ISSN 2722-7286

Jurnal

FAPET UNUD


Jurnal


Peternakan Tropika

Journal of Tropical Animal Science

email: jurnaltropika@unud.ac.id

Submitted Date: August 3, 2020

Accepted Date: September 3, 2020


Editor-Reviewer Article: A.A. Pt. Putra Wibawa & Eny Puspani

PEMBERIAN TEPUNG CANGKANG KERANG DALAM RANSUM TERHADAP KARKAS DAN KOMPOSISI FISIK KARKAS AYAM ISA BROWN SETELAH AFKIR

Andikayana, I P. R. , G. A. M. K. Dewi., dan I G. A. A. Putra

PS. Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar, Bali

E-Mail: andikayana@student.unud.ac.id, Telpon: +6282236656005

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ransum komersial yang ditambahkan tepung cangkang kerang terhadap karkas dan komposisi fisik karkas ayam Isa Brown setelah afkir. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Pesedahan, Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem selama empat minggu. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan empat perlakuan, tiap perlakuan menggunakan lima ulangan dan setiap ulangan menggunakan tiga ekor ayam Isa Brown. Perlakuan yang diberikan adalah ransum komersial tanpa ditambah tepung cangkang kerang (A/kontrol) , ransum komersial ditambah 1%, 2% dan 3% tepung cangkang kerang (B, C dan D). Variabel yang diamati dalam penelitian ini antara lain berat potong, berat karkas, persentase daging, persentase tulang, kulit dan lemak. Hasil penelitian menunjukan penambahan tepung cangkang kerang 1%, 2%, dan 3% dalam ransum komersil menunjukan hasil pada persentase tulang, lemak dan kulit lebih tinggi berbeda nyata (P<0,05) dibandingkan ayam yang mendapatkan perlakuan A (kontrol). Sedangkan penambahan tepung cangkang kerang 1%, 2%, dan 3% dalam ransum komersial terhadap berat potong, berat karkas, dan persentase daging lebih tinggi berbeda tidak nyata (P>0,05) dibandingkan dengan ayam yang mendapatkan perlakuan A (kontrol). Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penambahan 1%, 2% dan 3% tepung cangkang kerang dalam ransum komersial tidak mempengaruhi berat potong, berat karkas, persentase daging yang dihasilkan tetapi terjadi peningkatan persentase tulang, kulit dan lemak.

Kata Kunci: Ayam Isa Brown, tepung cangkang kerang, karkas, komposisi fisik karkas.

THE PROVISION OF CLAMSHELL FLOUR IN THE RATION OF CARCASS AND PHYSICAL COMPOSITION OF ISA BROWN CHICKEN AFTER REJECT

ABSTRACT

This study aims to determine the effect of commercial ration supplemented with clamshell flour for carcass and the physical composition carcasses of Isa Brown chicken after reject. This research was carried out in Pasedahan Village, Manggis District, Karangasem Regency for four weeks. The design used in this study was a completely randomized design (CRD) with four treatments, each treatment using five replications and each unit using three Isa Brown chickens. The treatments given were commercial rations without adding clamshell


flour (A / control), commercial rations added 1%, 2% and 3% clamshell flour (B, C and D). The variables observed in this study included cutting weight, carcass weight, meat percentage, bone percentage, skin and fat. The results of this study showed that the addition of 1%, 2%, and 3% clamshell flour in commercial rations showed higher results on the percentage of bones, fat and skin significantly (P <0.05) compared to chickens that received treatment A (control) . While the addition of 1%, 2%, and 3% clamshell flour in commercial rations on cutting weight, carcass weight, and percentage meat of higher were not significantly different (P> 0.05) compared to chickens that received treatment A (control). Based on the results of this study it can be concluded that the addition of 1%, 2% and 3% clamshell flour in commercial rations did not affect the cutting weight, carcass weight, percentage of meat produced but an increase in the percentage of bone, skin and fat.

Keywords: Isa Brown Chicken, clamshell flour, carcass, carcass physical composition.

PENDAHULUAN

Ayam petelur adalah jenis ternak unggas yang telah dikenal diseluruh pelosok dan diternakan sebagai penghasil daging maupun telur. Konsumsi masyarakat akan protein hewani dari tahun ketahun semakin meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia. Ayam Petelur merupakan salah satu ternak yang dapat memenuhi kebutuhan protein hewani, selain telur tentunya daging yang dapat dikonsumsi oleh masyarakat. Menurut Badan Pusat Statistik (2019) populasi ayam ras petelur komersial terus meningkat dari tahun 2009-2018 yaitu mencapai 261.932.627 ekor. Peningkatan terjadi disebabkan banyak masyarakat yang memilih usaha ayam petelur sabagai sumber penghasilan secara komersial.

Daging ayam petelur mempunyai rasa enak dan gurih, tetapi juga dikenal lebih alot

dari daging ayam broiler. Daging ayam petelur yang sudah di afkir digunakan sebagian pengusaha atau masyarakat sebagai olahan bakso, sate, ayam betutu dan sebagiannya. Sebagai penghasil daging, hal yang perlu diperhatikan adalah bagian komposisi fisik karkasnya. Karkas yang baik dapat dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal (lingkungan) dapat mempengaruhi sekitar 70% dan faktor internal (genetik) dapat mempengaruhi sekitar 30% (Kurtini et al., 2011).

Permasalahan yang dihadapi di lapangan, yaitu ayam petelur Isa Brown yang telah di afkir banyak mengalami kelumpuhan dan perdagingan menurun. Selain itu, ayam yang dipelihara melebihi dari umur afkir, peternak masih memelihara ayam tersebut sampai diatas umur 95 minggu. Umumnya, ayam petelur sudah diafkir pada umur 80 minggu karena semakin bertambahnya umur kualitas telur yang dihasilkan semakin menurun, hal ini disebabkan kandungan mineral dalam tubuh ayam semakin berkurang (Hargitai et al., 2011). Ransum mempunyai peranan penting bagi ayam petelur yang digunakan untuk proses

reproduksi dan proses produksi (Budiansyah, 2010). Pakan merupakan komponen biaya produksi terbesar yaitu 60%-70% dalam usaha peternakan unggas (Mirwandhono dan Siregar, 2004). Untuk mendapatkan kualitas karkas yang tinggi (rendah lemak dan kolestrol) serta daging yang empuk, maka dalam ransum perlu ditambahkan suatu bahan yang dapat meningkatkan komposisi fisik karkas ayam petelur dimasa afkir. Kekurangan suatu zat nutrisi dalam ransum dapat menimbulkan kerusakan dan kegagalan produksi serta reproduksi, kandungan nutrisi dalam ransum harus sesuai dengan kebutuhan dan umur ternak. Sumadi (2017) menyatakan untuk mengatasi kekurangan mineral pada ayam petelur umur 80 minggu keatas dapat diatasi dengan penambahan kalsium yang cukup ke dalam ransum. Sebelumnya, Widharto dan Marsudi (2017) menyatakan bahwa dengan penambahan kalsium dalam ransum belum dapat meningkatkan konsumsi pakan dan penambahan bobot badan harian, tetapi dapat meningkatkan bobot karkas. Menurut Dewi (2012) menyatakan penggunaan kalsium sampai 15% dalam ransum dapat meningkatkan pertambahan bobot badan ayam broiler.

Sumber kalsium yang dapat di berikan yaitu tepung cangkang kerang. Menurut Kurniasih et al., (2017) cangkang kerang bermanfaat untuk meningkatkan stamina,

memperbaiki kualitas telur, mencegah penyakit lumpuh, mencegah kurang darah, dan mencegah cacat kuku dan paruh. Kebutuhan kalsium (Ca) sebagai salah satu mineral yang banyak dibutuhkan ayam petelur sebesar 2,00% pada masa pre-layer dan meningkat 4.104.50% pada masa layer (Anonim, 2013). Kurniasih et al., (2017) menganalis kandungan cangkang kerang dan memperoleh hasil data sebagai berikut: kandungan kalsium sebesar 40% dan phospor sebesar 1%. Berdasarkan infomasi tersebut, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh penambahan tepung cangkang kerang dalam jumlah yang berbeda pada ransum terhadap karkas dan komposisi fisik karkas ayam petelur Isa Brown setelah afkir.

MATERI DAN METODE

Materi

Tempat dan waktu penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada peternak di Desa Pesedahan, Kecamatan Manggis, Karangasem, Bali, berlangsung selama 4 minggu.

Ternak ayam

Ayam yang digunakan dalam penelitian ini adalah ayam petelur strain Isa Brown umur 95 minggu sebanyak 60 ekor yang mendekati berat rata-rata ± standar deviasi (1656,5 g ± 6,72.

Kandang dan perlengkapan

Kandang yang digunakan untuk penelitian ini adalah kandang tipe “battery” dengan ukuran panjang 30 cm, lebar 20 cm, dan tinggi 30 cm yang terbuat dari kawat jaring dengan atap kandang mengunakan seng. Semua petak kandang sudah dilengkapi dengan tempat pakan dan tempat air minum.

Kalsium

Kalsium yang diberikan bersumber dari limbah cangkang kerang yang sudah dihaluskan menjadi tepung.

Ransum dan air minum

Ransum yang digunakan dalam penelitian ini adalah ransum komersial yang ditambah tepung cangkang kerang. Air minum yang diberikan pada penelitian ini bersumber dari air PDAM.

Tabel 1. Ransum Komersial Ayam Petelur

Perlakuan1)

Ransum

A

B

C

D

Komersial (%)

100

100

100

100

Tepung cangkang kerang (%)

0

1

2

3

Keterangan :

1) A = Ransum komersial tanpa tepung cangkang kerang

B = Ransum komersial ditambah 1% tepung cangkang kerang

C = Ransum komersial ditambah 2% tepung cangkang kerang

D = Ransum komersial ditambah 3% tepung cangkang kerang

Tabel 2. Kandungan Nutrisi Ransum Penelitian

Kandungan Nutrien2)

A

Perlakuan1) B

C

D

Standar3)

Energi    Termetabolis

2900

2871

2842

2813

2900

Kkl/Kg

Protein kasar (%)

18

17,86

17,72

17,58

15-18

Lemak kasar (%)

10,13

10,03

9,93

9,83

2,5-7,0

Serat kasar (%)

3,08

3,05

3,02

2,99

7,0

Kalsium/ Ca (%)

3,13

3,50

3,87

4,24

3.25-4,0

Phosfor/ P (%)

0,45

0,46

0,46

0,47

0,6-0,9

Keterangan :

1) A = Ransum komersial tanpa tepung cangkang kerang

B = Ransum komersial ditambah 1% tepung cangkang kerang

C = Ransum komersial ditambah 2% tepung cangkang kerang

D = Ransum komersial ditambah 3% tepung cangkang kerang

2)  Ransum komersial PT. Wonokoyo

3)  Standar Nasional Indonesia (2016)

Peralatan

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah terdiri dari kandang ternak, tempat ransum penelitian, tempat air minum, timbangan elektrik, tempat sampel, papan iris dan nampan plastik digunakan pada saat pemotongan serta alat tulis untuk mencatat setiap kegiatan yang dilaksanakan dari awal pemeliharaan sampai akhir pemotongan ternak.

Metode

Rancangan penelitian

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 4 perlakuan dan 5 kali ulangan. Setiap ulangan berisi 3 ekor ayam petelur umur 95 minggu, sehingga total ayam yang digunakan adalah 4 x 5 x 3 = 60 ekor. Adapun perlakuan tersebut adalah;

A = Ransum komersial tanpa tepung cangkang kerang

B = Ransum komersial ditambah 1% tepung cangkang kerang

C = Ransum komesrsial ditambah 2% tepung cangkang kerang

D = Ransum komersial ditambah 3% tepung cangkang kerang

Pengacakan ayam petelur

Sebelum penelitian dimulai, untuk mendapatkan berat badan ayam petelur yang homogen/koefisien variasi < 5%, maka semua ayam ditimbang untuk mencari berat badan rata-rata (X) dan standar deviasinya. Prosedur pengacakan ayam dalam penelitian ini yaitu penempatan ayam dilakukan melalui teknik pengacakan lengkap. Ayam yang digunakan adalah yang memiliki kisaran berat badan mendekati rata-rata ± standar deviasinya (1656,5 g ± 6,72) sebanyak 60 ekor. Ayam tersebut kemudian dimasukan ke dalam 5 unit kandang battery secara acak dan masing-masing unit diisi 3 ekor.

Pencampuran ransum

Pencampuran ransum dilakukan dengan cara menimbang terlebih dahulu ransum komersial sesuai dengan perlakuan. Penimbangan dilanjuktan dengan menimbang tepung cangkang kerang sebanyak 1%, 2%, dan 3%. Kemudian ransum komersial dan tepung cangkang kerang dicampur sesuai dengan perlakuan sampai homogen. Ransum yang telah homogen dimasukan ke dalam kantong plastik dan diberi kode sesuai perlakuan.

Pemberian ransum dan air minum

Ransum dan air minum diberikan secara ad libitum (tersedia setiap saat). Tempat pakan diisi ¾ untuk menghindari ransum tercecer pada saat ayam makan. Air minum yang diberikan selama penelitan bersumber dari PDAM.

Pengambilan sampel

Pengambilan sampel dilakukan pada ayam yang berumur 99 minggu, untuk mendapatkan sampel yang homogen semua ayam ditimbang, kemudian dicari berat rata-ratanya. Ayam yang digunakan sebagai sampel adalah yang memiliki berat badan mendekati rata-rata ± standar deviasi sebanyak 20 ekor yang diambil dari tiap ulangan 1 ekor.

Prosedur pemotongan

Sebelum melakukan penyembelihan/pemotongan, ayam terlebih dahulu dipuasakan 12 jam, tetapi air minum tetap diberikan, kemudian ditimbang berat badannya. Pemotongan ayam dilakukan dengan metode Kosher yaitu dengan memotong dibagian leher ayam. Darah yang keluar ditampung dengan mangkok lalu di timbang beratnya. Setelah ayam dipastikan mati, selanjutnya mencelupkan ke dalam air panas dengan suhu ± 65 oC – 75 oC, selama ±1 menit. Tahap selanjutnya adalah pencabutan bulu, memisahkan bagian karkas dan mencari berat karkas dengan cara memotong bagian kepala, leher, dan kaki serta mengeluarkan organ dalamnya. Setelah karkas diperoleh, selanjutnya dilakukan pemisahan semua bagian karkas yang terdiri atas bagian tulang, daging, dan lemak termasuk kulit, kemudian ditimbang.

Variabel yang diamati

Variabel yang diamati adalah berat potong, berat karkas, dan komposisi fisik karkas ayam yang meliputi persentase tulang, daging, dan lemak termasuk kulit.

  • 1)    Berat potong, didapatkan dengan menimbang semua ayam pada setiap unit percobaan, kemudian dirata-rata, dan ayam yang dipotong adalah ayam yang mempunyai berat badan yang paling mendekati berat badan rata-rata dalam setiap unit kandang.

  • 2)    Berat karkas, didapatkan dengan menimbang berat ayam setelah dipotong dikurangi berat bagian darah, bulu, kepala, leher, kaki, organ dalam (kecuali ginjal dan paru-paru yang menempel pada bagian punggung), dan saluran pencernaan dari tubuh ayam.

  • 3)    Berat komposisi fisik karkas, diperoleh dengan menimbang bagian daging, tulang, dan lemak termasuk kulit dari karkas. Masing-masing komponen karkas tersebut kemudian dibagi dengan berat karkas dan dikalikan 100%.

Analisis data

Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam. Apabila terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05) diantara perlakuan, maka analisis dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan (Steel dan Torrie, 1993).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh hasil dari pengaruh pemberian tepung cangkang kerang dalam ransum terhadap karkas dan komposisi fisik karkas ayam Isa Brown setelah afkir yang dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Pengaruh Pemberian Tepung Cangkang Kerang dalam Ransum terhadap

Karkas dan Komposisi Fisik Karkas Ayam Isa Brown Setelah Afkir

Variabel

A

Perlakuan1

D

SEM2

B

C

Berat Potong (g)

1648,60a

1658,80a

1654,20a

1664,40a

9,67

Berat Karkas (g)

949,74a

981,35a

969,93a

960,26a

14,78

Persentase Daging (%)

53,33a

53,68a

53,10a

53,12a

0,21

Persentase Tulang (% )

29,75bc

30,02c

28,61a

29,51b

0,29

Persentase   Kulit   dan

Lemak (%)

16,91b3)

16,30a

18,29d

17,37c

0,14

Keterangan:

1. Ransum Komersial

A = Ransum komersial tanpa tepung cangkang kerang

B = Ransum komersial ditambah 1% tepung cangkang kerang

C = Ransum komesrsial ditambah 2% tepung cangkang kerang

D = Ransum komersial ditambah 3% tepung cangkang kerang

2. Standart error of the treatment means

3. Nilai dengan huruf berbeda pada baris yang sama adalah berbeda nyata (P<0,05)

Berat potong ayam pada penambahan tepung cangkang kerang dalam ransum komersial dengan analisis ragam (Tabel 3) menunjukan hasil berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap berat potong ayam petelur Isa Brown, hal ini disebabkan karena umur ayam yang sudah tua dan kandungan tepung cangkang kerang didalam ransum yang diserap dalam tubuh ternak belum mampu mencukupi kebutuhan ternak sehingga memberikan nilai yang negatif pada pertambahan berat badan ayam, hal ini sejalan dengan pendapat Dewi et al. (2011) yang menyatakan bahwa pemberian kalsium-palm fatty acid (Ca-PFA) dalam ransum hingga 15% tidak berpengaruh terhadap pertambahan berat badan, karkas, dan komposisi fisik karkas ayam. Konsumsi ransum pada ayam di pengaruhi oleh lingkungan, umur dan kadungan energi yang terdapat dalam ransum, hal ini sesuai dengan pernyataan Suprijatna et al. (2005) menyatakan apabila kebutuhan energi telah terpenuhi maka ayam akan mengurangi, bahkan

menghentikan konsumsi ransum, oleh karena itu tingkat kandungan zat-zat makanan dalam ransum harus memadai atau menyesuaikan dengan tingkat kandungan energi ransum. Pernyataan diatas diperkuat dengan pendapat Nitis (1980) bahwa ransum yang tidak seimbang antara energi dan protein akan mengganggu atau menghambat pertumbuhan ayam. Berat potong yang tinggi, menggambarkan karkas yang baik serta perdagingan yang banyak. Berat potong cerminan proses pertumbuhan yang merupakan manifestasi dari pertumbuhan sel yang mengalami hiperplasi atau pertambahan ukuran. Jika zat makanan sedikit yang mampu diserap oleh tubuh maka menghasilkan berat badan yang rendah.

Rerataan berat karkas ayam pada penambahan tepung cangkang kerang dalam ransum komersial dengan analisis ragam (Tabel 3) menunjukan hasil berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap berat karkas ayam petelur Isa Brown. Hal ini dipengaruhi oleh berat potong, karena berat potong yang besar diikuti oleh berat karkas yang besar pula dan sebaliknya, hal ini sesuai dengan pendapat Haroen (2003), dalam Salam et al., 2017) menyatakan bahwa berat karkas sangat erat kaitannya dengan berat potong dan pertambahan berat badan. Karkas sering digunakan untuk menilai produksi ternak khususnya produksi daging. Berat potong semakin tinggi, maka berat karkas yang dihasilkan juga semakin tinggi, selain itu faktor genetik dan lingkungan dapat mempengaruhi laju pertumbuhan dan komposisi tubuh yang meliputi distribusi berat dan komponen karkas, hal ini sejalan dengan pendapat Resnawati (2004), bobot karkas yang dihasilkan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu umur, jenis kelamin, berat hidup, kualitas ransum serta strain yang dipelihara.

Rata-rata (Tabel 3) ayam pada penambahan tepung cangkang kerang dalam ransum dengan persentase berbeda, setelah di analisis ragam menunjukan hasil berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap persentase daging ayam petelur Isa Brown. Hal ini disebabkan karena kondisi ayam sudah tua (afkir) sehingga penyerapan kalsium kedalam daging berkurang. Penyerapan kalsium pada daging erat kaitannya dengan jumlah konsumsi protein melalui mekanisme CaBP, hal ini sejalan dengan Scott et al. (1998) menyatakan bahwa asupan protein berperan dalam mekanisme pengangkutan kalsium yang dikenal dengan calcium binding protein (CaBP), yang memiliki fungi sebagai pembawa kalsium kedalam sel mukosa usus dan masuk ke pembuluh darah dan diangkut ke jaringan yang membutuhkan. Semakin tinggi konsumsi protein maka kalsium yang diikat pada mekanisme CaBP semakin banyak. Hal ini diperkuat oleh Rusminah (2015) menyatakan bahwa asupan protein yang rendah

mengakibatkan CaBP juga rendah yang berdampak berkurangan kalsium yang masuk ke dalam jaringan, termasuk daging.

Hasil penelitian (Tabel 3) ayam yang diberikan penambahan tepung cangkang kerang dalam ransum dengan persentase berbeda setelah di analisis ragam menunjukan hasil berbeda nyata (P<0,05) terhadap persentase tulang ayam petelur Isa Brown. Hal ini disebebkan karena kondisi ayam sudah tua dan memerlukan sumber kalsium yang lebih tinggi, diimbangi dengan kandungan pospor sehingga dapat memperbaiki susunan tulang, hal ini sejalan dengan Kurniasih et al., (2017) menyatakan bahwa cangkang kerang bermanfaat untuk meningkatkan stamina, memperbaiki kualitas telur, mencegah penyakit lumpuh, mencegah kurang darah, dan mencegah cacat kuku. An et al., (2016) Kandungan Ca dari pakan akan mempengaruhi tulang dan kulit telur ayam dan paruh dan diperkuat oleh Anggorodi (1995) menyatakan bahwa mineral Ca dan P sangat dibutuhkan dalam proses pembentukan tulang. Pada awal proses pertumbuhan, proporsi tulang akan mengalami pertambahan lebih cepat dibandingkan dengan daging dan lemak dikarenakan tulang merupakan struktur utama dari tubuh (Adiantara et al., 2020). Ayam membutuhkan kalsium tinggi untuk memenuhi kebutuhan makro mineral sebagai komponen pembetukan tulang dan kerabang telur, mengatur kerja sistem syaraf, membantu dalam mekanisme penyerapan vitamin B12, mengatur kontraksi otot, dan pertumbuhan, hal ini sejalan dengan pendapat Peters dan Mahan (2008) menyatakan asupan Ca yang tidak memadai dapat mempengaruhi kandungan mineral tulang, fungsi otot, dan fungsi mineral tubuh lainnya.

Ayam yang diberikan penambahan tepung cangkang kerang dalam ransum dengan persentase berbeda (Tabel 3) setelah di analisis ragam menunjukan hasil berbeda nyata (P<0,05) terhadap persentase kulit dan lemak ayam petelur Isa Brown. Hal ini diduga karena adanya pengaruh Ca dalam metabolisme lemak dan dipengaruhi oleh umur ayam yang sudah tua sehingga lemak banyak di timbun dalam tubuh, hal tersebut sejalan dengan pendapat Mentari et al. (2014) bahwa terdapat interaksi antara lemak dan kalsium karena metabolisme lemak dapat dipengaruhi oleh keberadaan Ca. Pembentukan lemak tubuh pada ayam petelur dipengaruhi oleh umur dan makanan yang dikonsumsinya. Menurut Maryuni dan Wibowo (2005) penimbunan lemak dipengaruhi oleh komposisi ransum antara lain tingkat kandungan energi dalam ransum, perbandingan energi protein dan kadar lemak ransum. Lemak mempunyai pola pertumbuhan yang berbeda, di awal pertumbuhanan lemak sangat lambat,

tetapi pada saat fase penggemukan, pertumbuhannya meningkat dan cepat (Berg dan Butterfield, 1976).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penambahan 1%, 2% dan 3% tepung cangkang kerang dalam ransum komersial tidak mempengaruhi berat potong, berat karkas, persentase daging yang dihasilkan tetapi terjadi peningkatan persentase tulang, persentase kulit dan lemak.

Saran

Saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian ini, peternak dapat mengaplikasikan pemberian tepung cangkang kerang sampai 3% pada ransum komersial terhadap ayam petelur Isa brown setelah afkir karena secara nyata dapat meningkatkan persentase tulang, lemak dan kulit.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucap syukur kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa sehingga penulis diberi kelancaran dalam melaksanakan penelitian ini. Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S (K)., Dekan Fakultas Peternakan Universitas Udayana Bapak Dr. Ir. I Nyoman Tirta Ariana, MS., kedua dosen pembingbing, orang tua, serta teman-teman seperjuangan yang telah bekerja, membantu dan meluangkan waktunya selama penelitian hingga diterbitkannya jurnal ini.

DAFTAR FUSTAKA

Adiantara, I. P., G. A. M. K. Dewi., dan M. Wirapartha. 2020. Pengaruh Pemberian Tepung Kulit Kerang Pada Ransum Komersial Terhadap Persentase Karkas Ayam Isa Brown Umur 105 Minggu. Jurnal Peternakan Tropika Vol. 8 No. 2 Th. 2020: 368 – 380

An, S. H., Kim, D. W., dan An, B. K. 2016. Effects of dietary calcium levels on productive performance, eggshell quality and overall calcium status in aged laying hens. Asian-Australasian Journal of Animal Sciences.

Anggorodi, R. 1995. Nutrisi Aneka Ternak Unggas. PT. Gramedia Pustaka, Jakarta.

Anonim, 2013. Manajement Guid Cage Housing Lohman Brown Classic. Lohmann Tirzucht, Germany.

Badan Pusat Statistik. 2019. Populasi ayam ras petelur menurut provensi. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. Kementan. https://www.bps.go.id/dynamictable /2015/12/18/1031/populasi-ayam-ras-petelur-menurut-provinsi-2009-2018.html%20. Diakses tanggal 2 Januari 2020.

Berg, R. T. dan R. Butterfield. 1976. New Concept of Cattle Growth. Sidney University Press, Sydney.

Budiansyah, B. 2010. Performan Ayam Broiler Yang Diberi Ransum Yang Mengandung Bungkil Kelapa Yang Difermentasi Ragi Tape Sebagai Pengganti sebagian Ransum Komersial. Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan Februari, 2010, Vol. XIII, No. 5.

Dewi, G. A. M. K., Astawa, P. A., dan Sumadi, I. K. (2011). Effect of inclusion calcium-palm fatty acid (ca-pfa) on growth performance and profile of body fatty acid of broiler. Journal of the Indonesian Tropical Animal Agriculture.

Dewi, G. A. M. K. (2012). Pengaruh penggunaan kalsium-asam lemak sawit ( ca-als ) terhadap performans ayam broiler. Majalah Ilmiah Peternakan.

Hargitai, R., R. Mateo, A. Torok. 2011. Shell tickness and pore density in relation to shell colouration female characterstic, and enviroental factors in the collared flycatcher ficedulaalbicollis. Journal. Ornithol. 152: 579-588.

Haroen, U. 2003. Respon ayam broiler yang diberi tepung daun sengon (Abizzania falcataria) dalam ransum terhadap pertumbuhan dan hasil karkas. Jurnal Ilmiah Ilmu-ilmu Peternakan, 6 (1): 34-41.

Kurniasih, D., Rahmat, M. B., Handoko, C. R., Zuhri, A. A. 2017. Pembuatan pakan ternak dari limbah cangkang kerang di desa Bulak Kenjeran Surabaya. Seminar MASTER PPNS. ISSN: 2548-1509.

Kurtini, T., K. Nova, dan D. Septinova. 2011. Produksi Ternak Unggas. Anugrah Utama Rahaja (AURA) Printing dan Pablishing. Bandar Lampung.

Maryuni, S. S. dan C. H. Wibowo. 2005. Pengaruh kandungan lisin dan energi metabolis dalam ransum yang mengandung ubikayu fermentasi terhadap Konsumsi Ransum dan Lemak Ayam Broiler. J. Indon.Trop. Anim. Agric. 30(1): 26-33.

Mentari, A.S., L.D. Mahfudz dan N. Suthama. 2014. Massa protein dan lemak daging pada ayam Broiler yang diberi tepung Temu kuncing (Bosenbergia pandurata ROXB.) dalam ransum. Animal Agriculture Journal. 3(2): 211-220.

Mirwandhono, E dan Z. Siregar. 2004. Pemanfaatan Hidrolisat Tepung Kepala Udan dan Limbah Kelapa Sawit Yang Difermentasi Dengan Aspergillus niger, Rizhopus oligorpus Dan Thricordema viridae Dalam Ransum Unggas. Laporan Penelitian. Fakultas Pertanian Sumatra Barat.

Nitis, I. M. 1980. Makanan Ternak salah satu sarana Untuk Meningkatkan Produksi ternak. Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Ilmu Makanan ternak. FKHP Universitas Udayana. Denpasar

PT. Medion, 2012. Mineral Ayam Petelur. (http//info.medion.co.id). (di unduh 6 juni 2019).

Peters, J.C. & Mahan, D.C., 2008. Effects of dietary organic and inorganic trace mineral levels on sow productive performance and daily mineral intakes over six parities. J. Anim. Sci. 86, 2247-2260.

Resnawati, H. 2004. Bobot potongan karkas dan lemak abdomen ayam ras pedaging yang diberi ransum mengandung tepung cacing tanah (Lumbricus rubellus). Balai Penelitian Ternak. Bogor.

Rusminah. 2015. Masa Kalsium dan Masa Protein Daging pada Ayam Broiler yang diberi Ransum Menggunakan Eceng Gondok (Eichchornia crassipes) Terfermentasi. Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro, Semarang. (Skripsi)

Scott, M. L., M. C. Nosheim and R. J. Young. 1982. Nutrition of the Chiken. 3rd ed. Cornell Univer-sity. Ithaca, New York.

Standar Nasional Indonesia. 2016. Laying Hen Feed (Layer) Part 5 : Production Period (Pakan ayam ras petelur ( layer ) Bagian 5: Masa produksi).

Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan Biometrik. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Sumadi, K. 2017. Kebutuhan Mineral Pada Ayam Petelur. Ilmu Gizi Ternak Unggas. Fakultas Peternakan. Universitas Udayana

Suprijatna, E., U. Atmomarsono dan R. Kartasudjana. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar Swadaya, Jakarta.

Widharto, W. Marsudi. 2017. Pengaruh Penambahan Tepung Tulang (Cuttelfish bone) dalam Ransum terhadap Konsumsi Pakan, Pertambahan Bobot Badan, dan Bobot Karkas. Penebar Swadaya. Jakarta

Andikayana, I P. R.,et al., J. Peternakan Tropika Vol. 8 No. 3 Th. 2020: 490–501 Page 501