UPAYA MEDIASI OLEH JAKSA SEBAGAI PENGACARA NEGARA DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PERDATA WANPRESTASI TUNGGAKAN PEMBAYARAN

LISTRIK NEGARA

Oleh:

Ni Kadek Erna Dwi Hapsari∗∗ I Dewa Gede Dana Sugama∗∗∗

Program Kekhususan Peradilan Fakultas Hukum Universitas Udayana

Abstrak

Profesi seorang jaksa sangat identik dengan tindak pidana karena jaksa berperan sebagai penuntut umum dalam persidangan. Selain itu jaksa juga memiliki peran lain yaitu jaksa dapat berperan sebagai pengacara negara (JPN) yaitu tugas jaksa dalam bidang perdata dan TUN. Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui batasan kewenangan JPN dalam melakukan mediasi pada sengketa perdata wanprestasi tunggakan pembayaran listrik negara menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia serta untuk mengetahui proses mediasi yang dilakukan oleh JPN dalam penyelesaian sengketa perdata wanprestasi tunggakan pembayaran listrik negara.

Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah penelitian hukum normatif dengan menggunakan jenis pendekatan perundang-undangan serta pendekatan analisis konsep hukum (analytical coceptual approach). Adapun bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang kemudian teknik pengolahan datanya menggunakan teknik pengolahan analisis kualitatif normatif.

Hasil penelitian ini bahwa batasan kewenangan mengenai upaya mediasi dalam penyelesaian sengketa perdata wanprestasi tunggakan pembayaran listrik negara yang diatur dalam Pasal 30 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun

Upaya Mediasi Oleh Jaksa Sebagai Pengacara Negara Dalam Penyelesaian Sengketa Perdata Wanprestasi Tunggakan Pembayaran Listrik Negara merupakan makalah ilmiah di luar ringkasan skripsi.

∗∗ Ni Kadek Erna Dwi Hapsari adalah Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Udayana, Korespondensi : ernahapsari70@gmail.com.

∗∗∗ I Dewa Gede Dana Sugama adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Udayana.

2004 adalah belum mencakup kepada upaya mediasinya sehingga dalam pelaksanaannya juga disesuaikan berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam Keputusan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor: Kep.225/A/J/A/3/2003 Tentang Tugas dan Wewenang JPN. Kemudian dalam proses mediasinya JPN melakukan suatu pendekatan persuasif kepada pelanggan listrik negara yang melakukan penunggakan pembayaran listrik karena langkah ini lebih efektif untuk dilakukan sebagai upaya penyelesaian sengketa perdata wanprestasi tunggakan pembayaran listrik negara.

Kata Kunci : Jaksa, Jaksa Pengacara Negara, Perkara Perdata, Wanprestasi, Mediasi.

Abstract

A prosecutor's profession is identical to a crime because the prosecutor has the role of public prosecutor in a trial. Besides that, prosecutors also have another role, namely that prosecutors can play the role of state attorney (JPN), namely the duty of prosecutors in the civil and TUN fields. The purpose of this paper is to determine the limitations of JPN's authority in mediating civil disputes in arrears in arrears in payment of state electricity according to Law Number 16 of 2004 concerning the Attorney General's Office of the Republic of Indonesia and to find out the mediation process carried out by JPN in the settlement of civil disputes in arrears in arrears in payment of state electricity payments.

The method used in this paper is normative legal research with a legislative approach. The legal materials used are primary legal materials and secondary legal materials, and the data processing technique uses normative qualitative analysis processing techniques.

The results of this study indicate that the limitations of authority regarding mediation efforts in the settlement of civil disputes arising from arrears in payment of state electricity payments as stipulated in Article 30 paragraph (2) of Law Number 16 Year 2004 are not included in the mediation effort so that their implementation is also adjusted based on the provisions contained in Decree of the Attorney General of the Republic of Indonesia Number: Kep.225 / A / J / A / 3/2003 Concerning the Tasks and Authority of JPN. Then in the mediation process, JPN took a persuasive approach to the state electricity customers who were in arrears on electricity payments because this step was more effective to be carried out as an effort to resolve civil disputes in arrears in arrears in payment of state electricity.

Keywords: Attorney, State Attorney, Civil Case, Default, Mediation.

  • I.    PENDAHULUAN

    • 1.1    Latar Belakang

Lembaga Kejaksaan merupakan salah satu bagian dari sistem peradilan pidana,perdata dan tata usaha negara. Adapun pengaturan mengenai kejaksaan ini adalah terdapat dalam UU RI No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI. Pengertian jaksa menurut UU ini adalah terdapat dan diatur dalam Pasal 1 angka 1 dimana dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa “jaksa merupakan pejabat fungsional yang diberikan kewenangan oleh undang-undang untuk bertindak sebagai penuntut umum dan pelaksanaan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap serta kewenangan lain yang berdasarkan atas undang-undang”1. Namun pada kenyataannya jaksa tersebut tidak hanya dapat bertugas sebagai penuntut umum dalam sidang di pengadilan saja, melainkan juga dapat berperan sebagai seorang pengacara yang diberikan kuasa khusus untuk menyelesaikan perkara yang berkenaan dengan hukum baik itu perkara yang bersifat Perdata maupun TUN2.

Perbedaan tugas jaksa sebagai pengacara negara dengan pengacara atau advokat pada umumnya adalah jika pengacara (advokat) pada umumnya adalah menyelesaikan perkara perdata yang bersifat personal atau individu maka berbeda halnya dengan tugas jaksa sebagai pengacara negara yaitu dapat menyelesaikan perkara perdata untuk dan atas nama negara maupun pemerintah dengan kuasa khusus yang dapat dilakukan baik di dalam maupun di luar pengadilan. Sehingga jaksa kemudian dikatakan

memiliki fungsi rangkap yaitu Jaksa sebagai Penuntut Umum

(JPU) serta Jaksa sebagai Pengacara Negara (JPN), namun meskipun demikian tidak semua jaksa dapat disebut sebagai pengacara negara karena penyebutan tersebut hanya diperuntukan bagi jaksa yang memang sudah secara struktur mupun fungsi dan bidangnya untuk menyelesaikan perkara perdata maupun perkara TUN3.

Walaupun dalam UU Kejaksaan tersebut tidak menjelaskan secara detail mengenai fungsi jaksa sebagai pengacara negara, akan tetapi makna yang terkandung dalam kata kuasa khusus tersebut sangat erat kaitannya dengan seorang pengacara yang dalam hal ini adalah jaksa pengacara negara4. Seperti dijelaskan diatas bahwa dalam penyelesaian suatu sengketa baik perdata maupun TUN, JPN dapat menggunakan penyelesaian secara non litigasi maupun litigasi, salah satu upaya atau alternatif penyelesaian sengketa perdata yang dilakukan melalui jalur non litigasi oleh JPN dalam memberikan pertimbangan hukum kepada kliennya adalah dengan melakukan upaya mediasi yang tidak lain tujuannya adalah untuk menciptakan suatu perdamaian atau kesepakatan bagi para pihak yang bersengketa5.

Salah satu contoh perkara perdata atau sengketa lembaga negara yang dimungkinkan untuk diselesaikan oleh JPN melalui mediasi adalah terkait dengan kasus wanprestasi, dimana wanprestasi merupakan suatu pengingkaran pelaksanaan kewajiban dari apa yang telah dijanjikan atau tidak melaksanakan

kewajibannya menurut selayaknya6. Kemudian adapun bentuk dari wanprestasi tersebut adalah dapat berupa tidak menepati isi perjanjian sama sekali, terlambat untuk menepati isi perjanjian, dan menepati isi perjanjian namun dilakukan secara tidak baik7. Disinilah JPN dapat bertindak sebagai fasilitator dalam menengahi dan menyelesaikan sengketa perdata wanprestasi yang terjadi antar lembaga maupun instansi pemerintah tersebut.

Salah satu kasus wanprestasi tersebut adalah pelanggaran perjanjian dalam hal pembayaran listrik negara oleh pengguna listrik tersebut, dimana awal mula dari adanya perjanjian tersebut adalah tentu saja karena adanya permohonan dari calon pelanggan/pengguna listrik kepada Perusahaan PLN milik negara untuk dapat mempergunakan tenaga listrik tersebut. Hal inilah yang kemudian menimbulkan adanya suatu hubungan hukum karena kedua belah pihak telah menandatangani surat perjanjian jual-beli tenaga listrik yang di dalamnya tentu sudah dilengkapi terkait dengan hak-hak serta kewajiban-kewajiban yang akan di dapat oleh pihak pengguna/pelanggan begitupula hak serta kewajiban yang akan di dapat oleh perusahaan milik negara tersebut8.

Namun sekarang ini seringkali pihak pengguna/pelanggan tidak mengindahkan kewajibannya untuk melakukan pembayaran listrik kepada negara yang mana kewajiban ini sudah diatur secara jelas dalam Pasal 29 UU Ketenagalistrikan. Disinilah JPN dapat turut andil dalam membantu penyelesaian perkara

tunggakan pembayaran listrik ini agar kedepannya tidak menimbulkan adanya kerugian bagi negara maupun bagi rakyat.

  • 1.2    Permasalahan

Berdasarkan atas uraian yang terdapat dalam latar belakang diatas, adapun permasalahan yang penulis temukan adalah sebagai berikut:

  • 1.    Bagaimana batasan kewenangan JPN dalam melakukan mediasi pada sengketa perdata wanprestasi tunggakan pembayaran listrik negara menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia?

  • 2.    Bagaimana proses mediasi yang dilakukan oleh jaksa

sebagai pengacara negara dalam penyelesaian sengketa

perdata wanprestasi tunggakan pembayaran listrik negara?

  • 1.3    Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan jurnal ini adalah untuk mengetahui batasan kewenangan JPN dalam melakukan mediasi pada sengketa perdata wanprestasi tunggakan pembayaran listrik negara menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia dan untuk mengetahui proses mediasi yang dilakukan jaksa sebagai pengacara negara dalam proses penyelesaian perkara perdata wanprestasi terkait tunggakan pembayaran listrik negara.

  • II.    ISI MAKALAH

    • 2.1    Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif sendiri adalah suatu penelitian hukum yang dikonsepkan sebagai apa dan bagaimana yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan atau hukum yang dikonsepkan sebagai kaidah atau suatu norma yang dijadikan sebagai patokan berprilaku oleh manusia yang

dianggap pantas.9 Adapun bahan hukum yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder serta bahan hukum lainnya yang diperoleh melalui teknik argumentasi, teknik deskripsi, dan teknik evaluasi10 yang dapat menunjang untuk penulisan karya ilmiah ini yang kemudian teknik pengolahan datanya menggunakan teknik pengolahan analisis kualitatif normatif.

  • 2.2    Hasil dan Analisis

    • 2.2.1    Batasan kewenangan JPN dalam melakukan mediasi pada sengketa perdata wanprestasi tunggakan pembayaran listrik negara menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia.

Pada umumnya tugas dari jaksa adalah sangat identik dengan perkara pidana karena kewenangan serta tugas yang dimiliki oleh jaksa tersebut adalah sebagai penuntut umum untuk menegakkan hukum pidana yang ada di Indonesia11. Namun selain itu kejaksaan juga memiliki tugas dan wewenang di bidang perdata yang secara formal dan material sudah ada keberadaannya sejak zaman penjajahan Hindia Belanda yang mana pada saat itu lembaga kejaksaannya tersebut bernama Openbaar Ministerie (O.M) dan landasan hukumnya adalah berdasarkan Pasal 55 RO, HIR dan Reglement op de Stafvordering (Sv), dimana salah satu kewenangan dari O.M tersebut adalah dapat mewakili negara dalam suatu perkara perdata baik selaku penggugat maupun tergugat.

Kewenangan kejaksaan RI dalam bidang perdata untuk pertama kali diatur dalam Pasal 27 ayat (2) UU No.5 Tahun 1991 namun di dalam UUD NRI 1945 sendiri baik sebelum dilakukannya amandemen maupun setelah amandemen adalah tidak mengatur secara khusus mengenai tugas serta kewenangan dari jaksa tersebut sebagai pengacara negara. Namun walaupun demikian, di dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia adalah terdapat pengaturan mengenai tugas serta wewenang dari jaksa yang dijadikan sebagai acuan atau pedoman dalam pelaksanaannya di masyarakat12.

Tugas serta wewenang JPN dalam UU Kejaksaan ini adalah diatur dalam Pasal 30 ayat (2) UU Kejaksaan yang menyatakan bahwa : “Di bidang Perdata dan TUN jaksa dapat bertindak atas nama negara dan pemerintah dengan surat kuasa khusus baik di dalam maupun di luar pengadilan”13. Berdasarkan bunyi pasal tersebut JPN dalam hal ini adalah dikatakan dapat berperan aktif sebagai penggugat maupun berperan pasif sebagai tergugat, namun untuk dapat menjalankan perannya tersebut JPN harus lebih dulu diberikan Surat Kuasa Khusus untuk dapat mewakili kepentingan dari negara maupun instansi pemerintah dengan tujuan untuk membela hak-hak dari negara serta menyelamatkan kekayaan negara.

Batasan dari kewenangan JPN untuk melakukan mediasi dalam upaya penyelesaian sengketa perdata wanprestasi tunggakan pembayaran listrik negara yang diatur di dalam Pasal 30 ayat (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tersebut diatas

adalah belum secara rinci mencakup terkait upaya mediasinya karena hanya menjelaskan bahwa JPN tersebut dapat bertindak baik di dalam maupun di luar pengadilan dan tidak terdapat penjelasan lebih lanjutnya, sehingga untuk itu di dalam menjalankan kewenangannya untuk melakukan mediasi oleh JPN dalam penyelesaian sengketa perdata wanprestasi tunggakan pembayaran listrik negara adalah dapat disesuaikan berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam Keputusan Jaksa Agung RI No: Kep.225/A/J/A/3/2003 Tentang Tugas dan Wewenang Jaksa Pengacara Negara, yang di dalamnya menyatakan bahwasannya : “JPN dapat memberikan suatu bantuan hukum untuk menyelesaikan sengketa perdata baik itu yang dihadapi oleh instansi pemerintah, BUMN, maupun BUMD yang mana penyelesaiannya dapat diselesaikan melalui jalur litigasi maupun non-litigasi”. Non-litigasi sendiri merupakan suatu upaya penyelesaian sengketa di luar pengadilan, dimana sesuai dengan UU No.30 Tahun 1999 menyebutkan bahwa salah satu bentuk dari alternatif penyelesaian sengketa tersebut adalah dengan melalui jalur mediasi.

Selain itu di dalam melaksanakan tugasnya sebagai JPN, jaksa pada dasarnya adalah tetap berpedoman pada PERJA No.040/A/J/A/12/2010 jo. PERJA No.018/A/J/A/07/2014 Tentang SOP Datun yang fungsinya adalah untuk menjaga agar dalam pelaksanaan tugas, fungsi, serta kewenangannya dibidang Perdata dan TUN dapat berjalan dengan tertib dan sesuai dengan peraturan yang berlaku14.

Mediasi sendiri sebenarnya merupakan proses yang cakupannya lebih luas dibandingkan dengan negosiasi karena dalam mediasi mereka yang bersengketa dapat menentukan dan menyampaikan apa yang mereka inginkan sehingga yang dihasilkan kemudian tidak menimbulkan kerugian atau kekalahan bagi salah satu pihak karena pada prinsipnya mediasi untuk memenangkan kedua belah pihak yang berperkara15, dimana dalam hal penyelesaian sengketa perdata melalui mediasi ini JPN dapat berperan sebagai seorang penengah (mediator) serta fasilitator untuk memberikan pendapat-pendapat hukum, saran-saran maupun solusi kepada para pihak baik instansi pemerintah, BUMN maupun BUMD untuk dapat mencapai suatu kata sepakat dan perdamaian dari permasalahan yang mereka hadapi.

  • 2.2.2    Proses mediasi yang dilakukan oleh jaksa sebagai pengacara negara dalam penyelesaian sengketa perdata wanprestasi tunggakan pembayaran listrik negara.

Sebagai warga Indonesia yang baik, seharusnya apabila kita sudah menjalin kerjasama dengan perusahaan milik negara maka akan lebih baik apabila kita memenuhi kewajiban yang telah dibuat sesuai dengan isi dari perjanjian yang sudah ditandatangani oleh kedua belah pihak, karena dengan itu sudah dianggap terjadi hubungan hukum antara keduanya dan apabila salah satu pihak melakukan ingkar perjanjian maka akan menimbulkan adanya akibat hukum. Tetapi pada kenyataannya dalam hal peristiwa jual-beli tenaga listrik antara Perusahaan PLN dengan pengguna listrik seringkali adanya pelanggaran yang diperbuat oleh pihak pengguna listrik negara, dimana perbuatan tersebut dikatakan suatu perbuatan yang melawan hukum karena

kewajiban untuk membayar listrik negara oleh pelanggan sebagai konsumen sudah diatur dengan jelas dalam Pasal 29 UU Ketenagalistrikan.

Perbuatan ingkar janji yang dilakukan oleh konsumen/pelanggan listrik ini jika berlangsung secara terus menerus maka tidak menutup kemungkinan akan berpengaruh terhadap keuangan negara mengingat Perusahaan PLN merupkan salah satu perusahaan milik negara. Untuk menghindari hal tersebut maka kejaksaan dapat membantu untuk menyelesaikan permasalahan tersebut dengan berdasar pada Keppres No. 55 Tahun 1991 yang menyebutkan mengenai kewenangan yang dimiliki oleh JPN yaitu untuk “memberikan suatu bantuan, pertimbangan maupun pelayanan hukum demi menjamin suatu penegakan hukum dan penyelamatan terhadap uang atau kekayaan negara”.

Kemudian dalam upaya proses penyelesaian melalui mediasi, JPN setelah mendapatkan SKK (Surat Kuasa Khusus) dari PLN untuk mewakili kepentingan hukum dari PLN selaku pemberi kuasa yang disertai dengan hak substitusi yang diberikan kepada kejaksaan, maka kemudian JPN akan melakukan suatu pendekatan persuasif kepada pihak pelanggan listrik negara selaku konsumen yaitu dengan mengirimkan surat panggilan untuk datang ke kantor kejaksaan guna mencari solusi penyelesaian terkait tunggakan pembayaran listrik ini16. Setelah pihak pelanggan/pengguna listrik menepati isi surat panggilan tersebut dan datang ke kejaksaan sesuai dengan tempat serta waktu yang telah ditentukan, maka dalam kesempatan tersebut tentunya JPN selaku mediator akan meminta keterangan langsung kepada pihak pelanggan dengan mengajukan beberapa materi

pertanyaan terkait kronologis alasan mengapa pihak pelanggan/pengguna listrik negara tersebut tidak membayarkan tunggakan listrik yang seharusnya sudah menjadi kewajibannya.

Selain itu, dalam proses mediasi tersebut JPN juga akan memberikan suatu pengertian dan mengingatkan kepada pelanggan/pengguna listrik negara tersebut bahwa apabila sejak surat perjanjian jual-beli listrik tersebut ditandatangani maka kedua pihak tersebut akan memiliki suatu hubungan hukum yang mana jika ia tidak mengindahkan kewajiban-kewajibannya maka perbuatannya dapat digolongkan sebagai tindakan ingkar janji (wanprestasi). Kemudian JPN juga akan memberikan pengertian bahwa apabila pengguna listrik melakukan tindakan tersebut maka akan ada konsekuensi hukum yang akan mereka terima jika tidak ada upaya itikadbaik yang ditempuhnya berupa secepatnya menyelesaikan pembayaran tunggakan listrik negara tersebut17.

Setelah mendapat arahan-arahan dari JPN dan mendapatkan suatu kesepakatan yang menyatakan bahwa pihak pengguna/pelanggan listrik bersedia untuk melakukan pelunasan terhadap tunggakan pembayaran listrik tersebut, maka tahapan selanjutnya yang akan dilakukan adalah dengan menuangkan isi kesepakatan tersebut kedalam bentuk “Akta Perdamaian” dan ditandatangani oleh para pihak sebagai bukti bahwa para pihak dalam menyelesaikan perkara perdata ini adalah sepakat untuk menyelesaikan perkaranya melalui jalur di luar pengadilan yaitu sepakat untuk berdamai18. Kemudian dalam proses penandatanganan akta tersebut adalah harus terdapat minimal dua saksi agar akta tersebut memiliki kekuatan eksekutorial19

agar apabila pihak lawan tidak melaksanakan apa yang terdapat dalam perjanjian tersebut, maka JPN berhak untuk melakukan eksekusi sesuai dengan yang diatur dalam kesepakatan bersama tersebut. Selanjutnya agar akta perdamaian tersebut memiliki kekuatan hukum tetap maka akta tersebut dapat dimohonkan ke pengadilan untuk kemudian mendapat penetapan dari Hakim.

  • III.    PENUTUP

    • 3.1    Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis pembahasan, dapat disimpulkan sebagai berikut:

  • 1.    Batasan kewenangan JPN dalam melakukan mediasi pada sengketa perdata wanprestasi tunggakan pembayaran listrik negara menurut Pasal 30 ayat (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia ini adalah belum secara rinci mencakup terkait upaya mediasinya sehingga untuk itu di dalam menjalankan kewenangannya untuk melakukan mediasi oleh JPN dalam penyelesaian sengketa perdata wanprestasi tunggakan pembayaran listrik negara adalah juga disesuaikan berdasarkan ketentuan yang terdapat dalam Keputusan Jaksa Agung RI No: Kep.225/A/J/A/3/2003 Tentang Tugas dan Wewenang Jaksa Pengacara Negara dan di dalam menjalankan tugasnya tersebut yang dijadikan pedoman oleh JPN adalah PERJA No.040/A/J/A/12/2010 jo. PERJA No.018/A/J/A/07/2014 Tentang SOP Datun.

  • 2.    Proses mediasi yang dilakukan oleh JPN dalam penyelesaian sengketa tunggakan pembayaran listrik negara adalah dengan menggunakan pendekatan persuasif, dimana selaku mediator JPN akan memberikan suatu pengertian terkait

Menghadirkan Kembali Para Pihak, Jurnal Akta, Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung, Vol.4, No.4, 2017, h.672.

kewajiban serta sanksi yang dimiliki oleh pelanggan listrik negara sesuai dengan isi dari surat perjanjian jual-beli dan JPN akan menyarankan untuk sebisa mungkin menyelesaikan sengketa tunggakan pembayaran listrik ini secara non-litigasi karena lebih efektif yaitu melalui mediasi dan JPN bertindak sebagai penengah (mediator), karena upaya mediasi ini sangat tidak bertentangan dengan aturan hukum yang berlaku di negara Indonesia.

  • 3.2    Saran

  • 1.    Hendaknya pembentuk perundang-undangan lebih mempertegas kembali pengaturan yang lebih spesifik terkait tugas serta kewenangan dari jaksa sebagai pengacara negara dalam tugasnya menangani sengketa perdata khususnya mengenai batasan kewenangan JPN dalam penyelesaian sengketa di luar pengadilan (mediasi) karena di dalam UU Kejaksaan sendiri belum mengatur secara rinci mengenai batasan-batasan sampai sejauh mana yang dapat dikategorikan sebagai kewenangan yang dimiliki oleh JPN.

  • 2.    Hendaknya dalam hal upaya mediasi sebagai penyelesaian sengketa wanprestasi terkait tunggakan pembayaran listrik negara maupun sengketa perdata lainnya yang memungkinkan terjadinya perdamaian akan lebih efektif untuk dilakukan sehingga aturannya perlu dipertegas agar kedepannya pengaturanya selain diatur dalam Keppres juga terdapat aturan di dalam UU yang mengaturnya secara khusus.

DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Effendi, Marwan, 2005, Kejaksaan RI : Posisi dan Fungsinya dari Perspektif Hukum, Gramedia Pustaka Utama.

Ekawati, Evy Lusia, 2013, Peranan Jaksa Pengacara Negara Dalam Penanganan Perkara Perdata, Genta Press, Yogyakarta.

Jusuf, H. Muhamad, 2014, Hukum Kejaksaan Eksistensi Kejaksaan Sebagai Pengacara Negara dalam Perkara Perdata dan Tata Usaha Negara, Laksbang Justitia, Surabaya.

Jurnal Ilmiah :

Joko Pramodhiyanto, Andi Sofyan, Muh. Guntur, Upaya Jaksa Pengacara Negara Dalam Mengembalikan Kerugian Keuangan Negara Akibat Tindak Pidana Korupsi, Jurnal Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar, Vol.01, No.01, 2012.

I Ketut Gde Juliawan Saputra dan Anak Agung Sri Utari, Perbedaan Wanprestasi Dengan Penipuan Dalam Perjanjian Hutang Piutang, Jurnal Kertha Wicara Universitas Udayana, Vol.04, No.03, 2015.

Agus Satrya Wibawa dan I Nengah Suharta, Mekanisme Penyelesaian Sengketa Konsumen Secara Mediasi Terhadap Produk Cacat Dalam Kaitannya Dengan Tanggung Jawab Produsen,  Jurnal Kertha  Semaya  Universitas Udayana,

Denpasar, Vol.04, No.03, 2016.

Kadek Mitha Septiandini dan I Wayan Wiryawan, Ketentuan

Tentang Pembatalan Perkawinan Oleh Jaksa Terhadap Hak Waris Anak Dalam Hukum Perkawinan, Jurnal Kertha Semaya Universitas Udayana, Vol.04, No.02, 2016.

Agus Kelana Putra, Faisal A. Rani, Mahdi Syahbandir, Eksistensi Lembaga Kejaksaan Sebagai Pengacara Negara Dalam Penegakan Hukum Di Bidang Perdata Dan Tata Usaha Negara,

Syiah Kuala Law Journal, Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala, Vol.01, No.02, 2017.

Mila Nila Kusuma Dewi, Penyelesaian Sengketa Dalam Perjanjian Jual Beli Secara Online, Jurnal Cahaya Keadilan, Fakultas Hukum Universitas Indonesia Timur, Vol.05, No.02, 2017.

Wiranto dan Maryanto, Akibat Hukum Penandatanganan Perpanjangan Akta Kuasa Membebankan Hak Tanggungan Yang Dibuat Oleh Notaris Tanpa Menghadirkan Kembali Para Pihak, Jurnal Akta, Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung, Vol.04, No.04, 2017.

Achmad Yusuf Sutarjo, Akibat Hukum Debitur Wanprestasi Pada Perjanjian Pembiayaan Konsumen Dengan Obyek Jaminan Fidusia Yang Disita Pihak Ketiga, Jurnal Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret, Vol.06, No.01, 2018.

Baiq Dewi Amanda, Peran Jaksa Pengacara Negara Dalam Memberantas Tindak Pidana Korupsi, Jurnal Karya Ilmiah, Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Mataram, Vol.08, No.02, 2018.

I Made Winky Hita Paramartha dan Cok Istri Anom Pemayun, 2018, Kekuatan Hukum Mediasi Sebagai Salah Satu Alternatif Penyelesaian Sengketa Pertanahan, Kertha Wicara, Vol.07, No.03, 2018.

Muhamad Yusuf, Slamet Sampurno, Muhamad Hasrul, Muhamad Ilham Arisaputra, Kedudukan Jaksa Sebagai Pengacara Negara Dalam Lingkup Perdata dan Tata Usaha Negara, Jurnal

Yustika, Fakultas Hukum Universitas Surabaya,Vol.21, No.02, 2018.

Ni Putu Indah Pebriani dan I Gustu Ngurah Parwata, Tinjauan Terhadap Pemberian Hadiah Dan Tindak Pidana Korupsi,

Jurnal Kertha Wicara, Vol.08, No.05, 2019.

Peraturan Perundang-Undangan :

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia. (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 67).

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan. (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 133; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5052).

Peraturan Presiden Nomor 38 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia.

Keputusan Presiden Nomor 55 Tahun 1991 tentang Susunan Organisasi Dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia.

Peraturan Jaksa Agung No.018/A/J/A/07/2014 tentang Standar Operasional Prosedur Pada Jaksa Agung Muda Bidang Perdata Dan Tata Usaha Negara.

17