ISSN 2722-7286

Jurnal

FAPET UNUD


Jurnal


Peternakan Tropika

Journal of Tropical Animal Science

email: jurnaltropika@unud.ac.id

Submitted Date: December 2, 2021

Accepted Date: January 13, 2022


Editor-Reviewer Article : I Made Mudita & Eny Puspani

KUALITAS ORGANOLEPTIK DAGING SAPI BALI PADA POTONGAN KOMERSIAL KARKAS YANG BERBEDA

Apriyanti, N. N. S., N. L. P. Sriyani., dan I G. A. A. Putra

PS. Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar, Bali E-mail: nyomansriapriyanti@student.unud.ac.id, Telp 081339278425

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas organoleptik karkas sapi bali pada lokasi otot yang yang berbeda. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak dan Mikrobiologi Fakultas Peternakan Universitas Udayana selama 2 bulan dari bulan Agustus sampai September 2020. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perbandingan tiga sampel daging yang dinilai oleh 15 panelis semi-terlatih. Ketiga perbandingan yakni: otot pasif pada potongan komersial karkas short loin (P1), otot semi aktif pada potongan komersial karkas round (P2), otot aktif pada potongan komersial karkas hind shank (P3). Variabel yang diamati yakni uji organoleptik yang meliputi warna, aroma, tekstur, citarasa, dan penerimaan keseluruhan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan lokasi otot dari ketiga karkas sapi bali yang berbeda terhadap organoleptik berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap warna, tekstur dan penerimaan keseluruhan namun tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap aroma dan citarasa. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa dari perbedaan lokasi potongan komersial karkas daging sapi bali melalui kualitas organoleptik yang paling disukai dan diterima oleh panelis adalah short loin dari otot pasif, dilihat dari penilaian warna, tekstur serta penerimaan keseluruhan yang berpengaruh nyata sedangkan aroma dan citarasa belum memberikan pengaruh nyata.

Kata kunci : Uji organoleptik, daging sapi bali, potongan komersial

ORGANOLEPTIC QUALITY OF BALI BEEF IN DIFFERENT COMERCIAL CUT

ABSTRACT

This study aimed to determine the organoleptic quality of bali cattle carcass in different commercial cut. This study was conducted at Laboratory of Animal Products Technology and Microbiology, Faculty of Animal Husbandry, Udayana University, for two months, from August to September 2020. This study used a completely randomized design (CRD) with three meat samples comparison assessed by 15 semi-trained panelists. The three comparisons were the passive muscle in the carcass comercial cut short loin (P1), semi-active muscle in the carcass comercial cut round (P2) and active muscle in the carcass comercial cut


hind shank (P3). The variables observed were an organoleptic tests, including color, flavour, texture, taste, and overall acceptance. The results showed that the difference in locations of three bali cattle carcass on organoleptic had a significant influence (P<0,05) on the colors, texture and overall acceptance. However, there was no significant influence (P>0,05) on flavour and taste. The conclusion of this study was passive muscle becomes the most favored and accepted organoleptic quality of bali cattle by the panelists based on the difference in locations of passive muscle, semi-active muscle, and active muscles. It is seen from the acceptance assessment of the panelists on the colors, flavour, textures, taste and overall acceptance variables.

Keywords: Organoleptic test, bali cattle beef, comercial cut

PENDAHULUAN

Sapi bali merupakan ternak yang perdagingan karkasnya cukup tinggi dibandingkan sapi-sapi lokal lainnya (Guntoro, 2006). Sapi bali merupakan sapi Indonesia yang telah mengalami domestikasi (penjinakan) dari banteng liar. Sebagian ahli yakin bahwa domestikasi tersebut berlangsung di Bali sehingga disebut sapi bali. Handiwirawan dan Subandriyo (2004), menyatakan bahwa sapi bali memiliki kemampuan beradaptasi yang baik terhadap jenis pakan kasar dengan serat tinggi dan pakan yang berbeda-beda jika dibandingkan jenis sapi lainnya. Tata pemeliharaan ternak yang baik itu dapat meningkatkan produksi dari ternak sapi bali, salah satunya yaitu produksi daging yang dihasilkan.

Daging merupakan salah satu sumber protein hewani yang sangat dibutuhkan oleh manusia. Protein hewani sangat bermanfaat untuk pertumbuhan, mempertahankan dan memperbaiki jaringan tubuh yang rusak, mengatur proses dalam tubuh dan menyediakan energi untuk aktivitas tubuh (Norman, 1988). Kualitas daging secara keseluruhan dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti pakan ternak, kondisi kesehatan ternak, perlakuan terhadap ternak sebelum dipotong dan sesaat setelah dipotong, kualitas mikroorganisme serta nilai palatabilitasnya. Daging juga merupakan media yang sangat baik untuk pertumbuhan dan perkembangan mikroorganisme baik patogen maupun non patogen yang dapat menyebabkan daging mudah rusak dan sebagai penularan penyakit. Daging sapi merupakan salah satu bahan pangan asal ternak yang mengandung nutrisi berupa air, protein, lemak, mineral dan sedikit karbohidrat (glikogen dan glukosa).

Faktor kualitas daging ditentukan oleh keempukan, warna, flavour atau citarasa termasuk bau dan citarasa serta kesan jus daging (juiciness). Faktor kualitas daging tersebut

merupakan sebagian sifat mutu yang menentukan penerimaan konsumen terhadap daging, terutama keempukan sangat tergantung pada bagaimana cara pemotongan ternak dan penanganan karkas. Beberapa faktor menjadi pertimbangan konsumen memilih jenis daging tertentu, untuk dikonsumsi antara lain cita rasa, budaya, kepercayaan kandungan nutrien dan kualitas fisik daging (Sriyani et al., 2015). Sifat organoleptik pada daging segar merupakan aspek penting yang diperhatikan. Hal ini berkaitan dengan pertimbangan konsumen akan lebih mudah memilih daging, biasanya konsumen memilih daging melalui penampilan secara fisik yang meliputi warna, tekstur, kecerahan, kebasahan serta intensitas flavour daging segar. Menurut Soeparno (2009), penampilan daging banyak dipengaruhi oleh faktor selama pemeliharaan, penanganan sebelum pemotongan hingga penanganan setelah pemotongan sampai menjadi karkas.

Menurut Soeparno (2005), karkas yaitu bagian tubuh hewan yang telah disembelih, utuh atau dibelah sepanjang tulang belakang, yang hanya kepala, kaki, kulit dan bagian dalam (jeroan) dan ekor yang dipisahkan. Terdapat lima tahap yang harus dilalui untuk memperoleh karkas. Tahap-tahap itu meliputi inspeksi antemortem, penyembelihan, penuntasan darah, dressing dan inspeksi pascamortem. Hasil pemotongan sapi yang berupa karkas dapat dipisahkan menjadi beberapa potongan primal karkas yang berbeda nilai jualnya. Perbedaan nilai jual tersebut disebabkan oleh perbedaan kualitas serabut otot, keempukan dan komponen bahan kimianya. Menurut Aberley et al. (2001), otot yang kurang digerakan seperti otot longissimus dorsi dan semimembranosus memiliki tekstur yang lebih halus. Otot yang teksturnya kasar akan kurang empuk dibandingkan dengan otot yang teksturnya halus. Otot infraspinatus memiliki tekstur yang tebal.

Uji organoleptik pada suatu produk perlu dilakukan untuk mendapatkan data ilmiah dan menilai perbedaan kualitas organoleptik daging pada potongan komersial karkas daging sapi bali. Panelis akan memberi penilaian khusus terhadap warna, tekstur, aroma, dan citarasa dengan menggunakan skala hedonik. Penelitian ini adalah penelitian untuk menguji perbedaan kualitas organoleptik sapi bali jantan pada potongan primal karkas yang berbeda yang menggunakan otot pasif, otot semi aktif dan otot aktif.

MATERI DAN METODE

Tempat dan waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi dan Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Denpasar selama 2 bulan mulai Agustus 2020 sampai September 2020.

Bahan dan alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging sapi bali jantan umur 3 tahun dan rata-rata bobot badan 300 kg dan berat daging yang digunakan untuk penelitian adalah 4,5 kg.

Alat yang digunakan berupa wajan dan kompor untuk menggoreng daging, timbangan digital digunakan untuk menimbang berat sampel daging sapi, piring pengujian sampel, tissue, talenan, label, pisau, air mineral, alat tulis dan kuisioner.

Rancangan percobaan

Rancangan yang digunakan yaitu Rancangan Acak Lengkap (RAL), dengan perbandingan tiga sampel daging. Analisis data yang digunakan adalah Non-Parametrik Kruskal Wallis dan bila ada perbedaan nyata dari hasil akan dilanjutkan dengan uji Mann Whitney dengan perlakuan tiga potongan komersia karkas yang berbeda. Sampel diuji oleh 15 orang panelis semi terlatih.

Adapun perlakuan yang dilakukan pada penelitian ini adalah:

P1 : Otot pasif pada potongan komersial karkas short loin.

P2 : Otot semi aktif pada potongan komersial karkas round.

P3 : Otot aktif pada potongan komersial karkas hind shank.

Variabel yang diamati

Warna

Sampel daging diambil secukupnya dan diletakkan di atas piring pengujian yang bersih dan kering. Kemudian sampel uji diamati untuk mengetahui warnanya. Pengukuran warna daging menggunakan warna daging standar. Penilaian warna daging dilakukan dengan melihat warna permukaan daging dan mencocokanya dengan warna daging standar. Nilai skor warna ditentukan berdasakran skor standar warna yang paling sesuai dengan warna daging.

Aroma

Sampel daging diambil secukupnya dan diletakkan di atas piring pengujian yang bersih dan kering. Kemudian sampel uji dicium untuk mengetahui aromanya. Daging yang

bagus memiliki aroma daging yang khas dan tidak bau busuk.

Pelaksanaan: Daging sapi yang diuji diletakkan di atas piring pengujian yang bersih dan kering lalu daging dipotong melintang pada 3 tempat lalu dicium untuk mengetahui aroma daging.

Tekstur

Sampel daging diambil secukupnya dan diletakkan di atas piring pengujian yang bersih dan kering. Kemudian sampel dipegang dengan cara menekan permukaan daging sapi untuk mengetahui tingkat kekenyalannya. Daging sapi yang bagus adalah daging yang kembali pada bentuk semula setelah dilakukan penekanan pada permukaan daging.

Pelaksanaan: Daging sapi yang diuji diletakkan di atas piring pengujian yang bersih dan kering lalu ditekan permukaan daging sapi menggunakan jari telunjuk.

Citarasa

Sampel daging diambil secukupnya kemudian digoreng dan dirasakan oleh indera pengecap. Setiap sekali setelah panelis menguji rasa, panelis diberikan air mineral untuk minum agar hilang rasa yang pertama. Baru kemudian dilanjutkan pengujian pada sampel berikutnya.

Pelaksanaan: Daging sapi diambil sebanyak 1 kg lalu dipotong menjadi 15 bagian dengan ketebalan sekitar 1 cm, kemudian goreng secara bersamaan dengan minyak sebanyak 500 ml, daging digoreng dengan suhu 70-80°C selama 3-4 menit pada setiap sisinya, sehingga tingkat kematangan yang sempurna atau matang secara menyeluruh.

Penerimaan keseluruhan

Penerimaan keseluruhan adalah nilai dari keseluruhan variabel yang diuji dalam kualitas organoleptik daging sapi. Nilai keseluruhan ini didapat dengan melihat nilai dari tekstur, warna, citarasa dan aroma pada daging yang telah diuji.

Pelaksanaan: Mengamati karakteristik setiap daging yang telah diuji mulai dari tekstur daging, warna daging, aroma daging dan citarasa daging dan berikan penilain secara keseluruhan.

Analisis data

Data yang diperoleh dari hasil penelitian ini akan dianalisis dengan menggunakan analisis Non-Parametik Kruskal Wallis dan hasil yang berbeda nyata akan dilanjutkan dengan uji

Mann Whitney (Siegel, 1988).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa kualitas organoleptik daging sapi Bali dengan lokasi otot yang berbeda pada penelitian ini tersaji pada tabel 1.

Tabel 1. Kualitas organoleptik daging sapi bali pada lokasi otot yang berbeda

Variabel

Perlakuan1)

SEM3)

P1

P2

P3

Warna

4,93a2)

3,06b

2,00c

0,024

Aroma

3,26a

3,26a

3,20a

0,016

Tekstur

4,26a

3,53b

2,80c

0,026

Citarasa

3,86a

3,73a

3,53a

0,016

Penerimaan keseluruhan

3,93a

3,73b

3,33c

0,018

Keterangan:

1)P1    :   Otot pasif pada potongan komersial karkas short loin

P2    :  Otot semi aktif pada potongan komersial karkas round

P3    :  Otot aktif pada potongan komersial karkas hind shank

2)Nilai dengan huruf yang berbeda dari baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)

3)SEM adalah Standard Error of Treatment Means

Nilai hedonik 1= sangat tidak suka, 2= tidak suka, 3= biasa, 4= suka, 5= sangat suka

Warna

Warna suatu produk pangan merupakan daya tarik utama sebelum konsumen mengenal dan menyukai sifat yang lainnya. Konsumen sudah dapat memberikan penilaian mutu bahan pangan dengan cepat dan mudah dengan melihat warna (Soekarto, 1985). Warna merupakan salah satu unsur kualitas organoleptik yang penting bagi produk daging, karena apabila tidak ada kesesuaian dengan bahan makanan, maka produk tersebut tidak disukai atau tidak diminati oleh konsumen (Naruki dan Kanoni, 1992). Warna daging ditentukan oleh pigmen otot (myoglobin) dalam mengikat oksigen atau senyawa lainnya yang bersifat sebagai agen pereduksi. Dari hasil pengujian menunjukkan bahwa pengaruh jenis potongan daging terhadap warna memberikan pengaruh yang nyata atau signifikan (P<0,05). Berdasarkan tingkat kesukaan panelis terhadap warna daging dengan jenis potongan daging berada pada kisaran rataan skor 2,00 sampai 4,93. Hasil tersebut menunjukan bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap warna daging berbeda-beda, pada perlakuan P1 4,93 menunjukkan warna merah cerah, P2 3,06 menunjukkan warna merah sedangkan P3 2,00 menunjukkan warna merah tua. Warna daging yang baik untuk daging sapi adalah jika daging tersebut berasal dari sapi dewasa, warna daging yang baik adalah merah terang (Firdaus, 2015). Menurut Lawrie

(2003), ada beberapa faktor yang mempengaruhi warna daging mentah. Beberapa faktor tersebut adalah spesies, usia, jenis kelamin hewan, cara pemotongan daging, kapasitas daging, pengeringan pada permukaan daging, pembusukan pada permukaan daging dan cahaya yang mengenai permukaan daging. Perbedaan hasil warna yang dihasilkan dapat disebabkan oleh adanya perbedaan kadar pigmen myoglobin daging dan terbentuknya myoglobin yang lebih banyak dipengaruhi oleh aktivitas urat daging (Lawrie, 2003). Otot pasif pada punggung merupakan otot yang memiliki akitivitas glikogen yang lebih sedikit dan memiliki tipe serabut dengan kerapatan rendah dan banyak memiliki kandungan oksigen yang menyebabkan terjadinya oksimioglobin atau proses oksigen dalam hemoglobin dalam darah yang terikat dalam otot yang menyebabkan warna daging merah cerah, sehingga jika dibandingkan dengan daging otot semi aktif yang berwarna merah dan kaki belakang yang memang sangat aktif berperan dalam aktivitas motorik sehingga sedikitnya kandungan oksigen yang didapatkan dari air yang ada di dalam karkas. Menurut Soeparno (2005), kandungan air pada otot punggung cenderung lebih banyak dibandingkan dengan otot paha ataupun otot lainnya sehingga warna daging cenderung lebih cerah dibandingkan dengan daging yang memiliki kandungan air lebih sedikit.

Aroma

Aroma atau bau makanan menentukan kelezatan bahan makanan (Winarno, 2004). Aroma termasuk salah satu sifat sensori penting yang dapat mempengaruhi daya terima (akseptabilitas) terhadap bahan pangan. Aroma tidak hanya ditentukan oleh satu komponen tetapi juga oleh beberapa komponen tertentu yang menimbulkan aroma yang khas serta perbandingan berbagai komponen. Aroma suatu produk banyak menentukan kelezatan produk tersebut. Aroma atau bau baru dapat dikenali bila berbentuk uap. Menurut Deptan (2009), aroma daging segar tidak berbau masam atau busuk, tetapi beraroma khas daging segar. Aroma daging dipengaruhi oleh jenis hewan, pakan, umur daging, jenis kelamin, lemak, lama waktu dan kondisi penyimpanan. Pada pengujian tabel menunujukkan bahwa jenis potongan daging yang berbeda memberikan pengaruh yang tidak nyata (P>0,05) terhadap daging dengan jenis potongan yang berbeda dimana tingkat kesukaan panelis berada pada kisaran rataan skor 3,20 sampai 3,26 yaitu beraroma cukup disukai atau biasa, pada perlakuan P1 3,26 menujukkan aroma biasa begitupula P2 3,26 dan P3 3,20. Menurut Trantono (2011), aroma pada daging sapi dipengaruhi oleh jenis pakan yang diberikan pada saat sapi masih hidup. Hermawati (2019) yang melaporkan bahwa yang menggunakan marinasi ekstrak bawang putih , bawang merah dan kunyit saat dimasak akan menambah

aroma pada daging. Tidak adanya perbedaan dalam hasil dapat disebabkan karena jenis pakan yang sama dan karena sapi – sapi yang dijadikan sampel berasal dari daerah yang sama yaitu berasal dari Kabupaten Bangli dari peternakan rakyat dengan manajemen pakan yang relatif sama. Umur dan berat potong sapi juga dikondisikan hampir sama sehingga tidak adanya perbedaan aroma yang dihasilkan dari daging tersebut.

Tekstur

Purnomo et al. (1995), mengatakan bahwa tekstur merupakan sekelompok sifat yang ditimbulkan oleh elemen struktural bahan pangan yang dapat dirasakan oleh alat peraba. Menurut Deptan (2009), daging segar bertekstur kenyal, padat dan tidak kaku, bila ditekan dengan tangan, bekas pijatan kembali ke bentuk semula. Daging yang tidak baik ditandai dengan tekstur yang lunak dan bila ditekan mudah hancur dan daging segar tidak berlendir, tidak terasa lengket ditangan dan terasa kebasahannya. Daging yang busuk terlihat berlendir dan terasa lengket di tangan. Selain itu permukaan daging berwarna kusam, kotor dan terdapat noda merah, hitam, biru, putih kehijauan akibat kegiatan mikroba. Berdasarkan hasil uji statistik Kruskal Wallis menunjukan bahwa tingkat penerimaan panelis terhadap tekstur daging sapi bali memeberikan pengaruh yang sangat nyata atau signifikan (P<0,05) terhadap jenis potongan daging yang berbeda. Nilai keempukan daging dengan jenis potongan yang berbeda berada pada kisaran rataan skor 2,80 sampai 4,26, pada perlakuan P1 4,26 menunjukkan tekstur empuk, P2 3,53 menunjukkan tekstur sedikit empuk sedangkan P3 2,80 menunjukkan tekstur alot. Pengujian ini dilakukan dengan metode untuk mengetahui susut mentah daging (Komaruddin et al., 2019). Faktor yang mempengaruhi tekstur daging antara lain genetik, jenis atau spesies, bangsa, jenis kelamin, umur dan pakan. Menurut Hafid (1998), bahwa 45% kempukan daging sapi saat dimasak karena faktor genetik atau ternak tua yang disembelih, faktor ini adalah suatu penyebab utama perbedaan keempukan antar potongan daging, hal ini terjadi karena perubahan secara alami kolagen (protein jaringan ikat). Kolagen menjadi lebih kompleks dan lebih kuat dengan bertambahnya umur. Menurut Trantono (2011), ternak yang digemukkan dengan pakan biji-bijian atau konsentrat cenderung lebih empuk dibandingkan dengan pemberian rumput saja. Hal ini dikaitkan dengan cepat atau lamanya pemotongan yang didasarkan atas capaian bobot badannya. Selain jenis pakan, jenis otot atau potongan komersial daging juga mempengaruhi keempukan daging (Gustiar, 2009). Perbedaan ini karena adanya sejumlah jaringan ikat pada berbagai potongan, jumlah jaringan ikat yang ada disebabkan oleh fungsi otot pada ternak hidup. Semakin banyak otot itu digunakan aktivitas ternak maka cenderung lebih alot. Potongan komersial karkas round

dan hind shank digunakan lebih berat dalam pergerakan dengan demikian relatif memiliki sejumlah besar jaringan ikat, sedangkan potongan komersial karkas short loin hanya mendukung fungsi ternak dan jarang melakukan pergerakan sehingga kurang memiliki jaringan ikat sehingga bagian short loin lebih memiliki keempukan yang bagus dibandingkan dengan round dan hind shank.

Citarasa

Rasa merupakan parameter yang penting menentukan daya terima konsumen pada daging. Dalam menilai rasa, mengunakan alat indera perasa yaitu lidah. Penginderaan rasa pada lidah dibagi menjadi 4 rasa yaitu, asam, asin, manis dan pahit (Winarno, 2004). Indikator rasa juga dipengaruhi oleh berbagai rangsangan seperti rangsangan dari keempukan dan tekstur. Berdasarkan hasil uji statistik Kruskal Wallis menunjukan bahwa tingkat penerimaan panelis terhadap citarasa daging sapi memberikan pengaruh yang tidak nyata atau non signifikan (P>0,05) terhadap jenis potongan yang berbeda. Nilai kisaran rataan skor 3,53 sampai 3,86. P1 3,86, P2 3,73 dan P3 3,53, dimana hasil menunjukkan rasa dari P1 disukai, P2 dan P3 cukup disukai. Hal ini menunjukkan tidak adanya perbedaan nyata rasa dari ketiga otot tersebut setelah dimasak karena tidak ada penambahan bahan atau bumbu-bumbu apapun dan saat pemotongan daging dilakukan di RPH yang sama. Menurut Lawrie (2003), citarasa yang bagus yang disebakan berapa banyaknya kandungan lemak yang ada di dalam daging tersebut. Kandungan lemak dapat disebabkan karena kualitas pakan dan umur ternak (Ranti, 2016). Hal ini didukung oleh Firdaus (2015) kadar lemak dalam daging akan mempengaruhi citarasa daging, oksidasi asam lemak akan membentuk senyawa karbonil yang menentukan penyimpanan flavour. Menurut Yudistira (2005), bahwa molekul kecil yang dilepaskan oleh bahan pangan saat proses pemanasan bereaksi dengan reseptor dalam mulut atau rongga hidung yang menentukan rasa daging.

Penerimaan Keseluruhan

Penerimaan keseluruhan merupakan bagian dari parameter sensoris daging untuk tingkat penerimaan konsumen terhadap semua sifat sensoris daging. Penilaian akhir atau penerimaan keseluruhan didasarkan oleh tingkat daya terima konsumen secara keseluruhan dan yang mendasari panelis untuk memutuskan daging mana yang paling diterima atau disukai oleh panelis. Uji kualitas organoleptik penerimaan keseluruhan digunakan untuk mengetahui dan mengukur tingkat kesukaan panelis terhadap keseluruhan atribut yang ada pada produk dan mendapat formulasi terbaik. Hal ini dilakukan karena uji parameter lain

seperti rasa, warna, aroma dan tekstur atau keempukan menghasilkan nilai yang berbeda -beda (Gustiar, 2009). Berdasarkan penerimaan keseluruhan yang diperoleh akan menentukkan perlakuan yang memiliki kualitas organoleptik terbaik. Hasil uji organoleptik ini menunjukkan bahwa tingkat kesukaan panelis terhadapa penerimaan keseluruhan daging sapi bali dengan perbedaan letak otot memilki data statistik yang berbeda nyata atau signifikan (P<0,05). Penerimaan keseluruhan daging memiliki nilai tertinggi pada daging sapi bali dari potongan komersial karas otot pasif (P1) yaitu 3,93, otot semi aktif (P2) yaitu 3,73 sedangkan otot aktif (P3) yaitu 3,33. Panelis cenderung menyukai rasa daging yang netral, warna merah cerah, aroma yang biasa (tidak berbau busuk) dan tekstur yang empuk. Didukung oleh pernyataan dari Winarno (2004), bahwa mutu atau kualitas daging yang baik ditentukkan oleh aroma, warna, tekstur dan citarasa yang baik pula, sehingga mampu meningkatkan nilai organoleptiknya.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa dari perbedaan lokasi potongan komersial karkas daging sapi bali yang paling disukai dan diterima oleh panelis adalah potongan komersial karkas short loin dari otot pasif, dilihat dari penilaian warna, tekstur serta penerimaan keseluruhan.

Saran

Dari hasil penelitian ini dapat disarankan bahwa potongan komersial karkas short loin memiliki kualitas organoleptik terbaik. Serta dapat dilakukannya penelitian lanjutan tentang kualitas kimia daging sapi bali pada potongan komersial karkas yang berbeda.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara, M.Eng selaku Rektor Universitas Udayana dan Dr. Ir. I Nyoman Tirta Ariana, M.S selaku Dekan Fakultas Peternakan Universitas Udayana yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan Pendidikan di Program Studi Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan Universitas Udayana.

DAFTAR PUSTAKA

Aberley, D. E. J. C. Forerest, DE Gerrard and E. W. Mills. 2001. Principles of Meat Sciences.  Fourth Edition. W. H. Freeman and Company. San Fransisco, United

States of America.

Abustam, E. , dan H. M. Ali. 2011. Pengaruh jenis otot dan level asap cair terhadap daya ikat air dan daya putus daging sapi Bali prarigor. Proc. of Nat. Sem. On Zootechniques for Indegenenous Resources Development. ISAA Publication No.1/2012. p: 233-236.

Deptan,      2009.      Pemilihan      dan      Penanganan      Daging      Segar.

www.pustakadeptan.go. id/agritek/lip50019.pdf - (Diakses pada tanggal 28 Agustus 2020).

Fathurrahman, Muhammad dan Sulistyorini. 2012. Belajar dan Pembelajaran. Penerbit teras:Yogyakarta.

Firdaus, A,T. Susilowati, M. Nasich, dan Kuswati. 2012. Pertambahan bobot badan sapi Brahman Cross pada bobot badan frame size yang berbeda. Jurnal Ternak Tropika. 13(1):48-62.

Guntoro, S. 2006. Membudidayakan Sapi Bali. Kanisius. Yogyakarta.

Gunawan.L. (2013). Perbandingan Kualitas Daging. Analisis Pendapatan Dan Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga Petani, 53(9), 1689–1699.

Gustiar, H. 2009. Sifat Fisiko-Kimia dan Indeks Gikemik Produk Cookies Berbahan Baku Pati Garut (Maranta arundinacea L.) Termodifikasi. [skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor.

Hafid, H.  1998. Kinerja produksi sapi Australia commercial cross yang dipelihara secara

feedlot dengan kondisi bakalan dan lama penggemukan berbeda. Tesis Magister Sains. (tidak dipublikasikan). Program Pascasarjana, IPB. Bogor.

Hardiwirawan, E dan Subanriyo. 2004. Potensi keragaman sumber daya genetik sapi bali makalah loka karya national sapi potong wartazo Volume 14(3). Hal 50-60. http://peternakanLitbang. deptan.go. id/download/sapi potong/sapo04-9.pdf. tanggal 18 Mei 2016

Hermawati, N. Md. N., I. N. S. Miwada., S. A. Lindawati 2019. Karakteristik daging babi landrace yang dimarinasi dalam berbagai ekstrak bahan alami. Jurnal Peternakan Tropika. 7(1):31-243.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/tropika/article/view/47433/28445.

Komaruddin, M., I. N. S. Miwada dan S. A. Lindawati. 2019. Evaluasi Kemampuan Ekstrak Daun Bidara (Zizipus Mauritiana Lam) Sebagai Pengawet Alami pada Daging Ayam Broiler. Jurnal Peternakan Tropika. Vol. 7(2):899-910.

Lawrie, R. A. 1995. Ilmu Daging. Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Lawrie, R. A. 2003. Ilmu Daging. Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Levie, W. H. and Lentz, R..  1977. Effects of text illustrations: a review of research.

Educational Communication and Tekchnology Journal, 30: 195-232.

Muchtadi, T. R. dan Sugiyono.  1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan.  Departemen

Pendidikan dan Kebudayaan.  Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi.  Pusat Antar

Universitas. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Naruki S, Kanoni S. 1992. Kimia dan Teknologi Hasil Pengolahan Hewan I. Pusat Antar Universitas, Pangan dan Gizi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Norman, W. D. 1988. Teknologi Pengawetan Daging. Penerbit Universitas Indonesia Press : Jakarta.

Pane, I. 1990. Pemuliabiakan Ternak Sapi. PT Gramedia Utama, Jakarta.

Purnomo, H. , Dedes A. , dan Siswanto. 1995. Uji organoleptik (tekstur). Seminar Nasional Industri Pangan PATPI. Surabaya.

Ranti, N. F. 2016. Karakteristik Fisik dan Organoleptik Daging Sapi Bali Pada Berbagai Lokasi Otot Yang Berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan Halu Oleo. Kendari.

Siegel, S. 1988. Nonparametric Statistics for the Behavioral Sciences. New York: McGraw-Hill.

Soekarto, S. T. 1985. Penilaian Organoleptik untuk Industri pangan dan Hasil Pertanian. Penerbit Bhratara Karya Aksara, Jakarta.

Soeparno. 2005. Ilmu dan teknologi daging. Cetakan keempat. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Soeparno, 2009. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan V. Gadjah Mada Universitas Perss Yogyakarta.

Sriyani, N. L. P., N. M. A. Rasna., S. A. Lindawati., A. A. Oka. 2015. Studi Perbandingan Kualitas Fisik Daging Babi Bali dengan Babi Landrace Persilangan yang Dipotong Di Rumah Potong Hewan Tradisional. Majalah Ilmiah Peternakan. Vol. 18 No. 1: 26-29. https://ojs.unud.ac.id/index.php/mip/article/view/17498/11705

Syam, H. H. (2007). Pengaruh Daging dan Lokasi Otot Terhadap Kualitas Organoleptik Daging Sapi. Buletin Peternakan Vol. 31 (4), 2007 , 216.

Tabrany, H. 2001. Pengaruh Proses Pelayuan Terhadap Keempukan Daging. http//herman-tabrany@yahoo.co.nz. Diakses 19 Mei 2021. Pukul 11.18 Wita.

Trantono,      Y.             2011.             Mempelajari      kualitas      daging.

Sumber://yuari.wordpress.com/2011/02/27. Diakses pada tanggal 20 Mei 2021.

Winarno, F. G. 1989. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Winarno, F. G. 2004. Kimia Pangan. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Yudistira, 2005, Mengenali Daging Sehat Available at http://www.balipost.co.id/ Balipostcetak/2005/10/10/13. html.Acc ession date: 25 Desember 2007.

Apriyanti, N. N. S., J. Peternakan Tropika Vol. 10 No. 1 Th. 2022 :229-241

Page 241