e--journal FAPET UNUD


e-Journal

Universitas Udayana


Peternakan Tropika

Journal of Tropical Animal Science

email: [email protected]

email: [email protected]

Submitted Date: May 25, 2018 Editor-Reviewer Article;: I M. Mudita

Accepted Date: Juny 21, 2018


PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK AIR DAUN KATUK (Sauropus androgynus L. Merr) MELALUI AIR MINUM TERHADAP KUALITAS FISIK TELUR AYAM LOHMANN BROWN

UMUR 22 – 30 MINGGU

Vicky A. R., N. W. Siti, dan I G. N. G Bidura

PS. Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Jl. P. B. Sudirman, Denpasar E-mail: aditya.v[email protected] Telphone: 089635736728

ABSTRAK

Telur merupakan salah satu bahan makanan asal ternak bernilai gizi tinggi karena mengandung zat-zat makanan yang dibutuhkan oleh tubuh manusia seperti protein, lemak, vitamin, mineral, serta memiliki daya cerna yang tinggi. Kualitas telur merupakan istilah yang menghubungkan standar pada telur yang beragam. Penentuan dan pengukuran kualitas telur mencakup dua hal yakni kualitas eksterior dan interior. Salah satu upaya yang dilakukan dalam meningkatkan kualitas telur ayam dapat dilakukan dengan cara penambahan ekstrak air daun katuk melalui air minum. Penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak air daun katuk (Sauropus androgynus L. Merr) melalui air minum terhadap kualitas fisik telur ayam Lohmann Brown umur 22 – 30 minggu selama 12 minggu di Desa Dajan Peken, Tabanan, Bali. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga perlakuan dan enam kali ulangan. Perlakuan tersebut adalah ayam yang diberi ransum tanpa penambahan ekstrak air daun katuk pada air minum sebagai kontrol (K0), ayam yang diberi ransum dengan penambahan ekstrak air daun katuk 3% pada air minum (K1), dan ayam yang diberi ransum dengan penambahan ekstrak air daun katuk 6% pada air minum (K2). Variabel yang diamati adalah berat telur, persentase putih telur, persentase kuning telur, persentase kulit telur dan tebal kulit telur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada perlakuan K1 dan K2 nyata (P<0,05) meningkatkan berat telur, persentase kuning telur, persentase kulit telur dan tebal kulit telur, dibandingkan dengan K0. Namun persentase putih telur terjadi penurunan dibandingkan dengan ayam yang tidak diberikan ekstrak air daun katuk (K0). Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian ekstrak air daun katuk (Sauropus androgynus L. Merr) 3% dan 6% melalui air minum dapat meningkatkan berat telur, persentase kuning telur, persentase kulit telur, tebal kulit telur dan terjadi penurunan persentase putih telur ayam Lohmann Brown umur 22 – 30 minggu.

Kata kunci:telur, Lohmann Brown, ekstrak air daun katuk, kualitas fisik

THE EFFECT OF KATUK LEAF (Sauropus androgynus L. Merr) EXTRACT ON DRINKING WATER ON PHYSICAL QUALITY OF EGG IN LOHMANN BROWN LAYING UP TO 22-30

WEEKS OF AGE

ABSTRACT

Eggs is one of the ingredients of animal origin that is of high nutritional value because it contains substances that are needed by the human body such as protein, fat, vitamins, minerals, and has a high digestibility. Egg quality is a term that connects standards to a variety of eggs. Egg quality determination and measurement includes two things are exterior and interior quality. One effort made in improving the quality of chicken eggs can be done by adding katuk leaf water extract through drinking water. This research to determine the effect of katuk leaf water extract (Sauropus androgynus L. Merr) through drinking water on the physical quality of chicken eggs Lohmann Brown aged 22-30 weeks for 12 weeks in Dajan Peken Village, Tabanan, Bali. The design used in this research was Completely Randomized Design with three treatments and six replications. The treatments is chickens fed ration without addition of katuk leaf water extract in drinking water as control (K0), rationed chicken with addition of 3% katuk leaf water extract in drinking water (K1), and chicken fed with ration katuk leaf water extract 6% in drinking water (K2). The variables observed is egg weight, percentage of egg whites,percentage of egg yolk, percentage of eggshell and egg shell thickness. The results showed that on treatment of K1 and K2 significantly (P <0.05) increased egg weight, percentage of egg yolk, percentage of egg shelland egg shell thickness, compared with K0. But the percentage of white egg decrease compared to chicken that is not given katuk leaf water extract (K0). Based on the results of this research can be concluded that the provision of katuk leaf water extract (Sauropus androgynus L. Merr) 3% and 6% through drinking water can increase egg weight, percentage of egg yolk, percentage of egg shell, eggshell thickness and a decrease in the percentage of egg white Lohmann Brown chicken aged 22-30 weeks.

Keywords: egg, Lohmann Brown, katuk leaf water extract, physical quality

PENDAHULUAN

Upaya peningkatan mutu sumber daya manusia untuk menghadapi era globalisasi tidak lepas dari upaya peningkatan gizi masyarakat. Untuk memenuhi target tersebut, diperlukan peningkatan produksi protein hewani seperti telur dengan kualitas yang baik.Dewasa ini konsumen sudah mulai memperhatikan mutu telur, sehingga telur yang dikonsumsi hendaknya memenuhi kriteria layak konsumsiyang diantaranya mencakup kualitas fisik, mikrobiologi, dan organoleptik. Telur yang sampai ke konsumen akhir biasanya terdistribusi melalui beberapa rantai tataniaga mulai dari produsen, distributor, pedagang pengumpul, dan pedagang pengecer

(Suharyanto, 2007b). Oleh karenanya telur yang sampai ke konsumen sudah tidak baru lagi. Menurut Suharyanto (2007b) bahwa rata-rata telur yang berada pada pedagang pengecer sudah berumur lebih dari 7 hari.

Distribusi telur dari distributor ke pedagang pengecer telah menunjukkan adanya penurunan kualitas fisik (Suharyanto, 2007a). Semakin lama periode penyimpanan telur mengakibatkan berat dan tinggi putih telur lebih rendah, sementara pH putih telur menjadi lebih tinggi (Scott dan Silversides, 2000). Hasil penelitian Jones dan Musgrove (2004) juga memperlihatkan bahwa selama penyimpanan dalam ruangan dingin dengan suhu 40C, berat telur menurun dari 61 gram menjadi 57 gram setelah 10 minggu penyimpanan. Tinggi putih telur juga menurun dari 7,05 mm menjadi 4,85 mm. Demikian halnya dengan pencemaran mikroba telur mengalami peningkatan (Jones et al., 2004). Maka dari itu untuk meningkatkan mutu telur diperlukan aplikasi teknologi tepat guna, mudah dan efesien.

Penggunaan daun katuk pada ayam petelur telah terbukti mampu menurunkan kadar kolesterol telur sebesar 40% (Santoso et al., 2005) dan meningkatkan efesiensi penggunaan ransum sebanyak 20%. Santoso et al. (2002) menemukan bahwa pemberian tepung daun katuk sebanyak 9 g/kg pakan mampu meningkatkan mutu telur, seperti meningkatkan Haugh Unit(HU), tebal kerabang dan warna kuning telur, menurunkan kontaminasi mikroba pathogen, seperti Esherichia coli, Salmonella sp, dan Staphylococcus sp.

Tanaman katuk (Sauropus androgynus L.Merr) merupakan tanaman perdu dengan ketinggian antara 2 – 3,5 meter, tumbuh tersebar diseluruh Asia Tenggara (Yuliani dan Hasanah, 2000). Katuk merupakan jenis tanaman yang setiap saat dapat dipetik, tidak tergantung pada musim dan dapat dipanen lebih dari berpuluh kali selama berahun-tahun. Tanaman katuk mudah ditanam, tahan gulma, dan menghasilkan daun yang banyak dalam waktu yang relatif singkat (Hieronimus, 2003). Dinyatakan juga bahwa pemanenan dapat dilakukan setelah 30-45 hari, dengan hasil yang diperoleh sebanyak 150 – 300 kg setiap luas tanah 400 m2(Rahayu dan Leenawaty, 2005). Tanaman katuk telah lama dikenal masyarakat Indonesia sebagai tanaman sayuran dengan kandungan gizi yang cukup tinggi. Menurut hasil analisis yang dilakukan oleh Aziz dan Muktiningsih (2006) bahwa kandungan nutrien per 100 g daun katuk mengandung

energi 59 kal, protein 6,4 g, lemak 1,0g, karbohidrat 11 g, kalsium 233 mg, fosfor 98 mg, besi 3,5 mg, vitamin A 10.020 SI, vitamin B 0,1 mg, vitamin C 164 mg, air 81 g (40%).

Pemanfaatan daun katuk di dalam pakan ternak sudah banyak diteliti dalam usaha untuk meningkatkan kualitas produk ternak unggas. Dalam penelitianPiliang et al. (2001)menyatakan bahwa semakin tinggi kandungan daun katuk dalam ransum semakin tua/pekat warna kuning telur yang dihasilkan, warna kuning telur sangat erat kaitannya dengan tingginya kandungan vitamin A. Hal ini membuktikan bahwa suplementasi daun katuk sangat nyata mempengaruhi kandungan vitamin A di dalam telur ayam. Tingginya kandungan vitamin A dalam telur diharapkan akan mempengaruhi kualitas telur yang berefek ganda, yaitu di samping telur sebagai sumber protein hewani juga sebagai sumber vitamin A.Disisi lain, daun katuk tidak mempunyai efek racun pada ternak percobaan, bahkan ditemukan senyawa kimia alkaloid papaverin (PPV) yang terbukti dapat mengurangi kecernaan lemak kasar. Konsekuensinya, komponen lemak dan derivatnya (kolesterol, LDL dan trigliserida) diduga akan menurun (Wiradimadja et al., 2010). Penelitian lain telah membuktikan bahwa puyuh yang diberi perlakuan ransum mengandung tepung daun katuk menghasilkan intesitas warna kuning telur berada dalam kisaran 9-14 artinya mengandung pro vitamin A yang tinggi (Wiradimadja, 2007). Dinyatakan oleh Chung (2002), umumnya telur yang disukai konsumen adalah warna kuning emas sampai dengan orange dan warna tersebut berada dalam kisaran 8-14 pada The Roche Yolk Colour Fan. Keadaan ini membuktikan bahwa suplementasi daun katuk dalam ransum ayam memberikan aspek yang positif terhadap performan ayam petelur.

Melihat potensi daun katuk tersebut, sangat menarik kiranya diteliti pengaruh pemberian ekstrak air daun katuk melalui air minum terhadap kualitas fisik telur ayam Lohmann Brown umur 22 – 30 Minggu.

MATERI DAN METODE

Materi

Ayam

Ayam yang digunakan dalam penelitian ini adalah ayam petelur Lohmann Brown umur 22 - 30 minggu sebanyak 36 ekor yang diperoleh dari peternakan ayam petelur di daerah Tabanan dengan berat badan homogen (1.527 ± 20,36 g).

Ransum dan air minum

Ransum yang diberikan terdiri dari jagung kuning 50%, konsentrat layer super 36 sebesar 35% dan dedak padi15%. Air bersumber dari PDAM di daerah Tabanan. Ransum dan air minum diberikan secara ad libitum. Penggantian air minum dilakukan setiap hari untuk menghindari timbulnya penyakit.

Kandang penelitian

Dalam penelitian ini kandang yang digunakan adalah kandang dengan sistem battery colonisebanyak 18 petak. Bahan kandang terdiri atas bilah-bilah bambu. Tiap petak berukuran panjang 40 cm, lebar 40 cm dan tinggi 40 cm.Semua petak kandang terletak dalam sebuah bangunan berukuran 8m x 3 m, membujur dari timur kebarat dengan atap terbuat dari asbes dan lantai dari beton. Tiap petak kandang dilengkapi dengan tempat pakan dan air minum yang terbuat dari pipa paralon dengan ukuran panjang 40cm, dibawah kandang diletakkan alas terbuatdari alas plastik untuk menampung kotoran ayam.

Peralatan

Peralatan yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan kandang pada penelitian ini adalah tempat pakan dan tempat air minum yang terbuat dari pipa paralon pada masing-masing petak kandang, ember untuk menampung pakan yang diberikan selama seminggu, baskom untuk menampung ekstrak air daun katuk, krat telur untuk menampung telur, pensil untuk menandai telur masing-masing perlakuan, label untuk menandai perlakuan yang diberikan pada tempat pakan dan minum ayam, timbangan digital untuk menimbang berat telur, berat pakan dan sisa pakan, alas plastik untuk menampung kotoran ayam, sapu lidi untuk membersihkan kandang, dan alat tulis untuk mencatat hasil yang diperoleh selama penelitian.

Peralatan yang dibutuhkan untuk mengukur variabel telur dalam penelitian ini adalah timbangan digital untuk menimbang berat telur, kuning, putih, kulit telur, spatula untuk memisahkan kuning dan putih telur, kaca sebagai tempat pengamatan pada kuning dan putih telur, baskom untuk wadah telur yang telah diamati, mikrometer sekrup untuk mengukur ketebalan cangkang telur, cawan porselin sebagai wadah untuk menimbang telur maupun kuning telur, tabel pengamatan untuk pencatatan hasil yang telah diamati.

Metode

Tempat dan waktu penelitian

Penelitian dilaksanakan dikandang milik peternak yang berlokasi di Desa Dajan Peken, Kecamatan Tabanan, Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali dari tanggal 08 Januari 2018 sampai 03 Maret 2018.

Rancangan percobaan

Rancangan yang digunakan dalam penelitian adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga perlakuan dan enam ulangan. Ketiga perlakuan tersebut yaitu:

K0 = Air minum tanpa pemberian ekstrak air daun katuk

K1 = Air minum dengan pemberian3% ekstrak air daun katuk

K2 = Air minum dengan pemberian 6% ekstrak air daun katuk

Pengacakan ayam

Sebelum penelitian dimulai, ayam ditimbang berat badannya agar diperoleh berat badan yang homogen. Ayam yang digunakan sebanyak 36 ekor umur 22 minggu yang diacak dan dimasukkan kedalam masing-masing petak kandang (unit percobaan) yang berjumlah 18 petak kandang, masing-masing petak diisi dengan 2 ekor ayam.

Pembuatan eksrak air daun katuk

Pada proses pembuatan ekstrak air daun katuk (Sauropus androgynusL. Merr), daun yang digunakan adalah daun katuk yang masih hijau dan segar, diperoleh di kebun milik petani yang berlokasi di daerah Jimbaran. Daun katuk yang diperoleh ditimbang 1 kg lalu ditambahkan air bersih sebanyak 1 liter. Selanjutnya dimaserasi panas dengancara direbus selama ±20 menit pada suhu 30 - 500C (Parwata et al., 2016).Kemudian dinginkan dan peras daun katuk yang sudah direbus untuk diambil ekstraknya. Ekstrak daun katuk dimasukkan ke dalam baskom dan disimpan secara tertutup untuk penggunaan perlakuan berikutnya.

Pencampuran ransum

Pencampuran ransum dilakukan setiap minggu selama penelitian berlangsung. Pencampuran ransum dilakukan dengan menimbang bahan-bahan penyusunan ransum sesuai dengan perlakuan. Bahan penyusun ransum terdiri atas jagung kuning 50%, konsentrat layer super 36sebesar35% dan dedak padi15%. Penimbangan dilakukan mulai dari bahan yang

komposisinya paling banyak hingga paling sedikit. Pakan disusun dari komposisi paling banyak sampai paling sedikit, selanjutnya dibagi menjadi empat bagian yang sama, dan masing-masing bagian dicampur secara merata, kemudian dicampur silang sampai diperoleh campuran yang homogen.Kemudian pakan yang sudah homogen ditimbang masing-masing 2 kg untuk disimpan diember yang telah diisi label perlakuan. Pakan tersebut diberikan kepada ayam padamasing -masing perlakuan untuk 1 minggu. Komposisi bahan penyusun ransum dapat dilihat pada (Tabel 1) dan kandungan nutrisi ransum ayam Lohmann Browndapat dilihat pada (Tabel 2).

Tabel 1.Komposisi bahan penyusun ransum ayam Lohmann Brownumur 22 – 30 minggu

Ransum Perlakuan

Komposisi Ransum

K0               K1              K2

Jagung kuning (%)

50

50

50

Konsentrat Layer Super 361)(%)

35

35

35

Dedak Padi (%)

15

15

15

Total (%)

100

100

100

Ekstrak air daun katuk (%)

0

3

6

Keterangan :

1) Konsentrat ayam petelur yang diproduksi oleh PT Japfa Comfeed Indonesia, Tbk.

Tabel 2. Kandungan nutrisi ayam Lohmann Brown umur 22

- 30 minggu1)

Perlakuan2)

Kandungan Nutrisi

K0         K1

K2

Standar3)

Energi Metabolisme (kkal/kg)

2980         2980

2980

2900

Protein Kasar (%)

18,0            18,0

18,0

18,0

Lemak Kasar (%)

5,3              5,3

5,3

5-10

Serat Kasarr (%)

4,9             4,9

4,9

3-8

Kalsium (%)

3,53           3,53

3,53

3,4

Phospor (%)

0,47           0,47

0,47

0,35

Keterangan :

  • 1)    Perhitungan ransum berdasarkan tabel zat makanan Scott et al. (1982), dan kandungan konsentrat layer super 36 yang diproduksi oleh PT Japfa Comfeed Indonesia.

  • 2)    Air minum tanpa ekstrak air daun katuk sebagai kontrol (K0), air minum yang diberikan ekstrak air daun katuk 3% sebagai perlakuan (K1), air minum yang diberikan ekstrak air daun katuk 6% sebagai perlakuan (K2).

  • 3)    Standar Scott et al. (1982).

Variabel yang diamati

Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah:

  • 1.    Berat telur

Berat telur ditentukan dengan cara menimbang telur utuh dengan menggunakan timbangan digital, jumlah semua berat telur dibagi dengan banyaknya telur yang ditimbang. Penimbangan telur dilakukan setiap hari.

  • 2.    Persentase putih telur

Persentase putih telur diperoleh dengan cara menimbang putih telur yang telah dipisahkan dari kuning telur yang dilakukan setiap minggu. Adapun persentase putih telur didapatkan dengan rumus:

Berat putih telur

Persentase putih telur =                x 100%

Berat telur

  • 3.    Persentase kuning telur

Persentase kuning telur diperoleh dengan cara menimbang kuning telur yang telah dipisahkan dengan putih telur yang dilakukan setiap minggu. Adapun persentase kuning telur didapatkan dengan rumus:

Berat kuning telur Persentase kuning telur =                 x 100%

Berat telur

  • 4.    Persentase kulit telur

Persentase kulit telur diperoleh dengan cara menimbang kulit telur menggunakan timbangan digital tanpa menghilangkan lapisan tipis yang ada didalam kulit telur yang dilakukan setiap minggu. Adapun persentase kulit telur didapatkan dengan rumus:

Berat kulit telur

Persentase kulit telur =                x 100%

Berat telur

  • 5.    Tebal kulit telur

Tebal kulit telur diperoleh dengan cara mengukur kulit telur menggunakan mikrometer sekrup (mm) tanpa menghilangkan lapisan tipis yang ada di dalam kulit telur yang dilakukan setiap minggu.

Analisis data

Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam dan apabila terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05) diantara perlakuan, maka dilanjutkan dengan uji jarak berganda dari Duncan (Steel and Torrie, l989).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berat telur

Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan berat telur ayam Lohmann Brown umur 22

– 30 minggu yang diberi air minum tanpa penambahan ekstrak air daun katuk (K0) adalah

51,60 g/butir (Tabel 3). Rataan berat telur ayam Lohmann Brown yang diberi ekstrak air daun

katuk 3% (K1) dan ekstrak air daun katuk 6% (K2) masing – masing adalah 7,07 dan 7,23% nyata (P<0,05) lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol (K0). Ayam yang diberikan perlakuan K2 memiliki rataan 0,15% tidak nyata (P>0,05) lebih tinggi dibandingkan K1.

Tabel 3. Pengaruh pemberian ekstrak air daun katuk (Sauropus androgynus L. Merr) melalui air minum terhadap kualitas fisik telur ayam Lohmann Brown umur 22 – 30 minggu

Variabel

Perlakuan1)                             3)

K0        K1         K2       SEM

Berat Telur (g/butir)

Komposisi fisik telur (% berat telur):

  •    Putih Telur (%)

  •    Kuning Telur (%)

  •    Kulit Telur (%)

Tebal Kulit Telur (mm)

51,602)a         55,25b           55,33b           0,32

65,78a          62,91b           62,85b           0,26

23,82a         25,34b          25,43b          0,16

10,40a          11,75b           11,72b           0,31

0,36a            0,40b             0,41b            0,01

Keterangan:

1) Air minum tanpa penambahan ekstrak air daun katuk sebagai kontrol (K0), Air minum dengan penambahan ekstrak air daun katuk 3% (K1), dan Air minum dengan penambahan ekstrak air daun katuk 6% (K2)

2) Superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05)

3) SEM : Standart Error of the Treatment Means

Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa pemberian ekstrak air daun katuk (Sauropus androgynus L. Merr)dengan level 3% (K1) dan 6% (K2) melalui air minum secara nyata (P<0,05) dapat meningkatkan berat telur, persentase kuning telur, persentase kulit telur dan tebal kulit telur. Berbeda pada persentase putih telur dimana terjadi penurunan dibandingkan dengan ayam yang tidak diberikan ekstrak air daun katuk (K0). Hal ini terjadi karena daun katuk mempunyai sifat anti bakteri dan memiliki senyawa fitokimia yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen pada saluran pencernaan unggas. Didukung oleh Bidura et al. (2007),bahwa senyawa fitokimia dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang merugikan pada saluran pencernaan ayam. Dengan hilangnya atau berkurangnya hambatan dari mikroorganisme tersebut, maka zat-zat makanan yang di konsumsi oleh ayam dapat terserap

secara optimal, sehingga kualitas telur yang dihasilkan meningkat. Menurut Jacqueline et al. (2000), faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas telur adalah adanya jamur, aktivitas enzim, dan bakteri.

Berat telur

Berat telur pada perlakuan K1 dan K2 meningkat secara nyata (P<0,05) dibandingkan dengan ayam pada perlakuan (K0) sebagai kontrol. Rataan berat telur yang didapat pada perlakuan (K0) 51,60 g/butir, perlakuan (K1) 55,25 g/butir, dan (K2) 55,33 g/butir. Hasil ini menunjukkan bahwa berat telur yang diperoleh pada penelitian ini tergolong dalam kelompok sedang. Menurut Sarwono (1994), berat telur ayam ras dapat digolongkan mejadi beberapa kelompok, yakni: 1. Jumbo dengan berat 65 g/butir, 2. Ekstra besar dengan berat 60 – 65 g/butir,3. Besar dengan berat 55 – 60 g/butir, 4. Sedang dengan berat 50 – 55 g/butir, 5. Kecil dengan berat 45 – 50 g/butir, dan 6. Sangat kecil dengan berat dibawah 45 g/butir.

Terjadinya peningkatan berat telur ayam Lohmann Brown disebabkan oleh tingginya kandungan protein dan terdapat beberapa asam amino pada daun katuk. Menurut Azis dan Muktiningsih (2006) bahwa daun katuk merupakan sayuran yang bergizi tinggi dengan kandungan protein sebesar 33,68% per 100 gram daun katuk kering. Hal ini didukung oleh Nasution dan Adrizal (2009) bahwa zat gizi makanan yang mempengaruhi berat telur adalah protein dan asam amino. Dilanjutkan dengan pernyataan Leeson dan Summers (2001), bahwa asam amino khususnya methionin berpengaruh besar terhadap ukuran telur. Selain itu, asam linoleat juga mempengaruhi bobot telur. Ledoux dan Cheeke (2005) menyatakan bahwa asam linoleat ini perlu untuk sintesis lippoprotein dalam hati yang ditranspor ke dalam ovary untuk telur. Defisiensi asam linoleat yang tinggi akan menghasilkan telur yang kecil yaitu hanya ±40 g/butir. Faktor – faktor yang dapat mempengaruhi berat telur antara lain jenis hewan, umur, perubahan musim sewaktu hewan bertelur, berat tubuh induk dan pakan yang diberikan (Sarwono, 1994).

Persentase putih telur

Persentase putih telur pada pemberian ekstrak air daun katuk melalui air minum dengan perlakuan 3% (K1) dan 6% (K2) nyata (P<0,05) lebih rendah dibandingkan dengan ayam tanpa diberi ekstrak air daun katuk (K0) sebagai kontrol. Hal ini berhubungan dengan meningkatnya

persentase kuning telur secara nyata (Tabel 3). Hal ini didukung oleh Campbell et al. (2003) yang menyatakan bahwa berat telur berkaitan erat dengan komponen penyusunnya yang terdiri atas putih telur, kuning telur dan kerabang telur. Berat telur dapat mempengaruhi berat kuning telur yang dihasilkan (Li Chan et al., 1995). Berat kuning telur dipengaruhi oleh berat telur (Triyuwanta, 1998). Dilanjutkan oleh Amer (1972) yang menyatakan apabila persentase kuning telur mengalami peningkatan maka akan diikuti dengan turunnya persentase putih telur.

Suprapti (2002), menyatakan bahwa telur secara umum terdiri dari tiga komponen pokok, yaitu kulit telur atau cangkang (11% dari berat telur), putih telur (57% dari berat telur) dan kuning telur (32% dari berat telur). Persentase putih telur dipengaruhi oleh kepadatan putih telur, semakin padat putih telur maka persentase dari putih telur akan semakin meningkat. Menurut Setioko et al.(1994), berat dari bagian telur cenderung mengikuti pola pertambahan berat telur, dengan semakin bertambah berat telur, maka bagian-bagian telur juga meningkat. Persentase putih telur pada ayam petelur bervariasi secara keseluruhan tergantung dari strain, umur ayam dan umur dari telur (Stadellman, 1995).

Persentase kuning telur

Persentase kuning telur pada pemberian ekstrak air daun katuk melalui air minum dengan perlakuan K1 dan K2 berbeda nyata (P<0,05) lebih tinggi dibandingkan dengan ayam tanpa pemberian ekstrak air daun katuk (K0) sebagai kontrol. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya berat telur pada penelitian ini (Tabel 3), dimana semakin tinggi berat telur yang diperoleh maka semakin tinggi persentase kuning telur yang dihasilkan. Hal ini didukung oleh Triyuwanta (2002) menyatakan bahwa berat telur yang berat akan memiliki kuning telur lebih berat. Dilanjutkan oleh Li Chan et al. (1995) bahwa berat telur dapat mempengaruhi persentase kuning telur yang dihasilkan, karena kuning telur merupakan komponen telur yang menyusun 30 – 40% telur keseluruhan.

Tugiyanti dan Iriyanti (2012) menyatakan bahwa berat kuning telur dipengaruhi oleh perkembangan ovarium, berat badan ayam, umur saat mencapai dewasa kelamin, kualitas dan kuantitas pakan, penyakit, lingkungan, dan konsumsi pakan. Putranto (2011) juga melaporkan bahwa pemberian suplemen ekstrak air daun katuk dapat meningkatkan berat ovarium dari ayam Burgo asli Bengkulu, sehingga terjadi peningkatan produksi ovum dan berat kuning telur.

Kuning telur memiliki komposisi zat gizi yang lebih lengkap dari pada putih telur dan terdiri dari air, lemak, karbohidrat, mineral dan vitamin (Stadellman, 1995). Komposisi kuning telur adalah air 50%, lemak 32-36%, protein 16% dan glukosa 1-2% (Bell dan Weaver, 2002). Asam lemak yang banyak terdapat pada kuning telur adalah linoleat, oleat dan stearat. Kandungan lemak di dalam kuning telur dapat dipengaruhi oleh kandungan lemak pakan (Bell dan Weaver, 2002).

Persentase kulit telur

Persentase kulit telur pada pemberian ekstrak air daun katuk melalui air minum dengan perlakuan K1 dan K2 nyata (P<0,05) lebih tinggi dibandingkan dengan ayam tanpa pemberian ekstrak air daun katuk (K0) sebagai kontrol. Hal ini terjadi karena tebal kulit telur pada penelitian ini meningkat (Tabel 3). Tebal kulit telur berhubungan dengan berat kulit telur, dimana hasil ini sama dengan pernyataan Cooper and Johnston (1974), yaitu bila tebal kulit telur meningkat, maka persentase berat kulit telur juga meningkat. Meningkatnya berat dan tebal kulit tersebut karena terdapat kandungan kalsium dalam daun katuk, dimana dalam 100 gram daun katuk mengandung kalsium 233 mg (Aziz dan Muktiningsih, 2006). Pakan yang mengandung mineral kalsium dapat memberikan pengaruh terhadap tebal kerabang telur (Ahmad et al., 2003). Sama halnya seperti pendapat Suprijatna (2008) bahwa kalsium berperan dalam pembentukan kerabang telur.

Harmayanda et al. (2016), menyatakan bahwa kemampuan ternak untuk mengabsorbsi dan memanfaatkan kalsium dan phosfor tergantung dari suplai vitamin D dalam ransum. Adlan et al. (2012), menyatakan bahwa pada fase peneluran pertama ketersediaan vitamin D dan kalsium sangat dibutuhkan, rendahnya asupan kalsium dan vitamin D saat awal bertelur akan menyebabkan penurunan kualitas dan kuantitas telur saat puncak produksi.

Summers (2001), menyatakan bahwa faktor nutrisi utama yang berhubungan dengan kualitas kulit telur adalah kalsium, phosfor, dan vitamin D. Kulit telur yang utuh disusun hampir seluruhnya dari kalsium karbonat (CaCO3) dengan sedikit deposit natrium, kalium dan magnesium (Amrullah, 2004). Menurut Sarwono (1994), kulit telur utuh hampir seluruhnya adalah kalsium karbonat sebesar 98,5% dan magnesium karbonat sebesar 0,85%. Kebutuhan kalsium dan phosfor pada ayam petelur menjadi sangat tinggi, karena zat makanan tersebut berperan dalam produksi dan kualitas telur.

Tebal kulit telur

Tebal kulit telur pada pemberian ekstrak air daun katuk melalui air minum dengan perlakuan 3 dan 6% meningkat secara nyata (P<0,05) dibandingkan dengan ayam tanpa pemberian ekstrak air daun katuk. Hal ini disebabkan oleh kandungan kalsium yang terdapat dalam daun katuk, dimana dalam 100 gram daun katuk mengandung kalsium 233 mg (Aziz dan Muktiningsih, 2006). Didukung oleh pendapat Ahmad et al. (2003) yang menyatakan bahwa pakan yang mengandung mineral kalsium dapat memberikan pengaruh terhadap tebal kerabang telur. Sama halnya seperti pendapat Suprijatna (2008) bahwa kalsium berperan dalam pembentukan kerabang telur. Ditambahkan oleh Leeson dan Summers (2001), menyatakan bahwa faktor nutrisi utama yang berhubungan dengan kualitas kerabang adalah kalsium, phosfor, dan vitamin D.

Menurut Mauldin (2002), tebal kulit telur ayam yang baik untuk dipasarkan dengan berat 58 – 65 g/butir berkisar 0,33 – 0,35 mm sehingga telur tidak mudah pecah dalam pengangkutan. Rataan tebal kulit telur yang dihasilkan pada penelitian ini tergolong kulit telur yang baik yaitu antara 0,36 – 0,41 mm sehingga dapat mencegah pecahnya telur saat proses pengangkutan.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian ekstrak air daun katuk (Sauropus androgynus L. Merr) 3% dan 6% melalui air minum dapat meningkatkan berat telur, persentase kuning telur, persentase kulit telur, dan tebal kulit telur serta menurunkan persentase putih telur ayam Lohmann Brown umur 22-30 minggu.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr.dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S (K) dan Dekan Fakultas Peternakan Universitas Udayana Dr. Ir. Ida Bagus Gaga Partama, MS yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas yang diberikan pada penulis di Fakultas Peternakan, Universitas Udayana.

DAFTAR PUSTAKA

Adlan, M., Y. Utomo, F. Afmy, dan N. Fitriany. 2012. Laporan Penelitian Ternak Unggas Ayam Petelur. Fakultas Peternakan. Universitas Jendral Soedirman. Purwokerto.

Ahmad, H. A., Yadalam, S. S., and Rolland, D. A. 2003. Calcium Requirement of Bovanes Hens. International Journal of Poultry Science. 2:417-420.

Amer, M. F. 1972. Egg Quality of Rhode Island Red, Fayoumi and Dandrawi. Poult. Sci., 51: 232-238.

Amrullah, I. K. 2004. Nutrisi Ayam Petelur. Cetakan ke-3. Bogor : Lembaga Satu Gunung Budi.

Azis, S. & S. R. Muktiningsih. 2006. Studi Manfaat Daun Katuk (Sauropus androgynus). Cermin Dunia Kedokteran. 151:48-50.

Bidura, I.G.N.G., D.P.M.A. Candrawati dan N.L.G. Sumardani. 2007. Pengaruh penggunan katuk (Sauropus androgynus) dan daun bawang putih. Majalah Ilmiah Pet. 10: 17-21.

Bell, D. And Weaver, G. 2002. Commercial Chicken Meat and Egg. Kluwer Academic Publishing, United States of America.

Campbell N, Mitchell L dan Reece J. 2003. Biology Concepts and Connections. The Benjamin Cummings Publishing Company. San Fransisco.

Chung TK. 2002. Yellow and Red Careotenoids For Egg Yolk Pigmentation. 10th Annual ASA Southeast Asian Feed Technology and Nutrition Workshop. Merlin Beach Resort, Phuket, Thailand.

Cooper, J. B. And W. E. Johnston. 1974. Albumen Quality and Shell Thickness as Affected by Time of Egg Gathering. Poult. Sci., 53 : 1519-1521.

Harmayanda, P. O. A, D. Rosidi, and O. Sjofjan. 2016. Evaluasi Kualitas Telur dari Hasil Pemberian Beberapa Jenis Pakan Komersial Ayam Petelur. Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya Malang.

Hieronimus BS. 2003. Tanaman Katuk Gampang Ditanam, Banyak Gunanya. Artikel. http://www. Tabloid Nova. Com/articles Asp/id=567. (Diunduh, 21 Mei 2017)

Jacqueline P Yakub, Richard Miles, dan Mather F. Ben. 2000. Kualitas Telur. Jasa Ekstensi Koperasi, Lembaga Ilmu Pangan dan Pertanian Universitas Florida. Gainesville.

Jones, D.R. and M. T. Musgrove. 2004. Effect of Extended Storage on Eggs Quality Factors. [abstract] Poultry Science Association.

Jones, D.R., M. T. Musgrove, and J. K. Northcutt. 2004. Variations in External and Internal Microbial Populations in Shell Eggs During Extended Storage. J Food Prot 67(12): 2657-2660.

Ledoux, D. R. And P. R. Cheeke. 2005. Feeding and Nutrition of Avian Species. In P. R. Cheeke (ed). Feeding Systems and Feed Evaluation Models. CABI Publishing, New York.

Leeson, S. and J. D. Summers. 2001. Nutrition of the Chicken. 4th Edition. University Books. Guelph, Ontario : Canada.

Li Chan, E. C. D., W. D. Powri and S. Nakai. 1995. The Chemistry of Eggs and Egg Product. In:egg Science and Technology W. J. Stadelman and D. J. Cotteril (ed). 4th ed. The Haworth Press Inc, New York.

Mauldin, J. M. 2002. Maintaining Hatching Egg Quality. In D. D. Bell and D. Weaver (ed). Commercial Chicken Meat and Egg Production. 5th Ed. Springer Science and Bussines Media Inc, New York.

Nasution, S., dan Adrizal. 2009. Pengaruh pemberian level protein-energi ransum yang berbeda terhadap kualitas telur ayam buras. Seminar nasional teknologi peternakan dan veteriner. Fakultas Peternakan, Universitas Andalas. Padang.

Parwata.A., P. Manuaba, S. Yasa and I. G. N. g. Bidura. 2016. “Characteristics and Antioxsidant activities of gaharu (Gyrinops versteegii) leaver”, J.Biol.chem. research 33(1) : 294-301.

Piliang, W.G., A. Suprayogi, N. Kusmorini, M. Hasanah, S. Yuliani, dan Risfaheri. 2001. Efek Pemberian Daun Katuk (Sauropus androgynus) dalam Ransum terhadap Kandungan Kolesterol Karkas dan Telur Ayam Lokal. Lembaga Penelitian Institut Pertanian Bogor Bekerjasama dengan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Proyek ARMP II. Desember 2001.

Putranto, H. D. 2011. Pengaruh Suplementasi Daun Katuk terhadap Ukuran Ovarium dan Oviduk serta Tampilan Produksi Telur Ayam Burgo. Jurnal Sains Peternakan Indonesia Vol. 6 (2): 103-114.

Rahayu P. dan Limantara L. 2005. Studi Lapangan Kandungan Klorofil in Vivo Beberapa Spesies Tumbuhan Hijau di Salatiga dan Sekitarnya. Seminar Nasional MIPA. FMIPA-Universitas Indonesia-Depok.

Santoso, U., J. Setianto dan T. Suteky. 2002. Penggunaan Ekstrak Daun Katuk untuk Meningkatkan Produksi dan Kualitas Telur yang Ramah Lingkungan pada Ayam Petelur. Laporan Penelitian Hibah Bersaing Tahun 1, Universitas Bengkulu, Bengkulu, Indonesia.

Santoso, U., J. Setianto dan T. Suteky. 2005. Effect of Sauropus androgynus (Katuk) Extract on Egg Production and Lipid Metabolism in Layers. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 18: 364-369.

Sarwono, B. 1994. Pengawetan Telur dan Manfaatnya. PT Penebar Swadaya, Jakarta.

Scott, T. A., and F. G. Silversides. 2000. The Effect of Storage and Strain of Hen on Egg Quality. Poult. Sci. 79: 1725-1729.

Scott, M.L., M.C. Nesheim and R.J. Young. 1982.Nutrition of the Chicken. 3rded. Cornell Univer-sity. Ithaca, New York.

Setioko, A. R., A.P. Sinurat, P. Setiadi dan A. Lasmini, 1994. Pemberian Pakan Tambahan untuk Pemeliharaan Itik Gembala di Subang, Jawa Barat. Ilmu dan Peternakan, 8: 2733.

Stadelman, W.S. 1995. Quality Identificatiion of Shell Egg in: Egg Science and Tecnology. W.J. Stadelman and O.J Cotteril ed. Avi. Publishing Co. Inc. Wesport, Connecticut.

Steel, R.G.D. and J.H. Torrie. 1989. Principle and Procedure of Statistics. McGraw Hill Book Co. Inc., New York.

Suharyanto. 2007a. Kualitas Telur Ayam Ras yang Beredar di Kota Bengkulu. Agriculture 8(1): 11-17.

Suharyanto. 2007b. Umur dan Berat Telur Ayam Ras yang Beredar di Kota Bengkulu. Jurnal Saint Peternakan Indonesia 2(1): 22-26.

Summers, J. D. 2001. Nutrition of the Chicken. 4th Ed. University Book, Canada.

Suprapti, L. 2002. Pengawetan Telur. Penerbit Kanisius. Teknologi Pangan dan Gizi IPB. Bogor

Suprijatna, E. 2008. Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar Swadaya. Jakarta.

Triyuwanta. 1998. Pengaruh Berat Badan Inisial dan Model Distribusi Pakan terhadap Hirakhis Folikuler dan Persistensi Produksi Ayam Petelur. Bulentin Peternakan. 22 (1): 14-24.

Triyuwanta. 2002. Telur dan Produksi Telur. Fakultas Peternakan. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Tugiyanti, E. dan N. Iriyanti. 2012. Kualitas Eksternal Telur Ayam Petelur yang mendapat Ransum dengan Penambahan Tepung Ikan Fermentasi menggunakan Isolat Prosedur Anti Histamin. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan. Vol. 1 No. 2. http://journal.ift.or.id/files/E.%20Tugiyanti12-4447.pdf

Wiradimadja R. 2007. Dinamika Status Kolesterol pada Puyuh Jepang (Coturnix coturnix japonica) yang diberi Daun Katuk (Sauropus androgynus L. Merr) dalam Ransum [disertasi]. Bogor : Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.

Wiradimadja, R., H. Burhanuddin and D. Saefulhadjar. 2010. Peningkatan Kadar Vitamin A pada Telur Ayam melalui Penggunaan Daun Katuk (Sauropus androgynus L. Merr) dalam Ransum. Jurnal Ilmu Ternak 10:90-94.

Yuliani, S., dan Hasanah M. 2000. Peluang Pengembangan Katuk (Sauropus androgynusL. Merr). Warta Puslitbang 6 (1) : 43

Vicky et al., Peternakan Tropika Vol. 6 No. 2 Th. 2018: 237 – 252

Page 252