THE EFFECT OF STORAGE TIME ON ROOM TEMPERATURE ON THE ABILITY OF VILLAGE CHICKEN EGGS
on
ISSN 2722-7286

Jurnal
FAPET UNUD
Jurnal

Peternakan Tropika
Journal of Tropical Animal Science
email: jurnaltropika@unud.ac.id
Submitted Date: October 18, 2021
Accepted Date: January 3, 2022
Editor-Reviewer Article : Ni Putu Mariani & Dsk. Pt. Mas Ari Candrawati
PENGARUH WAKTU SIMPAN PADA SUHU KAMAR TERHADAP DAYA TETAS TELUR AYAM KAMPUNG
Wiguna, I. B. M. S., M. Wirapartha., dan I W. Wijana
PS. Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar, Bali E-mail: ib-madesatyawiguna@student.unud.ac.id, Telp: 085936634922
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh waktu simpan pada suhu kamar terhadap daya tetas telur ayam kampung. Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 6 ulangan. Setiap ulangan menggunakan 5 butir telur ayam kampung sehingga telur yang digunakan sebanyak 90 butir. Adapun perlakuan yang digunakan pada penelitian ini yaitu: P0 = Telur ayam kampung tanpa disimpan (kontrol), P4 = Telur ayam kampung yang disimpan pada suhu kamar selama 4 hari dan P8 = Telur ayam kampung yang disimpan pada suhu kamar selama 8 hari. Variabel yang diamati pada penelitian yaitu: berat awal telur (gram), fertilitas telur (%), penyusutan telur (%), mortalitas telur (%) dan daya tetas telur (%). Hasil penelitian menunjukan pengaruh lama waktu simpan telur ayam kampung pada perlakuan P0, P4 dan P8 tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap fertilitas telur. Pada penyusutan telur perlakuan P4 dan P8 lebih tinggi masing-masing 40,28% dan 90,12% dari perlakuan P0, secara statistik menunjukkan hasil berbeda nyata (P<0,05). Pada mortilitas telur perlakuan P0 dan P4 lebih rendah 60,6% dan 67% dari perlakuan P8, secara statistik menunjukkan hasil berbeda nyata (P<0,05). Pada daya tetas telur perlakuan P8 lebih rendah 55,15% dari perlakuan P0, secara statistik menunjukkan hasil berbeda nyata (P<0,05). Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah lama simpan telur ayam kampung pada suhu kamar dari perlakuan kontrol atau tanpa disimpan, disimpan 4 hari dan disimpan 8 hari terjadi penyusutan berat telur. Daya tetas telur ayam kampung dari lama penyimpanan telur pada suhu kamar selama 4 hari dan tanpa disimpan atau kontrol memiliki mortalitas lebih rendah dan daya tetas yang lebih tinggi dari penyimpanan telur ayam kampung pada suhu kamar selama 8 hari.
Kata kunci : telur ayam kampung, mesin tetas, lama waktu simpan, daya tetas
THE EFFECT OF STORAGE TIME ON ROOM TEMPERATURE ON THE ABILITY OF VILLAGE CHICKEN EGGS
ABSTRACT
This study aims to determine the effect of storage time at room temperature on the hatchability of free-range chicken eggs. The study used a completely randomized design (CRD) with 3 treatments and 6 replications. Each replication used 5 free-range chicken eggs so that 90 eggs were used. The treatments used in this study were: P0 = Free-range chicken

eggs (control), P4 = Free-range chicken eggs stored at room temperature for 4 days and P8 = Free-range chicken eggs stored at room temperature for 8 days. The variables observed in the study were: initial egg weight (grams), egg fertility (%), egg shrinkage (%), egg mortality (%) and egg hatchability (%). The results showed that the effect of storage time for free-range chicken eggs in P0, P4 and P8 treatments was not significantly different (P>0.05) on egg fertility. In the treatment of P4 and P8 the shrinkage of eggs was higher by 40.28% and 90.12%, respectively than the P0 treatment, statistically, the results were significantly different (P<0.05). In the P0 and P4 treatment egg mortality was 60.6% and 67% lower than P8 treatment, statistically showing significantly different results (P<0.05). The hatchability of eggs in P8 treatment was 55.15% lower than P0 treatment, statistically, the results were significantly different (P<0.05). The conclusion obtained from this study is that the length of storage of free-range chicken eggs at room temperature from the control treatment or without being stored, stored for 4 days and stored for 8 days there was a decrease in egg weight. The hatchability of free-range chicken eggs from egg storage at room temperature for 4 days and without storage or control had lower mortality and higher hatchability than storage of free-range chicken eggs at room temperature for 8 days.
Keywords: village chicken eggs, incubator, long storage time, hatchability
PENDAHULUAN
Ayam merupakan salah satu ternak unggas yang sudah tidak asing lagi dikalangan masyarakat. Daging ayam kampung merupakan bahan makanan bergizi tinggi yang mudah didapat, memiliki cita rasa yang enak, teksturnya yang berbeda sehingga lebih disukai konsumen, baunya tidak terlalu amis serta harga yang lebih tinggi dari ayam broiler namun masih terjangkau oleh masyarakat. Populasinyapun cukup banyak dan tersebar merata di seluruh daerah Indonesia (Rasyaf, 2006). Ayam Kampung mempunyai keistimewaan yaitu daya tahan penyakit yang cukup baik, daya adaptasi dengan lingkungan cukup tinggi, serta hasil produksi berupa daging atau telur banyak disukai oleh masyarakat.
Produktivitas ayam kampung masih tergolong rendah yang disebabkan oleh pemeliharaan yang masih bersifat tradisional, jumlah pakan yang diberikan tidak mencukupi dan pemberian pakan yang belum mengacu kepada kaidah ilmu nutrisi yaitu belum memperhitungkan kebutuhan zat-zat makanan untuk berbagai tingkat produksi (Mahardika et al., 2013), selain karena faktor gentik yang masih beragam (Suprijatna, 2005). Ayam kampung yang dipelihara secara ekstensif sangat rendah produksi telurnya sekitar (40–50 butir per tahun), telurnya kecil-kecil, ayam betina mempunyai sifat mengeram yang agak lama/tinggi. Selama satu masa bertelur bisa menghasilkan telur antara 12– 18 butir, berat per butir telur sekitar 45-50 gr. Pertama kali bertelur ketika berumur sekitar 180 hari.Induk betina yang kecil mampu mengerami 8–10 butir telur sedangkan induk betina besar dapat
mengerami telur sebanyak 15 butir (Sarwono, 1997).
Penetasan merupakan upaya dalam mempertahankan populasi maupun memperbanyak jumlah daya tetas telur agar dapat diatur segala prosesnya serta dapat menghasilkan DOC yang berkualitas baik. Penetasan dapat dilakukan baik secara alami maupun buatan. Tingkat keberhasilan antara penetasan alami dan penetasan buatan dipengaruhi oleh beberapa faktor, dan apabila faktor-faktor dalam penetasan buatan tidak diperhatikan belum tentu penetasan buatan akan lebih baik daripada penetasan yang secara alami. Keberhasilan penetasan buatan tergantung banyak faktor antara lain telur tetas, lama waktu simpan telur mesin tetas dan tata laksana penetasan (Suprijatna et al., 2010).
Pada prinsipnya penetasan telur dengan menggunakan mesin tetas adalah mengkondisikan telur sama seperti telur yang dierami oleh induknya. Baik itu suhu, kelembaban dan juga posisi telur. Pada proses penetasan dengan menggunakan mesin tetas memiliki kelebihan dibanding dengan penetasan secara alami, yaitu dapat dilakukan sewaktu-waktu, dapat ditetaskan dengan jumlah telur yang banyak, menghasilkan anak dalam jumlah banyak dalam waktu bersamaan, dapat dilakukan pengawasan dan seleksi pada telur (Yuwanta, 1993). Proses penetasan dengan menggunakan mesin tetas terdapat proses waktu simpan telur tetas sebelum diinkubasi, yang merupakan hal biasa dilakukan dengan tujuan untuk memaksimalkan kapasitas tampung mesin tetas.
Waktu waktu simpan telur tetas yang semakin lama akan menurunkan kualitas telur akibat penguapan CO2 dan H2O (Winarno dan Koswara 2002). Menurunnya kualitas telur akan menghambat perkembangan embrio sehingga dapat menurunkan fertilitas dan daya tetas. Waktu waktu simpan telur tetas juga akan berpengaruh pada susut tetas dan bobot tetas. Telur yang disimpan terlalu lama dapat menyebabkan terjadinya penguraian zat organik. Menurut Iskandar (2003), penguraian zat organik tersebut menyebabkan penyusutan berat telur yang berdampak pada bobot tetas.
Berdasarkan hal tersebut diatas maka perlu dilakukan penelitian pengaruh waktu simpan pada suhu kamar terhadap daya tetas telur ayam kampung.
MATERI DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini telah dilakukan secara mandiri di Jalan Warkudara Br. Geriya, Tampaksiring, Kabupaten Gianyar pada bulan Juli 2020 selama 1 bulan.
Materi
Materi yang digunakan adalah 90 butir telur ayam kampung yang beratnya homogen
41 g + 1 g. Masing-masing perlakuan dibagi menjadi 30 butir telur dengan lama penyimpanan umur 0 hari, 4 hari dan 8 hari pada suhu kamar.
Alat dan Perlengkapan
-
a. Mesin tetas
Mesin tetas yang digunakan adalah mesin tetas semi otomatis merk Mitra Jaya type C100 dengan kapasitas 100 butir telur yang dilengkapi termometer, nampan berisi air, hygrometer, bohlam lampu 4 buah dan rak telur.
-
b. Kalium permanganat (KmnO4)
Kalium pemanganat yang digunakan sebanyak 2 g untuk proses fumigasi.
-
c. Formalin 40%
Formalin 40% sebanyak 4 ml digunakan untuk fumigasi.
-
d. Kardus atau karton
Kardus atau karton digunakan sebagai sekat telur di dalam mesin tetas.
-
e. Kapas
Kapas digunakan utuk membersihkan telur sebelum masuk mesin tetas.
-
f. Cawan porselin
Cawan porselin digunakan untuk tempat mencampur kalium permanganat dan formalin 40% untuk proses fumigasi.
-
g. Air
Air digunakan sebanyak 3A dari nampan untuk mengatur proses kelembaban dan harus tetap dikontrol agar kelembaban dalam mesin tetas tetap konstan.
-
h. Egg tray
Egg tray digunakan sebagai tempat telur sebelum masuk mesin tetas.
-
i. Timbangan berskala 2 kg dengan kepekaan 0,1 g
Timbangan digunakan untuk menimbang telur.
-
j. Thermometer
Termometer digunakan untuk mengukur suhu dalam mesin tetas.
-
k. Hygrometer
Hygrometer digunakan untuk mengukur kelembaban dalam mesin tetas.
Metode Penelitian
Adapun metode penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 6 ulangan. Masing-masing ulangan menggunakan 5 butir telur ayam, sehingga telur yang digunakan sebanyak 90 telur. Adapun perlakuan yang digunakan
dalam pengaruh waktu simpan pada suhu kamar terhadap daya tetas telur ayam kampung yaitu :
P0 = Telur ayam kampung tanpa disimpan (kontrol)
P4 = Telur ayam kampung yang disimpan selama 4 hari
P8 = Telur ayam kampung yang disimpan selama 8 hari
Pelaksanaan Penelitian
Seleksi telur tetas dilakukan terhadap ukuran, bobot telur (40-43 g), keutuhan, kebersihan cangkang, warna kerabang, dan bentuk telur (bulat telur). Pengambilan telur tetas. Telur yang telah diambil dari kandang dikumpulkan untuk diseleksi, ditimbang bobotnya dan diberi tanda. Penyimpanan telur tetas terdiri dari 3 tahap, yaitu yang pertama untuk waktu simpan penyimpanan 8 hari, kedua untuk waktu simpan 4 hari, dan penyimpanan ketiga untuk waktu simpan 0 hari (tanpa disimpan). Setiap perlakuan disimpan di dalam egg tray dan selanjutnya semua telur ditetaskan dalam mesin tetas secara bersamaan. Tujuanya supaya menetas dalam waktu yang bersamaan.
Penimbangan dilakukan untuk mendapatkan bobot awal telur dan penandaan untuk memperjelas masing-masing perlakuan. Mesin tetas dan peralatannya dibersihkan dengan hand sprayer, setelah kering difumigasi dengan menggunakan campuran 4 ml formalin 40% dengan kalium permanganat (KmnO4) sebanyak 2 g yang ditempatkan pada cawan porselin. Mesin tetas ditutup dan dihidupakan selama 15 menit sehingga terjadi proses fumigasi. Setelah melalui proses fumigasi mesin tetas dihidupkan selama 2 x 24 jam dengan suhu antara 37 oC–38 oC. Suhu diukur dengan menggunakan thermometer dan kelembaban diatur supaya 60% dengan cara mengisi air sebanyak ¾ nampan air. Ventilasi tetap terbuka supaya ada sirkulasi udara/pertukaran O2 dengan CO2. Setelah suhu mesin tetas konstan, telur dimasukkan ke dalam rak telur yang sudah disekat dengan menggunakan kardus/karton sesuai dengan perlakuan dan ulangan di mana setiap ulangan terdiri dari 5 butir dengan posisi bagian tumpul di atas dengan kemiringan 45o dan pemutaran telur dilakukan pada hari ke-4.
Candling pertama dilakukan pada saat telur berumur 7 hari dan candling kedua dilakukan pada saat telur berumur 18 hari, untuk mendapatkan data fertilitas. Pengontrolan harian dilakukan terhadap suhu, ketersediaan air untuk menjaga kelembaban udara dan pemutaran telur. Penimbangan telur dilakukan pada umur 18 hari untuk mendapatkan data penyusutan telur tetas selama proses penetasan.
Variabel yang diamati a. Berat awal telur
Berat awal telur adalah bobot awal telur yang ditimbang sebelum ditetaskan b. Fertilitas telur
Fertilitas adalah persentase telur yang fertil atau memperlihatkan adanya perkembangan embrio dari sejumlah telur yang ditetaskan. Dengan rumus sebagai berikut:
Fertilitas = . ιι N-⅛∙∙''-∙y^⅛r.ll -----x ι00%
jumlah telur yang masuk dalam mesin tetas
-
c. Penyusutan Telur (weightloss)
Dihitung berdasarkan penelitian Van der Pol (2013), presentase bobot susut telur dari hari inkubasi ke-0 sampai hari ke-18 pada ayam dihitung dengan rumus:
bobot awal telur — bobot telur hari ke — 18
Weight loss = ----—--------X 100%
bobot telur awal
-
d. Mortalitas telur
Mortilitas merupakan persentase jumlah telur dari embrio yang mengalami kematian dari sejumlah telur fertil yang ditetaskan. Dengan rumus sebagai berikut:
jumlah telur yang mati
Mortalitas =---—---:-------7---r x 100%
jumlah telur yang Iertil
-
e. Daya tetas telur
Daya tetas telur adalah persentase jumlah telur yang menetas dari jumlah telur yang fertil yang ditetaskan. Dengan rumus (Djannah, 1998) sebagai berikut :
jumlah telur yang menetas
Daya tetas = ----—--7---------— x 100%
jumlah telur yang Iertil
Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis sidik ragam. Apabila terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05) diantara perlakuan, maka analisi dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan (Steel dan Torrie, 1993).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh hasil dari pengaruh waktu simpan pada suhu kamar terhadap daya tetas telur ayam kampung yang disajikan pada Tabel 1.
Berat awal telur
Berat awal telur tetas pada perlakuan P0, P4 dan P8 adalah 41,37 gram; 40,5 gram dan 40,87 gram (Tabel 1), secara statistik menunjukkan hasil berbeda tidak nyata (P>0,05) antar perlakuan. Perlakuan P4 dan P8 lebih rendah masing-masing 2,1% dan 1,2% dari perlakuan P0, namun secara statistik menunjukkan hasil berbeda tidak nyata (P>0,05) antar perlakuan.
Dari hasil penelitian yang dilakukan pada berat awal telur diperoleh tidak adanya perbedaan yang nyata karena menggunakan metode Rancangan Acal Lengkap (RAL) sehingga berat telur harus homogen dan dipilih berat telur awal yang sama. Seleksi telur tetas dilakukan pada penelitian ini terhadap bobot telur yaitu 40-43 g. Menururt Astawan (2004), telur ayam buras/ kampung memiliki berat yang berbeda dengan telur ayam ras, berat telur ayam kampung yaitu antara 34-45 g perbutir. Hasil penelitian Ardika et al. (2017) menunjukkan berat telur ayam kampung yang diberi ransum mengandung probiotik antara 34,66–37,106 g.
Tabel 1. Pengaruh waktu simpan telur ayam kampung pada suhu kamar terhadap
produktivitas penetasan
Variabel |
Perlakuan1) |
SEM3) | ||
P0 |
P4 |
P8 | ||
Bobot awal telur (gram) |
41,37a2) |
40,5a |
40,87a |
0,361 |
Fertilitas telur (%) |
83,33a |
70a |
66,67a |
5,837 |
Penyusutan telur (%) |
4,94a |
6,93b |
9,54c |
0,603 |
Mortalitas telur (%) |
18,61a |
22,22a |
56,39b |
10,636 |
Daya tetas telur (%) |
83,61a |
77,78a |
37,5b |
10,835 |
Keterangan :
1) Perlakuan
P0 = Telur ayam kampung tanpa disimpan (kontrol)
P4 = Telur ayam kampung yang disimpan selama 4 hari
P8 = Telur ayam kampung yang disimpan selama 8 hari
2) Nilai dengan huruf yang sama pada baris yang sama menunjukan berbeda tidak nyata (P>0,05).
3) SEM (Standart Error of the Treatment Means)
Fertilitas telur
Fertilitas pada perlakuan P0 (kontrol) diperoleh sebesar 83,3% sedangkan pada perlakuan P4 dan P8 diperoleh masing-masing 15,97% dan 19,96% (Tabel 1). Perlakuan P4 dan P8 lebih rendah masing-masing 80,83% dan 76,04% dari perlakun P0, tetapi secara statistik menunjukkan hasil berbeda tidak nyata (P>0,05) antar perlakuan.
Fertilitas telur tetas didapatkan hasil yang tidak berbeda nyata antar perlakuan, hal ini dikarenakan telur yang diperoleh dari peternakan mempunyai sistem perkawinan, pemberian pakan dan juga umur induk yang sama. Lama penyimpanan telur 4 sampai 8 hari tidak
berpengaruh terhadap fertilitas telur. Wirapartha dan Dewi (2017) menjabarkan fertilitas telur dipengaruhi oleh perbandingan jantan dan betina, umur ayam, lama waktu penyimpanan telur, pakan atau nutrisi, dan kesehatan ayam.
Penyusutan telur
Penyusutan/weight loss pada perlakuan P0 (kontrol), P4 dan P8 diperoleh masing-masing 4,94%; 6,93% dan 9,54% (Tabel 1), secara statistik menunjukkan hasil berbeda nyata
(P<0,05) antar perlakuan. Perlakuan P4 dan P8 lebih tinggi masing-masing 40,28% dan 90,12% dari perlakuan P0, secara statistik menunjukkan hasil berbeda nyata (P<0,05) antar perlakuan. Perlakuan P8 lebih tinggi 37,66% dari perlakuan P4, secara statistik menunjukkan hasil berbeda nyata (P<0,05).
Pada penyusutan telur tetas diperoleh hasil berbeda nyata antar perlakuan, dikarenakan lama waktu simpan telur memiliki interval waktu yang lama yaitu dari 0 hari hingga 4 dan 8 hari, sehingga terjadi penurunan kualitas telur. Penyebab penurunan kualitas diakibatkan penguapan air dan pelepasan gas yang terjadi selama penyimpanan. Seiring bertambahnya umur, telur akan kehilangan cairan dan isinya semakin menyusut sehingga memperbesar rongga udara. Samli et al. (2005) yang juga menunjukkan bahwa semakin lama penyimpanan ukuran rongga udara semakin bertambah besar. Peebles dan Brake (1985) menyatakan bahwa, penyusutan berat telur selama proses waktu simpan menunjukan adanya perkembangan dan metabolisme embrio, yaitu dengan adanya pertukaran gas vital oksigen dan karbondioksida serta penguapan air melalui kerabang telur.
Mortalitas telur
Mortalitas pada perlakuan P0 (kontrol), P4 dan P8 diperoleh masing-masing 18,61% 22,22% dan 56,39% (Tabel 1). Perlakuan P4 lebih tinggi 16,25% dari perlakuan P0, secara statistik menunjukkan hasil berbeda tidak nyata (P>0,05). Perlakuan P8 lebih tinggi 67% dari perlakuan P0, secara statistik menunjukkan hasil berbeda nyata (P<0,05). Perlakuan P8 lebih tinggi 60,60% dari perlakuan P4, secara statistik menunjukkan hasil berbeda nyata (P<0,05). Mortalitas telur pada perlakuan P0 dan P4 dibandingkan dengan P8 diperoleh hasil berbeda nyata (P<0,05). Tingginya mortalitas pada penyimpanan telur selama 8 hari disebabkan karena kualitas telur sudah menurun akibat telah kehilangan nutrisi selama penyimpanan. Suprijatna, et al. (2010), menyatakan bahwa penyimpanan telur terlalu lama dapat
menyebabkan penurunan kualitas telur, sehingga embrio tidak bisa berkembang sempurna yang menyebabkan kematian embrio. Tidak adanya pengaruh suhu yang nyata pada tingkat
mortalitas ini, disebabkan karena pada penelitian ini suhu yang dipakai antarar 37°C-38°C. Suhu standar untuk penetasan berkisar antara 37°C-38°C (Wirapartha dan Dewi, 2017). Jika terjadi penurunaan suhu terlalu lama di bawah standar biasanya telur akan menetas lebih lama bahkan bisa menyebabkan kematian embrio. Jia terlalu jauh melebihi dari suhu normal maka embrio akan mengalami dehidrasi dan akan mati (Maulidya et al., 2013).
Daya tetas telur
Daya tetas pada perlakuan P0 (kontrol), P4 dan P8 diperoleh masing-masing 83,61%; 77,78% dan 37,5% (Tabel 1). Perlakuan P4 lebih rendah 6,98% dari perlakuan P0, secara statistik menunjukkan hasil berbeda tidak nyata (P>0,05). Perlakuan P8 lebih rendah 55,15% dari perlakuan P0, secara statistik menunjukkan hasil berbeda nyata (P<0,05). Perlakuan P8 lebih rendah 51,79% dari perlakuan P4, secara statistik menunjukkan hasil berbeda nyata (P<0,05).
Daya tetas telur pada perlakuan P0 dan P4 nyata lebih tinggi 6,98% dan 55,15% dari perlakuan P8. Tingginya daya tetas telur ayam kampung pada umur disebabkan karena pada telur umur 0 hari masih dalam keadaan segar. Telur yang masih segar memiliki pori-pori kerabang telur yang lebih kecil dibandingkan dengan telur yang lama disimpan. Sesuai dengan pendapat Sudaryani dan Santosa (2003) bahwa, telur itu sebaiknya tidak disimpan lebih dari satu minggu sebab penyimpanan yang semakin lama akan berpengaruh negatif terhadap daya tetas. Seperti yang diungkapkan oleh Rasyaf (1991), semakin lama telur tetas disimpan maka pori-pori kulit telur akan semakin lebar, sehingga memungkinkan penetrasi bakteri ke dalam telur tetas semakin besar yang mengakibatkan kualitas telur tetas semakin menurun, dengan lama penyimpanan 8 hari memiliki persentase daya tetas paling rendah mencapai 37,5%. Telur-telur yang disimpan daya tetas akan menurun kira-kira 3% tiap tambahan hari (Roni, 2009).
Lama simpan telur tetas juga harus mendapat perhatian khusus, karena telur bila ditempatkan pada suatu tempat dengan lama simpan yang panjang akan merubah struktur kimia telur sehingga menurunkan daya tetas dan meningkatkan kematian embrio yang terjadi. Hartono et al. (2010) menambahkan, penyimpanan telur tetas dengan cara posisi bagian tumpul diatas, daya tetas telur menurun sangat cepat setelah telur berumur tujuh hari, dan telur yang disimpan terlalu lama bisa terkontaminasi mikroorganisme. Menurut Pattison (1993), telur yang kotor tidak layak untuk ditetaskan. Srigandono (1997) menambahkan bahwa telur yang kotor banyak mengandung mikroorganisme, sehingga akan mengurangi daya tetas. Dari penelitian ini daya tetas telur sangat dipengaruhi oleh waktu
simpan telur sebelum masuk mesin tetas terlihat dari hasil penelitian dimana pada perlakuan waktu simpan 8 hari persentase tetas hanya mencapai 37,5%.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah lama simpan telur ayam kampung pada suhu kamar dari perlakuan kontrol atau tanpa disimpan, disimpan 4 hari dan disimpan 8 hari terjadi penyusutan berat telur. Daya tetas telur ayam kampung dari lama penyimpanan telur pada suhu kamar selama 4 hari dan tanpa disimpan atau kontrol memiliki mortalitas lebih rendah dan daya tetas yang lebih tinggi dari penyimpanan telur ayam kampung pada suhu kamar selama 8 hari.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disarankan kepada peternak untuk tidak menyimpan telur ayam kampung pada suhu kamar selama 8 hari. Sebaiknya untk mendapatkan daya tetas yang tinggi pada telur ayam kampung penyimpanan telur pada suhu kamar tidak lebih dari 4 hari.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara, M.Eng selaku Rektor Universitas Udayana dan Dr. Ir. I Nyoman Tirta Ariana, M.S selaku Dekan Fakultas Peternakan Universitas Udayana yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan Pendidikan di Program Studi Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan Universitas Udayana.
DAFTAR PUSTAKA
Ardika, I N., N.W. Siti, N. M. S. Sukmawati dan I M. Wirapartha. 2017. Kualitas fisik telur ayam kampung yang diberi ransum mengandung probiotik. Majalah Ilmiah Peternakan. Volume 20 Nomor 2 Halaman 68-72. Diakses tangaal 3 Oktober 2021 pada https://ojs.unud.ac.id/index.php/mip/article/view/32220/19431
Djannah, D. 1998. Beternak Ayam. Yasaguna. Surabaya.
Iskandar, S. 2003. Tatalaksana Penetasan Telur Ayam Kampung. Balai Penelitian Ternak Cianjur. Bogor.
Iswanto, H., 2005. Ayam Kampung Pedaging. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Kartika, M. W. A. , M. Wirapartha dan G. A. M. K. Dewi. 2021. Pengaruh frekuensi pemutaran terhadap daya tetas telur ayam kampung. E- Jurnal Peternakan Tropika Vol. 9 No. 2 Th. 2021: 285-295. Diakses tangaal 4 Oktober 2021 pada
https://ojs.unud.ac.id/index.php/tropika/article/view/50728/30054
Mahardika, I.G., Kristina Dewi, G.A.M., Sumadi, I.K. dan Suasta, I.M. 2013. Kebutuhan energi dan protein untuk hidup pokok dan pertumbuhan pada ayam kampung umur 1020 minggu. Majalah Ilmiah Peternakan. Volume 16 Nomor 1 Halaman 6-11. Diakses tangaal 4 Oktober 2021 pada
https://ojs.unud.ac.id/index.php/mip/article/view/9209/6948
Pattison, M. 1993. The Health of Poultry. Longman Scientific and Technical.
Peebles, E.D dan J. Brake. 1985. Relationship of egg shell porosity of stage of embryonic development in broiler breeders. Poult.Sci . 64(12) 2388.
https://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0032579119521757
Rasyaf, M. 2006. Manajemen Petenakan Ayam Broiler. Penebar Swadaya, Jakarta.
Sarwono, B. 1997.Beternak Ayam Buras. Jakarta: Penebar Swadaya.
Sukardi dan M. Mufti, 1989. Penampilan prestasi ayam buras di Kabupaten Banyumas dan pengembangannya. Proceedings, Seminar Nasional tentang Unggas Lokal, Semarang.
Suprijatna, E., U. Atmomarsono, dan R. Kartasudjana. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar Swadaya. Jakarta.
Suprijatna, E., dan R. Kartasudjana. 2010. Manajemen Ternak Unggas. Penebar Swadaya. Jakarta.
Srigandono, B. 1997. Produksi Unggas Air. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
Tullet, S. G. 1990. Science and the art of incubation. Poultry science 69: 1-15.
https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/2181427/
Van der Pol, C. W., I. A. M. van Roovert-Reijrink, C. M. Maatjens, H. van den Brand and R. Molenaar. 2013. Effect of relative humidity during incubation at a set eggshell temperature and brooding temperature posthatch on embryonic mortality and chick quality. Poultry Science 92:2145-2155. https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/23873563/
Winarno, F.G dan S. Koswara. 2002. Telur: Komposisi, Penanganan, dan Pengolahan. M-Brio Press. Bogor.
Wirapartha, M dan G. A. M. K. Dewi. 2017. Bahan Ajar Manajemen Penetasan. Fakultas Peternakan Universitas Udayana. Diakses tanggal 3 Oktober 2021 pada https://simdos.unud.ac.id/uploads/file_pendidikan_1_dir/e2b2f64b38285f1b40e1c31add 256af5.pdf
Wirapartha, M., K. A. Wiyana., W. Wijana., G. A. M. Kristina., dan K. Karnama., 2012. Penerapan sistem kawin sodok dan mesin tetas meningatkan produktivitas ayam buras sebagai hewan upakara di desa jimbaran. Udayana Mengabdi,11(1):40-41. Diakses tanggal 3 Oktober 2021 pada
https://ojs.unud.ac.id/index.php/jum/article/view/2116/1301
Wiguna, I. B. M. S.., J. Peternakan Tropika Vol. 10 No. 1 Th. 2022 :205-215
Page 215
Discussion and feedback