase + 30% Sesbania grandiflora

2. Nilai dengan huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)

3. SEM adalah “Standard Error of Treatment Means

Bahan Kering (BK)

Rataan Bahan kering (BK) silase jerami padi pada perlakuan P0 (90% jerami padi + 5% pollard + 5% molase) adalah 93,35% (Tabel 1). Silase jerami padi pada perlakuan P2

(60% jerami padi + 5% pollard + 5% molase + 30% Gliricidia sepium); P3 (60% jerami padi + 5% pollard + 5% molase + 30% Indigofera zollingeriana); dan P4 (60% jerami padi + 5% pollard + 5% molase + 30% Sesbania grandiflora) masing-masing BK-nya 4,32%; 8,69%; dan 8,99% nyata lebih rendah (P<0,05) dibandingkan dengan perlakuan P0. Hal ini karena kadar air pada leguminosa lebih tinggi dibandingkan dengan kadar air jerami padi sehingga terdapat perbedaan kadar air walaupun sudah melalui proses pelayuan. Hal serupa diutarakan Novianty dan Nurhafni (2014) semakin tinggi kadar air maka semakin menurun kadar bahan kering dalam suatu bahan.

Kandungan BK paling rendah terdapat pada perlakuan P3 (85,24%) dan P4 (84,96%) sedangkan ketiga perlakuan lainnya (P0, P1 dan P2) memiliki kandungan BK yang relatif sama tinggi. Hal ini disebabkan oleh bahan kering dari leguminosa Indigofera zollingeriana dan Sesbania Grandiflora lebih rendah dibanding Calliandra calothyrsus, Gliricidia sepium serta jerami padi. Bahan kering dari Indigofera zollingeriana, Sesbandia Grandiflora dan Calliandra calothyrsus secara berturut-turut sebesar 30.81%, 29,09% dan 34,13% (Sutaryono, 2019), sementara bahan kering dari Gliricidia sepium sebesar 32,28% (Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Ternak, 2021) dan bahan kering jerami padi sebesar 84,22% (Koddang, 2018). Tinggi rendahnya bahan kering silase akan berbanding lurus dengan bahan kering dari bahan yang digunakan dalam pembuatan silase.

Bahan Organik (BO)

Hasil analisis statistika (Tabel 1) menunjukkan bahwa bahan organik silase jerami padi pada perlakuan P0 adalah 80,23%. Silase jerami padi pada perlakuan P1, P2, P3, dan P4 memiliki kadar bahan organik masing-masing 7,28%; 5,17%; 4,52% dan 6,32 nyata lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan dengan perlakuan P0. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kandungan asam laktat yang tinggi sehingga aktivitas bakteri asam laktat (BAL) pada perlakuan silase jerami padi tanpa leguminosa yang menyebabkan turunnya kandungan bahan organik, hal ini sesuai dengan Fathurrohman et al. (2015) yang menjelaskan bahwa banyaknya bahan organik yang digunakan oleh BAL selama proses ensilase menyebabkan kehilangan bahan organik terutama karbohidrat sehingga dapat disimpulkan jika asam laktat meningkat maka kandungan BO dalam silase menurun.

Pada perlakuan dengan penambahan leguminosa Calliandra calothyrsus (P1) memiliki kandungan BO yang relatif tinggi dibandingkan perlakuan kontrol (P0) dan penambahan leguminosa lainnya (P2, P3, dan P4). Hal ini kemungkinan disebabkan oleh tingginya

kandungan bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) pada Calliandra calothyrsus dengan perlakuan yang menggunakan leguminosa lainnya, Pada penelitian Abqoriyah et al. (2015) BETN dari Calliandra calothyrsus sebesar 53,54%, Pada penelitian Wijaya (2020) BETN dari Gliricidia sepium dan Indigofera zollingeriana secara berturut-turut sebesar 36,39% dan 40,51%, sementara menurut Syamsi et al. (2017) BETN dari Sesbania grandifloras sebesar 48,77%. BETN yang tinggi pada Calliandra calothyrsus menyebabkan proses perombakan kimiawi pada perlakuan P1 sedikit. Menurut Adin (2007) bahan organik yang berasal dari golongan karbohidrat, yaitu BETN dengan komponen penyusun utama pati dan gula digunakan oleh bakteri untuk menghasilkan asam laktat sehingga turunnya kandungan BETN silase dapat menandakan adanya kehilangan BO. Persentase bahan organik dipengaruhi oleh persentase bahan lainnya. Menurut Amrullah (2003) kandungan bahan organik suatu bahan pakan tergantung pada komponen lainnya seperti bahan kering dan abu.

Protein Kasar (PK)

Hasil penelitian pada analisis statistika (Tabel 1) menunjukkan bahwa rataan protein kasar silase jerami padi perlakuan P0 adalah 7,92%. Pada perlakuan P1, P2, P3, dan P4 memiliki kadar protein kasar masing-masing 87,88%; 96,72%; 65,78%; dan 60,98% nyata lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan dengan perlakuan P0. Hal ini karena adanya penambahan leguminosa yang memiliki kandungan protein kasar yang lebih tinggi dibandingkan dengan jerami padi.

Kandungan protein kasar pada perlakuan P4 nyata (P<0,05) lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan P2, walaupun secara hijauan tunggal kandungan protein kasar hijauan Sesbania grandiflora lebih tinggi dibandingkan dengan hijauan Gliricidia sepium yaitu masing-masing 27,44% dan 23,28% (Suharlina et al., 2016). Akan tetapi Gliricidia sepium merupakan hijauan sumber protein yang mudah terdegradasi dalam rumen sedangkan Sesbania grandiflora termasuk hijauan protein yang tidak mudah terdegradasi dalam rumen. Degradasi protein Gliricidia sepium akan menghasilkan N-NH3 yang sangat dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk mensintesis protein tubuhnya sehingga populasi maupun aktivitas mikroorganisme meningkat.

Serat Kasar (SK)

Kandungan serat kasar silase jerami padi pada perlakuan P0, P1, P2, P3, dan P4 masing-masing sebesar 31,43; 27,31; 24,81; 27,80; dan 27,36 (Tabel 1) secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05). Salah satu tujuan dari pembuatan silase adalah untuk meningkatkan

kecernaan pakan dengan terurainya serat kasar (SK) pada silase, hal tersebut sesuai dengan pernyatan Sugiyono dan Sriwahyuni (2014) yang menjelaskaan bahwa rendahnya kadar SK dapat memberi keuntungan terhadap daya cerna yang semakin baik. Pada perlakuan silase jerami padi yang menggunakan leguminosa (P1, P2, P3, dan P4) memiliki kandungan serat kasar yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan silase jerami padi tanpa menggunakan leguminosa (P0) meskipun secara statistik tidak berbeda nyata. Hal ini karena kandungan serat kasar jerami padi lebih tinggi dibandingkan leguminosa sehingga kandungan serat kasar dari silase jerami padi murni akan tetap lebih besar dibandingkan serat kasar dari silase campuran jerami padi dengan berbagai leguminosa, Jerami padi mengandung serat kasar 31,99% (Amin et al., 2015), Sementara menurut Suharlina et al. (2016) serat kasar dari Calliandra calothyrsus, Gliricidia sepium, Indigofera zollingeriana dan Sesbania grandiflora secara berturut-turut adalah 8,54%, 11,54%, 14,18% dan 14,49%. Trisnadewi et al. (2017) menyatakan kandungan serat kasar semakin meningkat dengan menurunnya suplementasi pollard dan meningkatnya suplementasi molases pada 20% maupun 10%. Penurunan kadar serat kasar akan berpengaruh baik terhadap kualitas silase karena serat kasar yang tinggi dapat menurunkan kecernaan bahan pakan akibat terganggunya proses pencernaan zat- zat lain dalam pakan. Hal ini sesuai pendapat Usfinit et al. (2019) bahwa tingkat penambahan aditif pada pembuatan silase berpengaruh nyata terhadap kadar serat kasar silase.

Lemak Kasar (LK)

Hasil analisis statistika (Tabel 1) menunjukkan bahwa rataan lemak kasar silase jerami padi perlakuan P0 adalah 11,85%. Silase jerami padi pada perlakuan P2, P3, dan P4, memiliki kadar lemak kasar masing-masing 14,01%; 26,16%; dan 34,01% nyata lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan dengan perlakuan P0. Hal ini disebabkan oleh kandungan karbohidrat terlarut pada silase yang menggunakan leguminosa lebih tinggi dibandingkan dengan silase tanpa menggunakan leguminosa, semakin tinggi karbohidrat menyebabkan perombakan karbohidrat menjadi asam lemak akan meningkat. Hal ini dijelaskan oleh Hidayat (2014) bahwa dalam proses ensilase, karbohidrat yang berasal dari tanaman dan aditif akan dirombak menjadi asam lemak terbang yaitu asam laktat, asam asetat, asam butirat, asam karbonat serta alkohol dalam jumlah yang kecil.

Pada perlakuan P1 dan P2 nyata (P<0,05) lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan P3 dan P4. Hal ini disebabkan oleh terjadinya peningkatan protein kasar dan penurunan kadar

serat kasar sehingga menyebabkan peningkatan ketersediaan substrat untuk sintesis asam lemak (Suningsih et al., 2019).

Abu

Tinggi rendahnya kadar abu suatu bahan akan berbanding terbalik dengan kadar bahan organik-nya. Menurut Desnita et al. (2015) semakin tinggi kandungan abu, maka semakin rendah kandungan bahan organik suatu bahan. Rataan kadar abu silase jerami padi pada perlakuan P0 adalah 19,77% (Tabel 1). Silase jerami padi pada perlakuan P1, P2, P3, dan P4 kadar abu masing-masing 29,54%; 20,99%; 18,36; dan 25,64% nyata lebih rendah (P<0,05) dibandingkan dengan perlakuan P0, artinya suplementasi leguminosa mampu menurunkan kadar abu silase jerami padi.

Pada perlakuan P3 memiliki kadar abu relatif tinggi dibandingkan dengan perlakuan silase jerami menggunakan leguminosa lainnya (P1, P2, dan P4). Hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh mikroba yang tidak begitu aktif dalam mendegradasi bahan organik saat proses fermentasi silase, hal ini sejalan dengan pernyataan Setyowati dan Nisa (2014) yang menyatakan bahwa semakin sedikit bahan organik yang terdegradasi, maka semakin sedikit juga terjadinya penurunan kadar abu secara proporsional, sebaliknya semakin banyak bahan organik yang terdegradasi maka relatif semakin banyak juga terjadinya peningkatan kadar abu secara proporsional.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Silase jerami padi yang disuplementasi Gliricidia sepium menghasilkan kualitas kimia terbaik yaitu dengan memiliki kandungan protein kasar tertinggi.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini yaitu leguminosa yang disuplementasi ke dalam pembuatan silase jerami padi dengan pertimbangan bahan tersebut tersedia melimpah di sekitar peternakan rakyat.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gede Antara, M.Eng., IPU. Dekan Fakultas Peternakan Universitas Udayana Dr. Ir. I

Nyoman Tirta Ariana, MS. dan Koordinator Program Studi Sarjana Peternakan Universitas Udayana Dr. Ir. Ni Luh Putu Sriyani, S.Pt, MP, IPM atas kesempatan, fasilitas pendidikan dan pelayanan administrasi kepada penulis selama menjalani perkuliahan di Fakultas Peternakan Universitas Udayana.

DAFTAR PUSTAKA

Abqoriyah., R. Utomo., dan B. Suwignyo. 2015. Produktivitas tanaman kaliandra (Calliandra calothyrsus) sebagai hijauan pakan pada umur pemotongan yang berbeda. Buletin Peternakan, 39 (2): 103-108.

Amin, M., S. D. Hasan, O. Yanuarianto, dan M. Iqbal. 2015. Pengaruh lama fermentasi terhadap kualitas jerami padi amoniasi yang ditambah probiotik Bacillus Sp. Jurnal Ilmu dan Teknologi Peternakan Indonesia. 1(1) : 8- 13.

Amrullah, I. K. 2003. Nutrisi Ayam Broiler. Penerbit Satu Gunung Budi, Bogor.

Desnita, D., Y. Widodo., dan T. Y. Syahrio. 2015. Pengaruh penambahan tepung gaplek dengan level yang berbeda terhadap kadar bahan kering dan kadar bahan organik silase limbah sayuran. Jurnal Ilmiah Peternakan Terpadu. 3 (3): 140-144.

Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2021. Tanaman Legum Sebagai Sumber Protein Hijau Untuk Pejantan.

Fathurrohman, F., A. Budiman., dan T. Dhalika. 2015. Pengaruh tingkat penambahan molases pada pembuatan silase kulit umbi singkong (Mannihot esculenta) terhadap kandungan bahan kering, bahan organik, dan hcn. Jurnal Ilmiah Nutrisi dan Makanan Ternak. 4 (2): 2-4.

Hidayat, N. 2014. Karakteristik dan kualitas silase rumput raja menggunakan berbagai sumber dan tingkat penambahan karbohidrat fermentable. Jurnal Agripet. 14 (1): 42-49.

Koddang, M. Y. A. 2008. Pengaruh tingkat pemberian konsentrat terhadap daya cerna bahan kering dan protein kasar ransum pada sapi bali jantan yang mendapatkan rumput raja (pennisetum purpurephoides) adlibitum. Jurnal Agroland, 15 (4): 343-348.

Litbang Pertanian. 2012. Fermentasi Jerami Untuk Pakan Ternak Sapi. Agroinovasi Sinar Tani.

Mudita, I. M., T. I. Putri., T. G. B. Yadnya., dan B. R. T. Putri. 2010. Penurunan Emisi Polutan Sapi Bali Penggemukan Melalui Pemberian Ransum Berbasis Limbah Nonkonvensional Terfermentasi Cairan Rumen. Prosiding Seminar Nasional, Fakultas Peternakan UNSOED ISBN: 978- 979-25-9571-0.

Muhtaruddin. 2007. Kecernaan pucuk tebu terolah secara in vitro (the in vitro digestibility of processed sugarcane). Jurnal Indon.Trop.Anim.Agric. 32 (3): 146-150.

Naibaho, T., Despal., dan I. G. Permana. 2017. Perbandingan silase ransum komplit berbasis jabon dan jerami untuk meningkatkan ketersediaan pakan sapi perah berkualitas secara berkesinambungan. Buletin Makanan Ternak. 104 (2): 12-20.

Novianty dan Nurhafni. 2014. Kandungan Bahan Kering Bahan Organik Protein Kasar Ransum Berbahan Jerami Padi Daun Gamal Dan Urea Mineral Molase Liquid Dengan Perlakuan Yang Berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan, Universitas Hasanuddin. Makassar.

Piliang, W. G., dan A. H. S. Djojosoebagio. 2006. Fisiologi Nutrisi Volume 2. IPB Press. Bogor.

Putri, T. I., T. G. B. Yadnya., I M. Mudita., dan T. P. Budi Rahayu. 2009. Biofermentasi Ransum Berbasis Bahan Lokal Asal Limbah Inkonvensional dalam Pengembangan Peternakan Sapi Bali Kompetitif dan Sustainable. Laporan Penelitian Hibah Kompetitif Penelitian Sesuai Prioritas Nasional. Universitas Udayana, Denpasar.

Setyowati, W. T., dan F. C. Nisa. 2014. Formulasi biskuit tinggi serat (kajian proporsi bekatul jagung: tepung terigu dan penambahan baking powder). Jurnal Pangan dan Agroindustri. 2 (3): 224-231.

Sugiyono., dan S. Wahyuni. 2015. Kualitas Silase Rumput dengan Penambahan Inokulum Bakteri Asam Laktat dari Ekstrak Rumput Tropik Terfermentasi Pada Berbagai Sumber Karbohidrat Yang Berbeda. Prosiding Seminar Nasional. 3 (2):6.

Suharlina., L. Abdullah., D. A. Astuti., Nahrowi., dan A. Jayanegara. 2016. Nutritional evaluation of diary goat rations containing indigofera zollinggeriana by using in invitro rumen fermentation tehnique (RUSITEC). Int. Journal Dairy Sci. 11 (1): 100105.

Steel, G. D., H. J. Torrie., dan B. Sumantri. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika: Suatu Pendekatan Biometrik. Gramedia Pustaka Utama.

Suningsih, N., W. Ibrahim., O. Liandris., dan R. Yulianti. 2019. Kualitas fisik dan nutrisi jerami padi fermentasi pada berbagai penambahan starter. Jurnal Sain Pertenakan Indonesia. 14 (2): 191-200.

Sutaryono, Y. A., U. Abdullah., Imran., Harjono., Mastur., dan R. A. Putra. 2019. Produksi dan nilai nutrisi pada pertumbuhan kembali beberapa legum pohon dengan umur pemangkasan berbeda. Jurnal Ilmu dan Teknologi Peternakan Indonesia, 5 (2) 93 – 104.

Syamsi, A. M., F. M. Suhartati., dan W. Suryapratama. 2017. Pengaruh daun turi (Sesbania grandiflora) dan lamtoro (Leucaena leucocephala). Jurnal Pastura, 6 (2): 47-52.

Usfinit, D., Sundari., dan N. Astuti. 2019. Kualitas Kimia Silase Jerami Jagung (Zea mays L.) Dengan Penambahan Level Tepung Jagung Yang Berbeda. Skripsi. Prodi peternakan, Universitas Mercu Buana. Yogyakarta.

Trisnadewi, A. A. A. S., I. G. L. O. Cakra., I. W. Wirawan., I. M. Mudita., dan N. L. G. Sumardani. 2017. Substitusi gamal (Gliricidia sepium) dengan kaliandra (Calliandra calothyrsus) pada ransum terhadap kecernaan in vitro. Pastura: Jurnal of Tropical Forage Science. 3(2): 106-109.

Trisnadewi, A. A. A. S., I. G. L. O. Cakra., dan I. W. Suarna. 2017. Kandungan nutrisi silase jerami jagung melalui fermentasi pollard dan molase. Majalah Ilmiah Peternakan. 20 (2): 55-59.

Wijaya, M. T. H. D. 2020. Substitusi Konsentrat dengan Leguminosa dalam Ransum Berbasis Jerami Padi Amoniasi Terhadap Konsumsi Bahan Kering, Bahan Organik dan Efisiensi Ransum pada Sapi Peranakan Ongol. Skripsi. Universitas Andalas. Padang.

Yanuartono., H. Purnamaningsih., S. Indarjulianto., dan A. Nurrurozi. 2017. Potensi jerami sebagai pakan ternak ruminansia. Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan. 27 (1): 40–62.

Ramadhan, R., J. Peternakan Tropika Vol. 10 No. 2 Th. 2022 : 371-384

Page 384