UPAYA MEDIASI DALAM PENYELESAIAN SENGKETA MALPRAKTIK MEDIS

Oleh:

Ni Made Mira Junita∗∗

I Dewa Gede Dana Sugama∗∗∗

Program Kekhususan Peradilan Fakultas Hukum Universitas Udayana

Abstrak

Keterkaitan hukum antara tenaga medis dengan pihak pasien dalam menjalankan pelayanannya sebagai tenaga kesehatan tidak jarang hal tersebut dilalui dengan adanya pristiwa dimana tenaga kesehatan mengabaikan suatu hak pasien hingga timbulnya sebuah masalah atau sengketa. Mediasi merupakan salah satu sarana dalam penyelesaian sengketa alternatif di luar pengadilan. Malpraktik medis merupakan tindakan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan mengenai praktek jahat taupun buruk dalam hal tersebut tidak terpenuhinya suatu standar yang awalnya telah di tentukan oleh profesi. Pengaturan mengenai penyelesaian sengketa malptaktik medis melalui mediasi diatur dalam Pasal 29 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 terdapat kekaburan norma didalamnya dimana dalam pasal tersebut diatur tentang mediasi tetapi tidak menjelaskan secara jelas mengenai mediasi apa yang di maksud, lebih khususnya tidak dijelaskan mengenai upaya mediasi penal yang mengakibatkan implisit dalam pengaturannya, sehingga perlu untuk diteliti. Medote penelitian yang dipakai dalam penyusunan ini ialah metode penelitian yuridis normatif dimana hal ini dilakukan dengan cara penelitian bahan pustaka atau yang sering di katakan dengan data sekunder berupa hukum positif. Hasil pembahasan ini menunjukan bahwa dalam hukum acara peradilan pidana mengenai mediasi penal hanya diperuntukan untuk delik aduan saja dan dalam penanganan sengketa malpraktik medis ini mediasi penal hanya bersifat untuk meringankan tuntutan saja dimana pelaku tetap akan dipidana

Upaya Mediasi Dalam Penyelesaian Sengketa Malpraktik Medis merupakan makalah ilmiah diluar ringkasan skripsi.

∗∗ Ni Made Mira Junita adalah Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Udayana, Korespondensi: mirajunita16@gmail.com.

∗∗∗ I Dewa Gede Dana Sugama adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Udayana.

sebagaimana awalnya akan tetapi melalui penerapan mediasi penal ini bisa saja pidananya akan diperingan. Jadi pengaturan mengenai mediasi penal secara eksplisit belum ada tetapi secara implisit ada. Kata Kunci: Mediasi, Malpraktik, Penegakan hukum malpraktik.

Abstract

The legal relationship between medical personnel and patients in carrying out their services as health workers is not uncommon with the occurrence of events where health workers neglect a patient's rights until a problem or dispute arises. Mediation is one of the means in settling alternative disputes outside the court. Medical malpractice is an action taken by a health worker regarding bad or bad practices in that it does not fulfill a standard that was originally set by the profession. Regulations regarding the settlement of medical malptactic disputes through mediation are regulated in Article 29 of Law Number 36 Year 2009, there is a blurring of norms in which the article regulates mediation but does not clearly explain what mediation is intended, wherein this does not explain efforts mediation of reasoning which results implicitly in its regulation, so it needs to be investigated. The research method used in this preparation is a normative juridical research method where this is done by means of researching library materials or which is often said with secondary data in the form of positive law. The results of this discussion indicate that in criminal justice procedural law regarding mediation of penalties is only intended for offense complaints only and in the handling of medical malpractice disputes this mediation of penalties is only to alleviate the demands of where the perpetrators will be convicted as originally but through the application of penal mediation can only the criminal will be commuted. So the arrangement regarding explicit mediation of penalties does not yet exist but implicitly exists.

Keywords: Mediation, Malpractice, Malpractice law enforcement.

  • I.    PENDAHULUAN

    • 1.1.    Latar Belakang

Kesadaran yang tumbuh dalam masyarakat akan pentingnya hak mereka merupakan suatu hal yang positif dalam meningkatkan

masyarakat dalam memahami pentingnya suatu kaedah hukum, dari suatu hal negatif dalam meningkatnya sengketa-sengketa yang diakhibatkan oleh tenaga kesehatan atau rumah sakit yang di layangkan somasi, dimana pasien mengadukan atau bahkan sampai menuntut tenaga kesehatan yang mengakibatkan terpengaruhnya sebuah layanan kesehatan yang diberikan. Biasanya sengketa medik diakhibatkan dari hal-hal atau hasil yang diberikan oleh tenaga kesehatan kurang atau bahkan tidak memuaskan, seperti halnya kurangnya informasi yang diberikan kepada dokter atau bahkan suatu kelalaian yang ditimbulkan oleh tenaga kesehatan. Masalahnya yaitu tidak semua pelayanan kesehatan hasilnya akan selalu baik ataupun memuaskan untuk semua pasien ataupun pihak lainnya, lalu pada akhirnya dengan gampangnya mengatakan ini merupakan sebuah tindakan malpraktik.1

Mediasi merupakan salah satu proses penyelesaian sengketa yang lebih cepat dan murah, serta dapat memberikan akses yang lebih besar kepada para pihak menemukan penyelesaian yang memuaskan dan memenuhi rasa keadilan, mediasi di pengadilan dapat menjadi salah satu instrument efektif mengatasi masalah adanya kemungkinan penumpukan perkara di pengadilan dalam penyelesaian sengketa disamping proses pengadilan yang bersifat memutus (ajudikatif).2

Malpraktek merupakan perbuatan jahat atau buruk, yang tidak memenuhi standar yang ditentukan oleh profesi. Malpraktik medis merupakan praktek kedokteran atau tenaga kesehatan yang dilakukan dengan cara tidak tepat atau menyalahi undang-undang dan kode etik.3 Malpraktik juga dapat dikatan sebagai tindakan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dalam praktek jahat taupun buruk dimana hal tersebut tidak terpenuhinya suatu standar yang awalnya telah di tentukan oleh profesi.4

Secara garis besar malpraktik dibagi menjadi dua golongan besar yaitu pertama Malpraktik etika yakni seorang dokter yang melakukan sebuah tindakan yang bertentangan dengan etika kedokteran yang berlaku, yang merupakan seperangkat standar etis, prinsip dan juga aturan dan norma yang berlaku dalam dunia kedokteran. Kedua Malpraktik yuridis, dalam malpraktik yuridis terdiri dari berbagai malpraktik yakni sebagai berikut: Malpraktik perdata (Civil Malpratice), Terjadinya malpraktik perdata karna adanya hal-hal yang menyebabkan tidak terpenuhinya isi perjanjian tersebut (wanprestasi). Malpraktik pidana (Criminal Malpratice), Terjadinya malpraktek pidana ini karna disebabkan adanya kelalalian oleh dokter atau tenaga kesehatan terhadap pasien saat melakukan upaya penyembuhan yang mengakibatkan pasien meninggal dunia atau mengalami kecacatan, Malpraktik administrasi (administrative malpratice) Terjadinya malpraktik administrasi ini karna adanya

pelanggaran oleh dokter atau tenaga kesehatan terhadap hukum administrasi negara yang berlaku, Misalnya dokter yang menjalankan praktek tanpa lisensi dan izin.5

Dasar hukum dalam pemberian perlindungan terhadap pasien dan untuk mempertahankan maupun meningkatkan kualitas sebuah pelayanan yang diberikan oleh tenaga medis telah ditetapkan oleh berbagai peraturan seperti Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dan lain sebagainya yang menyangkut tentang kesehatan, maupun peraturan terkait lainnya,6 dalam Pasal 29 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 adanya kekaburan norma di dalamnya dimana kata mediasi yang dimaksud tidak menjelaskan secara jelas mengenai mediasi apa yang di maksud, lebih khususnya tidak dijelaskan mengenai upaya mediasi penal yang mengakibatkan implisit dalam pengaturannya, sehingga perlu untuk diteliti lebih lanjut mengenai hal ini agar dapat di terapkan dengan baik.

Tujuan dari penulisan ini yakni untuk mempertimbangkan penggunaan mediasi dalam penyelesaian sengketa malpraktik medis agar tidak semua sengketa malpraktik medis tidak langsung di limpahkan ke pengadilan karena selain memakan waktu yang lama juga tidak sedikit biaya yang di keluarkan, disamping itu juga agar nama baik dokter atau tenaga kesehatan tidak rusak karena belum tentu tindakan tersebut merupakan suatu tindakan malpraktik, maka diperlukannya suatu Upaya Mediasi Dalam Penyelesaian Sengketa Medis.

  • 1.2.    Permasalahan

Berdasarkan uraian pada latar belakang, permasalahan yang penulis temukan sebagai berikut:

  • 1.    Bagaimanakah Pengaturan Penyelesaian Sengketa Makpraktik Medis?

  • 2.    Bagaimanakah Upaya Mediasi Dalam Penyelesaian Sengketa Malpraktik Medis?

  • 1.3.    Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan karya ilmiah dari penulis ialah untuk memahami dan menganalisis penyelesaian sengketa malptaktik medis, khususnya penyelesaian sengketa malpraktik medis melalui upaya mediasi.

  • II.    ISI MAKALAH

    • 2.1.    Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif adalah suatu penelitian yang bertujuan untuk meneliti norma hukum atau kaedah.7 Penelitian ini didasari atas pengaturan upaya mediasi yang masih kurang jelas dalam undang-undang kesehatan sebagai penyelesaian sengketa malpraktik medis. Penggunaan Bahan hukum untuk mendukung analisis dalam penelitian karya ilmiah ini diantaranya bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder.

  • 2.2.    Hasil dan Analisis

    2.3.    Pengaturan Penyelesaian Sengketa Makpraktik Medis

Penyelesaian sengketa malpraktik medis bisa diselesaikan melalui dua cara yakni melalui jalur pengadilan dan melalui jalur diluar pengadilan. Pengaturan hukum melalui jalur peradilan perdata dapat diuraikan dalam Pasal 32 huruf q Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, dalam ketentuan tersebut terkandung sebuah makna “bahwa dalam penyelesaian suatu perkara medis dapat diselesikan secara litigasi baik dalam jalur perdata atau jalur pidana”. Akibat terjadinya malpraktik perdata karna tidak terpenuhinya isi dalam sebuah perjanjian yang telah di setujui (wanpreatasi) di dalam transaksi terapeutik oleh tenaga kesehatan, atau pasien mengalami ketugian karena adanya perubahan melanggar hukum.8

Tentang upaya ganti kerugian disinggung dalam Pasal 55 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dalam pasal tersebut dinyatakan “bahwa dampak dari timbulnya masalah yang diakhibatkan karna kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan maka semua orang memiliki hak untuk mendapatkan ganti kerugian tersebut”. Ini merupakan suatu upaya sebagai perlindungan bagi setiap orang karena dampak dari kelalaian tenaga kesehatan.9

Ketentuan hukum dari gugatan secara pidana dilihat dalam pengaturan umum maupun dalam pengaturan khusus dalam hukum pidana. Saat pasien mengalami cacat atau bahkan meninggal dunia akibat dari perbuatan tenaga kesehatan yang lalai dalam

menjalankan tugasnya hal tersebuat dapat dikatakan sebagai

malpraktik pidana.10

Penyelesaian sengketa malpraltik medis secara non litigasi melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), merupakan suatu lembaga yang dibentuk secara khusus berdasarkan Pasal 31 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen juga bisa diperuntukan dalam bidang kesehatan. Proses penanganan sengketa kesehaatan melaluai BPSK ini petugas BPSK akan mengadakan prasidang dengan maksud untuk menjelaskan adanya pilihan penyelesaian sengketa yang akan di tempuh yakni mediasi, arbitrase, negoisasi ataupun konsiliasi, untuk mentukan hari pertama sidang dimulai ketua BPSK akan merangkai sebuah majelis.11

Upaya penyelesaian sengketa untuk menegakkan keadilan dalam bidang kesehatan dilihat dari penyelesaian sengketa yang diatur  dalam Pasal 29 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009

tentang Kesehatan yakni “sebelum sengketa dilimpahkan kepengadilan (litigasi), sebaiknya sengketa tersebut harus terlebih dahulu menempuh jalur non litigasi (diluar pengadilan) yaitu mediasi”.

  • 2.4.    Upaya Mediasi Dalam Penyelesaian Sengketa Malpraktik Medis

Sengketa malpraktik medis merupakan sebuah fenomena yang semakin meningkat belakangan ini. Karena jika sengketa di limpahkan ke dalam proses litigasi akan memakan waktu dan biaya

yang tidak sedikit, maka proses penyeleselaian sengketa alternatif pun menjadi sebuah solusi yang menarik. Bahkan hukum acara peradilan perdata mengatur bahwa sebelum disidangkan di pengadila sengketa harus terlebih dahulu diselesikan melalui upaya non litigasi. Hal ini selaras dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Abritrase Dan Alternatif Penyelesaian Sengketa dan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008.12

Penyelesaian Sengketa Alternatif pada umunya cuma bisa dilakukan dalam lingkungan perkara-perkara perdata saja, tetapi tidak dapat diterapkan dalam lingkungan perkara-perkara pidana, Namun dilihat dari fakta dilapangan sering juga perkara pidana yang diselesaikan dengan proses di luar pengadilan yakni dengan adanya berbagai diskresi oleh aparat penegak hukum atau pun juga dengan mekanisme musyawarah atau perdamaian atau lembaga permaafan yang ada dalam masyarakat. Mediasi adalah salah satu metode yang digunakan dalam menyelesaikan sebuah sengketa, agar lebih efektif dan hemat biaya dalam menyelesaikan perkara.13 Mediasi penal merupakan suatu sarana yang diperuntukan untuk penyelesaian sengketa pidana, mediasi penal ini belum cukup dikenal, karena pada dasarnya bahwa seluruh tindak pidana tersebut tidak bisa untuk didamaikan, kecuali tindak pidana yang berupa delik aduan.14 Mediasi penal ialah suatu perwujudan dari adanya keadilan resotratif (restorative justice) yang garis besarnya untuk terciptanya

sebuah keadilan bagi korban dan pelaku tindak pidana agar untuk dapat dipulihkan kedudukannya.15

Mediasi penal sebenarnya belum memiliki payung hukum dalam sistem peradilan pidana Indonesia. Yang ada hanya beberapa regulasi tersirat, yang membuka kemungkinan mediasi. Buka spesifik mediasi penal, dalam Pasal 82 KUHP pasal ini belum menggambarkan secara tegas kemungkinan penyelesaian damai antara pelaku pidana dengan korban Tetapi dalam praktik, sudah sering diterapkan hakim. Mediasi penal dalam penanganan sengketa malpraktik medis hanyalah bersifat untuk meringankan tuntutan saja dimana pelaku tetap akan dipidana sebagaimana awalnya akan tetapi melalui penerapan mediasi penal ini bisa saja pidananya akan diperingan.16

Mediasi penal dalam perkara tindak pidana malpraktik medis saat ini hanya bersifat memperingan tuntutan, oleh karena belum ada undang-undang yang mengatur pelaksanaan mediasi penal beserta kekuatan hukum dari akta kesepakatan hasil kesapakatan hasil mediasi penal. Jadi, pelaku tetap dipidana akan tetapi pidananya diperingan. Pada delik aduan tindak pidana malpraktik yang diproses penyidikannya didasarkan pada pengaduan korban yaitu pasien atau keluarganya, ditemukan penyelesaiannya dengan mediasi penal, baik sebelum dilakukannya pengaduan sehingga korban (pasien) atau keluarganya tidak jadi mengajukan pengaduan, maupun jika pengaduan telah dibuat oleh korban. Di sini peran

polisi bukan sebagai mediator, melainkan hanya sebagai saksi yang menyaksikan diselesaikannya perkara pidana tersebut melalui kesepakatan perdamaian. Di samping delik aduan dalam perkara malpraktik biasanya pihak dokter dan pasien menyelesaikan sendiri perkara tersebut dengan mediasi.17

Sementara itu pada tahap penuntutan, peneliti menemukan dilakukannya mediasi penal sebelum dilakukannya penuntutan. Dalam mediasi ini pihak korban meminta ganti kerugian kepada pihak pelaku yaitu dokter, namun demikian walaupun telah terjadi kesepakatan dari pihak korban dan pelaku untuk mengganti kerugian, kesepakatannya tidak menghilangkan penuntutan, sehingga proses peradilan tetap berjalan sebagaimana mestinya, dan kesepakatan ganti kerugian hanya bersifat sebagai pertimbangan jaksa dalam mengadakan penuntutan, keputusan tetap di tangan hakim.

Seperti contoh kasus dimana keluarga korban meminta ganti kerugian kepada dokter sebagai pelaku dengan sebuah akta kesepakatan bahwa telah dilakukan pembayaran ganti kerugian kepada keluarga korban. Namun demikian meskipun telah dilakukan kesepakatan mengganti kerugian kepada keluarga korban, proses penuntutan terhadap pelaku tindak pidana tetap dilakukan, dengan alasan Kejaksaan bekerja berdasarkan aturan normatifnya, selama belum ada aturan yang mengatur kedudukan mediasi penal dalam penuntutan berarti kasus tetap diproses, namun karena telah dilakukan pembayaran ganti kerugian, alasan tersebut hanya menjadi salah satu alasan pertimbangan Jaksa Penuntut untuk

memperingan maksimum tuntutannya.18 Begitu juga mengenai rumusan perbuatan malpraktik dan kelalaian medik melalui KUHP perumusan kelalaiannya belum begitu jelas unsur-unsur kelalaiannya bagi kejahatan medis.

  • III.    PENUTUP

    • 3.1.    Kesimpulan

Pengaturan dalam penyelesaian sengketa malpraktik medis untuk menegakkan keadilan dalam bidang kesehatan dilihat Dalam Pasal 29 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dimana dalam pasal tersebut dinyatakan “bahwa sebelum sengketa dilimpahkan kepengadilan (litigasi), sebaiknya sengketa tersebut harus terlebih dahulu menempuh jalur non litigasi (diluar pengadilan) yaitu mediasi”.

Upaya Mediasi Dalam Penyelesaian Sengketa Malpraktik Medis yaitu, Penyelesaian sengketa malpraktik medis secara hukum dengan melalui jalur pengadilan (litigasi) sering kali berdampak buruk bagi tenaga medis itu sendiri, maka dari itu mediasi merupakan penyelesaian yang tepat untuk digunakan dalam sengketa medis. Hukum acara peradilan perdata mengatur bahwa sebelum disidangkan di pengadilan sengketa medis sebaiknya ditempuh melalui jalur non litigasi terlebih dahulu. Dalam hukum acara pidana dikenal dengan adanya mediasi penal namun mediasi penal ini hanya di peruntukan untuk delik aduan saja yang hanyalah bersifat meringankan tuntutan saja dimana pelaku tetap akan dipidana sebagaimana awalnya akan tetapi melalui penerapan mediasi penal ini bisa saja pidananya akan diperingan. Jadi pengaturan mengenai mediasi penal secara eksplisit belum ada tetapi secara implisit ada.

Undang-undang hanya menyebutkan bahwa dengan penyelesaian di luar pengadilan (mediasi) saja, tetapi tidak ditegaskan mengenai mediasi penal.

  • 3.2.    Saran

Para pembentuk perundang-undangan sebaiknya lebih tegas lagi dalam mengatur mengenai penyesuaian antara upaya penyelesaian sengketa yang disediakan dengan jenis dari malpraktik itu sendiri, dan diperlukannya juga Peraturan lebih khusus dan spesifik mengenai malpraktek medis agar dalam proses pengupayaan untuk menanggulangi adanya sengketa medis lebih cepat dan mudah agar tidak adanya sebuah kesalah pahaman yang timbul antara aparat penegak hukum dan tenaga kesehatan karna rumusan perbuatan malpraktik dan kelalaian medik melalui KUHP perumusan kelalaiannya belum begitu jelas unsur-unsur kelalaiannya bagi kejahatan medis.

Mediasi dilakukan tidak hanya dalam ranah hukum perdata saja tetapi ada juga dalam ranah hukum pidana yang disebut dengan mediasi penal tetapi Mediasi penal untuk sarana penyelesaian sengketa alternatif dalam tindak pidana malpraktik diluar maupun didalam pengadilan belum adanya pengaturan lebih lanjut mengenai mediasi penal sebagai suatu bentuk penyelesaian perkara di luar pengadilan, seharusnya pembentuk undang-undang perlu menegaskan upaya mediasi penal dalam sengketa malpraktik medis.

DAFTAR PUSTAKA

BUKU:

Arief, Barda Nawawi, Mediasi Penal Penyelesaian Perkara Di Luar

Pengadilan, Semarag: Pustaka Merdeka, 2008.

Dahlan M. Sopiyudin, 2008, Kelalaian Dalam Kedokteran, Salemba Medika, Jakarta.

Mertokusumo Sudikno, 2014, Penemuan Hukum, Cahaya Atma Pustaka, Yogyakarta.

Siswati Sri , 2013, Etika Dan Hukum Kesehatan Dalam Perspektif Undang-Undang Kesehatan, Rajawali Pers, Jakarta.

Wiryawan I Wayan Dan Artadi I Ketut, 2017. Penyelesaian Sengketa Di Luar Pengadilan: Keterampilan Nonlitigasi Aparat Hukum, Udayana Press, Denpasar.

HASIL PENELITIAN DAN JURNAL:

Diah Ratna Sari Hariyanto, 2018, Konstruksi Mediasi Penal dalam Penyelesaian Tindak Pidana Ringan di Indonesia, Disertasi Universitas Udayana, Denpasar.

Keyzha Natakharisma , I Nengah Suantra, Mediasi Dalam Penyelesaian Perkara Pidana Di Indonesia, Jurnal Kertha Wicara, Fakultas Hukum Universitas Udayana, Vol. 01, No. 05, 2013.

S.Tri Herlianto, Mediasi Penal Sebagai Alternatif Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Praktik Kedokteran, Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Vol. 43, No.0 2, 2014.

Trini Handayani, Penyelesaian Sengketa Medis Melalui Mediasi Dihubungkan Dengan Peraturan Mahkamah Agung Nomor I Tahun 2008 Tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan, Jurnal Hukum Mimbar Justicia,  Fakultas  Hukum Universitas

Suryakancana, Vol. 06, No. 02, 2014.

M. Nurdin, Perlindungan Hukum Terhadap Pasien Atas Korban

Malpraktek Kedokteran, Jurnal Hukum Samudra Keadilan, Fakultas Hukum Universitas Samudra, Vol. 10 No. 01, 2015.

Michelle Gabriele Monica Rompis, Perlindungan Hukum Terhadap Dokter Yang Diduga Melakukan Medical Malpraktik, Jurnal Lex Crimen,   Fakultas Hukum Universitas Sam

Ratulangi, Vol. 06, No. 04, 2017.

Gst Agung Chandra Kumala Dewi, Made Gde Subha Karma Resen, Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Dokter Serta Dasar

Alasan Peniadaan Pidana Malpraktek Medis, Jurnal Kertha Wicara, Fakultas Hukum Universitas Udayana, Vol. 07, No. 05, 2018.

Arif Dian Santoso, Penyelesaian Sengketa Medik Melalui Mediasi Oleh Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia Untuk Dapat Menjamin Keadilan Dalam Hubungan Dokter Dan Pasien,    Jurnal Pasca Sarjana Hukum Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret Vol. 07, No. 01, 2019.

Dewa Gede Yudi Putra Wibawa, I Gusti Ayu Agung Ari Krisnawati, Upaya Mediasi Dalam Penyelesaian Sengketa Pelanggaran Hak Cipta, Jurnal Kertha Wicara, Fakultas Hukum Universitas Udayana, Vol. 08, No. 01, 2019.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN:

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1976 Nomor 26; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3850).

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3821).

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Abritrase Dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 1999 Nomor 138; Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 3872).

Undang-Undang No 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 116; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431).

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063).

Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 153; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5072).

16