THE EFFECT OF SOAKING BALI BEEF WITH LETTUCE FERMENTATION SOLUTION (Lactuca sativa) ON ORGANOLEPTIC QUALITY
on
ISSN 2722-7286

Jurnal
FAPET UNUD
Jurnal

Peternakan Tropika
Journal of Tropical Animal Science
email: jurnaltropika@unud.ac.id
Submitted Date: December 2, 2021 Accepted Date: January 13, 2022
Editor-Reviewer Article : Ni Putu Mariani & Dsk. Pt. Mas Ari Candrawati
PENGARUH LAMA PERENDAMAN DAGING SAPI BALI DENGAN LARUTAN FERMENTASI SELADA (Lactuca sativa) TERHADAP KUALITAS ORGANOLEPTIK
Sa’adah, I. A., I N. S. Miwada, dan S. A. Lindawati
PS. Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar, Bali E-mail: afkarina@student.unud.ac.id, Telp +6282228189351
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas organoleptik daging sapi bali yang direndam dengan larutan fermentasi selada (Lactuca sativa) selama 0 menit, 30 menit, 60 menit dan 90 menit. Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini berupa Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan empat perlakuan dan empat ulangan. Keempat ulangan tersebut yaitu: daging sapi 250 gram dicelup menggunakan air mineral atau kontrol (P0), daging sapi 250 gram direndam larutan fermentasi selada selama 30 menit (P1), daging sapi 250 gram direndam larutan fermentasi selada selama 60 menit (P2), daging sapi 250 gram direndam larutan fermentasi selada selama 90 menit (P3). Adapun variabel yang diamati adalah rasa, warna, aroma, keempukan dan penerimaan keseluruhan. Hasil uji organoleptik dianalisis menggunakan uji Kruskal Wallis dan apabila terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05) dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh lama perendaman daging sapi bali dengan larutan fermentasi selada (Lactuca sativa) terhadap kualitas organoleptik berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap warna dan penerimaan keseluruhan namun tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap rasa, aroma dan keempukan. Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa panelis lebih menyukai daging pada perlakuan P0 dilihat dari penilaian panelis terhadap penerimaan keseluruhan.
Kata kunci: daging sapi, fermentasi selada, uji organoleptic
THE EFFECT OF SOAKING BALI BEEF WITH LETTUCE FERMENTATION SOLUTION (Lactuca sativa) ON ORGANOLEPTIC QUALITY
ABSTRACT
This research aims to determine the organoleptic quality of bali beef soaked in lettuce fermented solution (Lactuca sativa) for 0 minutes, 30 minutes, 60 minutes and 90 minutes. The experimental design used was a completely randomized design (CRD) with four

treatments and four replications. The four replicates were: 250 grams of beef dipped in mineral water or control (P0), 250 grams of beef soaked in lettuce fermentation solution for 30 minutes (P1), 250 grams of beef soaked in lettuce fermentation solution for 60 minutes (P2), beef 250 grams of beef soaked in lettuce fermentation solution for 90 minutes (P3). The variables observed were taste, color, aroma, tenderness and overall acceptance. The results of the organoleptic test were analyzed using the Kruskal Wallis test and if there was a significant difference (P<0.05) followed by the Mann-Whitney test. The results showed that the effect of soaking bali beef in lettuce fermented solution (Lactuca sativa) on organoleptic quality had a significant effect (P<0.05) on color and overall acceptance but had no significant effect (P>0.05) on taste, aroma. and tenderness. The results of this study can be concluded that the panelists prefer meat in the P0 treatment seen from the panelists' assessment of overall acceptance.
Keywords: beef, lettuce fermentation, organoleptic test
PENDAHULUAN
Tingkat konsumsi daging di Indonesia meningkat seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan penduduk serta bertambahnya pengetahuan masyarakat akan konsumsi daging. Soeparno (2009) menyatakan daging merupakan sumber protein hewani dengan kandungan gizi yang cukup lengkap dan ada beberapa jenis bakteri patogen yang hidup pada daging segar seperti E. coli, Salmonella, Bacillus alvei dan Staphylococcus sp. Penanganan daging yang kurang baik mengakibatkan perubahan secara mikrobiologis, kimia (oksidasi lemak) dan fisik (perubahan kenampakan) sehingga membuat daging tidak layak untuk dikonsumsi manusia.
Salah satu metode yang dapat digunakan untuk menghambat pertumbuhan mikroba pada daging yaitu perendaman daging dengan bahan pengawet. Usaha pengawetan diatur oleh undang-undang SK Menkes RI No.722 tahun 1988 yang menegaskan bahwa pengawetan makanan diperbolehkan asal memenuhi peraturan yang ditetapkan dan tidak menggunakan bahan formalin didalam makanan tersebut (Depkes-RI, 2006). Mengacu dari hal tersebut maka digunakan bahan pengawet dari bahan alami yaitu larutan fermentasi selada (Lactuca sativa) yang difermentasi menggunakan garam.
Larutan fermentasi selada dapat menjadi alternatif bahan pengawet karena larutan tersebut merupakan starter yang mampu memproduksi bakteri asam laktat (BAL) dan mengandung senyawa antibakteri yang berfungsi untuk menghambat atau membunuh bakteri pembusuk pada daging (Suriawiara, 1983). Penggunaan selada sebagai isolat fermentasi karena mampu menghasilkan persentase asam laktat yang tinggi dibandingkan dengan kubis dan sawi (Misgiyarta dan Sri, 2005). Penambahan garam pada proses fermentasi berfungsi sebagai penghambat yang selektif untuk pertumbuhan mikroba patogen (Buckle et al., 1987).
Fathonah (2009) melaporkan pada pembuatan pikel sawi, dengan pemberian konsentrasi garam 3% mampu menghasilkan bakteri asam laktat yang paling optimal.
Penggunaan larutan fermentasi selada berdasarkan penelitian terdahulu telah dilakukan pada daging ayam dengan perendaman 10, 20 dan 30 menit mendapatkan hasil organoleptik yang tidak berbeda (Walangi, 2013). Nerawati (2014) melaporkan hasil penelitiannya penggunaan ikan bandeng yang direndam dengan larutan fermentasi selada selama 60 menit mendapatkan hasil terbaik pada kualitas fisik. Soeparno (2005) menyatakan ada beberapa faktor yang mempengaruhi nilai nutrisi pada daging yaitu tipe otot dan penyimpanan. Daging sapi mempunyai serabut otot yang lebih kompak dan tertutup. Sehingga penetrasi larutan selada akan lebih lambat kedalam daging. Hal ini akan memberikan kualitas organoleptik (cita rasa, warna, aroma, keempukan dan penerimaan keseluruhan) yang berbeda.
Berdasarkan uraian diatas, terbatasnya publikasi ilmiah tentang pengawetan daging sapi bali menggunakan larutan fermentasi selada untuk meningkatkan akseptabilitas. Sampai saat ini belum ada penelitian berapa lama perendaman yang tepat untuk daging sapi bali menghasilkan kualitas organoleptik yang baik dengan larutan fermentasi selada. Selanjutnya akan dilakukan penelitian tentang pengaruh lama perendaman (0, 30, 60 dan 90 menit) daging sapi Bali (recahan has dalam, tenderloin) dalam larutan fermentasi selada (Lactuca sativa) dengan penambahan garam 3% terhadap kualitas organoleptik.
MATERI DAN METODE
Materi
Tempat dan waktu penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak dan Mikrobiologi Fakultas Peternakan Universitas Udayana JL. P. B Sudirman, Denpasarselama tiga bulan, dari bulan April sampai Juni 2021.
Obyek penelitian
Obyek dalam penelitian ini yaitu pengaruh lama perendaman daging sapi bali dengan larutan fermentasi selada (Lactuca sativa).
Bahan dan alat penelitian
Bahan yang digunakan sebagai obyek penelitian ini yaitu daging sapi bali bagian tenderloin sebanyak 4 kg yang diperoleh dari Rumah Potong Hewan pesanggaran, selada 800 gram, garam 30 gram/liter, air 8 liter. Bahan untuk uji organoleptik yaitu minyak goreng dan Sa’adah, I. A., J. Peternakan Tropika Vol. 10 No. 1 Th. 2022 :216-228 Page 218
air mineral. Alat yang digunakan dalam pembuatan larutan fermentasi selada yaitu toples, pisau, talenan, gelas ukur, aluminium foil, lakban, oven, kantong plastik hitam, timbangan digital, lakban, batang pengaduk. Alat yang digunakan untuk uji organoleptik yaitu kompor, penggorengan, tisu, wadah plastik, kertas label, format uji dan alat tulis.
Metode
Rancangan penelitian
Rancangan yang akan digunakan pada penelitian yakni Rancangan Acak Lengkap (RAL), dengan empat perlakuan dan empat ulangan, dengan jumlah 20 panelis semi terlatih yang akan memberikan penilaian.
Prosedur Penelitian
Pembutan larutan fermentasi selada
Pembuatan larutan fermentasi selada mengikuti metode Narwati (2018) yang sedikit dimodifikasi, dengan cara : mencuci selada dengan air bersih, kemudian selada dipotong dengan panjang ±2 cm. Selada yang sudah dipotong kemudian dimasukkan kedalam toples sebanyak 100 gram untuk 1 liter air dan 3% garam, kemudian aduk hingga homogen dan ditutup dengan rapat. Langkah selanjutnya diinkubasi selama 6 hari pada suhu ruang (pada suhu 25±28ºC) sehingga terjadi proses fermentasi.
Pembuatan sampel penelitian
Daging sapi bali bagian tenderloin yang diperoleh dari Rumah Potong Hewan Pesanggaran, kemudian dibawa ke laboratorium dengan cara daging dimasukkan ketermos yang sudah berisi es. Kemudian daging dipotong masing-masing 250 gram sesuai dengan banyaknya perlakuan dan ulangan. Selanjutnya daging dimasukkan kedalam wadah dan direndam dengan larutan fermentasi selada sebanyak 500 ml sampai seluruh permukaan daging tertutupi oleh larutan fermentasi selada. Selanjutnya daging yang telah direndam didalam wadah ditutup untuk menghindari kontaminasi oleh udara dan lingkungan sekitar. Kemudian daging direndam dengan lama perendaman 0, 30,60 dan 90 menit (Nerawati, 2014). Langkah selanjutnya daging ditiskan dan diletakkan pada nampan yang sudah dialasi plastic dan disimpan pada suhu ruang selama 6 jam. Selanjutnya daging yang telah disimpan selama 6 jam diuji berdasarkan variable yang telah ditentukan.
Variabel yang diamati
Kualitas organoleptik
Untuk mengetahui tingkat kesukaan konsumen dilakukan uji hedonik tingkat kesukaan
(Soekarto, 2002). Menggunakan 20 orang panelis semi terlatih yang terbiasa mengkonsumsi daging sapi,. Parameter yang diuji meliputi warna, aroma, rasa, tekstur dan penerimaan keseluruhan. Panelis diminta memberikan penilaian tingkat kesukaannya dengan keterangan 1= sangat tidak suka; 2= tidak suka; 3= netral; 4= Suka; dan 5= Sangat suka. Metode ini dilakukan dengan cara sampel daging disajikan dalam wadah plastik yang diberi angka 3 digit dengan ukuran dan jumlah yang sama untuk membedakan setiap perlakuan daging. Penilaian terhadap aroma dan warna menggunakan daging mentah hasil dari pengawetan dan penilaian terhadap rasa dan keempukan dilakukan dengan cara digoreng terlebih dahulu. Penilaian untuk variable penerimaan secera keseluruhan dilakukan pada sampel mentah dan matang. Panelis diminta untuk memberikan respon berupa tanda centang dikolom lampiran kuisioner Analisis statistik
Data organoleptik yang diperoleh, dianalisis menggunakan analisis Non-Parametrik (Kruskal-wallis), apabila terdapat perbedaan yang nyata antara perlakuan (P<0,05) maka dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney (Steel and Torrie 1993) dengan bantuan program SPSS.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil yang diperoleh dari Kualitas Organoleptik (rasa, warna, aroma, keempukan dan penerimaan keseluruhan) terhadap daging sapi bali yang direndam dengan larutan fermentasi selada (Lactuca sativa) ini, dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Nilai hedonik kualitas organoleptik daging sapi bali direndam dengan larutan fermentasi selada (Lactuca sativa) | |||||
Peubah |
Perlakuan1) |
SEM3) | |||
P0 |
P1 |
P2 |
P3 | ||
Rasa |
3,60a2) |
3,10a |
3,10a |
3,25a |
0,12 |
Warna |
4,05a |
3,40c |
2,65d |
3,50b |
0,12 |
Aroma |
3,35a |
3,25a |
2,70a |
3,15a |
0,12 |
Keempukan |
3,65a |
3,15a |
3,30a |
3,75a |
0,10 |
Penerimaan keseluruhan |
3,60a |
2,90b |
2,65b |
2,90b |
0,10 |
Keterangan:
1. P0 : Daging sapi 250 gram dicelup menggunakan air mineral (kontrol)
P1 : Daging sapi 250 gram direndamlarutan fermentasi selada selama 30 menit
P2 : Daging sapi 250 gram direndamlarutan fermentasi selada selama 60 menit
P3 : Daging sapi 250 gram direndamlarutan fermentasi selada selama 90 menit
2. Nilai dengan huruf yang berbeda dari baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)
3. SEM adalah “Standart Error of Treatment”
Rasa
Rasa merupakan satu faktor daya paling penting dalam menentukan penerimaan atau penolakan oleh konsumen terhadap suatu produk pangan (Rahayu et al., 2020). Winarno (2002) menyatakan bahwa rasa pada suatu bahan pangan adalah kombinasi antar aroma dan cita rasa. Indikator rasa juga dipengaruhi oleh berbagai rangsangan seperti dari rangsangan keempukan dan tekstur.
Hasil uji organoleptik rasa daging sapi bali menunjukkan bahwa nilai penerimaan tertinggi yaitu 3,60 dengan dicelup menggunakan air mineral selama 0 menit (P0) dan nilai penerimaan terendah yaitu 3,10 dengan lama perendaman larutan fermentasi selada selama 30 dan 60 menit (P1,P2). Hasil uji Kuskal-Wallis menunjukkan hasil bahwa pengaruh lama marinasi terhadap organoleptik daging sapi bali tidak berbeda nyata (P>0,05). Artinya, lama perendaman daging sapi dengan larutan fermentasi selada belum mempengaruhi tingkat penilaian penerimaan panelis terhadap cita rasa pada daging sapi bali, hal ini diduga pengaruh tingginya asam laktat dan konsentrasi hidrogen peroksida berinteraksi dengan non-protein nitrogen terlarut daging sapi bali membentuk senyawa yang tidak mudah menguap dalam larutan fermentasi selada pada proses pematangan daging, sehingga menyebabkan rasa pada daging memiliki rasa yang khas dari larutan fermentasi selada. Menurut (Misgiyarta dan Sri, 2005) kandungan asam laktat dalam larutan fermentasi selada sekitar 0,85%, lebih tinggidibandingkan dengan larutan ferementasi kubis 0,80% dan sawi 0,75%. Panelis lebih menyukai rasa daging yang original dibandingkan dengan daging yang memiliki rasa yang khas dari larutan fermentasi selada, hal ini diduga belum terbiasanya para panelis untuk mencicipi/mengkonsumsi daging sapi bali yang diawetkan menggunakan larutan fermentasi selada.
Warna
Warna merupakan salah satu parameter yang digunakan dalam penilaian suatu produk pangan dan penunjang kualitas produk. Warna tidak mempengaruhi nilai gizi pada daging tetapi warna merupakan salah satu indikator dari kualitas daging (Nugraheni, 2012). Menurut Suandana et al. (2016) warna adalah salah satu sifat sensoris daging yang dinilai paling awal, karena penilaian warna pada daging dapat dilakukan pertama kali daging dilihat sehingga sangat menentukan apakah makanan tersebut dapat diterima atau tidak. Warna pada daging juga ditentukan oleh kandungan yang terdapat pada bahan tambahan yang diberikan pada daging. Pada penelitian ini menggunakan bahan marinade berupa larutan fermentasi selada.
Berdasarkan hasil statistik menunjukkan bahwa pengaruh lama perendaman daging
sapi bali dengan larutan fermentasi selada (Lactuca sativa) terhadap organoleptik warna daging sapi memiliki nilai penerimaan tertinggi yaitu 4,05 (suka) yang diikuti oleh P3 yang memiliki nilai 3,50 (suka), P1 yang memiliki nilai 3,40 (netral), P2 yang memiliki nilai 2,65 (netral). Terjadinya penurunan dari perlakuan P0 ke perlakuan P1, P2 dan P3 menunjukkan bahwa lama perendaman daging sapi bali dengan larutan fermentasi selada (Lactuca sativa) menyebabkan warna pada daging merah pucat dibandingkan dengan P0 (kontrol) berwarna merah kecoklatan. Hal ini diduga kandungan asam laktat dan hidrogen peroksida (H2O2) dari larutan fermentasi selada tersebut membentuk senyawa komplek dengan pigmen myoglobin daging, selama proses perendaman daging sapi bali. Hal ini didukung oleh Firdaus (2015) yang melaporkan hasil penelitiannya bahwa oksigen yang terdapat di permukaan daging akan mengoksidasi daging menjadi merah terang karena terjadi oksigenasi mioglobin menjadi oksimioglobin. Selain itu warna daging disebabkan karena adanya H2O2 yang dihasilkan oleh mikrorganisme. Senyawa H2O2 inilah yang menyebabkan oksidasi mioglobin menjadi metmioglobin yang menyababkan warna cokelat pada daging (Varnam dan Sutherland, 1995). Terbentuknya warna merah kecoklatan diduga akibat adanya interaksi antar oksigen dengan daging sehingga daging teroksidasi. Selain mioglobin, pH juga mempengaruhi warna pada daging. Semakin rendah pH maka warna pada daging akan semakin pucat. Hal ini didukung oleh pernyataan Rini et al. (2019) nilai pH daging yang rendah akan menghasilkan warna daging yang pucat dan nilai pH yang tinggi akan menghasilkan warna daging yang gelap.
Aroma
Aroma merupakan perpaduan antara bau dan rasa ketika mengkonsumsi sesuatu (Miwada et al., 2006). Umumnya aroma yang diterima oleh otak dan hidung adalah campuran dari keempat bahan utama yaitu harum, asam, tengik dan hangus (Winarno, 2004). Aroma pada suatu produk ditentukan ketika zat-zat volatile masuk ke saluran hidung dan ditangkap oleh sistem penciuman (Meilgaard et al., 1999).
Analisis statistik dari tingkat kesukaan konsumen terhadap aroma daging yang dihasilkan dari pengaruh lama perendaman daging sapi bali dengan larutan fermentasi selada (Lactuca sativa) pada setiap perlakuan (P0, P1, P2 dan P3) tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan skala hedonik 2,70-3,35 dengan kriteria tidak suka menuju ke netral (Tabel 1). Artinya, bahwa panelis belum mampu untuk membedakan pengaruh lama perendaman daging sapi bali dengan larutan fermentasi selada terhadap nilai tingkat kesukaan aroma daging. Rentang nilai karakteristik aroma daging yang diperoleh yaitu, tidak beraroma larutan fermentasi selada hingga sangat beraroma larutan fermentasi selada.
Aroma daging sapi bali yang direndam dengan larutan fermentasi selada (Lactuca sativa) pada perlakuan P1, P2, dan P3 sedikit asam menuju kepahit dan beraroma khas larutan fermentasi selada dan pada perlakuan P0 (kontrol) netral. Aroma larutan fermentasi pada perlakuan P1, P2 dan P3 berasal dari bakteri asam laktat (Lactobacillus plantarum) yang terdapat dalam larutan fermentasi selada (Lactuca sativa) berupa hydrogen peroksida pada konsentrasi tertentu menyebabkan aroma asam dan rasa pahit. Hal ini didukung oleh Aliya et al. (2016) yang melaporkan hasil penelitiannya bahwa bau busuk pada larutan fermentasi sayur kubis merupakan tempat hidupnya bakteri Lactobacillus plantarum, Lactobacillus delbruckil, Lactobacillus fermentum, dan Lactobacillus brevis yang berfungsi dalam bakteri pembentukan asam laktat sehingga menghasilkan asam laktat sehingga aroma yang timbul adalah bau busuk yang sangat asam menuju kepahit. Aroma yang timbul pada suatu produk fermentasi disebabkan oleh adanya senyawa volatile yang dapat ditangkap oleh indra penciuman (Stefani, 2008). Jumlah bakteri asam laktat sangat mempengaruhi senyawa volatile yang menyebabkan aroma asam pada larutan fermentasi selada. Hal ini didukung oleh Miwada et al. (2006) melaporkan hasil penelitiannya bahwa kemampuan bakteri asam laktat tidak lepas dari konversi gula menjadi asam laktat. Pendapat ini didukung oleh Panjaitan (un-published) yang melaporkan hasil penelitiannya bahwa total bakteri asam laktat yang diperoleh dari perendaman daging sapi bali dengan larutan fermentasi selada (Lactuca sativa) (3,8x105-2,7x105 CFU/g) total bakteri asam laktat (BAL) yang dihasilkan semakin menurun dengan lamanya waktu perendaman yang dilakukan, hal ini diduga penurunan BAL untuk memproduksi asam laktat dan H2O2 berkurang, karena senyawa tersebut dikonsumsi oleh mikrokokki dan khamir (membentuk senyawa antioksidan berperan pada aroma) sehingga aroma yang dihasilkan pada perlakuan (P1, P2, dan P3) sedikit asam.
Keempukan
Salah satu penilaian pada kualitas daging sapi pada uji kualitas organoleptik adalah keempukan/tekstur. Tekstur suatu bahan pangan dapat dilakukan dengan perabaan dengan ujung jari, mulut, gigi atau lidah. Soeparno (2009) menyatakan bahwa keempukan secara keseluruhan meliputi tekstur dan melibatkan tiga aspek yaitu pertama kemudahan awal penetrasi gigi, kedua mudahnya daging dikunyah dan yang ketiga jumlah residu yang tertinggal saat setelah pengunyahan.
Hasil uji kualiatas organoleptik (keempukan) terhadap pengaruh lama perendaman daging sapi bali dengan larutan fermentasi selada (Lactuca sativa) pada semua perlakuan (P0, P1, P2 dan P3) tidak berbeda nyata (P>0,05). Artinya, lama perendaman daging sapi bali
dengan larutan fermentasi selada belum mempengaruhi penilaian panelis terhadap penerimaan keempukan daging, namun pada perlakuan P3 memperoleh nilai yang lebih tinggi dari perlakuan lainnya. Hal ini diduga interaksi antara non-protein nitrogen terlarut daging sapi bali dengan komponen metabolit larutan fermentasi selada, membentuk senyawa kompleks yang berperan dalam lipolisis dan proteolysis, sehingga pada saat proses pemasakan daging mampu melemahkan jaringan ikat kolagen daging sapi tersebut. Rentang nilai karakteristik tekstur daging yang dihasilkan yaitu sedikit alot hingga alot. Hal ini didukung oleh Panjaitan (Un-published) yang melaporkan hasil penelitiannya bahwa perendaman daging sapi bali denagn larutan fermentasi selada yang dihasilkan belum mempengaruhi terhadap persentase daya ikat air daging yang diperoleh berkisar antara (22,03-26,15%). Nilai pH pada daging dapat berpengaruh terhadap tingkat daya mengikat air (Komarudin et al., 2019). Hal ini didukung oleh Rusdimansyah dan Khasrad (2012) melaporkan hasil penelitiannya bahwa pH (5,65-5,89) yang tinggi pada daging sapi peranakan simental mempunyai keempukan yang tinggi juga dan pH yang rendah 5,61-5,65) akan menurunkan keempukan pada daging. pH pada larutan fermentasi selada (Lactuca sativa) diproleh 6,41, namun pH larutan fermentasi selada (Lactuca sativa) belum mampu meningkatkan keempukan pada daging. Hal ini diduga karena waktu perendaman yang terlalu singkat. Pada penelitian yang sama Panjaitan (Unpublished) melaporkan hasil penelitiannya bahwa pH pada daging sapi yang direndam dengan larutan selada (Lactuca sativa) selama 0, 30, 60 dan 90 menit memiliki pH yang relatif sama (5,95, 5,98, 5,99, 5,98) sehingga belum mempengaruhi keempukan pada daging.
Keempukaan pada daging juga dipengaruhi oleh perubahan struktur protein otot pada aktin dan miosin. Hal ini didukung oleh Bouton et al. (1972) yang menyatakan bahwa kerusakan pada aktin dan miosin dapat menyebabkan kemampuan protein otot menurun dan meningkatkna keempukan pada daging. Tingkat keempukan daging dipengaruhi oleh jaringan ikat di dalam daging. Hal ini didukung oleh Soeparno (2005) yang menyatakan bahwa jumlah jaringan ikat yang lebih banyak pada daging akan menyebabkan tekstur pada daging menjadi keras. Keempukan daging sapi juga dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti spesies, fisiologi, umur, jenis kelamin, managemen dan stress (Merthayasa et al., 2015).
Penerimaan keseluruhan
Penilaian keseluruhan adalah gabungan dari rasa, warna, aroma, dan tekstur (Harun et al., 2013). Hasil uji kualiatas organoleptik (penerimaan keseluruhan) terhadap pengaruh lama perendaman daging sapi bali dengan larutan fermentasi selada (Lactuca sativa) pada semua
perlakuan (P0, P1, P2 dan P3) berbeda nyata (P<0,05) dengan skala hedonik 2,65-3,60 dengan kriteria tidak suka menuju ke suka (Tabel 1). Uji kualitas organoleptik penerimaan keseluruhan digunakan untuk mengetahui dan mengukur tingkat kesukaan panelis terhadap keseluruhan atribut yang ada pada produk dan mendapatkan formulasi terbaik. Hal ini dilakukan karena uji panelis terhadap parameter lain seperti rasa, warna, aroma dan tekstur/keempukan menghasilkan nilai yang berbeda-beda (Gustiar, 2009).
Penilaian Penerimaan keseluruhan daging yang tertinggi yaitu pada perlakuan P0 (kontrol) 3,60 dan cenderung menurun pada perlakuan P 1 (30 menit) 2,90, P3 (90 menit) 2,90 dan pada perlakuan P2 (60 menit) 2,65. Terjadinya penurunan dari perlakuan P0 ke perlakuan P1, P2 dan P3 menunjukkan bahwa, adanya pengaruh lama perendaman daging sapi bali dengan larutan fermentasi selada (Lactuca sativa) terhadap penerimaan keseluruhan pada tingkat kesukaan panelis. Panelis cenderung menyukai rasa daging yang netral, warna merah kecoklatan, aroma yang netral (tidak bau busuk) dan keempukan yang sedikit alot. Hal ini sejalan dengan Irmawati et al., (2014) yang melaporkan hasil penelitiannya bahwa penerimaan keseluruhan oleh panelis terhadap makanan dapat diukur dari segi warna, aroma, rasa, dan tekstur.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa daging sapi bali yang direndam dengan larutan fermentasi selada (Lactuca sativa) dengan lama perendaman 0-90 menit memberikan pengaruh tidak nyata terhadap kualitas organoleptik (rasa, aroma dan keempukan) tetapi memberikan pengaruh nyata terhadap warna dan penerimaan keseluruhan. Panelis lebih menyukai daging pada perlakuan P0 (0 menit) dilihat dari penilaian panelis terhadap penerimaan keseluruhan.
Saran
Dari hasil penelitian dapat disarankan bahwa, larutan fermentasi selada (Lactuca sativa) dapat digunakan sebagai bahan untuk meningkatakan keempukan daging dilihat dari penilaian panelis secara organoleptik yang menyukai daging pada perendaman 90 menit dan dilakukan penelitian lanjutan tentang batas maksimal lama perendaman daging sapi bali menggunakan larutan fermentasi selada (Lactuca sativa) sebagai bahan untuk mengempukkan daging.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gede Antara, M.Eng., IPU. Dekan Fakultas Peternakan Universitas Udayana Dr. Ir. I Nyoman Tirta Ariana, MS. dan Koordinator Program Studi Sarjana Peternakan Universitas Udayana Dr. Ir. Ni Wayan Siti, M.Si. atas kesempatan, fasilitas pendidikan dan pelayanan administrasi kepada penulis selama menjalani perkuliahan di Fakultas Peternakan Universitas Udayana.
DAFTAR PUSTAKA
Aliya, H. N. Maslakah, T. Numrapi, A. P. Buana, dan Y. N. Hasri. 2016. Pemanfaatan asam laktat hasil fermentasi limbah kubis sebagai pengawet anggur dan stroberi. Bioedukasi. 9(1): 23-28.
Buckle. K. A.; R. A. Edwards. G. H. and Fleet, M. W. 1987. Ilmu Pangan. Penerbit Universitas Indonesia. Cetakan Pertama. Jakarta.
Depkes RI. 2006. Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
722/Menkes/Per/IX/1988 tentang Bahan Tambahan Makanan. Jakarta;1988.
Fathonah, S. 2009. Pengaruh Konsentrasi Garam dan Penambahan Sumber Karbohidrat Terhadap Mutu Organoleptik produk Sawi Asin. Skripsi S1, Bogor : Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB.
Firdaus, M. 2019. Karakteristik Fisiko Kimia Dan Organoleptik Daging Sapi Aceh Dan Sapi Brahman Cross Selama Penyimpanan Pada Suhu 4ºC. Tesis. Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Medan.
Gustiar, H. 2009. Sifat Fisiko-Kimia Dan Indeks Glikemik Produk Cookies Berbahan Baku Pati Garut (Maranta arundinacea L.) Termodifikasi. Skripsi. Institut Pertanian
Bogor.
Harun, N. Rahmayuni, dan Y. E. Sitepu. 2013. Penambahan gula kelapa dan lama
fermentasi terhadap kualitas susu fermentasi kacang merah (Phaesolus vulgaris L.). Ejournal. 12 (2): 9-14.
Irmawati, F. M., D. Ishartani, dan D. R. Affandi. 2014. Pemanfaatan tepung umbi garut (Maranta arundinacea L.) sebagai pengganti terigu dalam pembuatan biskuit tinggi energi protein dengan penambahan tepung kacang merah (Phaseolus vulgaris L.). Jurnal Teknosains Pangan. 3 (1). ISSN 2302-0733.
Komarudin, M., I. N. S. Miwada dan S. A. Lindawati. 2019. Evaluasi Kemampuan Ekstrak Daun Bidara (Zizipus Mauritiana Lam) Sebagai Pengawet Alami pada Daging Ayam Broiler. Jurnal Peternakan Tropika. Vol. 7(2) Hal :899-910.
https://ojs.unud.ac.id/index.php/tropika/article/view/52460/30972
Meilgaard M., G. V. Civilla, and B. T. Carr. 1999. Sensory Evaluation Techniques. 3rd ed. Washington DC: CRC Press.
Merthayasa, J. D., I. K. Suada, dan K. K. Agustina. 2015. Daya ikat air, pH, warna, bau dan tekstur daging sapi bali dan daging wagyu. Indonesia Medicus Veterinus. 4(1): 16-24.
Misgiyarta dan S. Widowati. 2005. Seleksi dan Karakterisasi Bakteri Asam Laktat (BAL) Indigenus. Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumber daya Genetik Pertanian.
Miwada, I. N. S., S. A. Lindawati dan W. Tatang. 2006. Tingkat efektivitas “starter” bakteri asam laktat pada proses fermentasi laktosa susu. J. Indon. Trop. Anim. Agric. 31 (1): 32-35.
Narwati. 2018. Monograf Larutan Fermentasi Selada (Lactuca sativa) Sebagai
Biopreservatif Alami.Edisi pertama. Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia, Jawa Timur.
Nerawati, D. Narwati. 2014. Pemanfaatan Larutan Fermentasi Selada Sebagai Biopreservasi Pada Ikan Bandeng.
Nugraheni, M. 2012. Pengetahuan Bahan Pangan Hewani. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Rahayu, P. I. S., I. N. S. Miwada dan I. A. Okarini. 2020. Efek Marinasi Ekstrak Tepung Batang Kecombrang Terhadap Sifat Fisik dan Organoleptik Daging Broiler. Majalah Ilmiah Peternakan. Vol.23 no. 3 tahun 2020.
https://ojs.unud.ac.id/index.php/mip/article/view/67953/37590
Rini, S. R., Sugiarto, dan Mahfuds, L. D. 2019. Pengaruh perbedaan suhu pemeliharaan terhadap kualitas fisik daging ayam broiler periode finisher. Jurnal Sain Peternakan Indonesia. 387-395.
Rusdimansyah dan Khasrad. 2012. Kualitas fisik daging sapi peranakan simmental dengan perlakuan stimulasi listrik dan lama pelayuan yang berbeda. Jurnal Peternakan Indonesia. 14 (3): 454-460.
Soekarto, S. 2002. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Bharata Karya Aksara. Jakarta.
Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Edisi kedua. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Soeparno. 2009. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 6; 152-156; 289-290; 297–299.
Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. PT. Gramedia. Pustaka Utama. Jakarta.
Stefani. 2008. Karakteristik Mikrobiologi Es Krim Yogurt Sinbiotik Selama Penyimpanan. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Suandana, N. P. W., K. Rahyuda, dan N. N. K. Yasa. 2016. Pengaruh pengalaman membeli produk fashion terhadap niat membeli kembali melalui kepuasan dan kepercayaan pelanggan. Jurnal Manajemen, Strategi Bisnis, dan Kewirausahaan. 10(1): 85-97.
Walangi, Rivolta. G. M. 2013. Efektifitas Fermentasi Daun Selada (lactuca sativa) Sebagai Pengawet Alami Daging ayam. Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Manado.
Winarno, F. G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Winarno, F. G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Sa’adah, I. A., J. Peternakan Tropika Vol. 10 No. 1 Th. 2022 :216-228
Page 228
Discussion and feedback