e--

journal FAPET UNUD


e-Journal

Universitas Udayana


Peternakan Tropika

Journal of Tropical Animal Science email: [email protected]om email: [email protected]

Submitted Date: February 3, 2018                                   Accepted Date: February 5, 2018

Editor-Reviewer Article;: I Made Mudita

VARIASI NILAI HERITABILITAS BOBOT BADAN SAPI BALI DI BALAI PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL DAN HIJAUAN PAKAN

TERNAK (BPTU-HPT) DENPASAR

SETIAWAN, H., D. A. WARMADEWI, dan I G. L. OKA

PS. Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Jl. P. B. Sudirman, Denpasar Email: [email protected] Telpon. 0895082615

ABSTRAK

Heritabilitas merupakan salah satu parameter genetik yang diperlukan dalam melaksanakan seleksi. Heritabilitas dipengaruhi oleh keragaman genotipik dan keragaman fenotipik. Balai Pembibitan Ternak Unggul dan Hijaun Pakan Ternak (BPTU-HPT) Denpasar merupakan lembaga pemerintah yang bertanggung jawab untuk melakukan program pemuliaan di Indonesia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui variasi nilai heritabilitas bobot lahir, bobot sapih, dan bobot badan umur satu tahun sapi bali di BPTU-HPTDenpasar yang terjadi dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2015. Model yang digunakan pada penelitian ini adalah “Unequal numbers of progeny per sire” (Becker, 1984). Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data bobot lahir, bobot sapih, dan bobot badan umur satu tahundari tahun 2012 sampai dengan tahun 2015.Pengolahan data dilakukan dengan SPSS 24.0 sedangkan nilai heritabilitas dihitung dengan rumus h2= 4σ2s/σ2s+σ2w (Becker, 1984). Hasil penelitian menunjukkan bahwa heritabilitas bobot lahir, bobot sapih dan bobot umur satu tahun bervariasi dari negatif sampai dengan positif. Nilai heritabilitas yang negatif disebabkan karena sedikitnya jumlah pejantan yang digunakan dalam populasi.

Kata kunci : Sapi Bali, Heritabilitas, Bobot Badan

VARIATION OF THE HERITABILITY OF BALI CATTLE WEIGHT ATBALAI PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL DAN HIJAUAN PAKAN TERNAK (BPTU-HPT) DENPASAR

ABSTRACT

Heritability is one of the genetic parameters which is requiredforselection. It is influenced by genotipic and phenotipic variations. Balai Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BPTU-HPT) Denpasar is goverment institution which is responsible to do breeding program in Indonesia.The purpose of this study was to find out the variation of heritability values of birth, weaning, and yearling weight of Bali cattle in BPTU-HPT Denpasar from 2012 to 2015. Model applied to predict the heritability value in this study was "Unequal numbers of progeny per sire"(Becker, 1985). The data used in this study was birth,weaning, and yearling weight data from 2012 to 2015.Data was analyzed with SPSS 24.0. In addition, heritability value was calculated with h2= 4σ2s/σ2s+σ2w (Becker, 1984) formula. The results showed that the heritability


of birth, weaning and yearling weight were vary from negative to positive. Negative value due to less number of bull used inthe population.

Keywords: Bali Cattle, Heritability, Body Weight

PENDAHULUAN

Sapi bali merupakan sapi asli Indonesia yang tersebar luas di Indonesia. Pada tahun 2016 jumlah populasi sapi potong di Indonesia mencapai 16.092.561 ekor sedangkan di provinsi Bali sendiri, jumlah populasi sapi bali tahun 2016 mencapai 546.136 ekor (Badan Pusat Statistik,2016). Menurut pencatatan yang dilakukan pada Pendataan Sapi Potong, Sapi Perah, dan Kerbau(PSPK) tahun 2011, jumlah populasi sapi bali di Indonesia tercatat 4,8 juta ekor, dimana jumlah ini adalah sekitar 32.31% dari total sapi potong di Indonesia.Dibandingkan sapi asli atau sapi lokal lainnya di Indonesia (PO dan madura), persentase sapi bali tersebut adalah yang tertinggi (Kementrian Pertanian, 2011). Dengan persentase yang tinggi tersebut, maka sapi bali merupakan ternak yang sangat penting dan berpengaruh dalam penyediaan daging nasional.

Performa sapi bali di masing-masing daerah beragam, seperti ukuran tubuh, pertumbuhan, maupun kemampuan reproduksi. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan manajemen pemeliharan, perbedaan lingkungan dan juga perbedaan mutu genetik. Menurut Gunawan et al. (1998) sapi bali memiliki penampilan menarik, kesuburan yang tinggi, dan memiliki daya adaptasi yang baik di lingkungan yang baru. Dengan seleksi terarah maka potensi genetik sapi bali ini dapat ditingkatkan.

Hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan seleksi terarah antara lain adalah sifat individu, silsilah, dan kemampuan reproduksi. Hasil dari seleksi akan membentuk penampilan individu yang dikendalikan oleh faktor genetik dan faktor lingkungan. Salah satu parameter genetik yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan seleksi adalah heritabilitas.

Heritabilitas adalah angka pewarisan suatu sifat yang dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara ragam genetik dengan ragam fenotipik (Warwick et al., 1995, Hardjosubroto, 1994), sehingga baik variasi yang ada pada gen dan variasi fenotipik yang terdiri atas variasi genetik dan variasi lingkungan sangat berpengaruh terhadap nilai heritabilitas itu sendiri. Semakin tinggi nilai heritabilitasnya maka diharapkan keunggulan suatu sifat tetua yang diwariskan kepada keturunannya juga tinggi.

Nilai heritabilitas digunakan untuk mengetahui efektivitas program seleksi dalam meningkatkan potensi genetik ternak. Nilai heritabilitas tinggi artinya bahwa pada populasi tersebut memiliki variasi genetik yang tinggi sehingga seleksi efektif untuk dilakukan. Nilai heritabilitas rendah artinya bahwa pada populasi tersebut mememiliki variasi genetik yang rendah sehingga perlu memasukkan individu baru untuk meningkatkan keragaman genetiknya. Nilai heritabilitas suatu sifat pada tahun tertentu akan berpengaruh terhadap variasi fenotipik keturunannya.

Seleksi terarah yang dilakukan secara kontinyu dan terus-menerus akan meningkatkan variasi genetik pada populasi tersebut, sehingga akan dapat meningkatkan nilai heritabilitasnya. Selain itu, manajemen pemeliharaan yang baik juga sangat berpengaruh terhadap nilai heritabilitasnya. Hal ini dikarenakan, dengan manajemen pemeliharaaan yang baik maka variasi yang ada pada lingkungan dapat diminimalisir. Jika variasi lingkungan sudah diminimalisir maka nilai heritabilitas nantinya akan hanya dipengaruhi oleh variasi genetik yang ada pada populasi tersebut.

Seleksi terarah dan manajemen pemeliharaan ini telah dilakukan oleh Balai Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BPTU-HPT) Denpasar. BPTU-HPT Denpasar melakukan seleksi terarah dengan terus-menerus pada bobot badan sapi bali untuk mendapatkan bibit-bibit unggul sebagai sapi potong. Seleksi terhadap bobot umur satu tahun dilakukan karena bobot badan bernilai ekonomis. Manajemen pemeliharaan yang dilakukan untuk meminimalisir variasi lingkungan adalah pemberian konsentrat pada ternak untuk mencukupi kebutuhan ternak, menambah hijauan dengan sistem cut and carry pada musim kemarau dan pembuatan shelter. Penelitian ini dilakukan untuk membuktikan bahwa nilai heritabilitas dari populasi sapi bali yang ada di BPTU-HPT Denpasar bervariasi karena terjadinya variasi genetik akibat pelaksanaan manajemen pembibitan dari tahun 2012 sampai dengan 2015.

MATERI DAN METODE

Materi

Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah data bobot lahir, bobot sapih, dan bobot umur satu tahun sapi bali yang ada di Balai Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BPTU-HPT) Denpasar dari tahun 2012 sampai dengan 2015.

Data bobot lahir sapi bali yang digunakan dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2015 berturut-turut adalah 99 ekor, 85 ekor, 105 ekor, dan 91 ekor. Data bobot sapih sapi bali berturut-turut adalah 99 ekor, 85 ekor, 105 ekor, 91 ekor dan data bobot umur satu tahun sapi bali berturut-turut adalah 89 ekor, 80 ekor, 104 ekor, dan 91 ekor.

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan selama 6 minggu pada tanggal 14 Juli sampai 25 Agustus 2017 di Balai Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BPTU-HPT) Denpasar, Desa Pangyangan, Kecamatan Pakutatan, Kabupaten Jembrana, Bali.

Variabel yang Diamati

Variabel yang diamati selama penelitian ini berlangsung meliputi bobot lahir, bobot sapih, dan bobot umur satu tahun sapi bali jantan dan betina yang ada di Balai Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BPTU-HPT) Denpasar.

Jalannya Penelitian

Penelitian dilaksanakan dengan jalan mengumpulkan data catatan bobot lahir, bobot sapih, dan umur bobot satu tahun sapi bali yang ada di Balai Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BPTU-HPT) Denpasar dari tahun 2012 sampai dengan 2015. Selanjutnya data dianalisis dengan one-way ANOVA (Sokal and Rohlf, 1969) dan dilakukan perhitungan terhadap nilai heritabilitas bobot lahir, bobot sapih, dan bobot umur satu tahun.

Pengumpulan data juga dilakukan dengan observasi lapangan dan wawancara yang intensif di Balai Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BPTU-HPT) Denpasar.

Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan model statistik Unequal numbers of progeny per sire yaitu setiap pejantan mengawini beberapa ekor betina namun tidak semua betina menghasilkan jumlah anak yang sama. Model statistik (Becker, 1984) yang digunakan yaitu :

Yij = μ + αi + βij + ϵij

Keterangan :

Yij : pengamatan individu ke-i pada pejantan ke-j

μ        : rataan populasi total

αi       : pengaruh pejantan ke-i

βij      : pengaruh jenis kelamin anak ke-j

ϵij       : pengaruh galat

Analisis data

Data Rataan bobot lahir, bobot sapih, dan bobot umur satu tahun sapi bali dianalisis dengan one-way ANOVA (Sokal and Rohlf, 1969). Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan SPSS 24.0.

Nilai Heritabiltas dihitung dengan rumus : 2                                ,

h2 = _ ∖ (Becker, 1984) ’j +⅛

Keterangan :

h2       = heritabilitas

Ojj      = ragam pejantan

2

⅛     = ragam keturunan dalam pejantan

HASIL DAN PEMBAHASAN

Heritabilitas Bobot Lahir

Nilai heritabilitas bobot lahir yang didapatkan pada penelitian ini pada tahun 2012 adalah -0,02±0,12, tahun 2013 adalah -0,16±0,15, tahun 2014 adalah 0,11±0,21, dan tahun 2015 adalah 0,46±0,41 (Tabel 1).

Tabel 1.Heritabilitas Bobot Lahir Sapi Bali di BPTU-HPT Denpasar Tahun 2012-2015

Tahun                        Heritabilitas

Standart error

2012                           -0,02

2013                           -0,16

2014                          0,11

2015                          0,46

0,12

0,15

0,21

0,41

Berdasarkan Tabel 1 tampak bahwa nilai heritabilitas bobot lahir sapi bali di BPTU-HPT Denpasar adalah bervariasi ada yang bernilai negatif sampai positif. Nilai heritabilitas yang bervariasi ini disebabkan karena adanya variasi genetik yang terjadi pada populasi tersebut. Sedangkan faktor lingkungan dianggap tidak berpengaruh karena adanya manajemen pemeliharaan yang telah dilakukan pihak BPTU-HPT Denpasar. Menurut Warmadewi (2014) semakin tinggi variasi genetik, maka nilai heritabilitas akan lebih tinggi. Sebaliknya apabila

semakin tinggi variasi lingkungan, maka nilai heritabilitas akan semakin rendah. Nilai heritabiltias 0,46 artinya variasi genetikbobot badan lahir pada populasi ini 46% dipengaruhi oleh faktor genetik, sedangkan 54% dipengaruhi oleh faktor lingkungan.

Martojo dan Manjoer (1990) mengelompokkan nilai heritabilitas yaitu nilai heritabilitas rendah, jika berada pada kisaran 0 - 0,10, tergolong sedang jika berada pada kisaran 0,10 - 0,30, dan tergolong tinggi apabila nilai heritabilitasnya diatas 0,30. Untuk sapi potong sendiri nilai heritabilitas bobot lahir berkisar 0,35 - 0,45 (Warwick et al., 1995). Menurut Noor (2010) adanya perbedaan nilai heritabilitas dapat disebabkan karena perbedaan bangsa ternak, lingkungan, waktu, jumlah pengamatan, dan metode pendugaan yang digunakan. Ditambah dengan pernyataan Davis dan Simmen (2006) bahwa perbedaan nilai heritabilitas juga dapat disebabkan karena pengaruh jumlah sampel.

Hasil pendugaan nilai heritabilitas yang negatif seperti pada tahun 2012 dan 2013 terjadi karena terlalu sedikitnya pejantan yang digunakan pada populasi tersebut. Jumlah pejantan yang terlalu sedikit mengakibatkan variasi genetik pejantan pada populasi tersebut menjadi kecil sehingga mengakibatkan nilai keragaman pejantan lebih kecil daripada nilai keragaman keturunan dalam pejantan tersebut.

Pada tahun 2014 dan 2015 didapatkan hasil pendugaan nilai heritabiltas bobot lahir sapi bali yang lebih tinggi daripada tahun 2012 dan tahun 2013. Hal ini disebabkan karena pejantan yang digunakan pada tahun 2014 dan 2015 lebih banyak daripada tahun 2012 dan 2013 sehingga menyebabkan variasi pejantan menjadi lebih tinggi. Penjantan yang digunakan pada tahun 2014 dan 2015 adalah 5 ekor sedangkan pada tahun 2012 dan 2013 adalah 4 ekor. Semakin tinggi variasi pejantan yang ada maka pendugaan nilai heritabilitias akan lebih akurat.

Seleksi terhadap bobot lahir merupakan seleksi yang penting terhadap kemampuan individu sapi. Hal ini dikarenakan bobot lahir mempunyai korelasi positif dengan perkembangan dan pertumbuhan hidup seterusnya. Selain itu, sapi dengan bobot lahir yang semakin besar akan lebih mampu mempertahankan kehidupannya.

Heritabilitas Bobot Sapih

Nilai heritabilitas bobot sapih sapi bali di BPTU-HPT Denpasar yang didapatkan pada penelitian ini pada tahun 2012, 2013, 2014, 2015 berturut-turut adalah 0,01±0,12, 0,24±0,32, 0,08±019, dan 0,03±017 (Tabel 2). Berdasarkan hasil yang diperoleh terlihat bahwa nilai

heritabilitas bobot lahir bervariasi. Nilai heritabilitas yang bervariasi ini disebabkan karena adanya variasi genetik yang terjadi pada populasi tersebut. Sedangkan faktor lingkungan dianggap tidak berpengaruh karena adanya manajemen pemeliharaan yang telah dilakukan pihak BPTU-HPT Denpasar. Menurut Warmadewi (2014) semakin tinggi variasi genetik, maka nilai heritabilitas akan lebih tinggi. Sebaliknya apabila semakin tinggi variasi lingkungan, maka nilai heritabilitas akan semakin rendah.

Tabel 2.Heritabilitas Bobot Sapih Sapi Bali di BPTU-HPT Denpasar Tahun 2012-2015

Tahun

Heritabilitas

Standart error

2012

0,01

0,14

2013

0,24

0,32

2014

0,08

0,19

2015

0,03

0,17

Nilai heritabilitas bobot sapih untuk sapi potong sendiri berkisar antara 0,25-0,35 (Warwick et al., 1990). Menurut Noor (2010) adanya perbedaan nilai heritabilitas dapat disebabkan karena perbedaan bangsa ternak, lingkungan, waktu, jumlah pengamatan, dan metode pendugaan yang digunakan. Ditambah dengan pernyataan Davis dan Simmen (2006) bahwa perbedaan nilai heritabilitas juga dapat disebabkan karena pengaruh jumlah sampel.

Hasil pendugaan nilai heritabilitas bobot sapih yang kecil seperti pada tahun 2012,2014 dan 2015 terjadi karena terlalu sedikitnya pejantan yang digunakan pada populasi tersebut. Jumlah pejantan yang terlalu sedikit mengakibatkan variasi genetik pejantan pada populasi tersebut menjadi kecil sehingga mengakibatkan nilai keragaman pejantan terlalu kecil daripada nilai keragaman keturunan dalam pejantan tersebut.

Pada tahun 2013 didapatkan hasil pendugaan nilai heritabilitias bobot sapih yang lebih tinggi daripada tahun 2012, 2014 dan 2015. Hal ini disebabkan karena jumlah anak dalam pejantan yang ada lebih kecil daripada tahun 2012, 2013 dan 2015. Jumlah anak yang lebih kecil menyebabkan variasi anak dalam pejantan semakin kecil. Sehingga akan meningkatkan variasi genetik yang menyebabkan nilai heritabilitas meningkat.

Seleksi terhadap bobot sapih merupakan seleksi terhadap kemampuan individu dalam pertumbuhannya dan sebagian lagi adalah seleksi terhadap kemampuan induknya dalam hal

menyusui dan sifat keindukan dari induk itu sendiri. Pedet pada fase ini selain dari kemampuan pedet itu sendiri, pedet juga sangat tergantung pada produksi susu dan sifat keindukan induknya.

Heritabilitas Bobot Umur Satu Tahun

Nilai heritabilitas bobot umur satu tahun sapi bali di BPTU-HPT Denpasar yang didapatkan pada penelitian ini pada tahun adalah 2012 -0,17±0,02, tahun 2013 adalah 0,07±0,23, tahun 2014 adalah 0,27±0,30 dan tahun 2015 adalah 0,03±0,16 (Tabel 3).

Tabel 3. Heritabilitas Bobot Umur Satu Tahun Sapi Bali di BPTU-HPT Denpasar Tahun 2012-

2015

Tahun

Heritabilitas

Standart error

2012

-0,17

0,02

2013

0,07

0,23

2014

0,27

0,30

2015

0,03

0,16

Berdasarkan Tabel 3 terlihat bahwa nilai heritabilitas bobot umur satu tahun sapi bali di BPTU-HPT Denpasar adalah bervariasi. Nilai heritabilitas yang bervariasi ini disebabkan karena adanya variasi genetik yang terjadi pada populasi tersebut, sedangkan faktor lingkungan dianggap tidak berpengaruh karena adanya manajemen pemeliharaan yang telah dilakukan pihak BPTU-HPT Denpasar. Hardjosubroto (1994) mengungkapkan bahwa nilai heritabilitas bobot umur 1 tahun untuk sapi potong sendiri berkisar berikisar 0,30 - 0,55. Noor (2010) menunjukkan bahwa adanya perbedaan nilai heritabilitas dapat disebabkan karena perbedaan bangsa ternak, lingkungan, waktu, jumlah pengamatan, dan metode pendugaan yang digunakan. Davis dan Simmen (2006) menambahkan bahwa perbedaan nilai heritabilitas juga dapat disebabkan karena pengaruh jumlahsampel.

Hasil pendugaan nilai heritabilitas bobot umur satu tahun negatif yang terjadi pada tahun 2012 dan nilai heritabilitas yang terlalu kecil pada tahun 2013, dan 2015 terjadi karena terlalu sedikitnya pejantan yang digunakan pada populasi tersebut. Jumlah pejantan yang terlalu sedikit mengakibatkan variasi genetik pejantan pada populasi tersebut menjadi kecil sehingga nilai keragaman pejantan terlalu kecil dibandingkan dengan nilai keragaman anak dalam pejantan tersebut.

Nilai heritabilitas bobot umur satu tahun pada tahun 2014 lebih tinggi daripada tahun 2012, 2013 dan 2015 terjadi karena nilai keragamanan pejantan yang tinggi dan nilai keragaman anak dalam pejantan yang rendah. Nilai keragaman pejantan dan anak dalam pejantan pada tahun 2014 adalah 108,57 dan 43,11 sedangkan tahun 2012, 2013 dan 2015 berturut-turut adalah 4,02 dan 58,24;63,06 dan 47,39;223,34 dan 212,21.

Seleksi bobot terhadap bobot umur satu tahun merupakan salah satu cara untuk menyeleksi kemampuan pertumbuhan hewan muda (Talib, 1991). Bobot badan umur satu tahun dapat digunakan untuk mengetahui kemampuan adaptasi seekor ternak terhadap kondisi lingkungannya, karena pengaruh induk akan berkurang setelah umur sapih (Wijono et al., 2006). Penampilan ternak pada pasca sapih sangat tergantung pada interaksi genotipik dengan lingkungannya, khususnya nutrisi dan kesehatannya (Holloway et al., 2002). Semakin tinggi bobot badan umur satu tahun menandakan bahwa ternak tersebut memiliki pertumbuhan cepat.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:

  • 1.    Nilai heritabilitas bobot lahir,bobot sapih, dan bobot satu tahun bervariasi dari tahun ke tahun.

  • 2.    Variasi bobot badan sapi bali di BPTU-HPT Denpasar berkaitan dengan variasi heritabilitas tahun sebelumnya ditambah dengan peran variasi lingkungan.

Saran

Penggunaan jumlah pejantan yang lebih banyak sangat diperlukan untuk mencegah nilai heritabilitas yang negatif dan meningkatkan potensi genetik generasi berikutnya.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis menyampaikan terimakasih sebesar-besarnya kepada Bapak Dr. Ir. Ida Bagus Gaga Partama, M.S selaku dekan Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, beserta staff dosen dan pegawai Fakultas Peternakan Universitas Udayana yang telah memberikan ilmu dan pelayanannya kepada penulis. Penulis menyampaikanrasa terimakasih setulus-tulusnya kepada semua staf di Balai Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BPTU-HPT) Denpasar, telah memberikan bantuan selama penulis melaksanakan penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. 2016. Populasi Sapi Potong menurut Provinsi, 2009-2016. Jakarta.

Davis, M.E. and R.C.M. Simmen. 2006. Genetic parameter estimates for serum insulin-like growth factor I concentrations, and body weight and weight gains in Angus beef cattle divergently selected for serum insulin-like growth factor I concentration. J. Anim. Sci. 84:2299–2308.

Gunawan, D. Pamungkas, dan L. Affandhy. 1998. Sapi Bali, Potensi, Produktivitas dan Nilai Ekonomi. Kanisius. Yogyakarta.

Hardjosubroto, W. 1994. Aplikasi Pemuliaan Ternak di Lapangan.. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana Indonesia.

Holloway NM, Tyler JW, Lakritz J, Carlson SL, Tessman RK, Holle J. 2002. Serum Immunoglobulin G Concentrations in Calves Fed Fresh Colostrum or a Colostrum Supplement. J. Vet. Intern. Med. 16(2): 187-191.

Kementerian Pertanian-Badan Pusat Statistik. 2011. Rilis Hasil Awal PSPK. Jakarta.

Martojo, H. dan S.S. Mansjoer. 1990. Ilmu Pemuliaan Unggas. Diktat PAU Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor. Hlm 213.

Noor, R.R. 2010. Genetika Ternak. Edisi ke-6. Penebar swadaya. Jakarta.

Talib, C. 1991. Produktifitas Pedet Peranakan Ongole dan Silangannya dengan Brahman dan Limousin pertumbuhan pada umur 205 hari sampai 365 hari. Ilmu dan Peternakan. 4: 384388. Balai Penelitian Ternak. Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. Bogor.

Warmadewi, D. A. 2014. Respon Sapi Bali terhadap Pelaksanaan Seleksi dan Aplikasi Inseminasi Buatan di BPTU Sapi Bali. Disertasi. Fakultas Peternakan Universitas Udayana. Denpasar.

Warwick, E. J., J. M. Astuti, dan W. Hardjosubroto. 1990. Pemuliaan Ternak. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Warwick, E.J., J.M. Astuti dan W. Hardjosubroto. 1995. Ilmu Pemuliaan Ternak. Edisi kelima. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Wijono, D. B., Hartatik dan Mariyono. 2006. Korelasi bobot sapih terhadap bobot lahir dan bobot hidup 365 pada sapi Peranakan Ongole. Seminar Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor.

Setiawan et al, Peternakan Tropika Vol. 6 No. 1 Th. 2018: 12 - 21

Page 21