ISSN 2722-7286

Jurnal

FAPET UNUD


Jurnal


Peternakan Tropika

Journal of Tropical Animal Science

email: [email protected]

Submitted Date: July 29, 2021

Accepted Date: August 15, 2021


Editor-Reviewer Article : I Wayan Wirawan & A.A. Pt. Putra Wibawa

PENGARUH PEMBERIAN DAUN PEPAYA (Carica papaya L) TERFERMENTASI DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS FISIK DAN ORGANOLEPTIK DAGING AYAM KAMPUNG (Gallus domesticus)

Diarsa, I W., A. W. Puger, I P. A. Astawa

PS Sarjana Peternakan Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar, Bali Email: [email protected] , Telp.+6282147349378

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemanfaatan daun pepaya terfermentasi dalam ransum terhadap kualitas fisik dan organoleptik daging ayam kampung. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 4 ulangan masing-masing ulangan terdiri atas 3 ekor ayam kampung dengan berat 95-103 g. Perlakuan tersebut adalah A (ransum tanpa daun pepaya terfermentasi sebagai kontrol), B (ransum dengan 10% daun pepaya terfermentasi), C (ransum dengan 15% daun pepaya terfermentasi) dan D (ransum dengan 20% daun pepaya terfermentasi). Variabel yang diamati adalah kualitas fisik daging meliputi (kadar air, daya ikat air, susut masak, pH) dan organoleptik meliputi (warna, tekstur, aroma, citarasa dan penerimaan secara keseluruhan). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemanfaatan daun pepaya terfermentasi dalam ransum pada level 1020% nyata (P<0,05) menurunkan kadar air tapi tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap daya ikat air, susut masak dan pH daging. Pemanfaatan daun pepaya terfermentasi dalam ransum pada level 10-20% nyata (P<0,05) meningkatkan penerimaan terhadap warna dan penerimaan secara keseluruhan tapi tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap tekstur, aroma dan citarasa daging. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian daun pepaya terfermentasi dalam ransum pada level 15% menurunkan kadar air tetapi meningkatkan penerimaan terhadap warna dan keseluruhan, sedangkan variabel lainnya seperti, daya ikat air, pH daging, tekstur, aroma dan citarasa tidak dipengaruhi.

Kata kunci: daun pepaya terfermentasi, ayam kampung, kualitas fisik, organoleptik daging

THE EFFECT OF FERMENTED PAPAYA LEAF (Carica papaya L) IN THE FEED ON THE PHYSICAL AND ORGANOLEPTIC

ACCEPTABILITY OF KAMPUNG CHICKEN MEAT (Gallus domesticus)

ABSTRACT

The purpose of this research is to find out the effect of fermented papaya leaf in the feed on the kampung chicken meat quality. Completely Randomized Design was used with 4 treatments and 4 repetitions. Each repetition consist of 3 kampung chickens with about 95 -103g body weight. The treatments applied were A: (feed without fermented papaya leaf), B: (feed with 10% fermented papaya leaf), C: (feed with 15% papaya leaf) and D: (feed with 20% papaya leaf). The observed variables were physical meat quality (as of water content, water holding capacity, cooking loss, and pH) and organoleptic (colour, texture, smell, taste, and overall acceptability). The result showed that the use of 10 - 20% fermented papaya leaf in the feed (P>0,05) would be able to decrease significantly the water content, but not show effect (P>0,05) on the water holding capacity, cooking loss, and pH of the chicken meat. The 10 - 20% content fermented papaya leaf in the feed increasing significanty (P<0,05) on the the colour and overall acceptability, but not effected (P>0,05) the texture, smell and the taste acceptability of the chicken meat. From the research it can be concluded that given fermented papaya leaf into the feed with amount of 15% is able to decrease cooking loss and increase the colour and overall acceptability of meat meanswhile not effected on other variables as well as holding capacity, pH, texture, smell and taste acceptability.

Key words: fermented papaya leaf, kampung chicken, physical meat quality, meat organoleptic

PENDAHULUAN

Ayam kampung merupakan ayam asli Indonesia saat ini pemuliabiakan, perkembangbiakan dan pemeliharaanya menjadi perhatian dan diminati oleh masyarakat. Peternakan unggas khususnya peternakan ayam memegang peranan yang penting dalam pemenuhan gizi masyarakat (Balai Pembibitan Ternak Unggul, Sembawa, 2013). Daging unggas merupakan sumber protein hewani yang baik, karena mengandung asam amino esensial yang lengkap dan dalam jumlah perbandingan yang seimbang. Selain itu, daging unggas lebih diminati oleh konsumen karena mudah dicerna, dapat diterima oleh mayoritas

orang (Yashoda et al., 2001) dan memiliki harga yang relatif murah (Cohen et al., 2007). Salah satu kelemahan dari ayam kampung adalah dibutuhkan waktu yang lebih lama untuk dipotong. Akibat waktu potong lebih lama maka daging cenderung lebih alot.

Kualitas daging dipengaruhi oleh beraneka ragam faktor yang dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu : faktor intrinsik dan ekstrinsik. Faktor intrinsik meliputi bangsa ternak, jenis kelamin dan umur. Faktor ekstrinsik meliputi pakan yang diberikan, managemen pemeliharaan serta manajemen penanganan daging setelah ternak dipotong (Lawrence et al., 1994). Pengujian kualitas fisik dapat dilakukan dengan cara memperhatikan kadar air, pH, daya ikat air, susut masak dan uji organoleptik. Pemberian daun pepaya mulai dari fase starter dapat menurunkan angka kematian ternak ayam kampung. Namun apabila diberikan berlebihan akan dapat menyebabkan rasa pahit pada daging, karena daun pepaya mengandung alkaloid carpain (C14H25NO2) (Hartono,1994).

Daun pepaya cukup baik digunakan sebagai pakan ternak karena mengandung protein kasar13,5%, serat kasar 14,68%, lemak kasar 12,80%, dan abu 14,4%. Daun pepaya juga mengandung enzim- enzim papain, alkoloid carpain, pseudo karpaina, glikosida, karposida dan saponin, sukrosa dan dektrosa. Kebanyakan alkaloid berupa zat padat, rasa pahit dan sukar larut dalam air tapi mudah larut dalam chloroform, eter dan pelarut organik lain yang relatif non polar (Mursyidi, 1990) dalam Suryaningsih (1994).

Untuk menurunkan kandungan alkaloid carpain dilakukan dengan berbagai metode seperti metode fisik, kimia, fisiko kimia dan biologi. Salah satu metode yang paling efektif dan mudah dilakukan adalah metode fermentasi menggunakan mikroba efektif. Proses fermentasi dapat menyerderhanakan partikel bahan pakan, sehingga akan meningkatkan nilai gizinya. Bahan pakan yang telah mengalami fermentasi akan lebih baik kualitasnya dari bahan baku yang tidak mengalami fermentasi (Bidura, 2007). Fermentasi selain menggunakan kapang atau khamir, juga dapat dilakukan dengan bakteri atau campuran berbagai mikroorganisme. Sebagai salah satu contoh yaitu dapat menggunakan EM-4 (Efective Microorganisms 4). Kultur ini adalah campuran mikroorganisma yang mengandung Lactobacillus, jamur fotosintetik, bakteria fotosintetik, Actinomycetes, ragi dan telah banyak dibuktikan bahwa EM-4 ini memiliki kemampuan untuk menurunkan kadar serat kasar dan meningkatkan palatabilitas bahan pakan (Kukuh, 2010).

MATERI DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di stasiun penelitian Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Sesetan, Denpasar, Bali. Penelitian dilaksanakan selama 2 bulan dan analisis kualitas daging selama 1 minggu di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan Universitas Udayana.

Ayam kampung

Ternak yang digunakan adalah ayam kampung yang berumur 2 minggu dengan jumlah ayam kampung 48 ekor yang berasal dari peternak I Komang Sutarto di Jl. Ahmad Yani, Gg. Kendedes No 05, Denpasar Utara. Dengan bobot badan yang homogen dan tidak membedakan jenis kelamin (unsexing).

Kandang

Kandang yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang battery sebanyak 16 petak. Ukuran masing-masing petak kandang dengan panjang 50 cm, lebar 50 cm dan tinggi 75 cm. Pada bagian depan kandang terbuat dari sekat bilah bambu untuk meletakkan tempat makan sedangkan bagian belakang, bawah dan samping petak kandang menggunakan kawat. Di bawah tempat pakan diletakkan plastik untuk menampung ransum yang jatuh.

Ransum dan Air Minum

Pencampuran ransum dilakukan setiap minggu dengan bahan-bahan yang sudah dipersiapkan sebelumnya agar ransum tidak rusak/tengik. Ransum disusun berdasarkan Standar SNI Ayam Buras Starter (2013) sesuai perlakuan.

Tabel 1. Komposisi bahan penyusun ransum

Komposisi Bahan Penyusun Ransum

Perlakuan1)

A

B

C

D

Jagung kuning

62,0

50,0

44,0

36,5

Tepung ikan

14,5

10,5

8,5

8,5

Dedak padi

8,5

11,3

10,7

14,0

Tepung kedele

7,0

8,7

9,8

11,0

Wheat pollard

8,0

9,5

12,0

10,0

Daun pepaya terfermentasi

0,0

10,0

15,0

20,0

Total

100,0

100,0

100,0

100,0

Keterangan:

1) A : Ransum tanpa penambahan daun p epaya (kontrol) B : Ransum dengan penambahan 10% daun pepaya C :Ransum dengan penambahan 15% daun papaya D : Ransum dengan penambahan 20% daun pepaya

Tabel 2. Kandungan nutrisi ransum yang ditambah daun pepaya terfermentasi

Kandungan Nutrisi

Perlakuan1)

Standar2)

A

B

C

D

Energi metabolis (kkal/kg)

2.919

2.910

2.900

2.908

2.900

Protein kasar (%)

19,32

19,02

19,01

19,88

19,00

Lemak kasar (%)

5,21

6,67

7,22

8,21

5,00-8,00

Serat kasar (%)

3,62

5,56

6,47

7,41

3,00-7,00

Ca (%)

1,17

1,33

1,40

1,64

1,20

P (%)

0,69

0,57

0,52

0,53

0,60

Keterangan:

  • 1)    A : Ransum tanpa penambahan daun pepaya (kontrol)

B : Ransum dengan penambahan 10% daun pepaya

C : Ransum dengan penambahan 15% daun pepaya

D : Ransum dengan penambahan 20% daun pepaya

  • 2)    Standar SNI (2013)

Daun Pepaya

Daun pepaya terfermentasi sebagai bahan penyusun ransum yang digunakan adalah daun pepaya yang sudah tua dan masih berwarna hijau yang diperoleh dari perkebunan pepaya di Desa Pelaga, Kec. Petang, Kab. Badung.

Peralatan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan, kalkulator, ember, pH meter, sentrifuse, oven, kertas saring, plastik, kompor, panci, alat tulis dan alat kebersihan.

Rancangan Penelitian

Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 4 ulangan, setiap ulangan terdiri dari 3 ekor ayam, sehingga jumlah keseluruhnya adalah 48 ekor. Adapun perlakuan yang diberikan adalah :

Perlakuan A : Ransum tanpa penambahan daun pepaya terfermentasi ( kontrol)

Perlakuan B : Ransum dengan penambahan 10% daun pepaya terfermentasi

Perlakuan C : Ransum dengan penambahan 15% daun pepaya terfermentasi

Perlakuan D : Ransum dengan penambahan 20% daun pepaya terfermentasi

Pengacakan

Pengacakan dilakukan pada saat penelitian dimulai dengan cara memberi nomor pada kandang yang diurut 1 sampai 16, selanjutnya ayam yang sudah diberikan kode ataupun tanda pengenal ditimbang terlebih dahulu untuk mencari rata-rata berat badan. Selanjutnya dilakukan pengacakan perlakuan, pengacakan kandang dan seluruh kode ulangan. Untuk masing-masing perlakuan serta nomor urut kandang disalin pada lembar kertas kecil dan digulung. Ayam dengan kode ulangan yang terambil menempati nomor kendang yang terambil secara bersamaan. Hal ini dilakukan seterusnya hingga masing- masing ayam menempati kandang yang sesuai dengan perlakuan yang diberikan.

Pemberian Ransum dan Air Minum

Ransum diberikan secara ad libitum, pemberian sebanyak dua kali yaitu pada pagi hari dan sore hari. Setiap pemberian ransum selalu dicatat untuk mengetahui selisih ransum yang diberikan dengan sisa ransum. Air minum juga diberikan secara ad libitum.

Pencegahan Penyakit

Satu minggu sebelum ayam datang, kandang dibersihkan dan didesinfeksi dengan larutan formalin dengan pertandingan 1 : 15 liter air, untuk membunuh kuman, kemudian

kandang diistirahatkan selama satu minggu.

Pembuatan daun pepaya terfermentasi

Pembuatan daun pepaya terfermentasi dengan menggunakan daun pepaya yang sudah tua dan masih berwarna hijau. Daun pepaya tersebut dalam bentuk segar dikeringkan hingga menjadi kering udara, kemudian daun pepaya digiling halus selanjutnya difermentasi dengan menggunakan fermentor mikroba effecktive EM4 kemudian difermentasi selama satu minggu. Cara Mencampur Ransum

Pertama dilakukan adalah mempersiapkan bahan pakan penyusun ransum yang akan digunakan seperti; jagung kuning, tepung ikan, tepung kedelai, dedak padi, pollard. Pencampuran ransum dilakukan sesuai dengan perlakuan yang akan diberikan. Pencampuran mula-mula dilakukan dengan menumpuk bahan pakan menyerupai tingkatan sesuai dengan persentase banyaknya jumlah pakan yang akan digunakan. Bahan dengan komposisi paling banyak berada paling bawah dan sebelumnya dilakukan penimbangan pada jumlah pakan. Selanjutnya dilakukan pada setiap bahan secara berulang-ulang hingga bahan paling atas tersebut ialah jumlah pakan yang paling sedikit. Setelah semua bahan dicampur selanjutnya dibagi lapisan tersebut menjadi empat bagian yang sama kemudian dicampur, pencampuran dilakukan dengan tujuan bahan-bahan tercampur dengan merata. Setelah pencampuran selesai ransum dimasukan ke dalam karung yang telah diberi kode tertentu sesuai dengan perlakuan yang diberikan kemudian ditimbang dan dicatat.

Variabel yang Diamati

Kadar air

Kadar air daging: diukur dengan cara pengeringan dalam oven 105oC selama 9 jam. Kadar air = (berat awal-berat akhir)/berat awal × 100% (Soeparno, 2005).

pH Daging

pH daging: Diukur dengan pH meter, dengan cara membenamkan elektroda ke dalam 20 g sampel yang telah dihaluskan. Sebelum pengukuran, pH meter dikalibrasi terlebih dahulu dengan larutan buffer pH 4,0 dan pH 7,0 (Soeparno, 2005).

Daya Ikat Air

Daya ikat air: 10 g daging yang telah dihaluskan ditimbang (berat awal), kemudian dibungkus dengan kertas saring dan disentrifuse dengan kecepatan 3000 rpm selama 30 menit.

Sampel (tanpa kertas saring) ditimbang (berat akhir). Daya ikat air dihitung menurut Soeparno (2005) dengan rumus: Expressed juice (EJ) = (berat awal-berat akhir)/ berat awal × 100% Susut Masak

Susut masak daging: 30 g daging ditimbang (berat awal) kemudian dibungkus dengan plastik dan dimasak dalam air dengan suhu 90oC selama 90 menit, lalu ditimbang (berat akhir) (Soeparno, 2005). Susut masak (%) = (berat awal-berat akhir)/berat awal × 100%.

Uji Organoleptik

Uji organoleptik daging yang meliputi warna, aroma, tekstur, citarasa, dan penerimaan secara keseluruhan. Uji organleptik dalam penelitian ini berdasarkan atas uji hedonik mengikuti metode (Soekarto, 2002). Untuk mengetahui tingkat kesukaan konsumen dilakukan uji hedonik (uji kesukaan) dengan 10 orang panelis semi terlatih. Metode pengujian yang dilakukan dengan cara sampel daging disajikan diatas mika yang diberi kode untuk membedakan stiap perlakuan daging, dengan ukuran dan jumlah yang sama. Penilaian terhadap aroma, tekstur dan citarasa daging dengan cara direbus terlebih dahulu dan penilaian terhadap warna daging menggunakan daging mentah. Panelis diminta memberikan penilaian tingkat kesukaannya dengan keterangan nilai skor 5 (sangat suka), 4 (suka), 3 (agak suka), 2 (tidak suka) dan 1 (sangat tidak suka).

Analisis Statistika

Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam. Apabila terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05) di antara perlakuan, maka dilanjutkan dengan uji jarak berganda dari Duncan (Steel and Torrie, l989) dan data organoleptik yang diperoleh, selanjutnya dianalisis menggunakan analisis Non-Parametrik (Kruskal-Wallis), apabila terdapat perbedaan yang nyata antara perlakuan (P<0,05) maka dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney (Siegel, 1977) dengan bantuan program SPSS 25.0.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kualitas Fisik Daging

Kadar Air

Rataan kadar air dari daging ayam kampung umur 10 minggu pada perlakuan A (kontrol) sebesar 66,33% (Tabel 3.). Kadar air pada perlakuan B (pemberian 10% daun pepaya terfermentasi) , perlakuan C (pemberian 15% daun pepaya terfermentasi) dan perlakuan D (pemberian 20% daun pepaya) secara berturut-turut sebesar 37,08 %, 48,91% dan 39,13% lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan A dan secara statistik berbeda (P<0,05). Perlakuan C lebih rendah sebesar 18,81 % dibandingkan dengan perlakuan B dan secara statistik tidak berbeda (P>0,05).

Kadar air juga dipengaruhi oleh adanya perbedaan konsentrasi pelarut dan zat terlarut yang lebih dikenal dengan proses osmosis. Kimball (1983), menyatakan bahwa proses osmosis adalah suatu proses difusi air melalui selaput permeabel secara diferensial dari suatu tempat berkonsentrasi rendah ke tempat berkonsentrasi tinggi. Afrianti et al. (2013) menyatakan bahwa kadar air merupakan salah satu komponen dalam daging yang berkaitan dengan daya pengikatan air oleh protein daging. Menurut Soeparno (2009) kadar air daging dipengaruhi oleh jenis ternak, umur, jenis kelamin, pakan serta lokasi dan fungsi bagian-bagian otot dalam tubuh.

Daya Ikat Air

Rataan daya ikat air dari daging ayam kampung umur 10 minggu pada perlakuan A (kontrol) sebesar 29,22% (Tabel 3.). Daya ikat air pada perlakuan B (pemberian 10% daun pepaya terfermentasi) , perlakuan C (pemberian 15% daun pepaya terfermentasi) dan perlakuan D (pemberian 20% daun papaya terfermentasi) secara berturut-turut sebesar 14,26%, 18,90% dan 5,23% lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan A dan secara statistik tidak berbeda (P>0,05).

Seiring meningkatnya level penggunaan daun pepaya terfermentasi dalam ransum dapat meningkatkan daya ikat air pada daging ayam kampung umur 10 minggu (Tabel 3). Menurut Ockerman (1983), bahwa perbedaan nilai daya mengikat air daging dipengaruhi oleh kandungan protein dan karbohidrat daging, kandungan protein daging yang tinggi akan diikuti dengan semakin tingginya daya mengikat air. Hal ini sesuai dengan yang ditemukan Fidiyanto

(2007) dalam Trisnadewi (2009) bahwa daun pepaya dapat meningkatkan daya ikat air pada daging itik bali afkir.

Tabel 3. Kualitas fisik daging ayam kampung (Gallus domesticus) yang diberikan daun

pepaya terfermentasi.

Variabel

Perlakuan1

SEM2

A

B

C

D

Kadar Air

66.33a3)

41.74b

33,89b

40,37c

1.30

Daya Ikat Air

29.22a

34.08a

36.03a

30.83a

2.96

Susut Masak

50.42a

46.04a

45.41a

47.07a

1.30

pH

6.55a

6.68a

6.69a

6.63a

0.06

Keterangan:

1. Perlakuan A : Ransum tanpa penambahan daun pepaya (kontrol)

Perlakuan B : Ransum dengan penambahan 10% daun papaya

Perlakuan C :Ransum dengan penambahan 15% daun pepaya

Perlakuan D : Ransum dengan penambahan 20% daun pepaya

2. SEM:”Standard Error of the Treatment Mean”

3. Nilai dengan huruf berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05).

Susut Masak

Rataan susut masak dari daging ayam kampung umur 10 minggu pada perlakuan A (control) sebesar 50,42% (Tabel 3.). Susut masak daging ayam diberikan perlakuan B (pemberian 10% daun pepaya terfermentasi) , perlakuan C (pemberian 15% daun pepaya terfermentasi) dan perlakuan D (pemberian 20% daun pepaya) secara berturut-turut sebesar 8,69%, 9,93% dan 6,64% lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan A dan secara statistik tidak berbeda (P>0,05).

Jika dilihat nilai dari (Tabel 3.) pada penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian daun pepaya terfermentasi dalam ransum pada level 10-20% dapat menurunkan susut masak pada daging ayam kampung umur 10 minggu. Menurunnya susut masak ini berhubungan dengan meningkatnya daya ikat air pada daging. Hal ini sesuai dengan yang diutarakan Soeparno (2009) bahwa daging dengan susut masak lebih rendah mempunyai kualitas relatif lebih baik dibandingkan dengan susut masak lebih besar.

Nilai pH

Nilai rataan pH dari daging ayam kampung umur 10 minggu pada perlakuan A (kontrol) sebesar 6,55% (Tabel 3.). Nilai pH daging ayam pada perlakuan B (pemberian 10% daun

pepaya terfermentasi), perlakuan C (pemberian 15% daun pepaya terfermentasi) dan perlakuan D (pemberian 20% daun pepaya) secara berturut-turut sebesar 1,90%, 2,05% dan 1,28% lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan A dan secara statistik tidak berbeda (P>0,05).

Hal ini mungkin disebabkan oleh kurangnya kandungan energi pada ransum yang diberikan, karena menurut Soeparno (2005), otot pada ternak yang mengkonsumsi pakan berenergi rendah akan mempunyai pH yang lebih tinggi. Penelitian ini sesuai dengan yang ditemukan Siti et al. (2015) pada pemberian ekstrak daun pepaya terfermentasi dalam ransum komersial pada level 8-16% tidak memberi pengaruh yang nyata (P>0,05) terhadap pH daging ayam kampung umur 12 minggu.

Uji Organoleptik

Warna daging

Nilai skor warna daging ayam kampung menggunakan uji Non-Parametrik (Kruskal-Wallis) pada warna daging berbeda (P<0,05). Tingkat kesukaan panelis pada perlakuan A (kontrol) yaitu 3,20 (Tabel 4.). Sedangkan pada perlakuan B, C dan D berturut-turut 3,40, 4,20 dan 3,80. Penerimaan warna daging yang tertinggi terdapat pada perlakuan C yang memiliki nilai 4,20 (suka). Berdasarkan uji lanjutan Mann Whitney, tingkat kesukaan warna daging yang berbeda (P<0,05) yaitu perlakuan A (kontrol) dengan perlakuan C, sedangkan perlakuan A dengan B dan D tidak berbeda nyata (P>0,05).

Hal ini berhubungan dengan susut masak daging pada perlakuan C (15%) yang paling rendah. Jika susut masak rendah maka kualitas daging akan lebih bagus dibandingkan dengan susut masak tinggi. Dengan susut masak yang lebih tinggi, kualitasnya lebih rendah karena kehilangan nutrisi selama pemasakan lebih tinggi daripada daging yang susut masaknya lebih rendah (Soeparno, 2005).

Tekstur Daging

Nilai skor tekstur daging ayam kampung menggunakan uji Non-Parametrik (Kruskal-Wallis) pada tekstur daging tidak berbeda (P>0,05). Tingkat kesukaan panelis pada perlakuan A (kontrol) yaitu 3,00 (Tabel 4.). Sedangkan pada perlakuan B, C dan D berturut-turut 3,20, 3,90 dan 3,90. Penerimaan tekstur daging yang tertinggi terdapat pada perlakuan C dan

perlakuan D dengan nilai yang sama yaitu 3,90 (cenderung ke suka) diikuti oleh perlakuan B dengan nilai 3,20 (agak suka) dan perlakuan A (kontrol) dengan nilai 3,00 (agak suka).

Hal ini berhubungan dengan daun pepaya yang mengandung enzim papain bersifat proteolitik yaitu enzim yang dapat menghidrolisis ikatan - ikatan polipeptida pada serabut otot daging, sehingga tekstur daging lebih lembut. Bennion (1980) menyatakan bahwa hidrolisis protein miofibril terjadi pada filamen-filamen protein yang mengakibatkan terjadinya fragmentasi myofibril, pemutusan serat-serat daging dan pengurangan jaringan ikat yang mengikat antar serat menyebabkan integritas serat-serat daging berkurang, akibatnya keempukan daging akan meningkat semakin empuk tekstur suatu daging, maka semakin disukai oleh konsumen.

Tabel 4. Nilai organoleptik dari ayam yang diberikan ransum mengandung daun pepaya terfermentasi

Variabel

Perlakuan 1

SEM2

A

B

C

D

Warna

3.20a3

3.40a

4.20b

3.80a

0.018

Tekstur

3.00a

3.20a

3.90a

3.90a

0.023

Aroma

3.10a

3.30a

3.80a

3.40a

0.016

Citarasa

3.30a

3.50a

3.80a

3.50a

0.017

Penerimaan Keseluruhan

3.15a

3.35a

3.93b

3.65b

0.016

Keterangan

1. Perlakuan A : Ransum tanpa penambahan daun pepaya (control).

Perlakuan B : Ransum dengan penambahan 10% daun pepaya.

Perlakuan C :Ransum dengan penambahan 15% daun pepaya.

Perlakuan D: Ransum dengan penambahan 20% daun pepaya.

2. SEM:”Standard Error of the Treatment Mean”

3. Nilai dengan hurup berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05).

Aroma Daging

Nilai skor aroma daging ayam kampung menggunakan uji Non-Parametrik (Kruskal-Wallis) pada aroma daging tidak berbeda (P>0,05). Tingkat kesukaan panelis pada perlakuan A (kontrol) yaitu 3,10 (Tabel 4.). Sedangkan pada perlakuan B, C dan D berturut-turut 3,30, 3,80 dan 3,40. Penerimaan aroma daging yang tertinggi terdapat pada perlakuan C dengan nilai yaitu 3,80 (cenderung ke suka) diikuti oleh perlakuan D dengan nilai 3,40 (agak suka), perlakuan B dengan nilai 3,30 (agak suka) dan perlakuan A (kontrol) dengan nilai 3,10 (agak suka).

Hal ini disebabkan oleh daun pepaya mengandung antioksidan merupakan komponen yang dapat menunda, memperlambat dan mencegah reaksi radikal bebas dalam oksidasi lipid (Gordon, 2001; Maslarova, 2001; Southon dan Faulks, 2001 dalam Mouton et al.,2010; Surat, 2003; Barroeta, 2007). Ransum sangat kecil pengaruhnya terhadap aroma daging unggas, seperti halnya bangsa, kondisi lingkungan (litter, ventilasi), temperature scalding, pendinginan, pengemasan, dan penyimpanan (Northcutt, 2009).

Citarasa Daging

Nilai skor citarasa daging ayam kampung menggunakan uji Non-Parametrik (Kruskal-Wallis) pada citarasa daging tidak berbeda (P>0,05). Tingkat kesukaan panelis pada perlakuan A (kontrol) yaitu 3,30 (Tabel 4.). Sedangkan pada perlakuan B, C dan D berturut-turut 3,50, 3,80 dan 3,50. Penerimaan citarasa daging yang tertinggi terdapat pada perlakuan C dengan nilai yaitu 3,80 (cenderung ke suka) diikuti oleh perlakuan B dan perlakuan D dengan nilai yang sama yaitu 3,50 (agak suka) dan perlakuan A (kontrol) dengan nilai 3,30 (agak suka).

Hal ini menunjukan bahwa fermentasi dapat mengurangi rasa pahit pada daun pepaya namun tidak memberi pengaruh yang nyata terhadap citarasa daging. Menurut Armando (2005) pemberian 10% daun pepaya menimbulkan rasa daging yang sangat pahit. Lawrie,(1995) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi rasa daging antara lain perlemakan, bangsa, umur dan pakan. Selain itu, faktor lain yang juga mempengaruhi adalah proses pemasakan sebelum daging disajikan (Suherman, 1988). Hadiwiyoto (1992), menyatakan bahwa perubahan citarasa dapat disebabkan oleh adanya degradasi atau peruraian senyawa makromolekul daging broiler. Diantaranya degradasi asam lemak rantai karbon pendek menjadi lebih Panjang yang dapat menyebabkan citarasa berubah dan intensitasnya menurun (Tranggono, 1991).

Penerimaan Keseluruhan

Nilai skor penerimaan keseluruhan daging ayam kampung menggunakan uji Non-Parametrik (Kruskal-Wallis) pada penerimaan keseluruhan berbeda (P<0,05). Tingkat kesukaan panelis pada perlakuan A (kontrol) yaitu 3,15 (Tabel 4.). Sedangkan pada perlakuan B, tidak berbeda (P>0,05) dibandingkan dengan A. Nilai penerimaan keseluruhan yang tertinggi terdapat pada perlakuan C yang memiliki nilai 3,93 (cenderung ke suka).

Berdasarkan uji lanjutan Mann Whitney, penerimaan keseluruhan yang berbeda (P<0,05) yaitu perlakuan A (kontrol) dengan perlakuan C dan D.

Nilai skor penerimaan secara keseluruhan meningkat seiring penambahan daun pepaya terfermentasi dalam ransum 10-20% (Tabel 4.). Pada penelitian ini rata-rata yang paling disukai oleh panelis dari ke empat perlakuan tersebut adalah pada perlakuan C yang meliputi ( warna, tekstur, aroma dan citarasa) dengan jumlah rataan 3,93% (agak suka). Hal ini ada hubungannya dengan pemberian daun pepaya terfermentasi dalam ransum sampai 15% dapat berpengaruh nyata terhadap nilai skor pada perlakuan C.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian daun pepaya terfermentasi dalam ransum pada level 15% menurunkan kadar air tetapi meningkatkan penerimaan terhadap warna dan keseluruhan, sedangkan variabel lainnya seperti, daya ikat air, pH daging, tekstrur, aroma, dan citarasa tidak dipengaruhi.

Saran

Dari hasil penelitian ini dapat disarankan bahwa untuk mendapatkan kualitas daging ayam kampung yang baik khususnya untuk peternak ayam kampung pedaging dapat menambahkan daun pepaya terfermentasi dalam ransum dengan level 10-15%.

UCAPAN TERIMA KASIH

Perkenankan penulis mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, Sp.S (K), Dekan Fakultas Peternakan Dr. Ir. I Nyoman Tirta Ariana, MS, Koordinator Program Studi Sarjana Peternakan Dr. Ir. Ni Wayan Siti, M.Si, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan di Program Studi Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana.

DAFTAR PUSTAKA

Armando B.M.A 2005. Kualitas dan Mikrostruktur Daging serta Organ Dalam Ayam Kampungyang diberi Pakan Tambahan Daun Pepaya. Tesis Program Pascasarjana UniversitasGajah Mada, Yogyakarta.

Afrianti M, B Dwiloka, EB Setiani, 2013. AnEffect of Soaking Senduduk (Melastoma malabathricum L.) leaf extract for Bacteria Total, pH, and Water Content in Broiler Meat with During Storage. J. Pangan dan Gizi. 4 (7): 49-56.

Balai Pembibitan Ternak Unggul dan Hiajuan Pakan Ternak (BPTU) Sapi Dwiguna dan Ayam Sembawa. 2013. Laporan Tahunan. Seksi Pelayanan Teknis Pemeliharaan Bibit. BPTU/HPT

Bennion, M. 1980. The Science of Food. New York: John Willey and Sons

Bidura, I. G. 2007. Aplikasi Produk Bioteknologi Pakan Ternak. Udayana University. Press, Unud, Denpasar.

Cohen N, Ennaji H, Bouchrif B, Hassar M, Karib H. 2007. Comparative Study of Microbiological Quality of Raw Poultry Meat at Various Seasons and for Different Slaughtering Processes in Casablanca (Morocco). The Journal of Applied Poultry Research 16(4):502-508. doi:10.3382/japr.2006-00061

Gordon, M.H. 2001. The development of oxidative rancidity in food. In: J. Pokorny, N Yanishhlieva dan Gordon (Eds). Antioxidant in Food CRC Press Boca Raton Boston New York, Washington DC.

Hadiwiyoto, S. 1992. Kimiadan Teknologi Daging Unggas. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. UGM, Yogyakarta.

Hartono, Y. 1994. Pengaruh penggunaan pasir dalam ransum terhadap persentase potongan komersial,dan organ bagian dalam ayan broiler. Karya Ilmiah.Fakultas Peternakan IPB. Bogor.

Kimball, J.W. 1983. Ed 5 Biologi. Tjitrosomono SS, Nawangsari S, penerjemah. Terjemahan dari: Biology, fifth edition. Erlangga. Bogor

Kukuh R, Hafied . 2010. Pengaruh Suplementasi Probiotik Cair EM4 terhadap Performan Domba Lokal Jantan. Surakarta : Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret.

Lawrence, B.V., O. Adeola and T.R. Cline. 1994. Nitrogen utization and Lean Growth Performance of 20 to 50 kilograms Pig Fed Diet Balanced for Lysine: Energy Ratio. J. Anim. Sci. (72).

Northcutt, J.K. 2009. Factors Affecting Poultry Meat Quality. The University of Georgia Cooperative Extension Service-College of Agricultural and Environmental Sciences Departement of Poultry Science (Bulletin 1157). Pub. : 12/01/2009

Ockerman. 1983. Chemistry of Meat Tissue. 10 th Ed. Departemen of Animal Sc. The Ohio State University and The Ohio Agricultural research and Development Center

Siti N.W., N.M.S Sukmawati, Ardika IN, Sumerta NM, Witariadi NN, Kusumawati C, Roni GK. 2016. Pemanfaatan Ekstrak Daun Pepaya Terfermentasi untuk Meningkatkan kualitas Daging Ayam Kampung. Majalah Ilmiah Peternakan. Vol 19 (2).

Suryaningsih, S.Q. 1994. Studi Taksonomi Anggota Suku Amaryllidaceae Ditinjau dari sifat Kandungan Alkaloidnya. Skripsi. Fakultas Farmasi UGM. Yogyakarta.

Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Dading. Edisi ke-4. Gajah Mada university Press.Yogyakarta.

Soeparno. 2009. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. 6; 152-156; 289-290; 297–299.

Soekarto, S. 2002. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Bharata Karya Aksara. Jakarta.

Siegel, S. 1997. Statistika Nonparametrik Untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta: Gramedia.

Suherman, D. 1988. Cara Pemasakan terhadapRasa Daging Ayam Broiler. MajalahPoultry Indonesia 104: 26-27

Trisnadewi, A.A.A. S. dan T.G. Belawa Yadnya. 2009. Pengaruh pemberian tepung daun pepaya (Carica papaya L.) dan starbio terhadap kualitas betutu itik bali. Proseding Seminar Nasional FTP Unud. Hal. 193-196

Tranggono. 1991. Citarasa (Flavor) Bahan Makanan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. UGM, Yogyakart

Yashoda K, Sachindra N, Sakhare P, RAO DN. 2001. Microbiological quality of broiler chicken carcasses processed hygienically in a small scale poultry processing unit. Journal of food quality 24(3):249-259

Diarsa, I W., J. Peternakan Tropika Vol. 9 No. 2 Th. 2021: 474- 489

Page 489