FARMER’S MOTIVATION IN MAKING COMPOST FROM GOAT LIVESTOCK WASTE IN SUKA VILLAGE TIGAPANAH SUBDISTRICT KARO REGENCY NORTH SUMATRA PROVINCE
on
ISSN 2722-7286
Jurnal
FAPET UNUD
Jurnal
Peternakan Tropika
Journal of Tropical Animal Science
email: [email protected]
Submitted Date: January 16, 2022
Accepted Date: May 10, 2022
Editor-Reviewer Article : Eny Puspani & A.A. Pt. Putra Wibawa
MOTIVASI PETERNAK DALAM MEMBUAT PUPUK KOMPOS DARI LIMBAH TERNAK KAMBING DI DESA SUKA KECAMATAN TIGAPANAH KABUPATEN KARO PROVINSI SUMATERA UTARA
Ginting, A. G, N. W. T. Inggriati, dan G. Suarta
PS Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar, Bali Email : [email protected] Telp.+6281338268431
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui motivasi peternak dalam membuat pupuk kompos dari limbah ternak kambing dan faktor-faktor yang berhubungan dengan motivasi peternak dalam pembuatan pupuk kompos dari limbah ternak kambing. Penelitian dilakukan di Desa Suka Kecamatan Tigapanah Kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara dari bulan Agustus sampai September 2021. Lokasi penelitian ditentukan dengan metode purposive sampling, responden sebanyak 45 orang yang ditentukan dengan metode stratified random sampling. Analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif kualitatif dan uji korelasi jenjang spearman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa motivasi peternak dalam membuat pupuk kompos dari limbah ternak kambing termasuk dalam kategori sedang. Faktor-faktor yang berhubungan sangat nyata (P<0,10) dengan motivasi peternak adalah : pendidikan formal, pendidikan non formal, internsitas komunikasi, pengetahuan, sikap, dan keterampilan; sedangkan faktor umur, tanggungan keluarga, kepemilikan ternak, penguasaan lahan, dan pengalaman beternak memiliki hubungan yang tidak nyata (P>0,10) dengan motivasi peternak. Kesimpulan : 1) Motivasi peternak dalam membuat pupuk kompos dari limbah ternak kambing di Desa Suka termasuk dalam kategori sedang. 2) Faktor-faktor seperti pendidikan formal, pendidikan non formal, intensitas komunikasi, pengetahuan, sikap, dan keterampilan memiliki hubungan yang sangat nyata dengan motivasi peternak. Saran : kepada dinas terkait agar lebih meningkatkan pembinaan dan penyuluhan terhadap peternak kambing di Desa Suka, agar dapat meningkatkan motivasi peternak dalam membuat pupuk kompos dari limbah ternak kambing.
Kata kunci : Pengetahuan, faktor, penyuluhan
FARMER’S MOTIVATION IN MAKING COMPOST FROM GOAT LIVESTOCK WASTE IN SUKA VILLAGE TIGAPANAH SUBDISTRICT KARO REGENCY NORTH SUMATRA PROVINCE
ABSTRACT
This research aims to determine the motivation of farmers in making compost from goat waste and the factors related to the motivation of farmers in making compost from goat waste. The research was conducted in Suka Village, Tigapanah Subdistrict, Karo Regency, North Sumatra Province from August to September 2021. The research location was determined by purposive sampling method, 45 respondents were determined by the method stratified random sampling. The analysis used is descriptive qualitative analysis and Spearman’s Level Correlation Test. The results showed that the motivation of farmers in making compost from goat waste was in the medium category. The factors that were significantly related (P<0.10) with the motivation of farmers were: formal education, nonformal education, communication intensity, knowledge, attitudes, and skills; while the factors of age, family responsibilities, livestock ownership, land tenure, and livestock experience had no significant relationship (P>0.10) with farmer motivation. Conclusion: 1) Farmers in Suka Village are moderately enthusiastic about using sheep dung to make compost. 2) Factors such as formal education, non-formal education, intensity of communication, knowledge, attitudes, and skills had significant influence on farmer’s motivation. Suggestion: to the relevant agencies to further improve guidance and counseling for goat breeders in Suka Village, in order to increase the motivation of farmers in making compost from goat waste.
Keywords : Knowledge, factors, counseling
PENDAHULUAN
Sektor peternakan di Indonesia mempunyai peluang baik untuk dikembangkan, terutama ternak kambing. Ternak kambing memiliki potensi sebagai penghasil susu atau daging, serta kotoran yang dihasilkan dapat digunakan sebagai bahan pembuatan pupuk organik. Usaha peternakan kambing banyak diminati oleh peternak karena mudah dipelihara, cepat berkembang biak, jumlah anak yang dihasilkan lebih dari satu ekor, jarak antara kelahiran pendek serta pertumbuhan anaknya cepat (Setiawan dan Tanius, 2005). Di Indonesia kambing merupakan salah satu ternak yang sering dipelihara dan sering dianggap sebagai tabungan keluarga, karena dapat dijual setiap saat, khususnya di tengah kebutuhan ekonomi yang mendesak dan modal yang diperlukan untuk memulai beternak kambing tidak besar. Ternak kambing memiliki kemampuan adaptasi yang relatif baik dibanding dengan
ternak ruminansia lain (Asmara et al., 2013). Karena itu, usaha ternak kambing banyak dilakukan oleh masyarakat petani peternak di Indonesia.
Usaha ternak kambing di Kabupaten Karo khususnya di Desa Suka, Kecamatan Tigapanah semakin populer di kalangan peternak sejak banyak peternak babi yang merugi akibat virus Hog cholera dan mulai beralih menjadi peternak kambing. Seiring berkembangnya usaha peternakan kambing di Desa Suka, Kecamatan Tigapanah muncul permasalahan pencemaran lingkungan yang berasal dari limbah yang dihasilkan usaha peternakan kambing. Limbah tersebut meliputi limbah padat dan limbah cair seperti kotoran dan urin yang dapat menimbulkan bau tidak sedap.
Bila dimanfaatkan secara baik kotoran kambing tersebut bukan merupakan polusi justru merupakan suatu penghasilan yang bisa menghasilkan kompos (pupuk organik) yang berkualitas bila diolah dengan teknologi pengolahan menggunakan decomposer (Biostarter) bahkan menghasilkan uang yang tidak sedikit nilainya. Kotoran kambing dapat digunakan sebagai bahan organik pada pembuatan pupuk kompos karena kandungan unsur haranya relatif tinggi dimana kotoran kambing bercampur dengan air seninya (urine) yang juga mengandung unsur hara (Surya, 2013). Limbah ternak kambing berupa faeses dan urine mengandung kalium relatif lebih tinggi dari limbah ternak lain. Faeses kambing mengandung N dan K dua kali lebih besar daripada kotoran sapi (Balai Penelitian Ternak, 2003). Pengolahan kotoran ternak kambing dapat dilakukan dengan cara mengumpulkan, mengolah dan menggunakan kotoran ternak kambing sebagai bahan pembuatan kompos (pupuk organik) yang dapat dimanfaatkan peternak sebagai pupuk tanaman pertanian.
Namun demikian, peternak belum memahami dampak yang akan ditimbulkan terhadap lingkungan jika kotoran yang dihasilkan dari usaha peternakan kambing tidak diolah dengan baik. Selama ini peternak hanya menumpuk kotoran kambing tersebut di sekitar kandang. Kondisi ini disebabkan karena minimnya pengetahuan peternak serta kurangnya motivasi atau dorongan peternak untuk berpartisipasi dalam pembangunan peternakan (Mauludin, 2009). Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian tentang Motivasi Peternak Dalam Membuat Pupuk Kompos Dari Limbah Ternak Kambing Di Desa Suka, Kecamatan Tigapanah, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara sehingga tercapai pengelolaan limbah yang baik serta peningkatan pendapatan peternak.
MATERI DAN METODE
Rancangan penelitian
Rancangan penelitian adalah, explanatory research disign yang merupakan rancangan penelitian survei yang bertujuan menjelaskan pengaruh dan hubungan antara peubah melalui pengujian hipotesis (Singarimbun, 1989 dalam Ingriati, 2015).
Lokasi dan waktu penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Desa Suka, Kecamatan Tigapanah, Kabupaten Karo, Sumatra Utara. Penelitian ini akan dilaksanakan dari bulan Agustus sampai bulan september tahun 2021. Penentuan lokasi penelitian ini berdasarkan metode “Purposive Sampling” yaitu suatu metode penentuan lokasi yang didasarkan atas pertimbangan tertentu (Singarimbun dan Efendi, 1995 dalam Sadhu et al, 2018). Adapun pertimbangan– pertimbangan dalam penentuan lokasi ini adalah : (1) Di daerah tersebut terdapat peternak kambing yang belum bisa mengolah limbah peternakannya dengan baik. (2) Belum ada penelitian tentang motivasi peternak dalam membuat pupuk kompos dari limbah ternak kambing di Desa Suka. (3) Lokasi penelitian mudah dijangkau dengan sarana transportasi oleh peneliti. Sehingga memudahkan peneliti dalam pengumpulan data.
Sampel dan populasi penelitian
Populasi adalah seluruh peternak kambing yang berada di Desa Suka, Kecamatan Tigapanah, Kabupaten karo, Sumatera Utara. Responden diambil secara stratified random sampling dengan cara dikelompokkan menjadi 3 strata, yakni : (1) peternak yang memiliki ternak kambing sebanyak 5-10 ekor, (2) peternak yang memiliki ternak kambing sebanyak 11-15 ekor, (3) peternak yang memiliki ternak kambing lebih dari 15 ekor. Jumlah reponden sebanyak 45 orang yang ditentukan secara quota sampling dengan mengambil 15 orang dari masing-masing strata.
Jenis dan sumber data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh dari sumber pertama baik dari hasil pengukuran maupun observasi langsung. Data primer merupakan data yang diperoleh dari penyebaran kuesioner yang meliputi karakteristik responden yaitu umur, tingkat pendidikan formal dan non formal, jumlah tanggungan keluarga, jumlah kepemilikan ternak, penguasaan lahan, pengalaman beternak, intensitas komunikasi, serta data tentang pengetahuan, sikap, dan
keterampilan peternak di Desa Suka. Data sekunder merupakan data pelengkap yang digunakan untuk penunjang penelitian, data ini didapat dari kantor desa dan instansi terkait.
Variabel penelitian
Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : (1) umur (2) pendidikan formal, (3) pendidikan non formal, (4) tanggungan keluarga, (5) jumlah kepemilikan ternak, (6) penguasaan lahan, (7) pengalaman beternak, (8) intensitas komunikasi, (9) pengetahuan, (10) sikap, (11) keterampilan, dan (12) motivasi peternak dalam membuat pupuk kompos dari limbah ternak kambing.
Instrumen penelitian
Instrumen atau alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner terstruktur yang dilengkapi dengan pertanyaan terbuka sesuai dengan tujuan penelitian yang akan ditanyakan secara langsung kepada responden.
Teknik pengumpulan data
Data primer dikumpulkan melalui metode wawancara dan pengamatan langsung ke lapangan serta pengisian kuesioner yang terdiri dari karakteristik peternak, pengetahuan peternak, sikap peternak, keterampilan peternak, dan motivasi peternak. Sedangkan untuk data sekunder terdiri atas keadaan lokasi penelitian, data ini berfungsi sebagai data penunjang untuk mengetahui keadaan umum lokasi penelitian. Data sekunder diperoleh dari instansi terkait dan sumber-sumber yang sudah ada.
Definisi operasional
Defenisi operasional dalam penelitian ini adalah:
-
1. Umur peternak, adalah umur peternak saat dilaksanakan penelitian dihitung dalam tahun (X1).
-
2. Pendidikan formal, adalah lama waktu peternak menempuh pendidikan di bangku sekolah secara formal dihitung dalam tahun (X2).
-
3. Pendidikan non formal, adalah pendidikan di luar bangku sekolah seperti penyuluhan/bimbingan yang berkaitan dengan penanganan limbah ternak kambing yang pernah diikuti oleh peternak dihitung berdasarkan frekuensi atau berapa kali mengikuti (X3).
-
4. Tanggungan keluarga, adalah jumlah tanggungan keluarga peternak termasuk responden saat dilaksanakan penelitian (X4).
-
5. Jumlah kepemilikan ternak, adalah jumlah ternak kambing yang dipelihara peternak saat dilaksanakan penelitian dihitung dalam ekor (X5).
-
6. Penguasaan lahan, adalah jumlah luas lahan pertanian yang dikuasai peternak dihitung dalam hektar (X6).
-
7. Pengalaman beternak, adalah berapa lama responden menjadi peternak kambing sampai saat penelitian ini dilaksanakan. (X7).
-
8. Intensitas komunikasi, adalah komunikasi yang dilakukan oleh peternak mengenai peternakan kambing baik itu komunikasi dengan penyuluh peternakan, komunikasi dengan sesama peterna, komunikasi dengan aparat desa, komunikasi dengan pembeli atau pedagang daging kambing.(X8)
-
9. Pengetahuan adalah kemampuan responden dalam mengolah limbah yang dihasilkan dari usaha beternak kambing. (X9)
-
10. Sikap peternak adalah respon yang diberikan responden terhadap stimulus yang diberikan saat dilaksanakan wawancara. (X10)
-
11. Keterampilan peternak adalah kemampuan atau skill yang dimiliki peternak dalam mengolah limbah yang dihasilkan dari usaha beternak kambing. (X11)
Motivasi adalah dorongan dari dalam diri responden untuk membuat pupuk kompos dari limbah ternak kambing (Y)
Pengukuran variabel
Variabel diukur menggunakan skala Likert, yaitu dengan pemberian skor jenjang lima yang dinyatakan dengan bilangan bulat 1, 2, 3, 4, dan 5. Nilai 1 untuk jawaban yang paling tidak diharapkan dan nilai 5 untuk jawaban yang paling diharapkan. Kategori skor untuk
masing-masing variable dapat dilihat pada (Tabel 1)
Tabel 1. Katagori pencapaian skor variabel penelitian
Katagori variabel | ||||
Pencapaian Skor |
Motivasi |
Pengetahuan |
Sikap |
Keterampilan |
>4,2 – 5 |
Sangat kuat |
Sangat tinggi |
Sangat positif |
Sangat tinggi |
>3,4 – 4,2 |
Kuat |
Tinggi |
Positif |
Tinggi |
>2,6 – 3,4 |
Sedang |
Sedang |
Ragu-ragu |
Sedang |
>1,8 – 2,6 |
Lemah |
Rendah |
Negatif |
Rendah |
1 – 1,8 |
Sangat lemah |
Sangat rendah |
Sangat negatif |
Sangat rendah |
Analisis data
Untuk menguji hipotesis 1 menggunakan analisis deskriptif kualitatif. Analisis deskriptif kualitatif yaitu suatu bentuk analisis yang berdasarkan data yang dikumpulkan selama penelitian secara sistematis mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat dari obyek yang diteliti dengan menggabungkan hubungan antar variabel yang terlibat didalamnya. Untuk menguji hipotesis 2 menggunakan metode Koefisien Korelasi Jenjang Spearman (Siegel, 1997), dengan rumus:
Keterangan :
rs = Koefisien korelasi
-
&i = Selisih jenjang unsur yang diobservasi
Il = Banyaknya pasangan unsur yang diobservasi
Untuk mengetahui tingkat signifikasi dari hubungan dengan N ≥ 10 digunakan uji-t (Siegel, 1997), dengan rumus sebagai berikut :
Keterangan :
-
t = nilai hitung Uji-t
-
rs = koefisien korelasi jenjang spearman
N = banyaknya pasangan yang diobservasi
Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan, maka t hitung di bandingkan dengan ^tabel pada tingkat probabilitas 1% atau 5%, maka kriteria pengambilan keputusannya adalah sebagai berikut :
Hipotesis penelitian di terima apabila t hitung >t-tabel pada P 0,01 dari kedua variabel yang di uji maka terdapat hubungan yang sangat nyata. Apabila ^-hitung > ^tabel pada P 0,05 – 0,10 dari kedua variabel yang diuji maka terdapat hubungan yang nyata. Apabila t hitung > t tabel pada P > 0,10 dari kedua variabel yang diiuji maka terdapat hubungan yang tidak nyata.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Adapun Karakteristik responden yang merupakan masyarakat Desa Suka, Kecamatan Tigapanah, Kabupaten Karo adalah sebagai berikut :
Umur
Berdasarkan hasil penelitian, data rataan umur dari 45 responden adalah 44,5 tahun dengan umur termuda adalah 19 tahun dan umur tertua adalah 60 tahun. Sebagian kecil responden yaitu sebayak 1 orang (2,22 %) berada pada rentang umur ≤ 20 tahun dan sebagian besar responden yaitu sebanyak 23 orang (51,11%) berada pada rentang umur > 35 – 50 tahun dan (Tabel 2).
Tabel 2. Distribusi responden berdasarkan umur
No |
Umur Peternak |
Jumlah Responden |
Persentase(%) |
1 |
≤ 20 |
1 |
2,22 |
2 |
>20 – 35 |
5 |
11,11 |
3 |
> 35 – 50 |
23 |
51,11 |
4 |
> 50 - 65 |
16 |
35,56 |
5 |
> 65 |
0 |
0,00 |
Total |
45 |
100 |
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor umur berhubungan tidak nyata (P>0,10) dengan motivasi peternak dalam membuat pupuk kompos dari limbah ternak kambing. Variabel umur tidak memberikan pengaruh terhadap motivasi peternak dalam membuat pupuk kompos dari limbah ternak kambing dikarenakan sebagian besar peternak kambing di Desa Suka masih dalam kategori umur produktif. Rataan umur responden di Desa Suka, Kecamatan Tigapanah, Kabupaten Karo, Sumatera Utara adalah 44,5 tahun dengan kisaran umur 19 – 60 tahun. Umur tersebut termasuk kedalam golongan usia produktif didukung dengan pendapat (Harmanto, 1996 dalam Setiawan, 2017) yang menyatakan bahwa tingkat produktivitas seseorang yaitu antara 15-55 tahun sedangkan umur yang tidak produktif berada di bawah 15 dan diatas 55 tahun. Hal tersebut menyebabkan tidak adanya perbedaan motivasi peternak muda dengan peternak tua dalam mengolah limbah ternak kambing menjadi pupuk kompos. Berbeda halnya dengan pernyataan Sari et. al., (2009) yang menyatakan bahwa variabel umur berpengaruh negatif terhadap adopter cepat, hal ini menunjukkan orang yang muda umurnya lebih inovatif dari pada mereka yang berumur tua.
Pendidikan formal
Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh bahwa rataan lama pendidikan formal yang di tempuh responden adalah 9,3 tahun. Data pendidikan formal responden sangat beragam mulai dari sekolah dasar (SD) sampai dengan perguruan tinggi (D3). Sebagian kecil responden peternak dengan tingkat pendidikan perguruan tinggi (D3) sebanyak 1 orang (2,22%) dan sebagian besar sebanyak 17 orang (37,78%) peternak dengan tingkat pendidikan sekolah menengah atas (SMA) (Tabel 3).
Tabel 3. Distribusi responden berdasarkan pendidikan formal
No |
Pendidikan Formal Peternak |
Jumlah Responden |
Persentase (%) |
1 |
Tidak Sekolah |
0 |
0,00 |
2 |
SD |
14 |
31,11 |
3 |
SMP |
13 |
28,89 |
4 |
SMA |
17 |
37,78 |
5 |
Perguran tinggi |
1 |
2,22 |
Total |
45 |
100 |
Pendidikan formal responden berhubungan sangat nyata (P<0,01) dengan motivasi peternak dalam membuat pupuk kompos dari limbah ternak kambing. Hal ini berarti semakin tinggi tingkat pendidikan formal peternak, maka tingkat produktivitasnya semakin tinggi. Peternak yang tingkat pendidikan formalnya tinggi biasanya lebih rasional dalam berfikir dan mengadopsi suatu inovasi, sedangkan peternak dengan tingkat pendidikan formal yang rendah lebih lambat dalam mengadopsi inovasi baru. Selaras dengan Pendapat Suarta et al., (2020) yang menyatakan bahwa pendidikan sangat mempengaruhi kualitas sumber daya manusia, semakin tinggi tingkat pendidikan maka semakin tinggi pula kualitas sumber daya manusia yang pada akhirnya semakin baik.
Pendidikan non formal
Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh hasil sebagian besar responden yaitu sebanyak 40 orang (88,89%) tidak pernah mengikuti pendidikan non formal, hanya 5 orang (11,11%) yang pernah mengikuti 1 kali pendidikan non formal (Tabel 4).
Tabel 4. Distribusi responden berdasarkan pendidikan non formal
No |
Pendidikan Non Formal Peternak |
Jumlah Responden |
Persentase |
1 |
Belum Pernah |
40 |
88,89 |
2 |
1 kali |
5 |
11,11 |
3 |
2 kali |
0 |
0,00 |
4 |
3 kali |
0 |
0,00 |
5 |
≥ 4 kali |
0 |
0,00 |
Total |
45 |
100 |
Pendidikan non formal dalam hal ini adalah bentuk pelatihan pembuatan pupuk kompos dari limbah ternak kambing yang pernah diikuti oleh responden berhubungan sangat nyata (P<0,01) dengan motivasi peternak dalam membuat pupuk kompos dari limbah ternak kambing. Sebagian besar peternak (88,89%) tidak pernah mengikuti pendidikan non formal, sedangkan sebagian kecil (11,11%) pernah mengikuti pendidikan non-formal. Hasil tersebut menunjukkan bahwa, penyuluh sangat jarang menemui peternak dan memberikan penyuluhan tentang pembuatan pupuk kompos dari limbah ternak kambing oleh Dinas Peternakan. Hal ini sejalan dengan pendapat Samsudin dan Mardikanto dalam Inggriati (2014) bahwa, untuk mengubah perilaku sasaran, dari tidak tahu, dari tidak setuju, dan dari tidak terampil menjadi terampil, sampai menerapkan secara penuh suatu inovasi diperlukan penyuluhan yang efektif.
Jumlah tanggungan keluarga
Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh bahwa rataan tanggungan keluarga adalah 4 orang. Jumlah tanggungan keluarga yang dimiliki responden sebagian kecil berjumlah ≥6 orang sejumlah 3 orang (6,67%), sedangkan sebagian besar responden yaitu sejumlah 13 orang memiliki 5 orang tanggungan keluarga (28,89%) (Tabel 5).
Tabel 5. Distribusi responden berdasarkan jumlah tanggungan keluarga
No |
Tanggungan Keluarga Peternak |
Jumlah Responden |
Persentase |
1 |
≤ 2 orang |
5 |
11,11 |
2 |
3 orang |
12 |
26,67 |
3 |
4 orang |
12 |
26,67 |
4 |
5 orang |
13 |
28,89 |
5 |
≥ 6 orang |
3 |
6,67 |
Total |
45 |
100 |
Tanggungan keluarga menunjukkan hubungan yang tidak nyata (P>0,10) dengan motivasi peternak dalam membuat pupuk kompos dari limbah ternak kambing. Hal ini berarti bahwa jumlah tanggungan keluarga tidak memberikan pengaruh terhadap motivasi peternak
dalam membuat pupuk kompos dari limbah ternak kambing karena tujuan responden memelihara ternak kambing adalah sebagai usaha sampingan yang dikerjakan sendiri dan tidak melibatkan anggota keluarga sebagai pekerja sehingga jumlah tanggungan keluarga tidak mempengaruhi motivasi peternak dalam mengolah limbah usaha peternakannya. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Sumbayak (2006) yang menyatakan bahwa jumlah anggota keluarga akan mempengaruhi petani dalam pengembangan usaha.
Jumlah kepemilikan ternak
Berdasarkan hasil penelitian, rataan jumlah ternak kambing yang dipelihara oleh responden adalah 16 ekor. Responden yang memiliki ternak kambing 5 – 10 ekor berjumlah 15 orang (33,33%), responden dengan jumlah ternak kambing 11 -15 ekor berjumlah 15 orang (33,33%), dan responden yang memiliki ternak kambing > 15 ekor (berjumlah 15 orang (33,33%) (Tabel 6).
Tabel 6. Distribusi responden berdasarkan jumlah kepemilikan ternak
No |
Kepemilikan Ternak |
Jumlah Responden |
Persentase |
1 |
5 ekor - 10 ekor |
15 |
33,33 |
2 |
11 ekor - 15 ekor |
15 |
33,33 |
3 |
> 15 ekor |
15 |
33,33 |
Total |
45 |
100 |
Jumlah kepemilikan ternak berhubungan tidak nyata (P>0,01) dengan motivasi responden dalam membuat pupuk kompos dari limbah ternak kambing. Hal ini berarti bahwa tidak tedapat perbedaan motivasi antara peternak yang memiliki ternak banyak dengan peternak yang memiliki ternak sedikit dalam membuat pupuk kompos dari limbah ternak kambing. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Bachri (2016) yang menyatakan bahwa, peternak yang mempunyai jumlah ternak banyak akan lebih mudah mengadopsi inovasi daripada peternak yang memiliki jumlah ternak sedikit, hal ini disebabkan tingkat efisien penggunaan sarana produksi.
Penguasaan lahan
Berdasarkan hasil penelitian, rataan luas lahan yang di kuasai oleh responden adalah 0,53 Ha dengan luas penguasaan lahan tertinggi yaitu 1,64 Ha dan terrendah yaitu 0 Ha. Sebagian besar responden yaitu sebanyak 40 orang (88,89%) menguasai lahan pada kisaran < 1 Ha sedangkan sebagian kecil responden menguasi lahan pada kisaran 1 – 2 Ha sebanyak 5 orang (11,11%) (Tabel 7).
Tabel 7. Distribusi responden berdasarkan penguasaan lahan
No |
Penguasaan Lahan |
Jumlah |
Persentase |
1 |
< 1 Hektar |
40 |
88,89 |
2 |
1-2 Hektar |
5 |
11,11 |
3 |
3-4 Hektar |
0 |
0,00 |
4 |
5-6 Hektar |
0 |
0,00 |
5 |
> 6 hektar |
0 |
0,00 |
Total |
45 |
100 |
Penguasaan lahan yang dimiliki responden berhubungan tidak nyata (P>0,01) dengan motivasi peternak dalam membuat pupuk kompos dari limbah ternak kambing. Hal ini berarti bahwa luas lahan tidak berpengaruh terhadap motivasi peternak dalam membuat pupuk kompos dari limbah ternak kambing karena rata-rata lahan yang dimiliki peternak di Desa Suka sempit yakni sekitar 0,5 Ha dan penggunaan lahan dimaksimalkan untuk lahan pertanian (penghasilan utama peternak). Sedangkan lahan yang digunakan untuk beternak kambing adalah pekarangan rumah, sehingga tidak ada perbedaan motivasi antara peternak yang memiliki lahan luas dan peterna yang memiliki lahan sedikit dalam membuat pupuk kompos dari limbah ternak kambing. Hal ini tidak sejalan dengan pendapat Kartasapoetra dalam Inggriati (2014) yang menyatakan bahwa lahan merupakan tanah yang dikuasai oleh petani per satuan luas, dan semakin luas lahan yang dikuasai akan semakin tinggi dorongan petani untuk mengolah lahannya.
Pengalaman beternak
Berdasarkan hasil penelitian, rataan lama beternak kambing responden adalah 8,9 tahun. Sebagian besar responden yaitu sebanyak 21 orang (46,67%) memiliki pengalaman beternak antara < 1 – 5 tahun, dan sebagian kecil responden yaitu sejumlah 3 orang (6,67%) memiliki pengalaman beternak > 20 tahun. (Tabel 8)
Tabel 8. Distribusi responden berdasarkan pengalaman beternak | |||
No |
Pengalaman Beternak |
Jumlah |
Persentase |
1 |
< 1 - 5 tahun |
21 |
46,67 |
2 |
> 5 - 10 tahun |
4 |
8,89 |
3 |
> 10 - 15 tahun |
12 |
26,67 |
4 |
> 15 - 20 tahun |
5 |
11,11 |
5 |
> 20 tahun |
3 |
6,67 |
Total |
45 |
100 |
Pengalaman beternak responden berhubungan tidak nyata (P>0,01) dengan motivasi peternak dalam membuat pupuk kompos dari limbah ternak kambing. Hal ini berarti bahwa,
pengalaman beternak memiliki hubungan yang tidak nyata dengan motivasi peternak dalam mengolah limbah ternak kambing, hal ini disebabkan karena tidak adanya perbedaan perilaku peternak yang memiliki pengalaman beternak yang lebih lama dengan peternak yang memiliki pengalaman beternak lebih sedikit dalam mencari informasi mengenai pengolahan limbah dan menerapkan inovasi baru demi kemajuan usaha peternakannya. Berbeda halnya dengan pendapat Dasy et al., (2019) yang menyatakan bahwa, motivasi yang kuat memiliki hubungan yang positif dengan pengalaman dalam beternak sehingga tujuan pencapaian hasil yang maksimal dapat terwujud.
Intensitas komunikasi
Berdasarkan hasil penelitian, menunjukkan bahwa intensitas komunikasi termasuk dalam kategori sangat rendah dengan rataan skor 1,2. Sebagian besar responden memiliki intensitas komunikasi yang sangat rendah sebanyak 44 orang (97,78%), dan responden dengan intensitas komunikasi rendah sebanyak 1 orang (2,22%) (Tabel 9).
Tabel 9. Distribusi responden berdasarkan intensitas komunikasi
No |
Kategori |
Responden | |
Jumlah (orang) |
Persentase (%) | ||
1 |
Sangat tinggi |
0 |
0 |
2 |
Tinggi |
0 |
0 |
3 |
Sedang |
0 |
0 |
4 |
Rendah |
1 |
2,22 |
5 |
Sangat rendah |
44 |
97,78 |
Jumlah |
45 |
100 |
Intensitas komunikasi memiliki hubungan yang sangat nyata (P<0,01) dengan motivasi peternak dalam membuat pupuk kompos dari limbah ternak kambing. Sebagian besar responden di Desa Suka memiliki intensitas komunikasi yang sangat rendah sebanyak 44 orang (97,78%). Hal ini menunjukkan bahwa peternak masih sangat kurang berkomunikasi dalam hal pengolahan limbah ternak kambing menjadi pupuk kompos dengan sesama peternak kambing, pemerintahan desa dan dinas terkait. Padahal seperti yang diketahui, semakin sering responden melakukan komunikasi dengan sumber informasi akan menyebabkan semakin kuat motivasi peternak dalam mengolah limbah ternak kambing menjadi pupuk kompos. hal ini sejalan dengan pendapat Inggriati et al. (2014) yang menyatakan bahwa intensitas komunikasi akan mendukung kebersamaan pengertian dan menyebabkan terjadinya tindakan yang sama. Intensitas komunikasi berhubungan dengan
tingkat interaksi pengusaha peternakan terhadap seseorang dalam menunjang keberhasilan usahanya.
Pengetahuan
Berdasarkan hasil penelitian, menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan peternak dalam membuat pupuk kompos dari limbah ternak kambing termasuk dalam kategori rendah dengan rataan skor 2,3. Sebanyak 16 orang (35,56%) responden berkategori rendah, 13 orang (28,89%) responden berkategori sangat rendah, 11 orang (24,44%) responden berkategori sedang, dan sebanyak 5 orang (11,11%) responden berkategori tinggi. (Tabel 10).
Tabel 10. Distribusi responden berdasarkan pengetahuan peternak dalam membuat pupuk dari limbah ternak kambing
Responden
No |
Kategori |
Jumlah (orang) |
Persentase (%) |
1 |
Sangat tinggi |
0 |
0 |
2 |
Tinggi |
5 |
11,11 |
3 |
Sedang |
11 |
24,44 |
4 |
Rendah |
16 |
35,56 |
5 |
Sangat rendah |
13 |
28,89 |
Jumlah |
45 |
100 |
Pengetahuan memiliki hubungan yang sangat nyata (P<0,01) dengan motivasi peternak dalam membuat pupuk kompos dari limbah ternak kambing. Hal ini disebabkan karena pengetahuan mempengaruhi pola pikir peternak dan mempunyai peran penting dalam memunculkan motivasi peternak terhadap suatu objek. Hal ini sesuai dengan pendapat Wahyu (1986) yang menyatakan bahwa pengetahuan merupakan produk dari kegiatan berpikir manusia sehingga dapat menumbuhkan motivasi untuk mengadopsi inovasi.
Sikap
Berdasarkan hasil penelitian, menunjukkan bahwa sikap peternak dalam membuat pupuk kompos dari limbah ternak kambing termasuk dalam kategori positif dengan rataan skor 3,8. Sebagian besar responden yaitu sebanyak 34 orang (75,56%) memiliki sikap dengan kategori positif. Respoden yang memiliki sikap dengan kategori ragu-ragu sebanyak 10 orang (22,22%), dan sebanyak 1 orang (2,22%) responden dengan kategori sikap yang sangat positif (Tabel 11).
Tabel 11. Distribusi responden berdasarkan sikap peternak dalam membuat pupuk dari limbah ternak kambing
Responden
No |
Kategori |
Jumlah (orang) |
Persentase (%) |
1 |
Sangat positif |
1 |
2,22 |
2 |
Positif |
34 |
75,56 |
3 |
Ragu-ragu |
10 |
22,22 |
4 |
Negatif |
0 |
0 |
5 |
Sangat Negatif |
0 |
0 |
Jumlah |
45 |
100 |
Sikap memiliki hubungan yang sangat nyata (P<0,01) dengan motivasi peternak dalam
membuat pupuk kompos dari limbah ternak kambing. Berdasarkan hasil penelitian, sikap peternak kambing di Desa Suka tergolong positif dengan persentase skor 75,56%. Hal ini berarti semakin positif sikap peternak maka semakin kuat motivasi peternak untuk mengolah limbah ternak kambing menjadi pupuk kompos. Hal ini sejalan dengan pendapat Rogers dan Shoemaker (1971) yang menyatakan bahwa semakin besar manfaat yang dirasakan dari suatu inovasi, maka semakin kuat pula motivasi maupun sikap petani untuk mengadopsinya.
Keterampilan
Berdasarkan hasil penelitian, menunjukkan bahwa keterampilan peternak dalam membuat pupuk kompos dari limbah ternak kambing termasuk dalam kategori sedang dengan rataan skor 3,3. Sebagian besar responden yaitu sebanyak 22 orang (48,90%) memiliki keterampilan dengan kategori sedang. Responden yang memiliki keterampilan dengan kategori tinggi sebanyak 15 orang (33,33%), responden yang miliki keterampilan dengan kategori rendah sebanyak 6 orang (13,33%), dan sebanyak 2 orang responden (4,44%) dengan kategori keterampilan yang sangat tinggi (Tabel 12).
Tabel 12. Distribusi responden berdasarkan keterampilan peternak dalam membuat pupuk dari limbah ternak kambing
Responden
No |
Kategori |
Jumlah (orang) |
Persentase (%) |
1 |
Sangat tinggi |
2 |
4,44 |
2 |
Tinggi |
15 |
33,33 |
3 |
Sedang |
22 |
48,90 |
4 |
Rendah |
6 |
13,33 |
5 |
Sangat rendah |
0 |
0 |
Jumlah |
45 |
100 |
Keterampilan memiliki hubungan yang sangat nyata (P<0,01) dengan motivasi peternak dalam membuat pupuk kompos dari limbah ternak kambing. Keterampilan termasuk dalam kategori sedang dengan persentase skor 48,90%. Keterampilan merupakan lanjutan dari pengetahuan dan sikap, dimana hasil penelitian menunjukkan sikap dalam kategori positif, pengetahuan dalam kategori rendah sehingga mengakibatkan keterampilan masuk dalam kategori sedang. Untuk meningkatkan keterampilan peternak dapat dilakukan melalui pelatihan dan pendampingan, sehingga peternak terampil dalam pengolahan limbah ternak kambing. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Mardikanto dalam Inggriati, (2014) bahwa, peningkatan keterampilan peternak dapat dilakukan melalui pelatihan (training) dalam sebuah proses penyuluhan yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan.
Motivasi
Dari analisis data diperoleh bahwa motivasi peternak dalam membuat pupuk kompos dari limbah ternak kambing termasuk dalam kategori sedang dengan rataan skor 3,3. Sebagian besar responden yaitu sebanyak 21 orang (46,67%) memiliki motivasi dengan kategori sedang. Responden yang memiliki motivasi dengan kategori kuat sebanyak 14 orang (31,11%), responden yang memiliki motivasi dengan kategori lemah sebanyak 6 orang (13,33%), dan sebanyak 4 orang responden (8,89%) dengan kategori motivasi yang sangat kuat (Tabel 13).
Tabel 13. Distribusi responden berdasarkan motivasi peternak dalam membuat pupuk dari limbah ternak kambing | |||
No |
Kategori |
Responden | |
Jumlah (orang) |
Persentase (%) | ||
1 |
Sangat kuat |
4 |
8,89 |
2 |
Kuat |
14 |
31,11 |
3 |
Sedang |
21 |
46,67 |
4 |
Lemah |
6 |
13,33 |
5 |
Sangat lemah |
0 |
0 |
Jumlah |
45 |
100 |
Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa motivasi peternak dalam membuat pupuk kompos dari limbah ternak kambing di Desa Suka masuk dalam kategori sedang dengan presentase 46,67%. Sebagian besar peternak di Desa Suka memiliki motivasi yang sedang sampai dengan sangat kuat untuk mengolah limbah ternak kambing menjadi pupuk kompos, dengan alasan selain dapat digunakan untuk menyuburkan lahan pertanian juga dapat menambah pendapatan peternak dari penjualan limbah ternak kambing yang sudah
diolah menjadi pupuk kompos. Hal ini sesuai dengan pendapat Rogers dan Shoemaker (1971) bahwa, semakin besar manfaat yang dirasakan terhadap suatu inovasi maka semakin tinggi pula motivasi maupun sikap petani untuk mengadopsinya.
Faktor-faktor yang berhubungan dengan motivasi peternak dalam membuat pupuk kompos dari limbah ternak kambing
Dari hasil analisis data dengan uji koefisien korelasi jenjang spearman menunjukkan bahwa faktor yang berhubungan dengan motivasi peternak dalam membuat pupuk kompos dari limbah ternak kambing seperti pendidikan formal, pendidikan non formal,internsitas komunikasi, pengetahuan, sikap, dan keterampilan memiliki hubungan yang sangat nyata (P<0,01), faktor umur, tanggungan keluarga, kepemilikan ternak, penguasaan lahan, dan pengalaman beternak memiliki hubungan yang tidak nyata (P>0,10), dengan motivasi peternak dalam membuat pupuk kompos dari limbah ternak kambing di Desa Suka. Rincian data mengenai analisis hubungan dengan Uji Koefisien Korelasi Jenjang Spearman dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14. Hasil koefisien korelasi jenjang spearman variabel yang diamati
No |
Faktor-Faktor |
rs |
t hitung |
1 |
Umur |
0,019 |
0,122 tn |
2 |
Pendidikan Formal |
0,391 |
2,782 sn |
3 |
Pendidikan Non Formal |
0,516 |
3,949 sn |
4 |
Jumlah Tanggungan Keluarga |
0,005 |
0,035 tn |
5 |
Jumlah Kepemilikan Ternak |
0,016 |
0,105 tn |
6 |
Penguasaan Lahan |
0,104 |
0,689 tn |
7 |
Pengalaman Beternak |
0,155 |
1,025 tn |
8 |
Intensitas Komunikasi |
0,409 |
2,938 sn |
9 |
Pengetahuan |
0,713 |
6,672 sn |
10 |
Sikap |
0,608 |
5,022 sn |
11 |
Keterampilan |
0,690 |
6,254 sn |
Keteranagan : | |||
rs : koefisien korelasi |
n: nyata sn : |
sangat nyata |
tn : tidak |
nyata | |||
t tabel (0,01) db 43 = |
2,416 t tabel (0,05) db 43= 1,681 |
t tabel (0,10) db 43 |
=1,301 |
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat di ambil kesimpulan sebagai berikut:
-
1 Hipotesis 1 ditolak karena motivasi peternak dalam membuat pupuk kompos dari limbah ternak kambing di Desa Suka, termasuk dalam kategori sedang.
-
2 Faktor-faktor seperti pendidikan formal, pendidikan non formal, intensitas komunikasi, pengetahuan, sikap, keterampilan memiliki hubungan yang sangat nyata, sedangkan umur, tanggungan keluarga, kepemilikan ternak, penguasaan lahan, dan pengalaman beternak memiliki hubungan yang tidak nyata.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini maka dapat disarankan hal-hal sebagai berikut: Kepada Dinas terkait agar lebih meningkatkan pembinaan dan penyuluhan terhadap peternak kambing di Desa Suka, agar dapat meningkatkan motivasi peternak dalam membuat pupuk kompos dari limbah ternak kambing. Kepada peternak agar mau belajar mengenai pengolahan limbah ternak kambing sehingga dapat mengurangi pencemaran akibat limbah peternakan.
UCAPAN TERIMAKASIH
Perkenankan penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar besarnya kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gede Antara, M.Eng., IPU. Dekan Fakultas Peternakan Dr. Ir. I Nyoman Tirta Ariana, MS, Koordinator Program Studi Sarjana Peternakan Dr. Ir. Ni Wayan Siti, M.Si, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan di Program Studi Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana.
DAFTAR PUSTAKA
Asmara, A., Hutagaol, M. P., dan Salundik, S. 2013. Analisis Potensi Produksi dan Persepsi Masyarakat dalam Pengembangan Biogas pada Sentra Usaha Ternak Sapi Perah di Kabupaten Bogor. Jurnal Agribisnis Indonesia.
Bachri. (2016). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Adopsi Inovasi Teknologi Oleh Petani Padi Sawah Di Desa Kolam Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang. Universitas Medan Area. Medan
Balai Penelitian Ternak. 2003. Kotoran Kambing Domba pun Bisa Bernilai Ekonomis. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian Indonesia Vol. 25 (5): 16-18.
Mauludin, A, M. 2009. Motivasi Peternak Dalam Kegiatan Berusaha Ternak Domba Di Desa Rancamanyar Kecamatan Balendah Kabupaten Bandung. Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran. Sumedang
Inggriati, T. N. W. 2014. Perilaku Peternak Sapi Bali Perbibitan dalam Sistem Penyuluhan di Bali. (Disertasi). Program Pascasarjana, Universitas Udayana, Denpasar.
Inggriati, N.W.T, I.G.P.S. Wijaya, dan N.K. Nuraini. 2014. Perilaku Pengusaha Peternakan Babi Landrace dalam Menanggulangi Dampak Pencemaran Lingkungan dan Respon Peternak Tradisional di Desa Wisata Taro Kecamatan Tegallalang Kabupaten Gianyar (Jurnal). Fakultas Peternakan Udayana. Denpasar.
Inggriati, T. N. (2015). Perilaku Peternak Babi Dalam Menangani Limbah Di Desa Tua Kecamatan Marga Kabupaten Tabanan Bali.
Rogers, E.M. dan Shoemaker, F.F. 1971. Communication of Innovations. The Free Press, New York.
Sadhu, A.T.T, N.W.T. Inggriati, dan N. Suparta. 2018. Hubungan Antara Penerapan Panca Usaha Peternakan Babi Dengan Tingkat Pendapatan Peternak Plasma Pada Pola Kemitraan PT. Charoend Pokphan Di Bali. Journal of Tropical Animal Science.
Sari, A.R., Trisakti, H. dan Suci, P.S. 2009. Karakteristik Katagori Adopter dalam Inovasi Feed Additive Herbal Untuk Ayam Pedaging. Buletin Peternakan. Yogyakarta.
Setiawan, H. 2017. Pengaruh Karakteristik Peternak Terhadap Motivasi Beternak Sapi Potong di Kelurahan Bangkala Kecamatan Maiwa. (Skripsi). Universitas Hasanudin Makasar.
Suarta, G, N. Suparta, I G. N. G Bidura, B. R. T. Putri. 2020. Effective communication models to improve the animal cooperatives performance in Bali-Indonesia. International Journal of Pharmaceutical Research 2020 vol. 12 (4): 3776 - 3785
Sumbayak, J. 2006. Metode Dan Media Penyuluhan. Medan: Fakultas Pertanian, Universitas Sumatra Utara.
Surya, R.E. dan Suryono. 2013. Pengaruh pengomposan terhadap rasio C/N kotoran ayam dan kadar hara NPK tersedia serta kapasitas tukar kation tanah. UNESA Journal of Chemistry.
Wahyu. 1986. Wawasan Ilmu Sosial Dasar. Usaha Nasional, Surabaya.
Ginting, A. G., J. Peternakan Tropika Vol. 10 No. 2 Th. 2022 : 352-370
Page 370
Discussion and feedback