THE EFFECT OF RATIONS SUPPLEMENTED WITH A MIXTURE OF LYSINE, METHIONINE AND CHOLINE ON BALI BOAR PERFORMANCES
on
e-journal FAPET UNUD
e-Journal
Universitas Udayana
Peternakan Tropika
Journal of Tropical Animal Science
email: [email protected]
email: [email protected]
Submitted Date: Juny 6, 2018 Editor-Reviewer Article;: I M. Mudita
Accepted Date: Juny 21, 2018
PENGARUH SUPLEMENTASI CAMPURAN LISIN, METIONIN DAN KOLIN DALAM RANSUM TERHADAP PENAMPILAN BABI BALI JANTAN
Sulastri, N. N., I K. Sumadi, I P. A. Astawa
PS. Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Jl. P.B. Sudirman, Denpasar Telpon: +6285737690607, E-mail : [email protected]
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suplementasi campuran lisin, metionin dan kolin dalam ransum terhadap penampilan babi bali jantan. Penelitian dilaksanakan selama 12 minggu di Banjar Batu Paras, Desa Padangsambian Kaja, Denpasar Barat. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri dari 3 perlakuan dan 4 kali ulangan. Perlakuan ransum yang dicobakan adalah ransum tanpa suplementasi campuran lisin, metionin dan kolin (T0), ransum dengan 0,5% suplementasi campuran lisin, metionin dan kolin (T1) dan ransum dengan 1% suplementasi campuran lisin, metionin dan kolin (T2). Variabel yang diamati adalah berat badan akhir, pertambahan berat badan, konsumi ransum dan feed conversion ratio. Hasil yang diperoleh akan dianalisis dengan analisis sidik ragam dan apabila terdapat perbedaan nyata (P<0,05) maka dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian ransum dengan suplementasi campuran lisin, metionin dan kolin sebanyak 0,5% (T1) dan 1% (T2) pada babi bali jantan berpengaruh nyata terhadap berat badan akhir, pertambahan berat badan, konsumsi ransum dan feed conversion ratio. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa hasil yang terbaik diperoleh dari suplementasi 1% campuran lisin, metionin dan kolin dalam ransum babi bali jantan terhadap berat badan akhir, pertambahan berat badan, konsumsi ransum dan feed conversion ratio.
Kata kunci : suplementasi, babi bali, lisin, metionin, kolin.
THE EFFECT OF RATIONS SUPPLEMENTED WITH A MIXTURE OF LYSINE, METHIONINE AND CHOLINE ON BALI BOAR
PERFORMANCES
ABSTRACT
The research aim to determine the effect of rations supplemented with a mixture of lysine, methionine and choline on bali boar performances. This research was conducted for 12 weeks at Banjar Batu Paras, Padangsambian Kaja Village, West Denpasar. The design used was a complete randomized design (RAL) consisted of 3 treatments and 4 replications. The treatments of this research were ration without supplementation (T0), ration with 0,5% mixture of lysine, methionine and choline supplementation (T1) and ration with 1% mixture of lysine, methionine and choline supplementation (T2). The variables observed were final weight, weight gain, feed consumption and feed conversion ratio. The results obtained will be
analyzed using analysis of variance and if there is a significant difference (P<0.05) between treatments it was proceeded with Duncan multiple range test. The results showed that rationing with lysine, metionine and choline mixture supplementation of 0,5% (T1) and 1% (T1) in bali boar had significant effect on final body weight, weight gain, feed consumption and feed coversion ratio. Based on the results of this study concluded that the best results obtained from the supplementation of 1% mixture of lysine, metionine and choline in the ration of bali boar to final weight, weight gain, feed consumption and feed conversion ratio.
Keywords: supplementation, bali boar, lysine, methionine, choline.
PENDAHULUAN
Babi bali merupakan flasma nutfah prolifik yang artinya mampu menghasilkan anak banyak dalam satu kali kelahiran. Masudana (1975), menyatakan peternakan babi di daerah Bali memegang peranan penting terutama dalam hubungannya dengan kebiasaan masyarakat serta adat istiadat di Bali. Budaarsa (2012) meyatakan bahwa babi bali selain untuk memenuhi kebutuhan daging di pasar juga banyak dijadikan babi guling dengan jumlah produksinya setiap tahun terus meningkat.
Babi bali memiliki keunggulan yaitu mampu mengkonsumsi pakan limbah dan lebih hemat terhadap air serta mampu mengkonversi pakan yang diberikan dan merubahnya menjadi lemak dan daging. Babi bali mampu beradaptasi di berbagai iklim mulai dari iklim dingin hingga iklim panas. Tetapi babi bali sekarang sulit untuk didapatkan, hal ini disebabkan pertumbuhan babi bali yang dikalahkan oleh babi ras. Soewandi dan Talib (2015) menyatakan bahwa pertambahan berat badan harian (PBBH) babi bali adalah 0,14±0,5 kg sedangkan PBBH pada babi landrace dapat mencapai 0,24±0,9 kg. Puger dan Budaarsa (2014) menambahkan bahwa untuk mencapai berat badan 80 kg babi bali memerlukan waktu 12 bulan sedangkan babi ras impor hanya 5-6 bulan.
Selain dipengaruhi oleh rendahnya produktivitas, peternakan babi bali di masyarakat merupakan peternakan yang bersifat tradisional. Sudiastra dan Budaarsa (2015) menyatakan bahwa sistem pemeliharaan babi bali di daerah Kubu Kabupaten Karangasem, daerah Gerokgak Kabupaten Buleleng dan daerah Nusa Penida Kabupaten Klungkung yaitu dengan sistem tradisional yakni mengikat babi menggunakan tali. Pakan utama yang diberikan yaitu dedak padi atau pollard dan batang pisang. Pakan lain yang diberikan yaitu limbah dapur dan hijauan seadanya. Sedangkan keberhasilan beternak babi sangat dipengaruhi ransum yang diberikan untuk pertumbuhan ternak.
Melihat kondisi tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian yaitu suplementasi campuran lisin, metionin dan kolin dalam ransum babi bali. Asam amino merupakan penyusun protein dalam ransum, protein sangat dibutuhkan dalam tubuh babi untuk
pertumbuhan dan hidup pokok organ-organ tubuh. Jika terjadi kekurangan salah satu asam amino esensial bisa menyebabkan secara keseluruhan ketersediaan protein pada ransum tersebut tidak mencukupi.
Kolin merupakan bahan kimia organik yang dimanfaatkan sebagai vitamin B. Vitamin merupakan unsur mikro yang perlu diperhatikan dalam ransum babi. Kolin merupakan vitamin yang larut dalam air dan memegang peranan dalam mengatur sistesis membrane fosfolipid. Kolin mempunyai fungsi sebagai unsur pokok fosfolipid yang berperan penting dalam membangun dan mempertahankan struktur sel, berperan dalam metabolisme lemak dalam hati dan mencegah terjadinya penumpukan lemak dalam hati.
Melihat kondisi babi bali yang merupakan salah satu ternak penghasil daging yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan, maka penelitian ini penting dilakukan untuk meningkatkan pertumbuhan babi bali. U.S. Pork Center of Execellence (2010) menambahkan bahwa asam amino lisin dan metionin kandungannya terbatas pada bahan pakan nabati. Oleh karena itu suplementasi asam amino esensial pada ransum ternak babi bali penting dilakukan untuk menutupi keterbatasan asam amino lisin dan metionin pada bahan pakan nabati.
MATERI DAN METODE
Tempat dan waktu
Penelitian dilaksanakan pada lahan kosong di Banjar Batu Paras, Desa Padangsambian Kaja, Denpasar Barat yang dilaksanakan selama 12 minggu.
Rancangan penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 3 perlakuan dan 4 kali ulangan disetiap perlakuan. Ketiga perlakuan yang digunakan yaitu: T0 : Ransum basal dengan 49,5% jagung kuning, 49,5% pollard, 0,5% mineral-10 dan 0,5% garam dapur.
T1 : T0 + 0,5% campuran lisin, metionin dan kolin.
T2 : T0 + 1% campuran lisin, metionin dan kolin.
Babi bali
Babi yang digunakan dalam penelitian adalah babi bali jantan yang sudah dikastrasi berjumlah 12 ekor dengan rata-rata berat badan awal sebesar 13,11 kg. Babi bali tersebut dibeli dari pengepul babi bali yang berada di Banjar Pohgending, Desa Dalung, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung, Provinsi Bali.
Kandang
Kandang yang digunakan adalah kandang panggung dengan jumlah 12 unit, setiap unit berukuran 1 m2 dan diisi 1 ekor babi. Kandang dilengkapi dengan tempat makan yang digunakan juga sebagai tempat minum. Kandang beratap asbes, dinding dan alas kandang terbuat dari bambu dan kayu.
Alat penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian yaitu timbangan digital merk bonic dengan kapasitas 50 kg yang digunakan untuk menimbang babi di awal penelitian dan di akhir penelitian sekaligus digunakan dalam pencampuran ransum. Timbangan digital merk radwag dengan kapasitas 10 kg yang digunakan dalam pencampuran lisin, metionin dan kolin. Nampan yang digunakan dalam pencampuran lisin, metionin dan kolin. Ember sebanyak 12 buah dengan kapasitas 1 kg yang sudah diisi nomor sesuai dengan jumlah ternak dan digunakan sebagai tempat ransum beserta gayungnya. Ember besar sebanyak 1 buah yang digunakan sebagai tempat penampungan air minum bagi ternak beserta gayungnya.
Ransum
Ransum yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari pollard, jagung kuning, mineral 10, garam dapur dan campuran lisin, metionin dan kolin. Lisin, metionin dan kolin yang digunakan dalam penelitian ini adalah yang direkomendasikan hanya sebagai pakan ternak. Susunan ransum yang akan diberikan selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 1. Sedangkan kandungan bahan dan nutrien campuran lisin, metionin dan kolin dapat dilihat dalam Tabel 2, dan kandungan nutrien ransum percobaan yang sudah disuplementasi campuran lisin, metionin dan kolin dapat dilihat pada Tabel.3.
Tabel 1. Komposisi bahan pakan percobaan
Nama Bahan |
Perlakuan | ||
T0(%) |
T1(%) |
T2(%) | |
Jagung Kuning |
49,5 |
49,5 |
49,5 |
Pollard |
49,5 |
49,5 |
49,5 |
Mineral 10 |
0,5 |
0,5 |
0,5 |
Garam dapur |
0,5 |
0,5 |
0,5 |
Total |
100 |
100 |
100 |
Campuran lisin, metionin dan kolin |
- |
0,5 |
1 |
Keterangan :
T0 = Ransum basal dengan 49,5% jagung kuning, 49,5%pollard, 0,5% mineral 10 dan 0,5% garam dapur
T1 = T0 + 0,5% campuran lisin, metionin dan kolin
T2 = T0 + 1% campuran lisin, metionin dan kolin
Tabel 2. Kandungan 1 kg bahan dan nutrien campuran lisin, metionin dan kolin
Bahan |
Komposisi Bahan (g) Nutrien (%) Nutrien (g) |
Lisin Metionin Kolin |
800 791) 632 185 99,92) 185 15 60,53) 9,1 |
Jumlah |
1.000 - - |
Sumber:1)PT. Cheiljedang Indonesia, 2017; 2)Cj Bio Malaysia SDN. BHD, 2017; 3)Cangzhou Tianyu Feed Additive CO., LTD, 2017
Tabel 3 Kandungan nutrien ransum penelitian yang sudah disuplementasi campuran lisin, metionin dan kolin
Kandungan Nutrien (%) |
Perlakuan |
Standar1) | ||
T0 |
T1 |
T2 | ||
ME (Kkal/kg)3) |
2819,025 |
2819,025 |
2819,025 |
2800 |
Protein3) |
11,8 |
11,8 |
11,8 |
16 |
Lisin |
0,4307 |
0,8257 |
1,2207 |
1,35 |
Metionin |
0,2079 |
0,7074 |
1,2069 |
0,76 |
Kolin |
0,0917 |
0,3942 |
0,6967 |
0,15 |
Lemak |
3,9105 |
3,9105 |
3,9105 |
3 |
Serat Kasar2) |
6,0885 |
6,0885 |
6,0885 |
4 |
Kalsium |
0,3141 |
0,3141 |
0,3141 |
0,7 |
Phosfor |
0,7326 |
0,7326 |
0,7326 |
0,7 |
Sumber : 1) Standar untuk babi berat 10-20 kg berdasarkan National Research Council (NRC, 2012)
2) Standar U.S. Pork Center of Excellence, 2010
3) Sumadi et al., 2016
Pengacakan
Babi sebanyak 12 ekor ditimbang dan diberikan nomor. Setelah itu babi di kelompokkan menjadi 3 kelompok dengan berat yang tidak jauh berbeda. Kemudian babi di tempatkan pada kandang masing-masing secara berurutan.
Pencampuran ransum
Sebelum melaksanakan pencampuran ransum, lisin, metionin dan kolin dicampur terlebih dahulu. Selanjutnya pencampuran ransum dilaksanakan dengan menimbang bahan-bahan penyusun ransum. Pencampuran bahan penyusun ransum dimulai dengan bahan yang paling banyak berada paling bawah seperti jagung kuning, kemudian menumpuknya dengan pollard dan menumpuknya dengan mineral 10 dan garam dapur. Bahan dengan jumlah sedikit seperti garam dapur dan mineral 10 dicampur terlebih dahulu dengan bahan yang jumlah banyak seperti pollard agar volume dari bahan tersebut menjadi lebih banyak.
Pencampuran dilaksanakan di dekat kandang, cara mencampurnya adalah dengan menaburkan bahan secara melingkar di atas alas dengan bahan yang bervolume paling banyak di bagian paling bawah. Setelah itu, bahan ransum dibagi menjadi 4 bagian dan diaduk
masing-masing hingga homogen. Setelah homogen bahan ransum tersebut dibagi menjadi 2 bagian dan diaduk di masing-masing bagian hingga homogen. Kemudian setelah homogen, ransum digabungkan menjadi satu dan diaduk lagi hingga homogen. Setelah itu ransum basal, ransum yang diberikan suplementasi campuran lisin, metionin dan kolin sebanyak 0,5% dan 1% dimasukkan ke dalam tempat pakan sesuai dengan jumlah ternak.
Pemberian ransum dan air minum
Pemberian ransum dilakukan 2 kali dalam sehari yaitu pada pagi pukul 07.30 wita dan pada sore pukul 16.30 wita, pemberian air minum secara ad libitum.
Variabel yang diamati
Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah pertumbuhan ternak, meliputi:
-
1. Berat badan akhir
Berat badan akhir babi diketahui dengan cara menimbang babi di akhir penelitian, kemudian di catat.
-
2. Pertambahan berat badan
Pertambahan berat badan babi diperoleh dengan menggunakan rumus :
PBB = Berat Badan Akhir – Berat Badan Awal
-
3. Konsumsi ransum
Konsumsi ransum ternak dapat diketahui dengan rumus :
Jumlah ransum yang diberikan – Jumlah ransum yang tersisa
-
4. Feed Conversion Ratio
Feed Conversion Ratio doperoleh dengan rumus :
FCR =
Jumlah ransum yang dikonsumsi
Pertambahan berat badan
Analisis statistika
Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan analisis sidak ragam (analysis of variance), bila terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05) maka analisis dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan (Steel dan Torrie, 1986).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berat badan akhir
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan berat badan akhir babi bali jantan yang diberikan ransum tanpa suplementasi campuran lisin, metionin dan kolin (T0) yaitu 27,69 kg (Tabel 1). Babi bali jantan dengan perlakuan T1 dan T2 memiliki berat badan akhir masing-masing adalah 18,45% dan 32,21% nyata (P<0,05) lebih tinggi dibandingkan dengan Sulastri et al., Peternakan Tropika Vol. 6 No. 2 Th. 2018: 253 –263 Page 258
perlakuan T0. Babi bali jantan yang diberikan perlakuan T2 memiliki berat badan akhir 11,62% nyata (P<0,05) lebih tinggi dibandingkan perlakuan T1. Semua perlakuan tersebut secara statistika menunjukkan berbeda nyata (P<0,05).
Tabel 1 Pengaruh suplementasi campuran lisin, metionin dan kolin dalam ransum terhadap
penampilan babi bali jantan.
Variabel |
Perlakuan1) |
SEM2) | ||
T0 |
T1 |
T2 | ||
Berat Badan Akhir (kg) |
27,69a |
32,8b |
36,61c |
0,51 |
Pertambahan Berat Badan (kg/hari) |
0,17a |
0,23b |
0,28c |
0,009 |
Konsumsi Ransum (kg/hari) |
0,91a |
0,92a |
1,01b |
0,01 |
Feed Conversion Ratio |
5,26a |
3,95b |
3,61b |
0,16 |
Keterangan
1) Babi yang diberikan ransum basal sebagai kontrol (T0 = Ransum basal dengan 49,5% jagung kuning, 49,5%pollard, 0,5% mineral 10 dan 0,5% garam dapur), T1 = T0 + 0,5% campuran lisin, metionin dan kolin dan T2 = T0 + 1% campuran lisin, metionin dan kolin
2) SEM : “Standard Error of the Treatment Means”
3) Nilai dengan huruf yang berbeda pada baris yang sama secara statistik menunjukkan berbeda nyata (p<0,05).
Pertambahan berat badan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan pertambahan berat badan babi bali jantan yang diberikan ransum tanpa suplementasi campuran lisin, metionin dan kolin (T0) yaitu 0,17 kg/hari (Tabel 1). Babi bali jantan dengan perlakuan T1 dan T2 menghasilkan pertambahan berat badan masing-masing adalah 35,29% dan 64,71% nyata (P<0,05) lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan T0. Babi bali jantan yang diberikan perlakuan T2 menghasilkan pertambahan berat badan 21,74% nyata (P<0,05) lebih tinggi dibandingkan perlakuan T1. Semua perlakuan tersebut secara statistika menunjukkan berbeda nyata (P<0,05).
Pemberian 0,5% lisin, metionin dan kolin dalam ransum pada perlakuan T1 dan 1% lisin, metionin dan kolin pada perlakuan T2 menunjukkan hasil yang berpengaruh nyata terhadap berat badan akhir dan pertambahan berat badan. Pertambahan berat badan babi bali jantan dengan perlakuan T0 dan T1 yaitu 0,23 dan 0,28 kg/hari sedangkan menurut Soewandi (2013), pertambahan berat badan harian (PBBH) babi bali adalah 0,14±0,5 kg. Menurut Astawa (2017), PBBH babi bali yang diberikan ransum ditambah perasan kunyit 0,6 ml/ 1 kg berat badan adalah 0,22 kg/hari.
Pertambahan berat badan yang meningkat disebabkan oleh kandungan lisin dan metionin dalam ransum. Budaarsa (2012) menyatakan bahwa lisin dan metionin merupakan asam amino esensial yang sangat diperlukan oleh tubuh untuk pertumbuhan. Asam amino merupakan penyusun protein dalam ransum yang sangat dibutuhkan dalam tubuh untuk
pertumbuhan dan hidup pokok organ-organ tubuh. Sejalan dengan yang tertera dalam U.S. Pork Center of Execellence (2010), asam amino esensial berupa lisin dan metionin sangat penting bagi pertumbuhan babi namun kandungannya terbatas pada bahan pakan nabati. Sedangkan menurut hasil penelitian Puger dan Budaarsa (2014), bahwa peternakan babi bali di daerah Bali masih bersifat tradisional dan sebagian memberikan pakan berupa dedak padi dan batang pisang.
Lisin merupakan asam amino yang dapat meningkatkan pembentukan daging yang memerlukan banyak energi, sehingga retensi energi dalam bentuk lemak akan menurun. Sejalan dengan pendapat Susandari et al. (2004) bahwa dengan penambahan lisin ke dalam pakan diharapkan mampu meningkatkan terbentuknya karnitin sehingga lemak tubuh yang mengalami β-oksidasi semakin meningkat dan mengakibatkan kadar lemak dan kolesterol rendah. Hasil penelitiannya Lumbatoruam et al. (1994) menyebutkan bahwa babi persilangan yang mendapatkan suplementasi lisin sebanyak 0,30% menunjukan laju pertambahan berat badan lebih tinggi yaitu 0,53 kg/hari dibandingkan tanpa suplementasi yaitu 0,45 kg/hari.
Metionin merupakan asam amino glikogenik yang mampu menghasilkan glukosa pada waktu proses metabolisme sehingga dapat menurunkan jumlah energi bruto yang dibuang melalui feses sehingga dapat meningkatkan energi bruto yang diserap dan dicerna untuk pertumbuhan lebih baik. Sejalan dengan hasil penelitian Lumbatoruam et al. (1994), bahwa babi yang menerima metionin 0,35%, pertambahan berat badannya bertambah lebih cepat dibandingkan dengan yang menerima metionin sebanyak 0,25%. Sutardi (1980), menyatakan bahwa metionin bersifat lipotropik yaitu dapat membantu pemecahan lemak dalam tubuh pada waktu metabolisme terjadi.
Kolin merupakan vitamin yang perlu diperhatikan dalam ransum babi. Kolin berperan dalam metabolisme lemak dalam hati sehingga mencegah terjadinya penumpukan lemak dalam hati. Nasution dan Karyadi (1991) menambahkan bahwa kolin klorida merupakan bagian dari fosfolipid esensial yang berfungsi dalam pembentukan sel dan kolin dapat meningkatkan metabolisme lemak dalam hati. Parakkasi (1983) menjelaskan bahwa kolin berperan dalam merangsang metabolisme lemak dalam hati yaitu mencegah akumulasi lemak dalam hati dengan jalan merangsang pengangkutan dalam bentuk lecithin atau dengan jalan meningkatkan penggunaannya.
Konsumsi ransum
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan jumlah konsumsi ransum babi bali jantan yang diberikan ransum tanpa suplementasi campuran lisin, metionin dan kolin (T0) yaitu 0,91
kg/hari (Tabel 1). Babi bali jantan dengan perlakuan T1 memiliki jumlah konsumsi ransum yaitu 1,10% tidak berbeda nyata (P>0,05) lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan T0. Babi bali jantan dengan perlakuan T2 memiliki jumlah konsumsi ransum 10,99% nyata (P<0,05) lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan T0. Babi bali jantan yang dengan perlakuan T2 memiliki jumlah konsumsi ransum 9,78% nyata (P<0,05) lebih tinggi dibandingkan perlakuan T1.
Jumlah konsumsi ransum dalam hasil penelitian mulai dari perlakuan T0, T1 dan T2 yaitu 0,91, 0,92 dan 1,01 kg/hari sedangkan menurut Astawa (2017) konsumsi ransum /hari/ekor untuk babi bali yang diberikan tambahan perasan kunyit 0,6 ml/ 1 kg berat badan dalam ransum adalah 1,19 kg. Jumlah konsumsi ransum dipengaruhi oleh kualitas ransum seperti kandungan air, protein, energi, vitamin, lemak, mineral dan zat-zat lain dalam ransum yang menunjang pertumbuhan dan proses pencernaan biologis.
Meningkatknya jumlah konsumsi ransum disetiap perlakuan disebabkan oleh kandungan lisin dan metionin yang berbeda karena suplementasi lisin dan metionin dapat meningkatkan kandungan protein dalam ransum. Sejalan dengan pendapat Sihombing (2006) bahwa jumlah konsumsi ransum sangat dipengeruhi oleh tingkat energi dan protein ransum. Konsumi ransum selain dipengaruhi oleh nutrisi yang terkandung di dalam ransum juga dipengruhi oleh palatabilitas ternak, kesehatan ternak dan juga cara pemberian ransum. Anggorodi (1995) menambahkan bahwa konsumsi ransum dipengaruhi oleh kesehatan ternak, palatabilitas dan cara pemberian ransum. Palatabilitas ternak akan dipengaruhi oleh parameter fisik seperti kekerasan bahan pakan, warna, bentuk, pemotongan atau pencincangan, tekstur dan parameter kimiawi seperti kandungan air, protein dan zat-zat dalam pakan (Soeharsono, 2010).
Feed conversion ratio
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan feed conversion ratio babi bali jantan yang diberikan ransum tanpa suplementasi campuran lisin, metionin dan kolin (T0) yaitu 5,26 (Tabel 1). Feed conversion ratio babi bali jantan dengan perlakuan T1 dan T2 yaitu 24,90% dan 31,37% nyata (P<0,05) lebih efisien dibandingkan T0. Feed conversion ratio babi dengan perlakuan T2 yaitu 8,61% tidak berbeda nyata (P>0,05) lebih efisien dibandingkan T1.
Feed Conversion Ratio (FCR) adalah perbandingan antara jumlah konsumsi ransum dengan pertambahan bobot badan dalam satuan waktu tertentu. Berdasarkan hasil analisis statistika nilai FCR paling efisien yaitu 3,61 pada perlakuan babi bali jantan yang disuplementasi campuran lisin, metionin dan kolin dalam ransum sebanyak 1% (T2). Astawa (2017) menyatakan bahwa FCR babi bali yang diberikan ransum dengan tambahan perasan
kunyit 0,6 ml/ 1 kg berat badan adalah 4,61. Koversi ransum sangat dipengaruhi oleh kualitas ransum, bangsa ternak, penyakit, manajemen kandang dan laju perjalanan ransum. Zenurut Campbell dan Lasley (1985) menambahkan bahwa efisiensi penggunaaan pakan tergantung pada kemampuan ternak dalam mencerna pakan dan jumlah pakan yang hilang dalam proses metabolisme. Anggorodi (1995) menyatakan bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi konversi ransum seperti umur ternak, bangsa, kandungan gizi ransum, keadaan temperatur dan keadaan ternak, tatalaksana dan penggunaan bibit yang baik.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian di atas maka dapat disimpulkan bahwa pemberian ransum dengan suplementasi campuran lisin, metionin dan kolin pada babi bali jantan berpengaruh nyata terhadap berat badan akhir, pertambahan berat badan, konsumsi ransum dan feed conversion ratio. Hasil yang terbaik diperoleh dari suplementasi 1% campuran lisin, metionin dan kolin dalam ransum babi bali jantan terhadap berat badan akhir, pertambahan berat badan, konsumsi ransum dan feed conversion ratio.
SARAN
Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disarankan kepada peternak babi bali bahwa dengan pemberian suplementasi campuran lisin, metionin dan kolin dalam ransum dapat meningkatkan berat badan akhir, pertambahan berat badan, konsumsi ransum dan feed conversion ratio babi bali jantan.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terimakasih kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, Sp.S (K) dan Dekan Fakultas Peternakan Universitas Udayana Dr. Ir Ida Bagus Gaga Partama, MS serta kedua pembimbing penulis Prof. Dr. Ir. I Ketut Sumadi, MS dan Dr. I Putu Ari Astawa, S.Pt, MP yang telah memberikan kesempatan serta fasilitas yang diberikan kepada penulis di Fakultas Peternakan Universitas Udayana.
DAFTAR PUSTAKA
Additive, T. F. 2017. Choline choride 60% corn COB. Cangzhou Tianyu feed Additive Co., LTD. China
Anggorodi, R. 1995. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT Gramedia. Jakarta
Astawa, I P. A. 2017. Penambahan Perasan Kunyit (Curcuma domestical val) dalam Ransum terhadap Produktivitas Babi Bali. Disertasi. Fakultas Peternakan Universitas Udayana. Denpasar
Budaarsa, K. 2012. Babi Guling Bali Dari Beternak, Kuliner, Hingga Sesaji. Buku Arti. Denpasar.
Campbell, J. R, and J.F. Lasley. 1985. The Science of Animals that Serve Humanity. Ed. 3rd. McGraww-Hill Publication in the Agricultural Science.
Indonesia. PT. C. 2017. L-lysine HCl minimum 99%. PT. Cheiljedang Indonesia. Pasuruan, Jawa Timur.
Lumbatoruam, M., S. L. S. Hutagalung., T. F. Sitorus dan P. Hutapea. 1994. Pengaruh pemberian asam amino lisin dan methionin sistesis ke dalam ransum berprotein rendah terhadap laju pertambahan berat badan dan keefisienan konversi ransum babi fase penggemukan. Majalah Ilmiah. Universitas HKBP Nommensen. 3 (2):165-176.
Malaysia, CJ. B. 2017. L-met 100. CJ Bio Malaysia SDN. BHD. Terengganu Darul Iman, Malaysia.
Masudana, I W. 1975. Peternakan babi di daerah bali, usaha perbaikan melalui pembibitan. Dinas Peternakan Provinsi Bali. Denpasar
Nasution, A. H. dan D. Karyadi. 1991. Pengetahuan Gizi Mutakhir “Vitamin”. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
NRC. 2012. Nutrient Requirements if Swine. 10th Ed. Rev. United State Dept. of Agriculture. USA
Parakkasi, A. 1983. Ilmu Gizi dan Makanan Ternak Monogastrik. Angkasa. Bandung
Puger, A. W. dan K. Budaarsa. 2014. Eksplorasi ragam komposisi pakan tradisional Babi Bali. Laporan Penelitian. Fakultas Peternakan, Universitas Udayana. Denpasar
Sihombing, D. T. H. 2006. Ilmu Ternak Babi. Cetakan ke- 2. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Soeharsono. 2010. Fisiologi Ternak. Widya Padjadjaran. Bandung
Soewandi, B. D. P. dan C. Talib. 2015. Pengembangan Ternak Bali Lokal di Indonesia. Wartazoa. 25(1):039-046
Steel, R. G. D., dan J. H. Torrie. 1986. Principles and Procedures of Statistics A Biometrical Approach. Second Edition. McGraw-Hill International Book Company. Tokyo.
Sudiastra, I W., dan K. Budaarsa. 2015. Studi ragam eksterior dan karakteristik reproduksi babi bali. Malajah Ilmiah Peternakan. 18(3):100-105
Sumadi. I K., I M. Suasta., I P. A. Astawa dan A. W. Puger. 2016. Pengaruh ME/CP ratio ransum terhadap performans babi bali. Majalah Ilmiah Peternakan. Fakultas Peternakan Universitas Udayana. Denpasar. 19(2):77-79
Susandari, L., C. M. S. Lestari dan H. I. Wahyuni. 2004. Komposisi lemak tubuh kelinci yang mendapat pakan pellet dengan berbagai aras lisin. Seminar Nasional Teknologi Peternakan. Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro. Semarang.
Sutardi, T. 1980. Landasan Ilmu Nutrisi Jilid I. Departemen Ilmu Makanan Ternak. Fakultas Pertanian IPB. Bogor.
U. S. Pork Center of Excellence. 2010. National Swine Nutrition Guide. U.S. Pork Center of Exellence. 1776 NW 114th St. Des Moines, IA 50325.
Sulastri et al., Peternakan Tropika Vol. 6 No. 2 Th. 2018: 253 –263
Page 263
Discussion and feedback