e-journal

FAPET UNUD


e-Journal


Peternakan Tropika

Journal of Tropical Animal Science

email: peternakantropika@yahoo.com

Submitted Date: Octovber 30, 2019

Accepted Date: November 10, 2019


Editor-Reviewer Article;: A.A.Pt. Putra Wibawa & Eny Puspani

Pemberian Tepung Kulit Buah Naga Terfermentasi dan Ransum Komersial terhadap Karkas dan Recahan Karkas Ayam Lohmann Brown Umur 21 -25 Minggu

Camelia., G. A. M. K. Dewi., dan I.W. Wijana

P.S. Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Denpasar, Bali Email : cameliadiafakhri9@gmail.com Hp. 089651586343

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggunaan ransum yang mengandung tepung kulit buah naga terfermentasi terhadap bobot karkas dan recahan karkas ayam Lohmann Brown umur 21-25 minggu. Penelitian ini telah dilaksanakan di Teaching Farm Kampus Bukit, Jimbaran, Badung, Bali, selama 4 minggu. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga perlakuan, tiap perlakuan menggunakan 5 ulangan dan setiap ulangan menggunakan 3 ekor ayam dengan umur 21 minggu. Perlakuan yang diberikan yaitu: R0 (ayam petelur diberi ransum tanpa tepung kulit buah naga terfermentasi) R1 (ayam petelur diberi ransum dengan 5% tepung kulit buah naga terfermentasi) R2 (ayam petelur diberi ransum komersial). Variabel yang diamati dalam penelitian ini: bobot potong, bobot karkas, persentase karkas dan recahan karkas (dada, punggung, sayap, paha). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian tepung kulit buah naga terfermentasi sebanyak 5% berbeda tidak nyata (P>0,05) terhadap bobot potong, bobot karkas, persentase karkas dan recahan karkas (dada, punggung, sayap, paha). Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian tepung kulit buah naga terfermentasi dan ransum komersial tidak berpengaruh terhadap karkas dan recahan karkas ayam Lohmann Brown umur 21- 25 minggu.

Kata kunci : Ayam Lohmann Brown, tepung kulit buah naga terfermentasi, karkas, recahan karkas.

The Fermented Dragon Fruit Flour and Commercial Rations For The Carcass and The Part of Carcass Lohmann Brown Aged 21 - 25 Weeks

ABSTRACT

This study aims to determine the effect of the use of rations contains fermented dragon fruit flour on carcass weights and part of carcass Lohmann Brown aged 21-25 weeks. This study has been conducted at Teaching Farm Animal Science Bukit Jimbaran, Badung, Bali for four weeks. This study used Completely Randomized Design (CRD) with 3 treatments, each treatment using 5 replication and uses 3 chickens. The treatment that has been given was: R0 (the chicken without fermented dragon fruit flour) R1 (the chicken gave rationed with 5% fermented dragon fruit flour) R2 (the chicken give commercial ration). Variables observed in this study: cut weights, carcass weight, carcass percentages and part of carcass (chest, back, wing, thigh). Studies show the fermented dragon-skin administration by 5% the difference is not significant (P>0.05) to the weight of cut, the weight of carcass, the carcass of percentage


and the part of chest, back, wing, thigh. Based on studies, it can be concluded that fermented dragon fruit flour is obtained and the commercial rations have no effect on the carcass and part of carcass Lohmann Brown chicken from 21 - 25 weeks.

Keywords: Lohmann Brown chicken, fermented dragon fruit skin flour, carcass, carcass part

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Salah satu pangan sumber protein hewani yang digemari oleh masyarakat pada umumnya adalah daging ayam. Daging ayam yang dikonsumsi biasanya berasal dari daging broiler dan daging ayam kampung. Namun, ketersediaan akan ayam kampung masih terbatas dan harganya relatif mahal. Oleh sebab itu, ada alternatif lain yang digunakan untuk menggantikan daging ayam kampung yaitu daging ayam betina petelur tipe medium. Menurut Darma (1982) ayam tipe medium mempunyai kandungan lemak daging rendah yang hampir setara dengan daging ayam kampung.

Strain Lohmann Brown merupakan satu diantara banyak strain ayam petelur komersil. Strain ini berasal dari ayam jenis Rhode Island Red memiliki bulu berwarna cokelat dengan bulu putih di sekitar leher dan ujung ekor. Strain Lohmann Brown merupakan salah satu strain ayam yang termasuk petelur tipe medium dengan bobot badan rata-rata 1,6-1,7 kg pada umur 20 minggu dan 1,9-2,1 pada saat afkir (Rasyaf, 2002). Masyarakat menyukai daging ayam petelur karena dagingnya lebih keras dari daging ayam broiler dan dapat dijadikan berbagai olahan ayam, ayam petelur dalam masa awal bertelur jika tidak sesuai dengan produksinya maka akan dilakukan seleksi awal untuk diculling kemudian dipotong dan diambil dagingnya untuk mengurangi biaya ransum.

Usaha peternakan ayam dapat berhasil secara umum ditentukan oleh beberapa faktor, salah satunya yaitu ransum sebagai pendukung utama, ransum merupakan kebutuhan primer dari usaha peternakan secara intensif dengan biaya ransum mencapai sekitar 60-70% dari total biaya produksi (Supriyati et al.,2003). Mahalnya harga bahan ransum tersebut secara tidak langsung mengharuskan para peternak mencari bahan ransum alternatif. Mastika (1991) menyatakan bahwa salah satu altematif untuk penyediaan ransum yang murah dan kompetitif adalah melalui pemanfaatan limbah, baik limbah pertanian, peternakan maupun industri pertanian. Kulit buah naga merupakan limbah pertanian yang belum banyak dimanfaatkan oleh masyarakat khususnya di Indonesia.

Kulit buah naga mengandung zat antosianin yang selain berperan sebagai antioksidan, juga berperan sebagai colouring agent yang dapat berkontribusi dalam meningkatkan skor kuning telur ayam kampong. Citramukti (2008) lebih lanjut menjelaskan bahwa selain daging dan buah, kulit buah naga juga tidak kalah pentingnya sebab kulit buah naga mengandung pigmen antosianin yang bersifat antioksidan. Antosianin berpotensi menjadi pewarna alami untuk pangan dan dapat dijadikan alternatif pengganti pewarna sintetis yang lebih aman bagi kesehatan.

Kulit buah naga juga kaya akan polyphenol dan sumber antioksidan yang baik (Wu et al.,2005). Kulit buah naga (dragon fruit) adalah salah satu contoh limbah pertanian tanaman pangan yang juga layak dicoba sebagai campuran ransum ayam petelur karena berbagai potensi dan kelebihannya. Selain mempunyai kandungan nutrisi yang menguntungkan, kulit buah naga juga mengandung serat kasar (crude fiber) yang cukup tinggi. Kandungan serat kasar yang cukup tinggi dalam ransum akan menganggu digestibilitas (kecernaan) ransum pada ternak unggas. Untuk mengurangi kandungan serat kasar di dalam kulit buah naga dapat dilakukan fermentasi dengan khamir Saccharomyces cerevisiae. Hasil penelitian Dewi et al.(2017) menunjukkan bahwa pemberian tepung kulit buah naga terfermentasi pada jumlah tertentu memberikan pengaruh positif terhadap performans ayam petelur, khususnya pada berat potong.

Saccharomyces cerevisiae dapat menyederhanakan kandungan serat kasar yang cukup tinggi dan dapat meningkatkan kecernaan ransum berserat pada ternak ayam serta dapat menurunkan jumlah lemak tumbuh ayam (Ketaren et al.,1999). Saccharomyces cerevisiae dapat meningkatkan kecernaan ransum serat tinggi menjadi produk asam lemak terbang (Asetat, propionate, dan butirat) (Wallace dan Newbold, 1993). Hasil penelitian Bidura et al. (2006) menunjukkan bahwa penggunaan ragi sebagai inokulan fermentasi pollard ternyata dapat meningkatkan kecernaan protein dan serat kasar pollard, sedangkan pada itik memiliki kemampuan untuk meningkatkan kecernaan ransum berserat dan dapat berperan sebagai probiotik pada unggas (Ahmad, 2005).

Melihat potensi dan manfaat yang ada pada kulit buah naga maka perlu dilakukan pemanfaatan kulit buah naga sebagai campuran ransum Lohmann Brown. Penelitian ini dilaksanakan untuk melihat respon ayam Lohmann Brown umur 21-25 minggu terhadap ransum tepung kulit buah naga terfermentasi khususnya pada bobot karkas dan recahan karkas.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan ransum yang mengandung tepung kulit buah naga terfermentasi terhadap bobot karkas dan recahan karkas ayam Lohmann Brown umur 21-25 minggu.

Manfaat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat khususnya peternak, dalam pemanfaatan kulit buah naga yang diberikan melalui ransum guna meningkatkan bobot karkas dan recahan karkas ayam Lohmann Brown.

MATERI DAN METODE

Ayam petelurLohmann Brown

Ayam yang digunakan dalam penelitian ini adalah ayam petelur Lohmann Brown umur 21 minggu sebanyak 45 ekor dengan bobot badan 1,6-1,7 kg yang diperoleh dari PT. Japfa Comfeed Tbk.

Kandang dan perlengkapan

Kandang yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang dengan sistem “Battery Colony” sebanyak 15 unit yang terbuat dari besi dan kayu serta kawat sebagai pengikat. Setiap unit kandang mempunyai ukuran panjang x lebar x tinggi yaitu 80 cm x 65 cm x 50 cm. Setiap kandang terdiri dari 3 ayam, kandang diletakan di sebuah bangunan berukuran panjang 6 m dan lebar 5m dengan atap asbes dan lantai beton. Setiap unit kandang dilengkapi dengan tempat ransum dan air minum yang terbuat dari paralon yang dibelah menjadi dua bagian. Didalam bangunan dilengkapi dengan lampu neon (TL) berkekuatan 20 watt untuk memberikan penerangan pada saat malam hari. Pada bagian bawah kandang diberi alas plastik untuk menampung kotoran agar lebih mudah saat dibersihkan, kandang dibersihkan setiap 3 hari sekali.

Ransum dan air minum

Ransum yang digunakan dalam penelitian ini tersusun dari beberapa bahan yaitu ransum komersial dan tepung kulit buah naga terfermentasi. Air minum yang diberikan selama penelitian adalah bersumber dari air PDAM (Perusahaan Daerah Air Minum). Komposisi bahan penyusun ransum dapat dilihat pada Tabel 1 dan kandungan nutrien ransum ternak ayam petelur dapat dilihat pada Tabel2.

Tabel 1 Komposisi bahan penyusun ransum

Bahan penyusun ransum (%)

Perlakuan1)

R0               R1                R2

Jagung

Tepung ikan Kacang kedelai Dedak halus Tepung KB naga Minyak bimoli Premix

CaCo3

43,57               41,39           Ransum komersial

8                      8

18,44                 18,49

25                 21,93

0                     5

4,79                    5

0,1                      0,1

0,1                      0,1

Keterangan :

1) R0 : Ayam petelur diberi ransum (kontrol)

R1 : Ayam petelur di beri ransum dengan 5% kulit buah naga fermentasi

R2 : Ayam petelur diberi ransum komersial

Tabel 2 Kandungan nutrien ransum ayam petelur

Kandungan nutrien1)

Perlakuan4)

Standar2)

R0

R1

R23)

Energi termetabolis (KKal/Kg)

2900

2900

2900

2900

Protein kasar (%)

20

20

17-19

19-20

Lemak kasar (%)

10,35

10,14

6

4-11

Serat kasar (%)

3,08

3,73

3,5

3-8

Kalsium/Ca (%)

0,65

0,73

0,6

0,6-0,9

Phosfor/P (%)

0,67

0,64

0,45

0,4-0,6

Keterangan :

Sumber : 1) Dewi et al., (2017)

2) Scott et al., (1982)

3) PT Jafpa Comfeed Indonesia, Tbk.

4) R0 : Ayam petelur diberi ransum (kontrol)

R1 : Ayam petelur di beri ransum dengan 5% kulit buah naga fermentasi

R2 : Ayam petelur diberi ransum komersial

Proses pengolahan kulit buah naga

Kulit buah naga difermentasi dengan Saccharomyces cerevisiae. Adapun proses pembuatan tepung kulit buah naga sampai siap digunakan sebagai campuran ransum dapat dilihat pada proses berikut ini:

Gambar 1 Proses pengolahan kulit buah naga terfermentasi

Kulit buah naga segar

Page 1323


Camelia et al, Peternakan Tropi a Vo . 7 No. 3 T . 0 9: 319 - 1333

Sumber : Dewi et al,. (2016)

Alat penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain: 1) Timbangan digital kapasitas 5kg dengan kepekaan 1g digunakan untuk menimbang ayam dan ransum. 2) Plastik digunakan sebagai alas untuk pencampuran ransum dan penambahan tepung buah naga terfermentasi. 3) Kantong plastik 1,5 kg sebagai tempat ransum yang telah dicampur. 4) Label, sepidol, kertas dan tali untuk memberikan nomor pada ayam dan kandang dan alat tulis lainnya untuk mencatat. 5) Talenan, pisau dan nampan diguanakan pada saat pemotongan. 6) Sekop dan sapu untuk membersihkan kandang dan juga kotoran.

Tempat dan lama penelitian

Penelitian ini dilakukan di Teaching Farm Kampus Bukit, Jimbaran, Badung, Bali. Selama 4 minggu mulai sejak tanggal 11 Juni sampai 11 Juli 2019

Pengacakan ayam

Pada penelitian ini ayam yang digunakan berumur 21 minggu, untuk mendapatkan berat ayam yang homogen maka semua ayam 100 ekor ditimbang untuk kemudian dicari bobot badan rata-rata atau bobot ayam yang homogen yaitu 1,6-1,7 kg sebanyak 45 ekor.

Kemudian ayam dimasukan kedalam 15 unit kandang secara acak dan masing-masing kandang terdiri dari 3 ekor ayam.

Pencampuran ransum

Sebelum ransumdiberikan kepada ayam, dilakukan pencampuran ransum dengan cara menimbang terlebih dahulu bahan-bahan penyusun ransum. Penimbangan dimulai dari bahan-bahan yang jumlahnya paling banyak, dilanjutkan sampai dengan yang jumlahnya paling sedikit. Bahan yang sudah ditimbang kemudian diratakan di atas plastik lalu dibagi menjadi empat bagian, masing-masing bagian diaduk sampai rata kemudian dicampur secara silang. Selanjutnya campuran tersebut dijadikan satu dan diaduk sampai homogen. Ransum yang telah dicampur dimasukan kedalam plastik dan diberi kode sesuai perlakuan.

Pemberian ransum dan air minum

Pemberian ransum dan air minum dilakukan dengan cara ad libitum (tersedia setiap saat) kemudian pemberian ransum dilakukan dengan menempatkan ransum dalam wadah plastik yang ditempatkan di depan kandang pada setiap unit perlakuan

Pencegahan penyakit

Seminggu sebelum ayam dimasukan, kandang disemprot dengan menggunakan formalin untuk mencegah ayam terserang virus dan juga bakteri. Setelah ayam dimasukan kedalam setiap petak akan diberikan ”vitachik”melalui air minum untuk meningkatkan daya tahan tubuh masing masing ayam.

Pemotongan ayam

Pemotongan dilakukan pada saat akhir penelitian yaitu pada saat ayam berumur 25 minggu di Teaching Farm Kampus Bukit, Jimbaran, Badung, Bali. Untuk pengambilan sampel diambil satu ekor ayam di setiap perlakuan yang bobot badannya mendekati bobot badan rata-rata. Sebelum dilakukan pemotongan ayam terlebih dahulu dipuasakan selama 12 jam, pengistirahatan ayam dimaksudkan agar ayam tidak stress (Budiarti,1992). Pemotongan ayam dilakukan dengan memotong vena jugularis dan arteri carotis yang terletak antara tulang kepala dengan ruas tulang leher pertama USDA (United State Departement of Agriculture 1977). Darah yang keluar pada saat pemotongan ditampung lalu di timbang bobotnya.

Setelah ayam dipastikan mati, kemudian dicelupkan kedalam air panas selama ±1 menit untuk mempermudah proses pencabutan bulu. Setelah pencabutan bulu dilanjutkan

dengan pengeluaran isi perut, kemudian dilakukan pemisahan bagian-bagian karkas komersial dan ditimbang.

Rancangan penelitian

Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan dan 5 ulangan, dimana tiap ulangan terdiri dari 3 ekor ayam. Total ayam yang digunakan sebanyak 45 ekor. Perlakuan yang diberikan yaitu: R0 (Ayam diberi ransum tanpa kulit buah naga terfermentasi), R1 (Ayam diberi ransum dengan 5% kulit buah naga terfermentasi), R2 (Ayam diberi ransum komersial).

Variabel yang diamati

Variabel yang diamati pada penelitian ini adalah berat dan persentase potongan karkas komersial yang terdiri dari dada, paha, sayap, dan punggung berdasarkan USDA (United State Departement of Agriculture 1977 dalam Soeparno 1992) sebagai berikut:

  • 1.    Bobot potong diperoleh dengan cara menimbang ayam hidup pada akhir penelitian setelah ayam dipuasakan selama ±12 jam.

  • 2.    Bobot karkas diperoleh dengan memisahkan bagian darah, bulu, kepala, leher, kaki, organ dalam.

  • 3.    Persentase karkas diperoleh dengan membagi bobot karkas dengan bobot potong dikalikan dengan 100%.

  • 4.    Recahan karkas terdiri dari dada, paha, sayap dan punggung, dihitung dengan memisahkan bagian -bagian recahan karkas.

  • -    Bobot dada diperoleh dengan menimbang bagian dada yang dipotong sepanjang pertautan antara tulang rusuk yang melekat pada punggung dengan tulang rusuk yang melekat pada dada sampai sendi bahu.

  • -    Bobot paha diperoleh dengan menimbang bagian paha yang di potong pada sendi Articulation coxae dengan Os femur

  • -    Bobot sayap diperoleh dengan menimbang bagian sayap yang di potong pada pangkal persendian Os humerus

  • - Bobot punggung diperoleh dengan menimbang bagian punggung setelah dipisahkan dari bagian dada, paha, dan sayap

Analisis statistik

Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam dan apabila terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05) dilanjutkan dengan uji jarak berganda dari Duncan ( Steel dan Torrie,1993).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian pengaruh kulit buah naga fermentasi dengan Saccharomyces cerevisiae karkas ayam petelur Lohmann Brown dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Pengaruh perlakuan terhadap bobot potong, bobot karkas, persentase karkas, dan recahan karkas ayam petelur Lohmann Brown 25 minggu.

Variabel

Perlakuan1)

SEM2)

R0

R1

R2

Bobot potong (g)

1602,40a3)

1603,60a

1603,80a

1,67

Bobot karkas (g)

919,87a

927,23a

928,92a

1,96

Persentase karkas (%)

Recahan karkas komersial :

57,41a

57,82a

57,92a

0,09

Dada (g)

231,67a

236,84a

237,09a

0,81

Punggung (g)

221,17a

225,61a

226,97a

1,28

Sayap (g)

139,22a

134,72a

133,80a

0,66

Paha (g)

327,81a

330,06a

331,06a

0,74

Keterangan:

menyatakan apabila kebutuhan energi telah terpenuhi maka ayam akan mengurangi, bahkan menghentikan konsumsi ransum, oleh karena itu tingkat kandungan zat-zat makanan dalam ransum harus memadai atau menyesuaikan dengan tingkat kandungan energi ransum.

Secara statistika bobot karkas ayam Lohmann Brown umur 25 minggu berbeda tidak nyata (P>0,05). Hal ini dipengaruhi oleh bobot hidup, karena bobot hidup yang besar akan diikuti oleh bobot karkas yang besar pula, dan sebaliknya. Hal ini sesuai dengan pendapat Wahju (1992) yang menyatakan bahwa tingginya bobot karkas ditunjang oleh bobot hidup akhir. Bobot karkas yang di hasilkan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu umur, jenis kelamin, bobot hidup, kualitas ransum serta strain yang dipelihara (Resnawati, 2004). Selain di pengaruhi oleh konsumsi dan kualitas ransum hal ini juga dipengaruhi oleh bobot organ dan bagian anggota tubuh, jika bobot karkas rendah maka bobot organ dan bagian anggota tubuh akan lebih tinggi, hal ini sesuai dengan pernyataan Mulyadi (1983) yang menyatakan bahwa organ tubuh di luar karkas seperti kepala , leher, kaki, bulu, dan darah akan mempengaruhi bobot karkas. Apabila offal eksternal semakin rendah maka bobot karkas semakin tinggi. Persentase non karkas berbanding terbalik degan persentase karkas, semakin tinggi persentase karkas mengakibatkan persentase non karkas semakin rendah dan sebaliknya (Jull, 1979).

Secara statistik persentase karkas berbeda tidak nyata (P>0,05). Persentase karkas diperoleh dari bobot karkas dibagi bobot hidup dikali 100%. Menurut Mountney (1976), lemak dan jeroan merupakan hasil yang tidak dihitung dalam persentase karkas, jika lemak tinggi maka persentase karkas akan rendah. Faktor yang mempengaruhi persentase karkas yaitu bangsa, jenis kelamin, umur dan makanan (Williamson dan Payne, 1993). Menurut Soeparno (1994) imbangan energi dan protein yang hampir sama menyebabkan hasil akhir berupa persentase karkas tidak berbeda, persentase karkas dipengaruhi oleh faktor kualitas ransum dan laju pertumbuhan ternak. Brake et al.(1993) menyatakan bahwa persentase karkas berhubungan dengan jenis kelamin, umur dan bobot hidup. Jadi persentase karkas meningkat seiring dengan meningkatnya umur dan bobot hidup. Dewanti et al.(2013) menyatakan bahwa persentase karkas dipengaruhi oleh bobot potong, semakin tinggi bobot potong dan bobot karkas maka akan berpengaruh terhadap persentase karkas yang semakin tinggi, sedangkan persentase karkas yang lebih rendah dipengaruhi oleh berat potong yang lebih rendah pula. Bobot potong akan berpengaruh pada persentase karkas yang dihasilkan (Yumiarty, 2011).

Secara statistik bobot bagian dada berbeda tidak nyata (P>0,05). Potongan bagian dada unggas adalah tempat perdagingan yang tebal dengan persentase tulang yang kecil,

sehingga pada umur yang lebih muda perdagingan bagian dada masih sedikit dan akan meningkat seiring dengan umur yang meningkat hal ini disebabkan karena potongan karkas komersial bagian dada merupakan bagian karkas yang banyak mengandung otot jaringan yang perkembangannya dipengaruhi oleh zat makanan khususnya protein (Bahji,1991). Menurut Pribady (2008) pertumbuhan potongan dada tumbuh lebih lambat dibandingkan pertumbuhan secara umum. Hal ini juga diperkuat dengan pernyataan (Scott et al.,1982) yang menyatakan bahwa protein adalah unsur utama nutrisi yang diperlukan untuk pertumbuhan dan sebagai komponen struktur tubuh. Bagian dada dan bagian paha berkembang lebih dominan selama pertumbuhan apabila dibandingkan dengan bagian punggung dan sayap (Abubakar dan Nattamijaya, 1999).

Bobot punggung secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05). Hal ini dikarenakan punggung merupakan bagian yang didominasi oleh tulang dan kurang berpotensi menghasilkan daging. Selama pertumbuhan, tulang tumbuh secara terus-menerus dengan kadar laju pertumbuhan relatif lambat, sedangkan pertumbuhan relatif lambat (Soeparno, 1994).

Bobot sayap secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05). Hal ini disebabkan karena sayap lebih didominasi oleh tulang dan deposisi lemak pada bagian sayap juga rendah sehingga didapatkan hasil yang berbeda tidak nyata. Hal ini juga diperkuat dengan pernyataan Soeparno (2002) yang menyatakan bahwa bagian-bagian tubuh yang banyak tulang adalah sayap, kepala, punggung, leher dan kaki sehingga bobot sayap relatif lebih kecil.

Secara statistik bobot paha berbeda tidak nyata (P>0,05). Hal ini disebabkan karena paha tumbuh lebih awal dari pada bagian lainnya (Gram Swatland, 1984). Hal ini juga berkaitan dengan pernyataan Abubakar dan Natamijaya (1999) yang menyatakan bahwa bagian dada dan bagian paha perkembangannya lebih dominan selama pertumbuhan apabila dibandingkan dengan bagian punggung dan sayap.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian tepung kulit buah naga terfermentasi dan ransum komersial tidak berpengaruh terhadap karkas dan recahan karkas ayam Lohmann Brown umur 21- 25 minggu.

SARAN

Dari hasil penelitian ini disarankan kepada peternak ayam dwiguna Lohmann Brown bahwa pemberian tepung kulit buah naga terfermentasi pada level 5% dapat dijadikan sebagai bahan ransum alternatif yang dapat menyamai dengan ransum komersial.

UCAPAN TERIMAKASIH

Pada kesempatan ini penulis mengucapkn terimakasih kepada Dekan Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Pembimbing Penelitian, dan seluruh pihak yang membantu dalam pelaksanaan hingga penulisan jurnal penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Abubakar dan Nataamijaya. 1999. Persentase karkas dan bagian-bagiannya dua galur ayam broiler dengan penambahan tepung kunyit (Curcuma domestica Val) dalam ransum. Bulletin Peternakan Edisi Tambahan: 174-179.

Ahmad,R.Z.2005. Pemanfaatan Kamir Saccharomyces cerevisiae untuk Ternak.Wartazoa.Vol 15(1): 45-55.

Bahji, A. 1991. Tumbuh kembang potongan karkas komersial ayam broiler akibat penurunan tingkat protein ransum pada minggu ke tiga keempat. Karya ilmiah. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Bidura, I.G.N.G.. 2006. Bioteknologi Pakan Ternak. Bahan Ajar. Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Denpasar.

Brake, J., G.B. Havestein, S.E. Scheideler, P.R. Ferket and D.V. Rives. 1993. Relationship of sex, age and body weight to broiler carcass yield and ofal production. Poult. Sci. 72: 1137-1145.

Budiarti.1992. Peran Bawang Putih (Allium sativum) dalam Meningkatkan Kualitas Daging Ayam Pedaging. Bagian Ilmu Kedokteran Dasar Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Airlangga. Surabaya. Control Point Program, A Workshop Manual. The Food Processors Institute,Washington,DC.

Citramukti, I. 2008.Ekstraksi dan Uji Kualitas Pigmen Antosianin pada Kulit Buah Naga Merah(Hylocereuscostaricensis): Kajian Masa Simpan Buah dan Penggunaan Jenis Pelarut. Tesis. Program Pascasarjana UMM.

Darma, M. 1982. “Tanggapan Ayam Jantan Pedaging terhadap Mutu Ransum pada Awal Pertumbuhan”. Karya Ilmiah. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Dewi, G.A.M.K., I M. Nuriyasa dan I W. Wijana, 2016. Optimalisasi Peningkatan Produksi Ternak Unggas dengan Pemanfaatan Limbah Kulit Buah Naga (Hylocereus sp) Terfermentasi. Laporan Penelitian LPPM. Universitas Udayana, Denpasar.

Dewi, G. A. M. K., M. Nuriyasa, dan I W. Wijana. 2017.Effect of diet containing dragon fruit peel meal fermentation for productivity of kampung chickens. The 2nd International Conference on Animal Nutrition and Environment (ANI-NUE). Khon Kaen, Thailand. ISBN 978-616-438-084-4 Vol. II

Dewanti, R., M. Irham, dan Sudiyono. 2013. Pengaruh penggunaan enceng gondok (Eichornia crassipes) terfermentasi dalam ransum terhadap persentase karkas, non karkas, dan lemak abdominal itik lokal jantan umur delapan minggu. Buletin Peternakan. 37(1): 19-25, Februari 2013. hlm. 19-25.

Jull, A. M. 1979. Poultry Husbandry. 3th Ed. Mc. Graw. Hill Book Company. Inc. New York, Toronto, London.

Kataren, P.P. , A.P.Sinurat, D.Sainudin, T.Purwadarta, dan I P. Kompiang. 1999. Bungkil inti sawit dan produk fermentasinyasebagai pakan ayam pedaging. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner 4(2): 107-112.

Mastika, I M. 1991.Potensi Limbah Pertanian dan Industri Pertanian Serta Pemanfatannya Untuk Makan Temak. Pidato Ilmiah Pengukuhan Guru Besar Ilmu Makanan Ternak Pada Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Denpasar.

Mountney, G.J. 1976. Poultry Product Technology. 2nd Ed. The Avi Publishing Company Inc. Westport, Connecticut.

Mulyadi, H. 1983. Pengaruh penggunaan Tepung Alang-Alang dalam Ransum terhadap Persentase Karkas dan Bagian Giblet Ayam Jantan Tipe Medium Babcock. Tesis. Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

North, M. O. and D. D. Bell. 1992. Commercial Chicken Production Manual. 4th edn. Van Northland Reinhold, New York.

PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk, (2016). Laporan Tahunan 2015 Annual Report PT. Japfa Comfeed Indonesia Tbk.

Pribady, W. A. 2008. Produksi Karkas Angsa (Anser cygnoides) pada Berbagai Umur Pemotongan. Skripsi. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Rasyaf, M. 2002. Beternak Ayam Petelur. Penebar Swadaya. Jakarta.

Resnawati, H. 2004. Bobot potongan karkas dan lemak abdomen ayam ras pedaging yang diberi ransum mengandung tepung cacing tanah (Lumbricus rubellus). Balai Penelitian Ternak. Bogor.

Scott, M. L., M. C. Nesheim dan R. J. Young. 1982. Nutrition of Chicken 3rd Ed. Scottan Association Inc. West Port, Connecticut.

Soeparno, 1992. Komposisi tubuh dan evaluasi bagian dada untuk menentukan kualitas produksi ayam kampung jantan. Buletin Peternakan Vol.16. UGM, Yogyakarta.

Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging Cetakan ke-2. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Soeparno. 2002. Ilmu dan Teknologi Daging, Cetakan V. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Stell, R. G. D. dan J. H. Torrie.1993. Prinsip dan Prosedur Statistika (Pendekatan Biometrik) Penerjemah B. Sumantri. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Suprijatna, E., U. Atmomarsono dan R. Kartasudjana. 2005. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar Swadaya, Jakarta.

Supriyati, D. Zaenudin, I.P. Kompiang, P. Soekamto Dan D. Abdurachman. 2003. Peningkatan mutu onggok melalui fermentasi dan pemanfaatannya sebagai bahan pakan ayam Kampung. Pros. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 29 – 30 September 2003. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 381 – 386.

Swatland, H. J. 1984. Structure and Development of Meat Animals. Prentice-Hall. Inc. Eanglewood. Cliffs, New Yersey.

USDA (United State Departement of Agriculture).1977. Poultry Guiding Manual. U.S. Government Printing Office Washington. D.C

Wahju, J. 1997. Ilmu Nutrisi Unggas. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Wahju, 1992. Ilmu makanan ternak. Jogjakarta: Universitas Gajah Mada Press.

Walllace, R. J., dan Newbold, C. J 1993. Rumen fermentation andits manipulation: the development of yeast cultures as feed aditives. In Biotechnology in the food industry. Alltech Technical Publications.

Williamson, G dan E. M. Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. Press,Yogyakarta.

Wu, L.C, H. W. Hsu, Y.C. Chen, C.C. Chiu, Y.I. Lin dan A. Ho. 2005. Antioxidant and Antiproloferative Activities.Department of Food Science, National Pingtung University of Technology and Science.

Yuniarti, D. 2011. Persentase dan Berat Karkas serta Berat Lemak Abdominal Broiler yang Diberi Pakan Mengandung Tepung Daun Katuk (Sauropusandrogynus), Tepung Rimpang Kunyit (Curcuma domestica vall) dan Kombinasinya. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Ternak. Fakultas Peternakan. Universitas Hasanuddin. Makasar.

Camelia et al, Peternakan Tropika Vol. 7 No. 3 Th. 2019: 1319 - 1333

Page 1332