e-journal

FAPET UNUD


e-Journal


Peternakan Tropika

Journal of Tropical Animal Science email: peternakantropika@yahoo.com

\S ubmitted Date: October 1, 2019                                                      Accepted Date: October 7, 2019

Editor-Reviewer Article;: I Made Mudita & A.A.Pt. Putra Wibawa

PROFIL SUSU KAMBING ETAWAH YANG DIPELIHARA DI PETERNAKAN RAKYAT DI KECAMATAN BUSUNGBIU, KABUPATEN BULELENG, BALI

Yosafat, H. P. S., A. A. Oka dan L. Doloksaribu*

Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Kampus Jimbaran Badung-Bali, Indonesia

* Corresponding author. E-mail: lindawati_doloksaribu@hotmail.com

Abstrak

Penelitian yang bertujuan untuk melengkapi database yang mengidentifikasi hambatan, tantangan dan kesempatan dalam memelihara kambing di Bali telah dilaksanakan melalui kegiatan observasi langsung, wawancara peternak kambing Etawah secara formal terstruktur, wawancara informan kunci, dan focus group discussions dari Juli hingga September 2018. Sebuah survey telah dilakukan terhadap tiga peternak yang memelihara kambing berintegrasi dengan kebun Coffea spp. dan Theobroma cacao di Kecamatan Busungbiu, Buleleng. Ketiga peternak memberikan hijauan lebih-kurang 5 kg/ekor/hari (TrC) kepada induk laktasi, satu peternak memberikan tambahan 10% dari hijauan dengan silase odot (Pennisetum purpureum cv. Mott) (TrO) dan peternak lain memberikan tambahan campuran probiotik dengan air minum secara ad lib (TrP). Data profil susu dari 10 induk laktasi dengan rataan berat badan 32.9±1.0 kg dan umur 3.0±0.1 tahun (P>0.05) terdiri dari 3 induk laktasi TrC, 3 induk laktasi TrO dan 4 induk laktasi TrP. Parameter profil susu meliputi BJ, alkohol, pH, dan TPC (CFU/ml). Hasil menunjukkan bahwa BJ TrO 1.0330±0.0020 adalah nyata sangat besar dari BJ TrP 1.0280±0.0010 dan BJ TrC 1.0280±0.0020 (P<0.05). Sebaliknya, pH TrO 6.77 ± 0.05 adalah nyata sangat kecil dibandingkan pH TrP 6.95 ± 0.04 maupun pH TrC 6.86 ± 0.05. Namun TPC TrO 2.334.000±670.400 CFU/ml adalah nyata lebih banyak dibandingkan dengan TrP 14.400±580.600 CFU/ml (P<0.05) maupun dengan TrC 580±670.400 CFU/ml (P<0.05). Disimpulkan bahwa tatalaksana pemerahan oleh peternak yang memberikan silase odot pada kambingnya nyata lebih buruk dilihat dari jumlah TPC (P<0.05) walaupun BJ nyata lebih tinggi (P<0.05).

Kata kunci: database, susu kambing, peternakan rakyat, probiotik dan silage odot.

MILK QUALITY PROFILE OF ETAWAH GOATS REARED BY SMALLHOLDER FARMERS IN BUSUNGBIU DISTRICT, BULELENG REGENCY, BALI PROVINCE

Abstract

This study was undertaken to establish a database identifying constraints to, challenges of and opportunities for rearing goats in Bali Province. Data was collected through direct observations, structured formal household interviews, key informant interviews, focus group discussions, and case studies, from the surrounding environment and market assessments from July to September 2018. A survey was conducted on three

goat farmers integrated with Coffea spp., and Theobroma cacao in Buleleng Regency. All three farmers fed roughage about 5 kg/head/day (TrC) to lactating does, one farmer added 10% of the roughage with Pennisetum purpureum cv. Mott silage (TrO) and another farmer added an ad lib mixture of probiotic with drinking water (TrP). Data of milk profile of 10 lactating does that had average body weight 32.9 ± 1.0 kg aged 3.0 ± 0.1 years (P>0.05) consisted 3 lactating does of TrC, 3 TrO and 4 TrP. Milk profiles tested were density, alcohol, pH, and TPC (CFU/ml). Results showed that density TrO 1.0330±0.0020 was significantly larger compared to density TrP 1.0280±0.0010 and density TrC 1.0280±0.0020 (P<0.05). In contrast, pH TrO 6.77 ± 0.05 was significantly lower compared to pH TrP 6.95 ± 0.04 and pH TrC 6.86 ± 0.05. Although TPC TrO 2.334.000±670.400 CFU/ml was significantly larger than TPC TrP or TPC TrC being 14.400±580.600 CFU/ml and 580±670.400 CFU/ml, respectively, (P<0.05). In summary, milking management by farmers who fed odot silage to their goats were significantly worse indicated by their TPC (P<0.05) though density was significantly higher (P<0.05).

Keywords: database, milk goat, smallholder farms, probiotic and odot silage.

PENDAHULUAN

Kabupaten Buleleng memiliki 28.502 ekor kambing atau 43,8% dan populasi kambing terbesar dari total 65.045 populasi kambing di Provinsi (BPS-Bali 2015). Bali tidak memiliki sapi perah atau sapi lain selain sapi Bali karena Peraturan Gubernur Bali No. 45 Tahun 2004 tentang pelestarian sapi Bali. Namun data BPS-Bali (2015) tersebut tidak mencatumkan jumlah dan kualitas susu yang diproduksi di Kabupaten Buleleng, khususnya di Kecamatan Busungbiu. Doloksaribu et al. (2014) melaporkan bahwa peternak skala kecil di Kecamatan Busungbiu memelihara kambing Etawah integrasi dengan perkebunan kopi (Coffea spp.) dan cacao (Theobroma cacao) dan telah menjual produksi susu dan susu olahannya. Selain menjual susu kambing segar, peternak juga menjual susu olahan seperti ice cream dan keju susu kambing dan pangan campuran susu kambing berupa kripik, permen dan camilan lainnya. Peternak juga menjual susu olahan berupa produk kosmetika seperti sabun mandi, luluran, masker dan shampoo berbahan campuran susu kambing. Sebagai hasil, peternak mendapatkan tambahan penghasilan dari penjualan cempe sebagai bibit, atau kambing afkir serta kotoran kambing sebagai pupuk organik. Lebih lanjut Doloksaribu (2017) melaporkan bahwa inovasi perbaikan mutu genetis melalui perkawinan kambing dengan jantan Boer dan Etawah meningkatkan produksi susu demikian juga gross margin atau GM(A-B) dan GM/induk dari kambing yang dipelihara di Kabupaten Buleleng khususnya di Kecamatan Busungbiu. Hal ini sesuai dengan Oliver et al. (2009) yang menyatakan bahwa peningkatan efisiensi produksi

ternak mengakibatkan peningkatan industri pengolahan pangan sekaligus peningkatan keuntungan bagi peternak.

Susu kambing berbeda dari susu sapi atau susu manusia oleh karena susu kambing memiliki daya cerna yang lebih baik, lebih kaya akan sifat alkalinitis; lebih meningkatkan kapasitas buffering, dan lebih kaya akan dampak yang bersifat terapis tertentu yang sangat manjur sebagai obat dan pangan bagi manusia (Haenlein 2004). Daya penerimaan (acceptability) dan juga daya cerna (digestibility) dari susu kambing menjadi faktor yang sangat bermanfaat dan penting sehingga perlu menjadikan susu kambing sebagai formulasi diet yang diresepkan bagi anak-anak dan penderita yang sedang dalam periode penyembuhan (recovering period). Dalam banyak kasus, susu kambing lebih berhasil dimanfaatkan dalam diet penderita alergi susu sapi (Haenlein 2004; Haenlein et al. 2007).

Penelitian untuk meningkatkan pengertian (understanding) terhadap attitudes dan beliefs dari 20 panelis dewasa yang lebih memilih untuk mengkonsumsi susu mentah (tanpa processing) telah dilakukan di Colorado Utara. Hasil penelitian melaporkan bahwa panelis percaya susu mentah adalah lebih alami atau produk tanpa proses; persepsinya adalah susu mentah lebih banyak mengandung unsur kesehatan, termasuk mampu meningkatkan pencernaan dan meningkatkan nutrisi; lebih terhubung dengan pangan dan lebih menyukai sifat karakteristik sensori susu mentah. Namun diluar dari resiko terhadap kesehatan, para konsumer ini lebih memilih susu mentah karena aman dan tidak setuju dengan informasi yang diberikan pemerintah terhadap susu mentah yang beredar di Colorado Utara (Markham et al. 2014). Namun patut disikapi dengan bijak bahwa susu segar segera setelah diperah adalah potensial untuk menjadi sumber pakan yang kaya nutrisi sekaligus sebagai sumber kehidupan mikroorganisme khususnya yang patut dicermati adalah mikroorganisme patogenik yang menjadi sumber penyakit zoonosis (Oliver et al. 2009; Oliveira et al. 2011; Zeinhom and Abdel-Latef 2014). Mengkonsumsi susu mentah tanpa pasteurisasi, walaupun susu tersebut telah disimpan di tempat dingin bukanlah penjamin keamanan mikrobiologi, karena beberapa spesies yang terkontaminasi dapat berkembangbiak pada suhu rendah (Sorrentino et al. 2012).

Oliveira et al. (2011) melaporkan jumlah bakteria yang tinggi ditemukan pada sampel susu segar dari kambing-kambing yang dipelihara oleh 96 peternak skala kecil di Timurlaut Brazilia. Lebih lanjut dilaporkan rataan jumlah coliform adalah 1.2 x 106 dan Staphylococcus 1.9 x 106 CFU/ml. Jumlah sel somatik lebih tinggi dari 1 x 106 sel/ml ditemukan pada 84 atau 87.5% peternak. Hal yang mirip juga terjadi di Amerika Serikat

dimana Badan Kontrol dan Pencegahan Penyakit AS mengestimasi 76 juta orang menderita penyakit, lebih dari 300.000 dirawat di RS, dan 5.000 orang meninggal setiap tahun akibat penyakit yang berasal dari pangan (Oliver et al. 2009). Lebih lanjut dilaporkan bahwa sumber pathogen yang berasal dari peternakan sangat erat terkait dengan kesehatan dan kesejahteraan ternak yang dipelihara untuk memproduksi pangan berkualitas tinggi tersebut (Oliver et al. 2009; Ramees et al. 2017). Oleh karena itu tatalaksana pemeliharaan khususnya tatalaksana pemerahan dan penangan susu pasca pemerahan menjadi perhatian untuk menjaga kualitas susu sekaligus pencegahan penyakit yang diakibatkan oleh susu dan susu olahan.

Di Italia, beberapa studi tentang susu mentah yang dikumpulkan dari mesin penjual otomatis mendeteksi adanya patogen yang berbeda, seperti Salmonella spp., Campylobacter spp. dan L. monocytogenes (Giacometti et al. 2012); di Amerika Serikat dan Irlandia, beberapa kasus listeriosis yang baru-baru ini menjadi marak oleh karena mengkonsumsi susu mentah (Latorre et al. 2011); di Kanada, wabah karena kehadiran Escherichia coli dalam produk susu yang terbuat dari susu mentah dilaporkan oleh (Gaulin et al. 2012). Kementerian Kesehatan Italia tahun 2009 mempublikasikan peraturan yang mewajibkan susu untuk dipasteurisasi sebelum dikonsumsi masyarakat di Italia (Scavia et al. 2009). Di Indonesia SNI 3141.1:2011 mengatur syarat susu sapi segar yang beredar di pasar Indonesia BJ (pada suhu 27.5 0C) minimum 1.0270 g/ml, uji alkohol 70% v/v negative dan cemaran mikroba maksimum TPC 1x106 CFU/ml. Oleh karena itu, penting untuk mengetahui profil susu kambing Etawah yang dipelihara oleh peternak skala kecil di Kecamatan Busungbiu mengingat bahwa produk susu segar dan susu olahan yang telah dipasarkan. Namun, ketersediaan publikasi memberi informasi yang minim tentang profil susu kambing Etawah yang dipelihara oleh peternak skala kecil di Kecamatan Busungbiu. Tujuan penelitian ini adalah untuk melengkapi database profil susu kambing Etawah yang dipelihara oleh peternak skala kecil di Kecamatan Busungbiu, Buleleng, Bali; sekaligus untuk mampu mengidentifikasi hambatan, tantangan dan kesempatan dalam memelihara kambing di Bali; khususnya di Kecamatan Busungbiu, Buleleng.

METODE PENELITIAN

Kabupaten Busungbiu, Kabupaten Buleleng, Bali berada sekitar 69 km barat laut atau sekitar 2 jam perjalanan dari Denpasar. Lokasi penelitian terletak antara 803’40” hingga 8023’00” selatan dan 115025’55” hingga 115027’28” timur dengan hamparan

perbukitan kebun kopi dan cacao. Busungbiu memiliki rataan suhu 27,5 0C, kelembaban relatif 75%, rataan curah hujan tahunan 1.365 mm dan rataan kecepatan angin 7 knots (www.bmkg.go.id). Umumnya penduduk hidup dari sektor pertanian dan pendapatan mereka berasal terutama dari perkebunan kopi (Coffea spp.) dan cacao (Theobroma cacao) (Arya et al., 2014).

Penelitian profil susu kambing ini dilaksanakan selama 10 minggu dari Juli hingga September 2018 di peternakan kambing Etawah Sumber Rejeki milik Bapak Ir. Wayan Wardana di Desa Sepang dan dua Peternakan kambing Etawah milik Bapak Kadek Suartana dan Made Ardiasa di Desa Bengkel. Ketiga peternak diinterview berdasarkan questionnaire terstruktur, dan 10 induk Etawah yang laktasi milik ketiga peternak tersebut diobservasi untuk merekam status fisiologis seperti umur, status gigi (I0, I1, I2, I3, I4, ompong), skor FAMACHA©, berat badan, level dan phase laktasi (paritas), level dan phase kebuntingan. Semua induk Etawah laktasi dikandangkan pada kandang individual panggung dan mendapatkan hijauan lebih-kurang 5 kg/ekor/hari. Sampel susu segar diperoleh dari 3 ekor induk laktasi yang hanya mendapatkan hijauan lebih-kurang 5 kg/ekor/hari (TrC) dan 3 induk laktasi yang mendapatkan tambahan 10% dari hijauan dengan silase odot (Pennisetum purpureum cv. Mott) (TrO) dan 4 induk laktasi yang mendapatkan tambahan campuran probiotik dengan air minum secara ad lib. (TrP).

Hijauan yang diberikan merupakan kombinasi Caliandra calothrysus, Sesbania sesban, Erythrina variegata, dan Pennisetum purpureum yang sengaja ditanam di kebun cacao dan kopi yang umumnya dipakai sebagai pohon penaung dan pagar hidup. Peternak juga umumnya memberikan fermentasi kulit buah kopi atau fermentasi cacahan kulit buah cacao dan pollard (Doloksaribu 2017). Silase Odot (Pennisetum purpureum cv Mott) adalah fermentasi campuran antara rumput gajah mini atau Odot (Pennisetum purpureum cv Mott) segar yang dicacah dengan ukuran lebih kurang 3 cm dengan pollard, probiotik Maxigrow™, molasis, urea dan garam hingga menjadi silase. Dosis 10 ml (1 tutup botol) probiotik Maxigrow™ diencerkan kedalam 6 liter air lalu didiamkan selama minimal 3 jam baru kemudian diberikan secara ad lib dan diganti setiap sore hari. Namun demikian demi kepentingan penelitian ini maka, akan diberikan pengamatan prilimary selama satu minggu sebelum periode 8 minggu observasi dilakukan untuk memastikan induk-induk laktasi diberi hanya kombinasi hijauan sebanyak 5 kg/induk laktasi/hari, tambahan 10% silase odot/induk laktasi/hari serta minum campuran air minum dengan probiotik Maxigrow™ sesuai dengan dosis anjuran hingga akhir 8 minggu observasi.

Susu diperoleh dari pemerahan langsung di Peternakan Sumber Rejeki di Desa Sepang dan Desa Bengkel, Kecamatan Busungbiu, Kabupaten Buleleng pada pukul 6 WITA. Segera setelah kambing diperah, susunya dihomogenkan untuk diperiksa kadar BJ, Alkohol, pH, warna, aroma, rasa dan kekentalan di lokasi peternakan. Susu kemudian dimasukkan ke dalam botol plastik steril, lalu dimasukkan ke dalam kotak streroform yang berisi dry ice dan block ice untuk dibawa menuju UPT. Laboratorium Kesehatan Daerah, Denpasar (KAN-Komite Akreditasi Nasional LP-1027-IDN) yang ditempuh selama kurang lebih 2.5 jam. Segera setelah tiba di UPT. Laboratorium Kesehatan Daerah, Denpasar, susu lalu dihomogenkan kembali untuk pemeriksaan, uji dan analisa susu sesuai dengan parameter penelitian ini. Skor FAMACHA©, berat badan, BJ, pH dan TPC dari kambing yang diternakkan di Kecamatan Busungbiu dianalisa dengan metode Least-squares menggunakan prosedur General Linear Model Multivariate Model (GLM) dari SPSS version 24 (SPSS-Institute 2014). Statistik deskriptif akan digunakan untuk membantu memaparkan (menggambarkan) keadaan yang sebenarnya (fakta) dari satu profil susu Kambing Etawah yang diternakkan di Kecamatan Busungbiu, Kabupaten Buleleng, Bali.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Secara umum profil 10 induk Etawah laktasi yang dipelihara oleh peternak skala kecil memiliki rataan berat badan 32.9 ± 1.0 kg dan umur 3.0 ± 0.1 tahun dan skor FAMACHA©1.3 ± 0.1 yang ketiganya tidak berbeda nyata (P>0.05). Profil susu seperti BJ, uji alkohol, pH dan TPC dari kambing Etawah masing-masing adalah 1.0295 ± 0.0011, negative, 6.87 ± 0.03 dan 706,000 ± 480,700 CFU/ml. Hubungan korelasi antara BJ dengan pH dengan nilai R2=-0.866 (P<0.05).

Tabel 1. Umur, FAMACHA©, BJ, Alkohol 70% v/v, pH, dan TPC susu dari kambing Etawah yang dipelihara oleh peternak skala kecil di Kecamatan Busungbiu, Kabupaten Buleleng, Bali.

Variabel                     Ragam tatalaksana pemberian pakan               P

Hijauan

Hijauan+Probiotik

Hijauan + Silase odot

Umur (status gigi)

3.0 ± 0.23

2.7 ± 0.2

3.3 ± 0.3

NS

FAMACHA©

1.3 ± 0.3

1.5 ± 0.2

1.0 ± 0.3

NS

BJ

1.0280 ± 0.0020a

1.0280 ± 0.0010a

1.0330 ± 0.0020b

<0.05

Alkohol70% v/v

negatif

negatif

negatif

NS

pH

6.86 ± 0.05a

6.95 ± 0.04a

6.77 ± 0.05b

<0.05

TPC (CFU/ml)

580 ± 670.400a

14,400 ± 580.600a

2.334.000 ± 670.400b

<0.05

Keterangan: Hijauan diberikan 10% dari total BB (kg).

Campuran probiotik dengan air minum diberikan secara ad lib.

Silase odot diberikan 10% dari hijauan (kg).

Berat Jenis (BJ)

Uji BJ dan alkohol 70% v/v adalah syarat utama dari beberapa syarat yang ditetapkan pemerintah Indonesia dalam SNI 3141.1:2011 untuk penentuan kualitas susu yang dihasilkan oleh para peternak khususnya sapi perah skala kecil untuk dapat diterima oleh pabrik industri susu di Indonesia. BJ susu kambing yang dipelihara oleh peternak skala kecil di Kecamatan Busungbiu secara umum menunjukkan 1.0295 ± 0.0011 dengan semua uji alkohol 70% v/v negatif. Namun pemberian tambahan pada campuran probiotik dengan air minum (TrP) BJ nya 1.0280 ± 0.0010 adalah nyata lebih kecil (P<0.05) dibanding dengan pemberian tambahan silase odot (TrO) 1.0330 ± 0.0020 dan BJ susu kambing yang hanya mendapatkan hijauan 5 kg/ekor/hari (TrC) (Tabel 1 dan Grafik 1). Hal ini menunjukkan bahwa BJ susu kambing yang dipelihara di Busungbiu lebih tinggi dari syarat minum 1.0270 berdasarkan SNI 3141.1:2011 dan berkualitas baik berdasarkan hasil negatif pada uji alkohol 70% v/v.

RJ susu kambing di Kecamatan Busungbiu


pH susu kambing di Kecamatan Busungbiu


F AM ACH A© susu kambing <Ii


pH Probiotic pH Control pH Oclot


Grafik 1 Berat jenis (BJ), pH, FAMACHA©


dan TPC susu dari kambing Etawah yang


dipelihara oleh peternak skala kecil di Kecamatan Busungbiu, Kabupaten Buleleng, Bali


Berat jenis suatu benda didefinisikan sebagai massa per unit volume. BJ adalah ukuran dari "kepadatan" dari suatu materi. Semakin tinggi BJ suatu benda maka semakin padatlah partikel yang terbentuk di dalam benda tersebut. BJ suatu benda bervariasi oleh karena suhu dan tekanan. Variasi ini umumnya kecil untuk benda padat dan benda cair tetapi sangat besar untuk benda gas. Meningkatkan suhu dari suatu benda (dengan beberapa pengecualian) menurunkan BJnya karena meningkatkan volumenya. Berat jenis air susu dipengaruhi oleh zat penyusunnya, penambahan bahan kering tanpa lemak atau pengurangan lemak susu akan meningkatkan berat jenis air susu, demikian sebaliknya apabila penambahan lemak susu menurunkan berat jenis air susu (Doloksaribu et al. 2011). BJ susu TrO hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian tambahan silase odot sebesar 10% dari hijauan pada kambing Etawah yang dipelihara di Kecamatan Busungbiu dapat meningkatkan bahan kering tanpa lemak nyata lebih besar (P<0.05) dibanding TrC maupun TrP. Hal ini sejalan dengan pendapat (Noguera et al. 2011) yang melaporkan bahwa pemberian tiga jenis silase yaitu silase jagung, sorghum dan bunga matahari memiliki pengaruh langsung terhadap komposisi susu dan status nutrisi dari induk Alpine dan Saanen laktasi yang dipelihara di Kolumbia. Namun kemiripan nutrisi diantara ketiga jenis silase tidak menyebabkan perubah secara drastis terhadap komposisi susu kambing Alpine dan Saanen. Komposisi, karakteristik kimia-fisik dan mikrobiolgikal dan karakteristik produksi susu juga tidak nyata berbeda (P>0.05) antar induk laktasi Saanen, Toggenburg dan crossbred yang multiparous dan primiparous (Rangel et al. 2012).

Uji alkohol 70% v/v.

Tidak terjadinya penggumpalan saat pencampuran volume yang sama antara susu dengan ethyl alcohol 68-70% v/v ke dalam tabung reaksi umumnya dilakukan sebagai syarat utama untuk untuk uji kestabilan susu pada pabrik susu (Kentaro 1937). Secara umum susu segar hasil pemerahan sapi ataupun kambing yang sehat dari peternakan yang terjaga kebersihan dan hiegenis termasuk semua pekerja, peralatan pemerahan serta lingkungan peternakan termasuk pakan, tidak akan tergumpal pada uji alkohol 68-70% v/v (Kentaro 1937; Oliveira et al. 2011). Semua sampel susu dari ketiga peternak dalam penelitian ini menunjukkan hasil yang negatif pada uji alkohol 70% v/v pada suhu 27.5 0C (Tabel 1). Hal ini berarti susu kambing yang dipelihara di Kecamatan Busungbiu berkualitas baik dan sesuai dengan SNI 3141.1:2011.

Perubahan suhu pada saat uji alkohol sangat berpengaruh dan susu sangat sensitif terhadap uji alkohol pada suhu antara 15 – 20 0C. Baik suhu tinggi terutama pada 30°C maupun suhu rendah menyebabkan kepekaan susu pada uji alkohol menjadi lebih rentan berubah (Kentaro 1937) sehingga perlu diperhatikan dampak potensial dari perubahan iklim pada transmisi penyakit menular dari sumber ternak (Hellberg and Chu 2016). Penelitian Sommer and Binney (1923) melaporkan bahwa sedikit peningkatan dalam kandungan Ca dan Mg menyebabkan uji alkohol positif; peningkatan K, Na, Cl, C6H4O7-4 dan PO43- tidak menyebabkan uji alkohol positif. Pengaruh Ca dan Mg pada uji alcohol adalah sebagai pencegah atau penetral oleh sitrat (C6H4O7-4) dan pospat (PO43-) susu. Hasil uji alkohol positif pada susu terutama tergantung jumlah relatif keempat garam ini di dalam susu. Disamping itu, stabilitas uji alkohol tidak berkorelasi dengan tingkat keasaman dan kandungan keasaman ini bervariasi luas antar individual susu kambing (de Mello et al. 2010).

Derajat Keasaman (pH).

pH susu kambing Etawah hasil penelitian ini adalah 6.87 ± 0.03 dan angka ini masih dalam kisaran angka yang direkomendasi oleh SNI 3141.1:2011 yaitu 6.3-6.8 yang berarti menunjukkan kualitas susu yang baik. Walaupun dengan pemberian tambahan 10% dari hijauan dengan silase odot menghasilkan pH TrO susu yang paling rendah 6.77 ± 0.05 diantara kesepuluh sampel susu dimana pH TrP adalah 6.95 ± 0.04a dan pH TrC adalah 6.86 ± 0.05(P<0.05), semua pH susu masih di dalam kisaran pH susu segar yang direkomendasikan oleh SNI 3141.1:2011 (Tabel 1 dan Grafik 1).

Hubungan korelasi antara BJ dengan pH dengan nilai R2=-0.866 (P<0.05). Secara umum BJ dan pH susu kambing yang dipelihara di Kecamatan Busungbiu adalah masing-masing 1.0295 ± 0.0011 dan 6.87 ± 0.03 secara berurutan. Namun hasil penelitian ini menunjukkan bahwa akibat pemberian penambahan silase odot sebanyak 10% dari hijauan mengakibatkan BJ yang nyata sangat tinggi 1.0330 ± 0.0020 TrO (P<0.05) dan sebaliknya pH TrO adalah nyata sangat rendah 6.77 ± 0.05 (P<0.05). Ini berarti bahwa silase odot mampu meningkatkan bahan kering tanpa lemak yang berarti sangat bernilai ekonomis bagi pendapatan peternak dengan kisaran pH yang direkomendasikan oleh SNI 3141.1:2011.

Total Plate Count (TPC)

TPC susu kambing yang dipelihara oleh peternak skala kecil di Kecamatan Busungbiu adalah 706,000 ± 480,700 CFU/ml adalah di bawah batas maximum 1x106 CFU/ml yang direkomendasikan oleh SNI 3141.1:2011. Hasil ini juga sangat kecil dibandingkan dengan 7,4±2,9 x 105 CFU/ml pada susu sapi segar di Kecamatan Probolinggo hasil penelitian Cahyono et al. (2013). Namun kambing yang diberi tambahan silase odot sebanyak 10% dari hijauan meningkatkan TPC 2,334,000 ± 670,400 CFU/ml (TrO) adalah nyata lebih besar dari TPC TrP 14,400 ± 580,600 CFU/ml maupun TPC TrC 580 ± 670,400 CFU/ml (P<0.05) (Tabel 1 dan Grafik 1). Hanya TPC TrO yang melebihi batas maksimal SNI 3141.1:2011. Hal ini menggambarkan bahwa tatalaksana pemerahan oleh peternak yang memberikan silase odot pada kambingnya kurang terjaga kebersihan dan hiegine peralatan dan lingkungan pemerahan. Hal ini didukung oleh Oliver et al. (2009) dan Nada et al. (2012) yang mengatakan bahwa kebersihan dan hiegiene yang berhubungan dengan produksi susu sangat penting dalam produksi pangan yang berkualitas tinggi sekaligus mencegah penyebaran penyakit yang berasal dari susu yang mengadung mikroorganisme yang tinggi terutama penyakit mastitis atau penyakit inflamasi kelenjar mammary (Correa et al. 2010).

SIMPULAN

Disimpulkan bahwa pemberian tambahan silase odot (Pennisetum purpureum cv. Mott) sebanyak 10% dari hijauan kepada induk Etawah laktasi yang dipelihara di Kecamatan Busungbiu adalah sangat nyata meningkatkan BJ (P<0.05) yang berarti susu kaya akan bahan kering tanpa lemak. Peningkatan BJ susu ini berarti peningkatan pendapatan peternak. Namun, penting untuk memperhatikan tatalaksana pemerahan oleh peternak yang memberikan silase odot pada kambingnya yang adalah nyata lebih buruk dilihat dari jumlah TPC (P<0.05). Walau kesehatan dan kebersihan kambing menjadi fokus utama, pemeriksa kebersihan dan sanitasi prosedur peralatan pemerahan adalah juga sangat penting. Uji komposisi dan kualitas susu secara rutin sangat penting untuk mencegah penyebaran penyakit yang berasal dari peternakan kambing perah yang produksi susunya dipasarkan secara langsung ataupun digunakan sebagai bahan baku olahan susu.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis berterimakasih kepada Bapak Ir. Wayan Wardana, Bapak Kadek Suartana dan Bapak Made Ardiasa pemilik peternakan kambing Etawah di Kecamatan Busungbiu, Buleleng atas ijin serta kerjasama yang sangat baik sehingga penelitian ini dapat terlaksana. Ucapan terimakasih juga ditujukan kepada UPT. Laboratorium Kesehatan Daerah, Denpasar (KAN-Komite Akreditasi Nasional LP-1027-IDN).

DAFTAR PUSTAKA

Arya, N.N, Budi Susrusa, K., and M. Narka Tenaya. 2014. 'Primatani influence on the improvement plantation farmers income in Busungbiu District', Jurnal Manajemen Agribisnis, vol. 2, no. 1, pp. 22-35.

BPS-Bali. 2015. 'Badan Pusat Statistik Provinsi Bali, Statistics Bali Province. Bali in figures'.

Correa, C.M., Michaelsen, R., da Rocha Ribeiro, M.E., Pinto, A.T., Zanela, M.B., and V. Schmidt. 2010. 'Milk composition and mastitis diagnosis in goats', Acta Scientiae Veterinariae, vol. 38, no. 3, pp. 273-8.

de Mello, F.A., Pinto, A.T., Zanela, M.B., and V. Schmidt. 2010. 'Thermal and Alcohol Stability of Saanen and Alpine Goat's Milk', Acta Scientiae Veterinariae, vol. 38, no. 2, pp. 165-9.

Doloksaribu, L. 2017. 'Improvement of rearing goats in Bali Province, Indonesia', PhD thesis, The University of Queensland, Queensland, Australia.

Doloksaribu, L., Murray, P.J., Copland, R.S., and McLachlan, B.P. 2014. 'Constraints to, challenges of, and opportunities for rearing goats in Bali Province. A case study: Rearing goats in Banjar Belulang, Sepang Village', in The 2nd Asian-Australasian Dairy Goat Conference April 25th - 27th 2014. The role of dairy goat industry in food security, sustainable agriculture production, and economic communities, IPB International Convention Centre Bogor, Indonesia, vol. 2, pp. 267-9.

Doloksaribu, L., Subagiana, W., and W.S. Mekir. 2011. 'Penuntun Praktikum Pemeriksaan Air susu', Fakultas Peternakan Universitas Udayana.

Gaulin, C., Levac, E., Ramsay, D., Dion, R., Ismaïl, J., Gingras, S., and C. Lacroix. 2012. 'Escherichia coli O157: H7 outbreak linked to raw milk cheese in Quebec, Canada: Use of exact probability calculation and case-case study approaches to foodborne outbreak investigation', J. Food Prot., vol. 75, pp. 812–18.

Giacometti, F., Serraino, A., Finazzi, G., Daminelli, P., Losio, M.N., Arrigoni, N., Piva, S., Florio, D., Riu, R., and R.G. Zanoni. 2012. 'Sale of raw milk in Northern Italy: Food safety implications and comparison of different analytical methodologies for detection of foodborne pathogens', Foodborne Pathog Dis, vol. 9, pp. 293–7.

Haenlein, G.F.W. 2004. 'Goat milk in human nutrition', Small Ruminant Research, vol. 51, no. 2, pp. 155-63.

Haenlein, G.F.W., Park, Y.W., Raynal-Ljutovac, K., and A.Pirisi. 2007. 'Goat and sheep milk - Foreword', Small Ruminant Research, vol. 68, no. 1-2, pp. 1-2.

Hellberg, R.S., and E. Chu. 2016. 'Effects of climate change on the persistence and dispersal of foodborne bacterial pathogens in the outdoor environment: A review', Critical Reviews in Microbiology, vol. 42, no. 4, pp. 548-72.

Kentaro, M. 1937. 'Studies on the alcohol coagulation of fresh cow milk', Jour. Facul. Agr. Hokkaido Imp. Univ. Sapporo, vol. XLI, no. 2.

Latorre, A.A., Pradhan, A.K., van Kessel, J.A., Karns, J.S., Boor, K.J., Rice, D.H., Mangione, K.J., Gröhn, Y.T., and Y.H.  Schukken. 2011. 'Quantitative risk

assessment of Listeriosis due to consumption of raw milk', J. Food Prot., vol. 74, pp. 1268–81.

Markham, L., Auld, G., Bunning, M., and D. Thilmany. 2014. 'Attitudes and Beliefs of Raw Milk Consumers in Northern Colorado', Journal of Hunger and Environmental Nutrition, vol. 9, no. 4, pp. 546-64.

Nada, S., Ilija, D., Igor, T., Jelena, M., and G. Ruzica. 2012. 'Implication of food safety measures on microbiological quality of raw and pasteurized milk', Food Control, vol. 25, no. 2, pp. 728-31.

Noguera, R.R., Bedoya-Mejia, O., and S.L. Posada. 2011. 'Production, composition of milk and metabolic profiles of dairy goats supplemented with silage', Livestock Research for Rural Development, vol. 23, no. 11, pp. 233-243.

Oliveira, C.J.B., Hisrich, E.R., Moura, J.F.P., Givisiez, P.E.N., Costa, R.G., and W.A. Gebreyes. 2011. 'On farm risk factors associated with goat milk quality in Northeast Brazil', Small Ruminant Research, vol. 98, no. 1-3, pp. 64-9.

Oliver, S.P., Patel, D.A., Callaway, T.R., and M.E. Torrence. 2009. 'ASAS Centennial Paper: Developments and future outlook for preharvest food safety1', Journal of animal science, vol. 87, no. 1, pp. 419-37.

Ramees, T.P., Dhama, K., Karthik, K., Rathore, R.S., Kumar, A., Saminathan, M., Tiwari, R., Malik, Y.S., and R.K. Singh. 2017. 'Arcobacter: an emerging food-borne zoonotic pathogen, its public health concerns and advances in diagnosis and control–a comprehensive review', Veterinary Quarterly, vol. 37, no. 1, pp. 136-61.

Rangel, A.H.N., Pereira, T.I.C., Albuquerque Neto, M.C., Medeiros, H.R., Araujo, V.M., Novais, L.P., Abrantes, M.R., and D.M. Lima Junior. 2012. 'Milk production and quality in dairy goats that participate in dairy tournaments in the state of Rio Grande do Norte, Brazil', Arquivos do Instituto Biologico (Sao Paulo), vol. 79, no. 2, pp. 145-51.

Scavia, G., Escher, M., Baldinelli, F., Pecoraro, C., and A. Caprioli. 2009. 'Consumption of unpasteurized milk as a risk factor fpor hemolytic uremic syndrome in Italian children', Clinical Infectious Diseases, vol. 48, p. 1637–8.

Sommer, H.H., and T.H. Binney. 1923. 'A Study of the Factors that Influence the Coagulation of Milk in the Alcohol Test', Journal of Dairy Science, vol. 6, no. 3, pp. 176-97.

Sorrentino, E., Tremonte, P., Succi, M., Pannella, G., Tipaldi, L., Maiuro, L., and R. Coppola. 2012. 'Latte crudo tra mito e realtà', in Proc. of 40th Congresso Nazionale della Società Italiana di Microbiologia, Italiana p. 134.

Zeinhom, M.M.A., and G.K. Abdel-Latef. 2014. 'Public health risk of some milk borne pathogens', Beni-Suef University Journal of Basic and Applied Sciences, vol. 3, no. 3, pp. 209-15.

Yosafat et al, Peternakan Tropika Vol. 7 No. 1 Th. 2019: 970 -.981

Page 981