ISSN 2722-7286

Jurnal

FAPET UNUD


Jurnal


Peternakan Tropika

Journal of Tropical Animal Science

email: [email protected]

Submitted Date: January 11, 2022

Accepted Date: May 10, 2022


Editor-Reviewer Article : Ni Putu Mariani & Dsk. Pt. Mas Ari Candrawati

TINGKAT PENERAPAN SAPTA USAHA TERNAK BABI DI DESA KACARIBU KECAMATAN KABANJAHE KABUPATEN KARO PROVINSI SUMATERA UTARA

Kacaribu, E. K., N. W. T. Inggriati, dan G. Suarta

PS. Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar, Bali Email : [email protected] Telp. +6285846027170

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat penerapan sapta usaha ternak babi serta faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat penerapan sapta usaha ternak babi di Desa Kacaribu. Penelitian ini dilakukan di Desa Kacaribu, Kecamatan Kabanjahe, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara dari bulan Agustus sampai September tahun 2021. Penentuan lokasi penelitian dengan metode purposive sampling, dan pemilihan responden menggunakan metode stratified random sampling sebanyak 45 orang. Analisis data dilakukan dengan cara deskriptif kualitatif dan uji Koefisien Korelasi Jenjang Spearman (Siegel, 1977). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat penerapan sapta usaha ternak babi di Desa Kacaribu masuk dalam kategori sedang. Faktor-faktor seperti pendidikan non formal, jumlah kepemilikan ternak, pendapatan, pengetahuan, sikap, keterampilan dan motivasi peternak memiliki hubungan yang sangat nyata (P<0,01) dengan tingkat penerapan sapta usaha ternak babi, faktor pendidikan formal peternak memiliki hubungan yang nyata (P<0,05) dengan tingkat penerapan sapta usaha ternak babi, faktor umur, penguasaan lahan, jumlah tanggungan keluarga, dan lama beternak memiliki hubungan yang tidak nyata (P>0,10) dengan tingkat penerapan sapta usaha ternak babi. Simpulan : 1) Tingkat penerapan sapta usaha ternak babi di Desa Kacaribu masuk dalam kategori sedang; 2) Faktor yang berhubungan dengan tingkat penerapan sapta usaha ternak babi adalah pendidikan formal, pendidikan non formal, jumlah kepemilikan ternak, pendapatan, pengetahuan, sikap, keterampilan, dan motivasi. Saran : kepada pemerintahan terkait, agar meningkatkan kualitas dan kuantitas penyuluhan, pelatihan dan bimbingan untuk lebih meningkatkan pengetahuan, keterampilan, sikap serta motivasi peternak babi.

Kata kunci : faktor, pengetahuan, korelasi, penyuluhan

THE IMPLEMENTATION LEVEL OF SEVEN EFFORTS OF PIG FARMING IN KACARIBU VILLAGE KABANJAHE SUBDISTRICT KARO REGENCY NORTH SUMATRA PROVINCE

ABSTRACT

This research aims to determine the level implementation level of seven efforts of pig farming and factors related to the implementation level of seven efforts of pig farming in Kacaribu Village. This research was conducted in Kacaribu Village, Kabanjahe District, Karo Regency, North Sumatra Province from August to September 2021. Determination of the research location by purposive sampling method, and the selection of respondents using the stratified random sampling of 45 people. Data analysis was carried out by means of qualitative descriptive and test Spearman’s Level Correlation Coefficient (Siegel, 1977). The results showed that the implementation level of seven efforts of pig farming in Kacaribu Village was in the medium category. Factors such as non-formal education, number of livestock ownership, income, knowledge, attitudes, skills and motivation of farmers have a very significant relationship (P<0.01) to the implementation level of seven efforts of pig farming, the factor of formal education of farmers has a significant relationship (P<0.05) to the implementation level of seven efforts of pig farming, the factors of age, land tenure, number of family dependents, and length of husbandry had no significant relationship (P>0.10) to the implementation level of seven efforts of pig farming. Conclusions: 1) The implementation level of seven efforts of pig farming in Kacaribu Village is in the medium category; 2) Factors related to the implementation level of seven efforts of pig farming are formal education, non-formal education, number of livestock ownership, income, knowledge, attitudes, skills, and motivation. Suggestion: to the relevant government, in order to improve the quality and quantity of counseling, training and guidance to further improve the knowledge, skills, attitudes and motivation of pig farmers.

Keywords : factors, knowledge, correlation, counseling

PENDAHULUAN

Ternak babi merupakan salah satu komoditi yang mempunyai peranan penting dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat akan daging sebagai sumber protein hewani, karena mempunyai sifat-sifat yang menguntungkan seperti prolifik, efisien dalam mengkonversi bahan pakan menjadi daging, umur mencapai bobot potong yang singkat dan persentase karkas tinggi. Ternak babi memiliki presentase karkas yang tinggi sekitar 75% dari bobot hidup (Forrest et al., 1975 dalam Ansye et al., 2016).

Permintaan ternak babi sebagai konsumsi daging lokal (domestik) terus meningkat seiring dengan pertambahan penduduk, peningkatan pendapatan dan peningkatan kesadaran masyarakat mengenai kebutuhan gizi. Kebutuhan ini belum dapat dipenuhi karena perkembangan produksi dan produktifitas babi masih rendah, hal ini terjadi karena sistem pemeliharaan ternak babi masih bersifat tradisional (Ginting, 2001).

Desa Kacaribu, Kecamatan Kabanjahe, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara merupakan daerah yang memiliki potensi untuk pengembangan usaha peternakan babi. Beternak babi merupakan usaha sampingan yang paling banyak diminati masyarakat di Kabupaten Karo. Hal tersebut dikarenakan oleh usaha ternak babi sangat menguntungkan, memiliki pertumbuhan yang cepat, permintaan daging babi relatif tinggi serta beternak babi bagi masyarakat suku karo masih sangat erat kaitannya dengan adat-istiadat dalam budaya lokal masyarakat suku karo. Namun kondisi pembangunan peternakan babi di Desa Kacaribu saat ini masih minim dan pemeliharaan babi yang dilakukan oleh peternak masih tradisional. Kandang babi terbuat dari bambu, pakan diambil dari limbah rumah tangga, dan peternak tidak memahami konsep-konsep beternak dengan baik sehingga usaha peternakan tidak berjalan dengan baik dan produktivitas ternak babi tidak maksimal.

Untuk mendapatkan ternak babi yang memiliki produktivitas yang tinggi seperti beranak yang banyak dan memiliki pertumbuhan cepat, sehingga dapat memberikan penghasilan yang tinggi, maka peternak harus melaksanakan sapta usaha peternakan dengan baik. Sapta usaha tersebut meliputi 1). Pemilihan bibit, 2). Pemberian pakan, 3). Perkandangan, 4). Tatalaksana reproduksi, 5). Pencegahan dan pengendalian penyakit, 6). Penanganan limbah, 7). Pasca panen dan pemasaran. Sehubungan dengan hal tersebut maka perlu dilakukan penelitian tentang tingkat penerapan sapta usaha ternak babi di Desa Kacaribu, Kecamatan Kabanjahe, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara.

MATERI DAN METODE

Rancangan penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan penelitian explanatory research yang merupakan penelitian yang menjelaskan hubungan antara variabel-variabel X dan Y. Penelitian explanatory adalah rancangan penelitian survey yang menjelaskan hubungan antara variabel-variabel penelitian dan pengujian hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya (Singarimbun dan Effendi, 1995).

Lokasi dan waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Kacaribu, Kecamatan Kabanjahe, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Agustus sampai dengan bulan September tahun 2021. Lokasi penelitian ditentukan dengan metode Purposive Sampling yaitu suatu metode penentuan lokasi yang didasarkan atas pertimbangan tertentu (Singarimbun dan Effendi, 1995), dasar pertimbangan yang dipakai dalam memilih lokasi penelitian ini adalah : 1) Lokasi tersebut merupakan daerah pengembangan peternakan babi, 2) Di lokasi tersebut terdapat banyak peternak babi yang belum mengerti mengenai penerapan sapta usaha peternakan, 3) Belum adanya penelitian mengenai penerapan sapta usaha peternakan babi di Desa Kacaribu, Kecamatan Kabanjahe, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara, 4) Lokasi penelitian mudah dijangkau dengan sarana transportasi oleh peneliti, sehingga memudahkan peneliti dalam pengumpulan data. Penelitian ini dilakukan dengan tiga tahap yaitu : tahap penentuan lokasi, kemudian tahap survey lokasi, dan yang terakhir adalah tahapa wawancara dan pengumpulan data.

Populasi dan sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh peternak babi yang berada di Desa Kacaribu, Kecamatan Kabanjahe, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara. Responden dipilih menggunakan metode Stratified Random Sampling dengan cara dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yakni:(1) Peternak yang memiliki ternak babi sebanyak 1-7 ekor, (2) Peternak yang memiliki ternak babi sebanyak 8-15 ekor, (3) Peternak yang memiliki ternak babi lebih dari 15 ekor. Jumlah responden sebanyak 45 orang yang ditentukan secara quota sampling dengan mengambil 15 orang dari masing-masing strata.

Jenis dan sumber data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh dari sumber pertama baik dari hasil pengukuran maupun observasi langsung. Data primer merupakan data yang diperoleh dari penyebaran kuesioner yang meliputi karakteristik responden. Data sekunder merupakan data pelengkap yang digunakan untuk penunjang penelitian, data ini didapat dari kantor desa dan instansi terkait.

Variabel penelitian

Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : (1) umur, (2) pendidikan formal, (3) pendidikan non formal, (4) jumlah kepemilikan ternak, (5) lahan yang dikuasai, (6) jumlah tanggungan keluarga, (7) pengalaman beternak, (8)pengetahuan, (9) sikap, (10) keterampilan, (11) motivasi, dan (12) pendapatan peternak dalam menerapkan sapta usaha ternak babi.

Instrumen penelitian

Instrumen atau alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner terstruktur yang dilengkapi dengan pertanyaan terbuka sesuai dengan tujuan penelitian yang akan ditanyakan secara langsung kepada responden.

Teknik pengumpulan data

Data primer dikumpulkan melalui metode wawancara dan pengamatan langsung ke lapangan serta pengisian kuesioner yang terdiri dari karakteristik dan prilaku peternak. Sedangkan untuk data sekunder terdiri atas keadaan lokasi penelitian, data ini berfungsi sebagai data penunjang untuk mengetahui keadaan umum lokasi penelitian. Data sekunder diperoleh dari instansi terkait dan sumber-sumber yang sudah ada.

Definisi operasional

Definisi operasional dalam penelitian ini adalah:

  • 1.    Umur adalah usia responden/peternak saat dilaksanakan penelitian. (X1)

  • 2.    Pendidikan formal adalah lama responden menempuh pendidikan formal. Tingkat pendidikan formal yang berhasil responden tamatkan. (X2)

  • 3.    Pendidikan non-formal adalah banyaknya penyuluhan, bimbingan dan pelatihan yang pernah diikuti oleh responden yang berkaitan dengan peternakan babi. (X3)

  • 4.    Jumlah kepemilikan ternak adalah jumlah ternak babi (ekor) yang dimiliki responden saat dilaksanakan penelitian. (X4)

  • 5.    Jumlah kepemilikan lahan adalah jumlah luas lahan keseluruhan yang dimiliki oleh responden seperti luas lahan rumah tempat tinggal, luas lahan pertanian, dan luas lahan yang digunakan untuk usaha peternakan. (X5)

  • 6.    Jumlah tanggungan keluarga adalah jumlah tanggungan keluarga peternak termasuk responden saat dilaksanakan penelitian. (X6)

  • 7.    Lama beternak adalah berapa lama responden menjadi peternak babi sampai saat penelitian ini dilaksanakan. (X7)

  • 8.    Pengetahuan adalah kemampuan responden dalam menerapkan konsep-konsep sapta usaha ternak babi saat menjalankan usaha peternakan babi. (X8)

  • 9.    Sikap adalah respon yang diberikan peternak terhadap stimulus yang diberikan saat dilaksanakan wawancara. Cara peternak menjawab pertanyaan yang diajukan oleh peneliti, cara peternak berkomunikasi dengan peneliti serta cara petenak mendiskusikan masalah yang dialami selama memiliki usaha ternak babi. (X9)

  • 10.    Keterampilan adalah kemampuan atau skill yang dimiliki peternak dalam menerapkan konsep-konsep sapta usaha ternak babi saat menjalankan usaha peternakan babi. (X10)

  • 11.    Motivasi adalah dorongan dan harapan dalam diri responden yang ingin dicapai dari usaha beternak babi. (X11)

  • 12.    Pendapatan dari usaha ternak babi adalah banyaknya sumbangan pendapatan dari usaha ternak babi terhadap pendapatan keluarga responden. (X12)

  • 13.    Penerapan sapta usaha peternakan adalah kemampuan pengelolaan usahatani peternak dalam menjalankan usahanya. Kemampuan peternak dalam menerapkan tujuh komponen sapta usaha ternak babi yang meliputi pemilihan bibit, pemberian pakan, perkandangan, tatalaksana reproduksi, pencegahan dan pengendalian penyakit, pengelolaan limbah dan penanganan pasca panen dan pemasaran. (Y)

Pengukuran variabel

Variabel diukur menggunakan skala Likert, yaitu dengan pemberian skor jenjang lima yang dinyatakan dengan bilangan bulat 1, 2, 3, 4, dan 5. Nilai 1 untuk jawaban yang paling tidak diharapkan dan nilai 5 untuk jawaban yang paling diharapkan. Kategori skor untuk masing-masing variable dapat dilihat pada (Tabel 1)

Tabel 1. Katagori pencapaian skor variabel penelitian

Variabel

Pencapaian Skor

Penerapan Sapta Usaha

Pengetahuan

Sikap

Keterampilan

Motivasi

> 4,2 – 5

Sangat Tinggi

Sangat Tinggi

Sangat Positif

Sangat Tinggi

Sangat Kuat

> 3,4 - 4,2

Tinggi

Tinggi

Positif

Tinggi

Kuat

> 2,6 - 3,4

Sedang

Sedang

Ragu-ragu

Sedang

Sedang

> 1,8 - 2,6

Rendah

Rendah

Negatif

Rendah

Lemah

1 - 1,8

Sangat Rendah

Sangat Rendah

Sangat Negatif

Sangat Rendah

Sangat Lemah

Analisis data

Untuk menguji hipotesis 1 menggunakan analisis deskriptif kualitatif, suatu bentuk analisis yang berdasarkan data yang dikumpulkan selama penelitian secara sistematis mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat dari obyek yang diteliti dengan menggabungkan hubungan antar variabel yang terlibat didalamnya.

Untuk menguji hipotesis 2 menggunakan metode Koefisien Korelasi Jenjang Spearman (Siegel, 1997), dengan rumus :

_ 6 ∑"=1d12

r* n(n2 - 1)

Keterangan :

rs= Koefisien korelasi

d-i = Selisih jenjang unsur yang diobservasi

n= Banyaknya pasangan unsur yang diobservasi

Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan, maka ^hitung dibandingkan dengan ^tabel pada tingkat probabilitas 1% atau 5%. Maka kriteria pengambilan keputusannya adalah sebagai berikut :

Hipotesis penelitian diterima apabila ^■hitung > ^tabel pada P ≤ 0,01 dari kedua variabel yang diuji maka terdapat hubungan yang sangat nyata. Apabila ^hitung > ^tabel pada P 0,05 – 0,10 dari kedua variabel yang diuji maka terdapat hubungan yang nyata. Apabila ^hitung < ^tabel pada P > 0,10 dari kedua variabel yang diiuji maka terdapat hubungan yang tidak nyata.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Adapun Karakteristik responden yang merupakan masyarakat Desa Kacaribu, Kecamatan Kacaribu, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara adalah sebagai berikut :

Umur

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh data rataan umur dari 45 responden adalah 40,9 tahun dengan umur termuda adalah 22 tahun dan umur tertua adalah 65 tahun. Sebagian besar responden yaitu sebanyak 21 orang (46,67%) berada pada rentang umur >35-50 tahun

dan sebagian kecil responden yaitu sebanyak 1 orang (2,22%) berada pada rentang umur >65 tahun dan (Tabel 2).

Tabel 2. Distribusi responden berdasarkan umur

No  Umur

Responden

Jumlah (orang)         Persentase (%)

1     <20

2    >20 – 35

3    >35 – 50

4    > 50 – 65

5    > 65

0                      0

9                     20.00

21                    46.67

14                     31.11

1                         2.22

Jumlah

45                    100

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor umur peternak berhubungan tidak nyata (P>0,10) dengan tingkat penerapan sapta usaha ternak babi di Desa Kacaribu. Hal ini berarti faktor umur tidak memberikan pengaruh terhadap tingkat penerapan sapta usaha ternak babi dikarenakan sebagian besar peternak masih dalam kategori umur produktif sehingga menyebabkan tidak adanya perbedaan perilaku peternak muda dan peternak tua dalam menerapkan sapta usaha ternak babi. Berbeda dengan pendapat Chamdi (2003) bahwa, semakin muda usia peternak (usia produktif 20-45 tahun) umumnya rasa keingintahuan terhadap sesuatu semakin tinggi dan minat untuk mengadopsi terhadap teknologi semakin tinggi.

Pendidikan formal

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh data rataan lama pendidikan formal responden adalah 10 tahun. Data pendidikan formal responden ini sangat beragam dari pendidikan sekolah dasar (SD) sampai perguruan tinggi (D3/S1). Sebagian besar responden adalah peternak dengan tingkat pendidikan sekolah menengah atas (SMA) berjumlah 23 orang (51,11%) dan sebagian kecil responden adalah peternak dengan tingkat pendidikan perguruan tinggi (D3/S1) berjumlah 5 orang (11,11%) (Tabel 3)

Tabel 3. Distribusi responden berdasarkan pendidikan formal

No

Pendidikan Formal

Kategori

Responden

Jumlah (orang)   Persentase

1

Tidak Sekolah

0

0

2

1-6 Tahun

SD

8

17.78

3

6-9 Tahun

SMP

9

20.00

4

9-12 Tahun

SMA

23

51.11

5

> 12 Tahun

D3/S1

5

11.11

Jumlah

45

100

Pendidikan formal peternak menunjukkan hubungan yang nyata (P<0,05) dengan tingkat penerapan sapta usaha ternak babi di Desa Kacaribu. Hal ini berarti bahwa faktor pendidikan formal memberikan pengaruh terhadap tingkat penerapan sapta usaha ternak babi dikarenakan semakin tinggi pendidikan formal peternak maka semakin baik cara berfikirnya dalam menerima suatu inovasi. Dalam hal ini, semakin tinggi tingkat pendidikan formal peternak maka pengetahuan tentang sapta usaha peternakan babi akan semakin tinggi. Sebagaimana dinyatakan Suarta et al,. (2020) bahwa pendidikan sangat mempengaruhi kualitas sumber daya manusia, semakin tinggi tingkat pendidikan formal maka semakin tinggi pula kualitas sumber daya manusia yang pada akhirnya semakin baik. Pendapat ini didukung oleh Soedijanto (2004) yang menyatakan bahwa pengetahuan petani sangat menunjang kelancaran petani dalam mengadopsi suatu inovasi demi kelangsungan usaha taninya.

Pendidikan non formal

Pendidikan non formal adalah penyuluhan atau bimbingan yang berhubungan dengan sapta usaha ternak babi yang pernah diikuti responden. Responden yang tidak pernah mengikuti pendidikan non formal berjumlah 41 orang (91,11%), responden yang pernah mengikuti pendidikan non formal 1-2 kali berjumlah 2 orang (4,44%), responden yang pernah mengikuti pendidikan non formal 3-4 kali berjumlah 1 orang (2,22%) dan reponden yang pernah mengikuti pendidikan nonf ormal 5-6 kali berjumlah 1 orang (2,22%) (Tabel 4)

Tabel 4. Distribusi responden berdasarkan pendidikan non formal

No

Pendidikan Non Formal

Responden

Jumlah Responden  Persentase (%)

1

Belum Pernah

41

91.11

2

1-2 Kali

2

4.44

3

3-4 Kali

1

2.22

4

5-6 Kali

1

2.22

5

> 6 Kali

0

0.00

Jumlah

45

100

Pendidikan non formal berhubungan sangat nyata (P<0,01) dengan tingkat penerapan sapta usaha ternak babi di Desa Kacaribu. Hal ini berarti pendidikan non formal peternak memberikan pengaruh terhadap tingkat penerapan sapta usaha ternak babi. Hasil penelitian menunjukkan sekitar 91% peternak di Desa Kacaribu tidak pernah mengikuti pendidikan non formal, sedangkan peternak yang pernah mengikuti pendidikan non formal hanya 9% saja. Padahal seperti yang diketahui, mengikuti pendidikan formal yang dalam hal ini berarti

penyuluhan ataupun pelatihan mengenai penerapan sapta usaha ternak babi dan pemeliharaan ternak babi mampu meningkatkan pengetahuan dan keterampilan peternak sehingga peternak akan lebih rasional dalam mengambil keputusan. Hal ini sesuai dengan pendapat Samsudin dan Mardikanto dalam Inggriati (2014) bahwa, untuk mengubah perilaku sasaran, dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak setuju menjadi setuju, dan dari tidak terampil menjadi terampil, sampai menerapkan secara penuh suatu inovasi diperlukan penyuluhan yang efektif. Penyuluh bisa dikatakan sebagai penghubung antar sistem, misalnya penyuluh dapat memberikan petunjuk kepada peternak dimana mereka bisa bisa memperoleh bantuan kredit, tempat sarana produksi seperti bibit ternak unggul bisa didapat (Suparta, 2009).

Jumlah kepemilikan ternak

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh bahwa rataan jumlah kepemilikan ternak babi responden adalah 11,6 ekor ternak. Responden yang memiliki ternak babi 1-7 ekor berjumlah 15 orang (33,33%), responden yang memiliki ternak babi 8-15 ekor berjumlah 15 orang (33,33%), dan responden yang memiliki ternak babi >15 ekor berjumlah 15 orang (33,33%) (Tabel 5)

Tabel 5.Distribusi responden berdasarkan jumlah kepemilikan ternak

No

Jumlah Kepemilikan Ternak

Responden

Jumlah (orang)

Persentase (%)

1

1 - 7 Ekor

15

33.33

2

8 - 15 Ekor

15

33.33

3

> 15 Ekor

15

33.33

Jumlah

45

100

Jumlah kepemilikan ternak berhubungan sangat nyata (P<0,01) dengan tingkat penerapan sapta usaha ternak babi di Desa Kacaribu. Hal ini berarti peternak yang memiliki ternak dalam jumlah lebih banyak akan termotivasi untuk menerima serta melakukan inovasi baru dalam meningkatkan usahanya. Dalam hal ini, semakin banyak ternak yang dimiliki peternak maka semakin tinggi tingkat penerapan sapta usaha ternak babi peternak. Sesuai dengan pendapat Rogers dan Shoemaker (1971) dalam Suryawan, dkk., (2016) yang menyatakan bahwa petani peternak yang mempunyai ternak lebih banyak akan lebih cepat menerima ide-ide baru, sehingga tingkat adopsi inovasi semakin baik.

Penguasaan lahan

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh data rataan luas lahan yang dimiliki responden adalah 0,70 Ha dengan kisaran luas lahan antara 0,1 Ha sampai dengan 2,1 Ha. Sebagian

besar responden yaitu sebanyak 29 orang (64,44%) menguasai lahan pada kisaran < 1 H dan sebagian kecil responden yaitu sebanyak 16 orang (35,56%) menguasai lahan pada kisaran 1 – 2 Ha (Tabel 6)

Tabel 6. Distribusi responden berdasarkan penguasaan lahan

No

Penguasaan Lahan

Responden

Jumlah (orang)

Persentase (%)

1

< 1

29

64.44

2

1-2 Ha

16

35.56

3

3-4 Ha

0

0.00

4

5-6 Ha

0

0.00

5

> 6 Ha

0

0.00

Jumlah

45

100

Penguasaan lahan berhubungan tidak nyata (P<0,05) dengan tingkat penerapan sapta usaha ternak babi. Hal ini berarti penguasaan lahan tidak memberi pengaruh terhadap tingkat penerapan sapta usaha ternak babi di Desa Kacaribu. Hasil penelitian menunjukkan rataan penguasaan lahan peternak di desa kacaribu adalah 0,7 Ha. Sebagian besar lahan diperuntukkan sebagai lahan pertanian (sumber penghasilan utama), sedangkan lahan yang digunakan peternak untuk kandang ternak adalah halaman belakang rumah sehingga tidak ada perbedaan antara peternak yang memiliki lahan luas dengan peternak yang memiliki lahan sempit. Berbeda halnya dengan pendapat Kartasapoetra dalam Inggriati (2014) bahwa lahan merupakan tanah yang dikuasai oleh petani per satuan luas, dan semakin luas lahan yang dikuasai akan semakin tinggi dorongan petani untuk mengolah lahannya.

Jumlah tanggungan keluarga

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh data rataan jumlah tanggungan keluarga yang dimiliki responden adalah 4 orang. Sebagian besar responden memiliki jumlah tanggungan keluarga 5 orang sebanyak 12 orang (26,67%) sedangkan sebagian kecil responden memiliki jumlah tanggungan keluarga ≤ 2 orang sebanyak 3 orang (6,67%) (Tabel 7)

Tabel 7. Distribusi responden berdasarkan jumlah tanggungan keluarga

No

Jumlah Tanggungan Keluarga

Responden

Jumlah (orang)

Persentase (%)

1

≤ 2

3

6.67

2

3

10

22.22

3

4

11

24.44

4

5

12

26.67

5

≥ 6

9

20.00

Jumlah

45

100

Jumlah tanggungan keluarga berhubungan tidak nyata (P>0,10) dengan tingkat penerapan sapta usaha ternak babi. Hal ini berarti jumlah tanggungan keluarga responden tidak memberi pengaruh terhadap tingkat penerapan sapta usaha ternak babi di Desa Kacaribu, tidak ada perbedaan penerapan antara peternak yang memiliki jumlah anggota keluarga banyak dengan peternak dengan jumlah anggota keluarga sedikit karena anggota keluarga tidak ikut serta dalam menjalankan uaha peternakan dan usaha peternakan babi yang dijalankan peternak bukanlah sumber penghasilan utama bagi peternak melainkan sebagai tabungan keluarga saja. Hal ini tidak sesuai dengan pendapat Sumbayak (2006) yang menyatakan bahwa, jumlah tanggungan keluarga adalah salah satu faktor ekonomi yang perlu diperhatikan peternak dalam menentukan pendapatan dalam memenuhi kebutuhannya.

Lama beternak

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh data rataan lama beternak responden adalah 7,6 tahun. Sebagian besar responden adalah peternak dengan pengalaman beternak kisaran > 5-10 tahun berjumlah 20 orang (44,44%) sedangkan sebagian kecil responden adalah peternak dengan pengalaman beternak kisaran > 15 – 20 tahun berjumlah 2 orang (4,44%) (Tabel 8)

Tabel 8. Distribusi responden berdasarkan lama beternak

No

Lama Beternak

Responden

Jumlah (orang)

Persentase (%)

1

3 - 5 Tahun

18

40.00

2

> 5 - 10 Tahun

20

44.44

3

> 10 - 15 Tahun

5

11.11

4

> 15 - 20 Tahun

2

4.44

5

> 20 Tahun

0

0.00

Jumlah

45

100

Lama beternak berhubungan tidak nyata (P>0,10) dengan tingkat penerapan sapta usaha ternak babi di Desa Kacaribu. Hal ini berarti lama beternak atau pengalaman beternak responden tidak memberi pengaruh terhadap tingkat penerapan sapta usaha ternak babi peternak serta tidak ada perbedaan perilaku peternak yang memiliki pengalaman beternak yang lebih lama dengan peternak yang memiliki pengalaman beternak lebih sedikit dalam mencari informasi dan inovasi baru demi kemajuan usaha peternakannya. Berbeda dengan pendapat Soekartawi (2005) bahwa, peternak yang lebih berpengalaman akan lebih cepat menyerap inovasi teknologi dibandingkan dengan peternak yang belum atau kurang berpengalaman.

Pendapatan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 27 orang dari 45 responden menyatakan bahwa peternak memperoleh sumbangan pendapatan sebesar 40% dari usaha beternak babi. Sedangkan sebagian kecil responden adalah peternak dengan sumbangan pendapatan rumah tangga sebesar 60% dari usaha beternak babi berjumlah 3 orang (Tabel 9)

Tabel 9. Distribusi responden berdasarkan pendapatan

No

Pendapatan

Responden

Jumlah (orang)

Persentase (%)

1

20%

11

24.44

2

40%

27

60.00

3

60%

3

6.67

4

80%

4

8.89

5

100%

0

0.00

Total

45

100

Pendapatan peternak berhubungan sangat nyata (P<0,01) dengan tingkat penerapan sapta usaha ternak babi di Desa Kacaribu. Hal ini berarti faktor pendapatan memberikan pengaruh terhadap tingkat penerapan sapta usaha ternak babi. Pendapatan merupakan faktor yang sangat penting dalam menunjang perekonomian keluarga peternak. Peternak dengan pendapatan tinggi biasanya lebih cepat dalam mengadopsi teknologi maupun inovasi, sedangkan peternak dengan pendapatan rendah lebih lambat dalam melakukan difusi inovasi. Sesuai dengan pendapat Mardikanto (1996) bahwa, faktor yang mempengaruhi sesorang mengadopsi inovasi salah satunya adalah tingkat pendapatan. Peternak dengan tingkat pendapatan semakin tinggi biasanya akan semakin cepat mengadopsi inovasi. Hal ini juga sejalan dengan pernyataan Van den Ban dan Hawkins (1999) yang menyatakan bahwa mereka yang cepat mengadopsi inovasi dapat dicirikan memiliki pendapatan dan taraf hidup yang relatif tinggi.

Pengetahuan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan peternak termasuk kedalam kategori sedang dengan rataan skor 3,2. Sebagian besar responden adalah peternak dengan kategori tingkat pengetahuan sedang berjumlah 22 orang (48,90%), sedangkan sebagian kecil responden adalah peternak dengan pengetahuan sangat tinggi berjumlah 2 orang (4,44%) (Tabel 10)

Tabel 10. Distribusi responden berdasarkan pengetahuan peternak dalam menerapkan sapta usaha ternak babi

No

Kategori

Responden

Jumlah (orang)

Persentase (%)

1

Sangat tinggi

2

4.44

2

Tinggi

10

22.22

3

Sedang

22

48.90

4

Rendah

11

24.44

5

Sangat rendah

0

0

Jumlah

45

100

Pengetahuan peternak berhubungan sangat nyata (P<0.01) dengan tingkat penerapan sapta usaha ternak babi. Berdasarkan hasil penelitian, pengetahuan peternak babi di Desa Kacaribu termasuk kedalam kategori sedang dengan rataan skor 3,2, hal tersebut berarti pengetahuan memberikan pengaruh terhadap tingkat penerapan sapta usaha ternak babi di Desa Kacaribu. Kondisi ini menunjukkan bahwa pengetahuan memiliki peranan yang sangat penting dalam penerapan teknologi baru, sebab semakin tinggi tingkat pengetahuan dan penalaran peternak maka semakin baik tingkat penerapan sapta usaha ternak babi. Sesuai dengan pendapat Rogers dan Shoemaker (1971) dalam Inggriati (2015), yang menyatakan bahwa pengetahuan merupakan basis dalam mengambil keputusan untuk menerima atau tidak suatu inovasi.

Sikap

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap peternak termasuk kedalam kategori positif dengan rataan skor 3,9. Sebagian besar responden adalah peternak dengan kategori sikap positif berjumlah 44 orang (97,78%) dan sebagian kecil responden adalah peternak dengan kategori sikap ragu-ragu berjumlah 1 orang (2,22%) (Tabel. 11)

Tabel 11. Distribusi responden berdasarkan sikap peternak dalam menerapkan sapta usaha ternak babi

No

Kategori

Responden

Jumlah (orang)

Persentase (%)

1

Sangat positif

0

0

2

Positif

44

97.78

3

Ragu-ragu

1

2.22

4

Negatif

0

0

5

Sangat negative

0

0

Jumlah

45

100

Sikap peternak berhubungan sangat nyata (P<0.01) dengan tingkat penerapan sapta usaha ternak babi. Berdasarkan hasil penelitian, sikap peternak masuk dalam kategori positif

dengan rataan skor 3,9, dengan kondisi tersebut Desa Kacaribu berpotensi untuk mengembangkan usaha peternakan babi menjadi lebih maju lagi. Semakin positif sikap peternak, maka semakin baik tingkat penerapan sapta usaha ternak babinya. Hal ini sesuai dengan pendapat Azwar (2002) yang menyatakan bahwa sikap petani terhadap suatu inovasi akan terbentuk dikarenakan adanya interaksi sosial yang dialami individu. Pendapat tersebut didukung oleh Swasta (1978) dalam Sugiantara et al., (2014) yang menyatakan bahwa sikap dan kepercayaan merupakan faktor yang ikut mempengaruhi pandangan dan perilaku peternak dalam menerima suatu inovasi.

Keterampilan

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa keterampilan peternak termasuk kedalam kategori sedang dengan rataan skor 3,4. Sebagian besar responden adalah peternak dengan kategori keterampilan sedang berjumlah 21 orang (46,67%), sedangkan sebagian kecil responden adalah peternak dengan kategori keterampilan sangat tinggi berjumlah 2 orang (4,44%) (Tabel. 12)

Tabel 12. Distribusi responden berdasarkan keterampilan peternak dalam menerapkan sapta usaha ternak babi

No

Kategori

Responden

Jumlah (orang)

Persentase (%)

1

Sangat tinggi

2

4.44

2

Tinggi

18

40.00

3

Sedang

21

46.67

4

Rendah

4

8.89

5

Sangat rendah

0

0

Jumlah

45

100

Keterampilan peternak berhubungan sangat nyata (P<0,01) dengan tingkat penerapan sapta usaha ternak babi. Keterampilan peternak di Desa Kacaribu termasuk dalam kategori sedang dengan rataan skor 3,4. Keterampilan merupakan lanjutan dari pengetahuan dan sikap, pada tingkat keterampilan lebih menunjukkan kecenderungan seseorang untuk menerapkan suatu inovasi dalam skala tertentu. Upaya meningkatkan keterampilan peternak dapat dilakukan melalui pelatihan sehingga peternak lebih terampil dalam melanjutkan usaha ternak babi. Hal ini sesuai dengan pendapat Inggriati (2014) yang menyatakan bahwa, apabila penyuluh tidak dilakukan secara kontinyu, maka akan terjadi kesenjangan antara perkembangan kebutuhan manusia dengan kemajuan teknologi.

Motivasi

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa motivasi peternak termasuk kedalam kategori kuat dengan rataan skor 3,9. Sebagian besar responden adalah peternak dengan kategori motivasi kuat berjumlah 42 orang (93,33%), sedangkan sebagian kecil responden adalah peternak dengan kategori motivasi sedang berjumlah 1 orang (2,22%) (Tabel. 13)

Tabel. 13

Distribusi responden berdasarkan motivasi peternak dalam menerapkan sapta usaha ternak babi

No

Responden a egor                     Jumlah (orang)        Persentase (%)

1

2

3

4

5

Sangat kuat                 2                     4.44

Kuat                      42                   93.33

Sedang                      1                     2.22

Lemah                  0                  0

Sangat lemah               0                    0

Jumlah                    45                   100

Motivasi peternak berhubungan sangat nyata (P<0,01) dengan tingkat penerapan sapta usaha ternak babi. Motivasi peternak termasuk dalam kategori kuat dengan rataan skor 3,9 yang berarti motivasi memberi pengaruh terhadap penerapan sapta usaha ternak babi di Desa Kacaribu. Hal ini terjadi karena peningkatan kesadaran peternak dalam melihat keuntungan yang diperoleh jika dilakukan perbaikan manajemen usaha peternakan babi yang sedang dijalankan. Sebagaimana yang dinyatakan Roger dan Shoemaker (1971) dalam Kartika et al., (2014) bahwa semakin besar manfaat yang dirasakan terhadap suatu inovasi maka semakin tinggi pula motivasi maupun sikap petani untuk mengadopsinya.

Penerapan sapta usaha

Dari analisis data diperoleh bahwa penerapan sapta usaha ternak babi peternak termasuk kedalam kategori sedang dengan rataan skor 3,4. Sebagian besar responden adalah peternak dengan kategori penerapan sapta usaha ternak sedang berjumlah 19 orang (42,22%), sedangkan sebagian kecil responden adalah peternak dengan kategori penerapan sapta usaha ternak sangat tinggi berjumlah 4 orang (8,89%) (Tabel. 14).

Tabel. 14 Distribusi responden berdasarkan penerapan sapta usaha ternak babi

No       Kategori

Responden

Jumlah (orang)   Persentase (%)

  • 1          Sangat tinggi

  • 2         Tinggi

  • 3         Sedang

  • 4        Rendah

  • 5         Sangat rendah

4                8.89

17               37.78

19              42.22

5                 11.11

0                0

Jumlah

45              100

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat penerapan sapta usaha ternak babi di Desa Kacaribu termasuk dalam kategori sedang dengan rataan skor 3,4. Untuk meningkatkan penerapan sapta usaha ternak babi perlu dilakukan peningkatan pengetahuan, keterampilan, sikap serta motivasi peternak mengenai pemeliharaan dan konsep-konsep beternak babi yang baik melalui penyuluhan, pelatihan serta bimbingan secara bertahap. Tingkat pengetahuan yang tinggi dapat mempengaruhi sikap peternak lebih terbuka dalam menerima inovasi baru. Selain itu, pelatihan dan bimbingan dapat menambah pengetahuan dan keterampilan peternak untuk meningkatkan usaha peternakannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Mardikanto dalam Inggriati (2014) bahwa, peningkatan keterampilan peternak dapat dilakukan dengan melalui pelatihan (training) dalam sebuah proses penyuluhan yang bertujuan meningkatkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan.

Faktor-faktor yang berhubungan dengan penerapan sapta usaha ternak babi

Dari hasil analisis data dengan uji koefisien korelasi jenjang spearman menunjukkan bahwa faktor yang berhubungan dengan tingkat penerapan sapta usaha ternak babi seperti pendidikan non formal, jumlah kepemilikan ternak, pendapatan, pengetahuan, sikap, keterampilan dan motivasi peternak memiliki hubungan yang sangat nyata (P<0,01) dengan tingkat penerapan sapta usaha ternak babi, faktor pendidikan formal peternak memiliki hubungan yang nyata (P<0,05), faktor umur, penguasaan lahan, jumlah tanggungan keluarga, dan lama beternak memiliki hubungan yang tidak nyata (P>0,10), dengan tingkat penerapan sapta usaha ternak babi. Rincian data selengkapnya mengenai analisis hubungan menggunakan Uji Koefisien Korelasi Jenjang Spearman dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel. 15 Hasil analisis koefisien korelasi jenjang spearman variabel yang di

amati

No

Faktor-faktor

rs

t hitung

1

Umur

-0,181

-1,185 tn

2

Pendidikan formal

0,280

1,835 n

3

Pendidikan non formal

0,438

2,869 sn

4

Jumlah kepemilikan ternak

0,479

3,131 sn

5

Penguasaan lahan

0,235

1,542 tn

6

Jumlah tanggungan keluarga

-0,073

-0,481 tn

7

Lama beternak

-0,116

-0,763 tn

8

Pendapatan

0,621

4,057 sn

9

Pengetahuan

0,850

5,529 sn

10

Sikap

0,745

4,856 sn

11

Keterampilan

0,894

5,809 sn

12

Motivasi

0,412

2,698 sn

Keterangan :

nyata

t tabel (0,01) db 43 = 2,416 t tabel (0,05) db 43= 1,681 t tabel (0,10) db 43=1,301

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan uraian hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa :

  • 1.    Hipotesis 1 ditolak karena tingkat penerapan sapta usaha ternak babi di Desa Kacaribu, Kecamatan Kabanjahe, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara tergolong dalam kategori sedang dengan rataan skor yang diperoleh peternak adalah 3,4.

  • 2.    Faktor yang berhubungan dengan tingkat penerapan sapta usaha ternak babi adalah pendidikan formal, pendidikan non formal, jumlah kepemilikan ternak, pendapatan, pengetahuan, sikap, keterampilan, dan motivasi. Sedangkan faktor umur, penguasaan lahan, jumlah tanggungan keluarga, dan lama beternak tidak berhubungan nyata dengan tingkat penerapan sapta usaha ternak babi di Desa Kacaribu, Kecamatan Kabanjahe, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara.

Saran

Berdasarkan uraian hasil penelitian dan pembahasan, maka saran yang dapat diberikan sebagai berikut : Kepada pihak peternak, agar mau belajar mengenai konsep-konsep beternak babi yang baik serta mau mengubah orientasi pemeliharaan ternak babi dari tradisional

menjadi lebih intensif untuk memperoleh keuntungan yang lebih besar dari usaha peternakan babi. Kepada pihak pemerintahan terkait, agar meningkatkan kualitas dan kuantitas penyuluhan, pelatihan dan bimbingan untuk lebih meningkatkan pengetahuan, keterampilan, sikap serta motivasi peternak babi di Desa Kacaribu, Kecamatan Kabanjahe, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara.

UCAPAN TERIMAKASIH

Perkenankan penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar besarnya kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gede Antara, M.Eng., IPU. Dekan Fakultas Peternakan Dr. Ir. I Nyoman Tirta Ariana, MS, Koordinator Program Studi Sarjana Peternakan Dr. Ir. Ni Wayan Siti, M.Si, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan di Program Studi Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana.

DAFTAR PUSTAKA

Ansye A. Goniwala, Mien Th.R.I.Lapian, Merri D.Rotinsulu, Jerny R.Bujung. 2016. Bobot Potong Panjang Karkas Bobot Karkas Dan Persentase Karkas Babi Grower Dengan Pemberian Gula Aren (Arenga pinnata Merr) Dalam Air Minum. Jurnal Zootek. Vol. 36 No.2 : 353-362.

Chamdi, A. N. 2003. Kajian Profil Sosial Ekonomi Usaha Kambing di Kecamatan Kradenan Kabupaten Grobogan. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor 29-30 September 2003. Bogor: Puslitbang Peternakan Departemen Pertanian

Inggriati, T. N. 2015. Perilaku Peternak Babi Dalam Menangani Limbah Di Desa Tua Kecamatan Marga Kabupaten Tabanan Bali. Fakultas Peternakan Udayana. Denpasar.

Inggriati, T. N. W, Suparta. N, Suarna. W, dan Antara. M. 2014. An Effective Extension System to Improve the Behavior of Bali Cattle Breeder in Bali. E-Jurnal of Animal Science Udayana University.

Inggriati, T. N. W. 2014. Perilaku Peternak Sapi Bali Perbibitan dalam Sistem Penyuluhan di Bali. (Disertasi). Program Pascasarjana, Universitas Udayana. Denpasar.

Kartika, I G. A. N. , I G. Suarta, dan N. K. Nuraini. 2014. Motivasi Petani Peternak Dalam Menerapkan Simantri Berbasis Sapi Bali Di Desa Selumbung Dan Manggis, Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem. E-Jurnal Peternakan Tropika. Vol. 2(1): 51-56. https://ojs.unud.ac.id/index.php/tropika/article/view/17995/11708

Siegel, Sidney. 1997. Statistik Nonparametik untuk Ilmu-ilmu

Sosial.


Dialih bahasakan oleh Zanzawi Suyuti dan Landung Simatupang. Jakarta

Singarimbun, M dan Effendi, S. 1995. Metodelogi Penelitian Survai. LP3S, Jakarta.

Soedijanto, 2004. Metode Penyuluhan Pertanian. Universitas Terbuka, Jakarta.

Soekartawi, 2005. Agroindustri Dalam Perspektif Sosial Ekonomi. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Suarta, G, N. Suparta, I G. N. G Bidura, B. R. T. Putri. 2020. Effective Communication Models to Improve The Animal Cooperatives Performance in Bali-Indonesia. International Journal of Pharmaceutical Research. Vol. 12(4): 3776-3785

Sugiantara, I M., N. W. T. Inggriati, I G. Suarta. 2014. Tingkat Penerapan Sapta Usaha Ternak Sapi Bali Perbibitan Di Village Breeding Centre (VBC) Kabupaten Badung Provinsi Bali. E-Jurnal Peternakan Tropika. Vol. 2(1):   121-128.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/tropika/article/view/18451/11957

Sumbayak, Jimmy. 2006. Materi, Metode Dan Media Penyuluhan. Medan: Fakultas Pertanian, Universitas Sumatra Utara.

Suparta, N., I. B. Sutrisna, N. K. Nuraini, N. W. T. Inggriati, G. Suarta, I. G. N. Made. 2009. Penyuluhan Peternakan. Udayana University Press, Denpasar

Suryawan, I. G. M., G. Suarta, N. W. T. Inggriati. 2016. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Adopsi Sapta Usaha Peternakan Babi Kemitraan Pt. Charoen Phokphand Di Bali.     E-Jurnal     Peternakan     Tropika.     Vol.     4(3):     603-623.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/tropika/article/view/27299/17281

Van Den Ban, A.W dan H.S. Hawkins. 1999. Penyuluhan Pertanian. Kanisius. Yogyakarta.

rs : koefisien korelasi          n: nyata


sn : sangat nyata


tn : tidak


Kacaribu, E. K., J. Peternakan Tropika Vol. 10 No. 2 Th. 2022 : 332-351

Page 351