Recovery Strategy For Bali Cattle Farms in The Area Affected By The Agung Mountain Eruption in Karangasem Regency
on

e-journal
FAPET UNUD
e-Journal

Peternakan Tropika
Journal of Tropical Animal Science
email: peternakantropika@yahoo.com
Submitted Date: Agust 15, 2019 Accepted Date:Agust 21, 2019
Editor-Reviewer Article;: A. A. P. Putra Wibawa & D. P.A.M Candrawati
Strategi Pemulihan Usaha Peternakan Sapi Bali pada Wilayah Terdampak Erupsi Gunung Agung di Kabupaten Karangasem
Lingga, Liga., B. R. T. Putri., N. G. Sumardani
PS. Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar, Bali E-mail: ligaarions@gmail.com – No. Telp: 082281109411
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mendalami tentang strategi pemulihan usaha peternakan sapi bali pada wilayah terdampak erupsi Gunung Agung di Kabupaten Karangasem dan menghasilkan rekomendasi strategi yang tepat untuk diterapkan pada usaha peternakan sapi bali pada wilayah tersebut yang diharapkan mampu memulihkan usaha peternakan masyarakat. Penelitian ini dilaksanakan di lima kecamatan yang menjadi wilayah terdampak erupsi Gunung Agung di Kabupaten Karangasem yaitu Kecamatan Rendang, Selat, Kubu, Bebandem dan Abang, yang dilaksanakan dari bulan Februari sampai dengan April 2019 menggunakan metode survai. Lokasi penelitian ditentukan dengan metode purposive sampling. Penelitian ini menggunakan 85 responden yang terdiri dari 75 orang peternak, 5 orang pendamping SIMANTRI, dan 5 orang ahli. Hasil analisis IFE-EFE menunjukkan bahwa nilai faktor internal sebesar 2.54 dan nilai faktor eksternal sebesar 2,34 menunjukkan posisi usaha peternakan sapi bali pada wilayah terdampak erupsi Gunung Agung berada pada kuadran V di dalam matriks IE yaitu devisi pertahanan dan pelihara. Terdapat sembilan alternatif strategi yang dihasilkan yaitu 1) menyediakan sarana informasi nonverbal berupa flayer atau spanduk mengenai informasi penampungan ternak; 2) mengadakan sosialisasi kepada peternak mengenai cara penanganan ternak saat terjadi erupsi; 3) membentuk kelompok peternak dalam lingkup kecil di setiap desa; 4) menyediakan lokasi/tempat untuk mengadakan bursa ternak; 5) melakukan pelatihan pembuatan pakan cadangan; 6) melakukan pelatihan pengolahan limbah peternakan; 7) memberikan pemodalan untuk pengembangan usaha peternakan melalui kegiatan bussines plan competition yang diselenggarakan oleh pemerintah ; 8) pemerintah menyediakan transportasi untuk mengangkut hewan-hewan ternak yang berada di wilayah terdampak erupsi; 9) mengedukasi peternak untuk menerapkan teknologi tepat guna pada usaha peternakan.
Kata kunci : sapi bali, lokasi terdampak erupsi, strategi pemulihan
Recovery Strategy For Bali Cattle Farms in The Area Affected By The Agung Mountain Eruption in Karangasem Regency
ABSTRACT
This research is intended to explore the recovery strategy of bali cattle farming business in the affected areas of Mount Agung eruption in Karangasem Regency. This research is expected to produce a renewal of the right strategy to be applied to the bali cattle breeding business in the affected areas of Mount Agung eruption in Karangasem Regency which is able to restore cattle farmer business and increase cattle farmers' income. This research was conducted in five sub-districts affected by the eruption of Mount Agung in

Karangasem Regency, namely Rendang Regency, Selat, Kubu, Bebandem and Abang which were conducted from February to April 2019 using a survey method. The location of the study was determined by purposive sampling method. This research used 85 respondents consisting of 75 cattle farmers, 5 SIMANTRI companions, and 5 experts. The results of the IFE-EFE analysis indicate that the value of internal factors 2.54 and the value of external factors 2.34 which indicate the business position of Bali cattle farms in the areas affected by the eruption of Mount Agung are in quadrant V in the IE matrix, namely the defense and maintanance division. There are nine alternative strategies produced, namely 1) providing nonverbal information facilities in the form of flayer or banners regarding information on livestock shelter; 2) socializing to cattle farmers about how to handle livestock during eruptions; 3) forming small groups of cattle farmers in each village; 4) provide a location/place to hold a stock exchange; 5) conduct training in making backup bait; 6) conduct training in processing livestock waste; 7) provide capital for livestock bussines development throught bussines plan competition organized by the goverment; 8) the government provides transportation to transport livestock in areas affected by the eruption; 9) educating farmers to implement appropriate technology for livestock business.
Keywords: Bali cattle, affected areas of eruption, recovery strategy
PENDAHULUAN
Gunung Agung terletak di Pulau Bali tepatnya di Kabupaten Karangasem dan merupakan titik tertinggi di Bali yakni setinggi 3.142 mdpl. Gunung Agung memiliki sejarah letusan yang tercatat sebanyak empat kali letusan yaitu pada tahun 1808,1821,1843 dan 1963. Pada awal Juli 2017 Gunung Agung kembali aktif, setelah selama kurang lebih 54 tahun dan status Gunung Agung dinyatakan meningkat menjadi level IV (Awas) pada tanggal 22 September 2017. Hingga saat ini status Gunung Agung berada pada level III (Siaga), aktivitas Gunung Agung yang semakin meningkat akan menjadi ancaman terhadap keselamatan masyarakat khususnya yang tinggal di Kabupaten Karangasem.
Wilayah Karangasem merupakan sentra peternakan sapi terbesar di Pulau Bali.
Berdasarkan data peternakan Provinsi Bali (2018), Kabupaten Karangasem memiliki populasi sapi sebesar 123.760 ekor namun, ancaman erupsi di tengah status awas Gunung Agung membuat masyarakat Karangasem yang banyak menggantungkan hidup sebagai peternak terpaksa harus mengungsi. Beberapa masyarakat langsung berinisiatif untuk mengungsikan diri pada saat pemberitahuan tentang Gunung Agung kembali aktif. Warga setempat yang memilih untuk mengungsi bahkan rela menjual hampir seluruh sapi-sapi mereka dengan harga murah kepada pembeli yang memanfaatkan situasi genting.
Kondisi tersebut berdampak terhadap pendapatan atau perekonomian peternak dimana tidak ada lagi penghasilan dari ternak khususnya bagi peternak sapi yang sudah menjual ternak-ternaknya. Turunnya keuntungan peternak dalam jangka panjang akan menurunkan motivasi atau keinginan peternak untuk memelihara sapi. Selanjutnya akan berpengaruh terhadap populasi sapi di Bali, hal tersebut berdampak negatif terhadap program pemerintah Liga Lingga.,. et al, Peternakan Tropika Vol. 7 No. 1 Th. 2019: 836 – 850 Page 837
untuk meningkatkan populasi sapi bali. Hingga saat ini, kondisi Gunung Agung yang belum stabil dan keterbatasan modal serta belum dilaksanakannya pemulihan usaha peternakan menyebabkan peternak mengalami penurunan pendapatan.
Berdasarkan kondisi tersebut, maka perlu dilakukan penelitian tentang strategi pemulihan usaha peternakan sapi pada wilayah terdampak erupsi Gunung Agung di Kabupaten Karangasem. Penelitian ini diharapkan mampu menghasilkan rekomendasi strategi yang tepat untuk diterapkan pada usaha peternakan sapi bali di Kabupaten Karangasem yang mampu memulihkan usaha peternakan masyarakat.
METODE PENELITIAN
Lokasi dan waktu penelitian
Penelitian ini dilakukan di lokasi terkena dampak erupsi Gunung Agung di Kabupaten Karangasem, Bali dari bulan Februari sampai dengan April 2019. Lokasi penelitian ditentukan dengan metode purposive sampling, dengan kriteria : a) Karangasem merupakan kabupaten dengan populasi sapi bali tertinggi di Bali; b) Kabupaten Karangasem merupakan wilayah yang terdampak erupsi gunung agung; c) terdapat kelompok SIMANTRI yang terkena dampak erupsi Gunung Agung.
Teknik pengumpulan data
Populasi atau keseluruhan pengamatan yang menjadi perhatian penelitian ini adalah peternak sapi bali yang berada di daerah terdampak erupsi Gunung Agung, sedangkan sasarannya adalah peternak yang telah menjalankan usaha peternakan sekurang–kurangnya selama dua tahun. Jumlah responden dalam penelitian ini adalah sebanyak 85 orang yang terdiri dari 75 orang peternak 5 orang ahli, dan 5 orang pendamping SIMANTRI.
Responden peternak ditentukan menggunakan metode purposive sampling yaitu dengan memilih peternak sapi bali yang tersebar di lima kecamatan yang terdampak erupsi Gunung Agung di yaitu Kecamatan Rendang, Selat, Kubu, Bebandem dan Abang. Responden ahli ditentukan menggunakan metode purposive sampling, yaitu memilih responden yang memiliki kompetensi di bidang peternakan sapi bali yang terdiri dari akademisi, pemegang kebijakan (pemerintah) dan praktisi. Responden pendamping SIMANTRI ditentukan menggunakan metode cluster sampling (area sampling), yaitu pemilihan responden dengan cara mengelompokkan terlebih dahulu berdasarkan area yang dibina, kemudian responden dipilih secara acak di dalam area binaannya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Dari penelitian yang telah dilakukan, diperoleh bahwa terdapat enam faktor kekuatan yang dimiliki oleh peternak sapi pada wilayah terdampak erupsi Gunung Agung, yaitu: a. Kabupaten Karangasem merupakan sentra peternakan sapi bali terbesar di Provinsi Bali dengan populasi sapi bali terbanyak tahun 2018 yaitu di Kecamatan Rendang (32.672).
-
b. Peternak sudah berpengalaman rata-rata selama 24 tahun dalam menjalankan usaha ternak sapi.
-
c. Ketersediaan hijauan sepanjang tahun.
-
d. Tingginya rasa kekeluargaan antar peternak sapi bali.
-
e. Sapi bali adalah plasma nuftah asli Bali yang merupakan sapi lokal primadona peternak.
-
f. Lokasi peternakan dekat dengan pasar hewan.
Selain faktor kekuatan yang telah diuraikan diatas peternakan sapi bali pada wilayah terdampak erupsi Gunung Agung juga memiliki tujuh kelemahan yang telah diidentifikas dari penelitian ini, yaitu:
-
a. Peternak masih menggunakan manajemen sederhana dan belum menerapkan teknologi tepat guna.
-
b. Tingkat pendidikan yang dimiliki oleh peternak pada wilayah terdampak erupsi Gunung Agung masih tergolong rendah.
-
c. Kurangnya informasi yang di dapatkan oleh peternak terkait dengan cara/metode penanganan ternak saat terjadi bencana erupsi.
-
d. Terbatas atau sulitnya transportasi untuk mengangkut ternak sapi ke lokasi penampungan yang telah di sediakan.
-
e. Kurangnya pemahaman peternak dalam menangani ternak saat terjadi erupsi.
-
f. Sistem pemasaran masih tergantung pada belantik, dan harga sapi ditentukan oleh pasar (peternak sabagai price taker)
-
g. Terbatasnya modal untuk merevitalisasi usaha yang dimiliki pasca erupsi Gunung Agung.
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan tujuh faktor eksternal yang di identfikasi sebagai peluang dalam pemulihan usaha peternakan sapi bali pada wilayah terdampak erupsi Gunung Agung adalah sebagai berikut:
-
a. Kebijakan pemerintah dalam pengembangan sapi lokal.
-
b. Permintaan sapi di Bali maupun luar daerah terus mengalami peningkatan
-
c. Tingginya permintaan pupuk organik sebagai hasil sampingan dari peternakan sapi.
-
d. Kebijakan pemerintah dalam membatasi impor daging sapi potong.
Selain faktor peluang terdapat juga faktor eksternal lainnya yang diidentifikasi sebagai ancaman dalam menjalankan usaha peternakan pada wilayah terdampak erupsi Gunung Agung adalah sebagai berikut:
-
a. Kondisi Gunung Agung yang belum stabil.
-
b. Belum pulihnya infrastruktur dan fasilitas di beberapa wilayah terdampak erupsi Gunung Agung yang berdampak pada menurunnya populasi sapi bali.
-
c. Munculnya kabupaten lain sebagai sentra peternakan sapi bali.
-
d. Dampak bahaya abu erupsi bagi kesehatan tubuh ternak.
Berdasarkan analisis internal-eksternal, diperoleh hasil bahwa sub total nilai kekuatan sebesar 1,56 sub total nilai kelemahan sebesar 0,98 dan total nilai faktor internal adalah 2.54. Data selengkapnya dapat dilihat pada (Tabel 1).
Tabel 1 Hasil Evaluasi Faktor Internal (EFI)
No. Faktor Penentu |
Bobot |
Peringkat |
Skor |
Kekuatan 1 Kabupaten Karangasem merupakan sentra peternakan |
0,11 |
3 |
0,33 |
sapi bali terbesar di Provinsi Bali | |||
2 Peternak sudah berpengalaman rata-rata selama 24 tahun |
0,10 |
4 |
0,40 |
dalam menjalankan usaha ternak sapi | |||
3 Ketersediaan hijauan sepanjang tahun |
0,05 |
3 |
0,15 |
4 Tingginya rasa kekeluargaan antar peternak |
0,04 |
3 |
0,12 |
5 Sapi bali adalah plasma nuftah asli Bali |
0,11 |
4 |
0,44 |
6 Lokasi peternakan dekat dengan pasar hewan |
0,04 |
3 |
0,12 |
Sub Total Kekuatan |
1,56 | ||
Kelemahan | |||
1 Peternak masih menggunakan manajemen sederhana |
0,12 |
1 |
0,12 |
dan | |||
belum menerapkan teknologi tepat guna | |||
2 Tingkat pendidikan yang dimiliki oleh peternak masih |
0,05 |
2 |
0,10 |
tergolong rendah | |||
3 Kurangnya informasi yang didapatkan oleh peternak |
0,08 |
2 |
0,16 |
terkait dengan metode penanganan ternak saat erupsi |
0,10 |
1 |
0,10 |
4 Sulitnya transportasi untuk mengangkut ternak ke lokasi | |||
penampungan | |||
5 Kurangnya pemahaman peternak dalam menangani |
0,10 |
3 |
0,30 |
ternak saat terjadi erupsi | |||
6 Harga sapi ditentukan oleh pasar (peternak sebagai price |
0,05 |
2 |
0,10 |
taker) | |||
7 Terbatasnya modal untuk merevitalisasi usaha yang |
0,05 |
2 |
0,10 |
dimiliki |
Sub Total Kelemahan
0,98
2,54
Total
Berdasarkan analisis internal-eksternal yang dilakukak, diperoleh hasil bahwa nilai sub total faktor peluang sebesar 1,79 dan sub total ancaman sebesar 0,55 Dan total nilai EFE sebesar 2,34 Data selengkapnya dapat dilihat pada (Tabel 2).
Tabel 2. Hasil Evaluasi Faktor Eksternal (EFE)
No. Faktor Penentu |
Bobot |
Peringkat |
Skor |
Peluang | |||
1. Kebijakan pemerintah dalam pengembangan sapi bali |
0,15 |
4 |
0,60 |
2. Permintaan sapi di Bali maupun luar daerah terus |
0,18 |
3 |
0,54 |
meningkat 3. Tingginya permintaan pupuk organik sebagai hasil |
0,07 |
2 |
0,14 |
sampingan peternakan 4. Kebijakan pemerintah dalam membatasi impor daging |
0,17 |
3 |
0,51 |
sapi potong | |||
Sub Total Peluang Ancaman |
1,79 | ||
1. Kondisi gunung yang belum stabil |
0,18 |
1 |
0,18 |
2. Menurunnya populasi sapi bali |
0,06 |
3 |
0,18 |
3. Munculnya kabupaten lain sebagai sentra peternakan sapi bali |
0,01 |
2 |
0,02 |
4. Dampak bahaya abu erupsi terhadap kesehatan tubuh ternak |
0,17 |
1 |
0,17 |
Sub Total Ancaman
0,55
Total
2,34
Posisi usaha peternakan sapi bali pada wilayah terdampak erupsi Gunung Agung
berada pada sel kelima dengan nilai EFI 2,54 (Tabel 3.1) dan nilai EFE 2,34 (Tabel 3.2)
dalam matriks IE.
Matrix IE
Kuat
Rata-rata
Lemah
3,0-4,0 2,0-2,99
1,0-1,99
4,0
Tinggi | |
3,0-4,0 |
3,0 |
Sedang |
2,54 |
2,0-2,99 |
2,0 |
Rendah | |
1,00-199 |
3,0
0,1
2,34 2,0
I |
II |
III | |
IV |
V |
VI | |
VII |
VIII |
IX |
1,0
Gambar 1. Matriks IE posisi usaha peternakan pada wilayah terdampak erupsi Gunung Agung
Alternatif strategi pemulihan usaha peternakan sapi bali pada wilayah terdampak erupsi Gunung Agung di Kabupaten Karangasem dirumuskan dengan menggunkan analisis SWOT. Faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang diperoleh dari analisis internal dan eksternal usaha peternakan dan selanjutnya dikembangkan menjadi empat jenis alternative strategi yaitu SO, startegi WO, strategi ST dan strategi WT (David, 2002). Adapun hasil dari analisis SWOT menghasilkan 4 alternatif strategi yang dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Matriks SWOT
Strenghts (S) |
Weakness (W) | |
Faktor Internal Faktor Eksternal |
|
|
Opportunities (O) |
Strategi SO |
Strategi WO |
|
|
|
Threats (T) |
Strategi ST |
Strategi WT |
|
|
(W2,W3,T1,T2,T3,T4) |
Pembahasan
1 Analisis faktor internal dan eksternal
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan didapatkan faktor-faktor internal yang diidentifikasi sebagai kekuatan dalam usaha peternakan sapi bali pada wilayah terdampak erupsi Gunung Agung di Kabupaten Karangasem adalah sebagai berikut:
a Kabupaten Karangasem merupakan sentra peternakan sapi bali terbesar di Provinsi Bali dengan populasi sapi bali terbanyak tahun 2018 yaitu di Kecamatan Rendang (32.672).
b Peternak sudah berpengalaman rata-rata selama 24 tahun dalam menjalankan usaha ternak sapi. Pengalaman dalam usaha ternak dapat mempengaruhi kemampuan dalam mengelola usaha ternak, dengan pengalaman yang cukup lama peternak memiliki pemahaman yang lebih baik terhadap usaha ternak yang dijalankannya.
c Ketersediaan hijauan sepanjang tahun. Pada wilayah terdampak erupsi Gunung Agung penggunaan lahan untuk pekerjaan belum dimanfaatkan secara maksimal sehingga masih banyak lahan kosong yang digunakan sebagai sumber hijauan. Sebagaian besar peternak juga memanfaatkan lokasi peternakan mereka sebagai tempat untuk menanam hijauan secara berkelanjutan. Selain itu adanya hutan rakyat juga menjadi keuntungan bagi peternak untuk mencari hijauan. Sehingga wilayah terdampak erupsi juga berpotensi dikembangkan untuk pengolahan silase yang dapat dipergunakan sebagai pakan simpanan.
d Tingginya rasa kekeluargaan antar peternak sapi bali. Kondisi lingkungan di daerah pedesaan membuat masyarakat masih saling mengenal satu sama lain sehingga rasa kebersamaan dan rasa saling peduli antara masing-masing peternak cukup tinggi, sebagai contoh saat terjadi erupsi beberapa peternak saling bekerja sama untuk mengangkut sapi mereka ke lokasi penampungan dikarenakan tingginya biaya yang dibutuhkan untuk mengangkut ternak. Hal tersebut juga dapat menjadi potensi untuk mempermudah pemasaran bersama, dimana para peternak dapat saling bertukar informasi dan saling bekerja sama dalam melakukan proses pemasaran sapi.
e Sapi bali adalah plasma nuftah asli Bali yang merupakan sapi lokal primadona peternak. Sapi bali terpilih untuk program nasional pengembangan peternakan sapi potong karena memiliki beberapa kelebihan. Sapi yang hidup di Pulau Dewata dan Nusa Penida dikenal sebagai sapi bali murni. Kemurnian genetikanya telah dilindungi dengan Peraturan Gubernur Bali Nomor 45 Tahun 2004 dan Perda No 2/2003 yang melarang bibit sapi bali betina keluar dari wilayah provinsi ini.
f Lokasi peternakan dekat dengan pasar hewan. Jarak antara peternakan masyarakat dengan pasar hewan di Kabupaten Karangasem masih tergolong dekat dikarenakan terdapat tiga pasar hewan yang ada di Kecamatan tersebut, antara lain: 1) Pasar umum Bebandem, 2) Pasar hewan Kecamatan Rendang dan 3) Pasar sapi Rubaya.
Selain faktor kekuatan didapatkan faktor-faktor internal yang iidentifikasikan sebagai kelemahan pada usaha peternakan sapi bali pada wilayah terdampak erupsi Gunung Agung di Kabupaten Karangasem adalah sebagai berikut:
a Peternak masih menggunakan manajemen sederhana dan belum menerapkan teknologi Liga Lingga.,. et al, Peternakan Tropika Vol. 7 No. 1 Th. 2019: 836 - 850 Page 843
tepat guna. Sistem pemeliharaan ternak sapi di Kabupaten Karangasem masih tradisional dengan manajemen yang minim terutama dalam perkandangan yang tidak memperhatikan letak dan kondisi kandang serta dalam penanganan kesehatan ternak.
b Tingkat pendidikan yang dimiliki oleh peternak pada wilayah terdampak erupsi Gunung Agung masih tergolong rendah. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan bahwa sebagian besar masyarakat di Kabupaten Karangasem yang sudah mengenyam pendidikan formal hanya sampai tingkat Sekolah Dasar (46,67%). Tingkat pendidikan seseorang merupakan indikator yang mencerminkan kemampuan seseorang untuk dapat menyelesaikan suatu jenis pekerjaan atau tanggung jawab. Pendidikan sangat dibutuhkan dalam menjalankan suatu usaha tidak terkecuali dalam menjalankan usaha tani ternak (Utami,2015).
c Kurangnya informasi yang di dapatkan oleh peternak terkait dengan cara/metode penanganan ternak saat terjadi bencana erupsi. Sebagian besar peternak tidak mendapatkan informasi mengenai lokasi penampungan ternak yang telah disediakan oleh pemerintah, dan sebagian dari peternak yang membawa hewan ternak mereka ke lokasi penampungan menerima informasi dari peternak lain atau dari mulut kemulut.
d Terbatatasnya atau sulitnya transportasi untuk mengangkut ternak sapi ke lokasi penampungan yang telah disediakan. Saat erupsi terjadi banyak peternak yang kewalahan membawa ternak sapi mereka ke lokasi penampungan ternak yang telah disediakan dikarenakan pemerintah tidak menyediakan transportasi khusus untuk mengevakuasi hewan-hewan ternak yang ada di lokasi erupsi, sehingga peternak harus mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk mengangkut ternak mereka ke lokasi penampungan tenak. Rata-rata penyedia jasa pengangkut ternak sapi membandrol harga sekitar Rp.200.000– 400.000/ekor tergantung jarak peternakan dengan lokasi penampungan, semakin jauh jarak yang harus di tempuh maka semakin besar biaya yang dikeluarkan oleh peternak untuk mengangkut ternak sapi mereka.
e Kurangnya pemahaman peternak dalam menangani ternak saat terjadi erupsi. Hal ini dikarenakan tingkat pendidikan yang dimiliki oleh peternak masih rendah sehingga saat terjadi erupsi peternak menjadi panik dan tanpa berfikir panjang memilih untuk langsung menjual ternak sapi mereka kepada pengepul yang datang langsung ke rumah-rumah warga walaupun dengan harga yang sangat rendah. Harga jual sapi yang ditawarkan oleh pengepul biasanya hanya setengah harga dai harga normal.
f Sistem pemasaran masih tergantung pada belantik dan harga sapi ditentukan oleh pasar (peternak sebagai price taker). Peternak sapi di Kabupaten Karangasem tidak melakukan
persaingan dengan sesama peternak dalam menentukan harga sapi karena penentuan harga ditentukan oleh pasar. Peternak tidak mempunyai kemampuan untuk bersaing dalam menentukan harga karena mereka tidak mempunyai kekuatan. Lemahnya permodalan yang dimiliki peternak menyebabkan peternak hanya berlaku sebagai price taker. Penentuan harga ditingkat peternak lebih dikuasai oleh pedagang perantara dimana untuk masalah standar harga jual sapi belum ada regulasi dari pemerintah.
g Terbatasnya modal untuk merevitalisasi usaha yang dimiliki pasca erupsi Gunung Agung. Erupsi Gunung Agung sangat berdampak pada perekonomian masyarakat terutama yang berprofesi sebagi petani dan peternak dimana abu erupsi merusak lahan tanaman serta pakan yang ada sehingga penghasilan masyarakat menjadi menurun. Mayoritas responden peternak di Kabupaten Karangasem memiliki pekerjaan utama sebagai petani dan peternak (80,00%).
Dalam penelitian ini faktor-faktor eksternal yang diidentifikasikan sebagai peluang dalam usaha peternakan sapi bali pada wilayah terdampak erupsi Gunung Agung adalah sebagai berikut:
a Kebijakan pemerintah dalam pengembangan sapi lokal. Pengembangan peternakan sapi potong dilakukan bersama oleh pemerintah, masyarakat (peternak skala kecil), dan swasta. Pemerintah menetapkan aturan main, memfasilitasi serta mengawasi aliran dan ketersediaan produk, baik jumlah maupun mutunya agar memenuhi persyaratan halal, aman, bergizi, dan sehat. Swasta dan masyarakat berperan dalam mewujudkan kecukupan produk peternakan melalui kegiatan produksi, impor, pengolahan, pemasaran, dan distribusi produk sapi potong (Bamualim et al. 2008).
b Permintaan sapi di Bali maupun diluar daerah terus mengalami peningkatan. Dirjen Peternak tahun 2018 menyatakan bahwa konsumsi daging sapi di Indonesia terus mengalami peningkatan, konsumsi daging sapi per kapita tahun 2017 sebesar 0,469 kg, atau meningkat sebesar 12,50 persen dari konsumsi daging sapi per kapita tahun 2016 sebesar 0,417 kg. Hal tersebut juga didukung oleh adanya kebijakan pemerintah yang membatasi impor daging sapi potong.
c Tingginya permintaan pupuk organik sebagai hasil sampingan dari peternakan sapi. Pengolahan limbah peternakan belum dimanfaatkan secara optimal oleh para peternak dikarenakan tingkat pengetahuan yang masih rendah.
d Kebijakan pemerintah dalam membatasi impor daging sapi potong. Adapun kebijakan pemerintah terhadap perdagangan internasional daging sapi tersebut adalah adalah Program Swasembada Daging Sapi (PSDS) tahun 2014. Pemerintah membuat kebijakan
untuk membatasi kuota impor sapi untuk meningkatkan sumber daya sapi lokal, yaitu dengan menetapkan volume impor sebesar 500.000 ekor/tahun sejak 2011 dan semakin menipis menjadi 80.000 ekor untuk periode 2013 (Rapat Koordinasi Tingkat Mentri Yang Dipimpin Mentri Koordinator Ekonomi, 28 November 2012).
Dalam penelitian ini faktor-faktor eksternal yang diidentifikasikan sebagai ancaman dalam usaha peternakan sapi bali pada wilayah terdampak erupsi Gunung Agung adalah sebagai berikut:
-
a. Kondisi Gunung Agung yang belum stabil. Pada awal Juli 2017 Gunung Agung kembali aktif, setelah selama kurang lebih 54 tahun Gunung Agung tidak menunjukkan aktivitasnya. Gunung Agung terus mengalami kekuatan frekuensi dan gempa, oleh karena itu pada tanggal 22 September 2017 status Gunung Agung meningkat menjadi level IV (Awas). Hingga pada tahun 2019 Gunung Agung masih terus mengalami erupsi.
-
b. Belum pulihnya infrastruktur dan fasilitas penunjang dibeberapa wilayah terdampak erupsi menyebabkan menurunya populasi sapi bali. Populasi Sapi Bali menurun 7% sehingga menyebabkan kuota pengiriman ke sejumlah daerah di Tanah Air menurun pada 2018 menjadi 47.632 ekor (Wiratmini, 2018). Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Bali mengatakan pada 2017, kuota pengiriman Sapi Bali sebesar 50.000 ekor dengan realisasi lebih tinggi yakni 51.000 ekor. Namun, karena adanya penurunan populasi maka tahun ini target pengiriman terpaksa berkurang. Aktivitas Gunung Agung menjadi salah satu faktor yang menyebabkan populasi sapi bali menurun. Hal ini dikarenakan ketika warga memilih mengungsi banyak diantara mereka terpaksa menjual sapinya dengan harga murah. Bahkan, pada saat usia yang belum layak untuk dijual.
-
c. Munculnya kabupaten lain sebagai sentra peternakan sapi bali dikarenakan adanya kabupaten lain yang sama-sama di fokuskan untuk pengembangan sapi bali seperti Kabupaten Klungkung dan Buleleng. Hal tersebut dapat menghilangkan image Kabupaten Karangasem sebagai sentra peternakan sapi bali terbesar di Pulau Bali.
-
d. Bahaya abu erupsi bagi kesehatan tubuh ternak. Butiran debu letusan gunung api yang menempel pada rumput dapat menyebapkan kematian pada ternak sapi yang mengkonsumsi, abu letusan gunung api mengandung mineral silika dan belerang yang dapat menggangu fungsi rumen dan saluran pencernaan sapi (Koesmayadi,2010)
-
2. Posisi usaha
Dalam matriks IE menunjukkan usaha peternakan sapi bali pada wilayah terdampak erupsi Gunung Agung di Kabupaten Karangasem berada pada sel kelima (Gambar 1) dengan nilai EFI 2,54 (Tabel 3.1) dan nilai EFE 2,34 (Tabel 3.2). Interpretasi dari nilai EFI dan EFE ini adalah usaha peternakan sapi bali pada wilayah terdampak erupsi Gunung Agung di Kabupaten Karangsem memiliki kekuatan internal yang cukup besar, dan kemampuan yang cukup dalam menghadapi peluang dan ancaman. Sel kelima pada matriks IE masuk ke dalam kelompok kedua yaitu strategi pertahanan dan pelihara, dengan alternatif strategi: Penetrasi pasar dan Pengembangan produk
Berdasarkan analisis SWOT yang telah dilakukan, maka dapat dirumuskan, maka dapat dirumuskan menjadi sembilan alternatif strategi pemulihan usaha peternakan pada wilayah terdampak erupsi Gunung Agung di Kabupaten Karangasem sebagai berikut:
-
1. Menyediakan sarana informasi nonverbal seperti flayer atau baliho mengenai informasi lokasi penampungan ternak yang telah disediakan oleh pemerintah dan di tempelkan di banjar-banjar atau lokasi-lokasi yang sering dilintasi oleh masyarakat. Sehingga penyampaian informasi mengenai lokasi penampungan ternak diharapkan dapat tersampaikan keseluruh masyarakat yang tinggal di daerah tersebut.
-
2. Mengadakan sosialisasi kepada peternak mengenai cara penanganan ternak saat terjadi erupsi. Yaitu dengan cara langsung membawa ternak-ternak mereka ke lokasi penampungan ternak yang telah disediakan oleh pemerintah.
-
3. Membentuk kelompok-kelompok peternak dalam lingkup kecil di setiap desa, dikarenakan masyarakat pada wilayah terdampak erupsi Gunung Agung masih saling mengenal satu sama lain. Hal ini dilakukan supaya atara masing- masing peternak dapat saling bertukar pikiran dan berbagi informasi di bidang peternakan dan diharapkan saat terjadi erupsi sesama kelompok peternak dapat saling bekerjasama dalam upaya menyelamatkan ternak sapi mereka.
-
4. Menyediakan lokasi/tempat untuk mengadakan bursa ternak atau yang dikenal dengan istilah “lelang ternak” disaat terjadi erupsi sehingga peternak tidak menjual ternak mereka kepada para belantik dengan harga murah yang dapat menimbulkan kerugian bagi peternak. Adapun peserta bursa ternak ini adalah seluruh peternak yang berada pada wilayah terdampak erupsi Gunung Agung, dan pembeli dari seluruh daerah Bali. Kegiatan ini bertujuan untuk memperpendek rantai pasar, sehingga penjualan sapi yang dilakukan
oleh peternak tidak semuanya menggunakan jasa belantik melainkan transaksi langsung dengan pembeli yang datang.
-
5. Melakukan pelatihan pengawetan pakan cadangan, ketersediaan hijauan belum dimanfaatkan oleh peternak dikarenakan tingkat pendidikan yang dimiliki oleh para peternak pun masih tergolong rendah. Oleh sebab itu pada saat erupsi peternak mengalami kesulitan untuk mendapatkan pakan dan hijauan segar hal tersebut disebabkan oleh abu dari erupsi menutupi semua tumbuhan yang berada pada wilayah terdampak. Berlimpahnya hijauan saat musim hujan dapat dimanfaatkan untuk menambah persediaan atau cadangan pakan saat terjadi erupsi.
-
6. Melakukan pendampingan dan pelatihan pengolahan limbah peternakan, dikarenakan para peternak belum mampu memanfaatkan limbah peternakan. Karangasem merupakan daerah dengan mata pencaharian utama masyarakat sebagai petani, sehingga jika dilakukan pengolahan limbah peternakan dilakukan petani dapat menjadi sasaran utama sebagai pembeli. Hal ini bertujuan supaya dilaksanakannya pelatihan tersebut diharapkan dapa menambah penghasilan sampingan bagi para peternak.
-
7. Pendanaan oleh pemerintah melalui kompetisi business plan competition antar peternak. Adanya hadiah berupa pemberian dana untuk pengembangan usaha peternakan diharapkan dapat meningkatkan partisipasi peternak untuk ikut ambil bagian dalam kegiatan tersebut. Dimana program ini dilaksanakan agar para peternak mampu mengembangkan dan menggali jiwa wirausaha dan kreativitas yang dimiliki. Diharapkan peserta business plan mampu merencanakan sebuah ide atau karya yang kreatif, inovatif dan bermanfaat, tidak hanya untuk diri peternak pribadi melainkan mampu memberikan manfaat untuk semua peternak dan juga mampu menciptakan inovasi baru untuk peternakan yang lebih maju. Pendanaan dan pendampingan akan diberikan oleh pemerintah kepada pemenang kompetisi ini yang dapat dimanfaatkan oleh peternak untuk mengembangkan usaha peternakan yang dimiliki.
-
8. Pemerintah menyediakan transportasi khusus untuk mengangkut hewan- hewan ternak yang berada di wilayah terdampak erupsi ke lokasi penampungan ternak sementara. Sehingga saat terjadi erupsi para peternak tidak kesulitan mencari transportasi untuk menyelamatkan ternak mereka, selain itu peternak juga tidak harus mengeluarkan biaya transportasi.
-
9. Mengedukasi peternak untuk menerapkan teknologi tepat guna pada usaha peternakan. Misalnya pada teknik penggemukan sapi menggunakan teknologi pakan, dimana pakan sapi sudah diolah dengan metode fermentasi sehingga pakan langsung dapat dicerna oleh Liga Lingga.,. et al, Peternakan Tropika Vol. 7 No. 1 Th. 2019: 836 - 850 Page 848
sapi tanpa adanya pakan yang terbuang, dan semua pakan dapat diserap sapi menjadi daging sehingga berat badan sapi semakin meningkat.
SIMPULAN
Terdapat sembilan alternatif strategi pemulihan yang di rekomendasikan untuk pemulihan usaha peternakan sapi bali pada wilayah terdampak erupsi Gunung Agung, yaitu: menyedikan sarana informasi nonverbal mengenai lokasi penempungan ternak, mengadakan sosialisai penanganan ternak, membentuk kelompok peternak di desa-desa, mengadakan bursa ternak, melakukan pelatihan pembuatan pakan cadangan, melakukan pelatihan pengolahan limbah peternakan, peran pemerintah untuk membeli sapi peternak saat terjadi erupsi, penyediaan transportasi untuk mengangkut ternak ke lokasi penampungan dan mengedukasi peternak untuk menerapkan teknologi tepat guna pada usah peternakan.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr A.A. Raka Sudewi, Sp. S (K), Dekan Fakultas Peternakan Dr. Ir Ida Bagus Gaga Partama, MS. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Dr. Ir. Budi Rahayu Tanama Putri, S.Pt., MM., IPM dan Ni Luh Gde Sumardani, S.Pt., M.Si selaku dosen pembimbing yang membantu penulis dari awal hingga akhir penulisan skripsi ini.
DAFTAR PUSTAKA
Abrianto, P. 2010.”Dangke, Olahan Susu Sapi Tradisional Khas Enrekang Sulawesi Selatan”. (online), (http://dangke-olahan-susu-sapi-tradisional-khas-enrekangsulawesi-
selatan.html, diakses tanggal 19 Januari 2019).
Bamualim, Abdullahet al. 2007. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Sapi, Edisi Kedua.Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian: Departemen Pertanian.
David, Fred R. (2002). Manajemen Strategis : Konsep. Edisi ke-7, Pearson Education Asia Pte.Ltd dan PT Prenhalindi, Jakarta
Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bali. 2018. Cacah Jiwa Ternak Di Provinsi Bali Tahun 2018. Denpasar.
Dinas Peternakan Provinsi Bali. 2017. Populasi Ternak Sapi Bali Kabupaten Karangasem. Denpasar.
Koesmayadi. 2010. Cara Memilih dan Mengolah Makanan untuk Perbaikan Gizi Masyarakat. (http://database.deptan.go.id) diakses tanggal 15 September 2018.
Utami. 2015. Hubungan Karakteristik Peternak dengan Skala Usaha Ternak Kerbau di Desa Sumbang Kecamatan Curio Kabupaten Enrekang. Skripsi Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Hasannudin, Makasar.
Wiratmini, Eka. (2018). Populasi api bali turun 7%, hanya bisa kirim 47.000 ekor. (online), (https://ekonomi.bisnis.com/read/20180129/99/731694/populasi-sapi-bali-turun-7-hanya-bisa-kirim-47.000-ekor
Liga Lingga.,. et al, Peternakan Tropika Vol. 7 No. 1 Th. 2019: 836 - 850 Page 850
Discussion and feedback