e--journal FAPET UNUD


e-Journal

Universitas Udayana


Peternakan Tropika

Journal of Tropical Animal Science email: [email protected]om email: [email protected]

Submitted Date: April 17, 2017

Accepted Date: April 20, 2017


Editor-Reviewer Article; D.P.M.A. Candrawati ; I M. Mudita

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN PADA SUHU KAMAR TERHADAP KUALITAS TELUR AYAM KAMPUNG YANG DIPELIHARA SECARA EKSTENSIF

Atmaja, I. M.A.W., G.A.M. K. Dewi dan R.R. Indrawati.

Program Studi Peternakan, Fakultas Peternakan Universitas Udayana

E-mail :[email protected] HP.085737209219

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh lama penyimpanan pada suhu kamar terhadap kualitas telur ayam kampung dengan lama waktu penyimpanan yang berbeda. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak dan Mikrobiologi Fakultas Peternakan, Universitas Udayana selama satu bulan. Penelitian menggunakan sampel telur ayam kampung yang dipelihara secara ekstensif sebanyak 60 butir. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan yaitu: telur disimpan selama 0 hari (P0), 7 hari (P1), 14 hari (P2) dan 21 hari (P3) pada suhu kamar setiap perlakuan diulang tiga kali dengan 5 butir telur sehingga total 60 butir telur. Variabel yang diamati adalah; berat telur, berat kerabang, tebal kerabang, warna kuning dan haugh unit telur. Hasil penelitian menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata (P>0,05) pada berat telur dan warna kuning telur yang dipengaruhi oleh lama penyimpanan, meskipun lama penyimpanan 14 hari lebih baik dari tanpa penyimpanan dan disimpan selama 7 hari namun perbedaannya tidak nyata (P>0,05), hanya penyimpanan selama 21 hari (P3) yang nyata (P<0,05) lebih jelek warna kuning telurnya (P<0,05) dibanding dengan P2. Sedangkan pada perlakuan lainnya secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05). Haugh unit telur secara konstan mengalami penurunan selama penyimpanan. Penyimpanan selama 14 hari (P2) dan 21 hari (P3) nyata (P<0,05) lebih rendah dari P0 dan P1, tapi P2 tidak berbeda (P>0,05) dibandingkan P3. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penyimpanan telur ayam kampung yang dipelihara secara ekstensif yang disimpan pada suhu kamar selama 0, 7, 14 dan 21 hari mengalami penurunan kualitas namun masih layak dikonsumsi hingga lama penyimpanan 21 hari dalam suhu ruang.

Kata kunci: ayam kampung, ekstensif, telur, penyimpanan, kualitas telur

THE EFFECT OF STORAGE TIME AT ROOM TEMPERATURE ON THE QUALITY OF THE EXTENSIVELY- MAINTAINED CHICKEN EGGS

ABSTRACT

The study aimed to determine how much the effect of the storage time at room temperature on the quality of chicken eggs with different length of storage time. This research was conducted at the Laboratory of Livestock Product Technology and Microbiology, Faculty of Animal Husbandry, Udayana University for a month. The study used a sample of chicken eggs which were maintained extensively as many as 60 eggs. The research design used was completely randomized design (CRD) with 4 treatments, namely: eggs that were stored for 0 day (P0), 7 days (P1), 14 days (P2) and 21 days (P3) at room temperature, each treatment was repeated three times with 5 eggs so that the total was 60 eggs, which aimed to strengthen the research data. Variables observed on egg quality test were; egg weight, eggshell weight, eggshell thickness, egg yolk color and Haugh units of eggs. The results showed there were no significant differences (P>0,05) on egg weight and egg yolk color that was influenced by the duration of storage, although the storage time of 14 days was better than without storage and stored for 7 days but the difference was not significant (P> 0,05), only the storage for 21 days (P3) which was markedly poorer color of egg yolk (P <0,05) compared with P2. While on the other treatments were not statistically significantly different (P> 0,05). Haugh units of eggs constantly decreased during storage. Storage for 14 days (P2) and 21 days (P3) was significantly (P <0,05) lower than P0 and P1, but P2 was not different (P>0,05) compared with P3. It can be concluded from the research result that the storage of chicken eggs reared extensively kept at room temperature for 0, 7, 14 and 21 days decreased the quality but it is still suitable for consumption up to 21 days storage time at room temperature.

Keywords: chicken, extensive, eggs, storage, egg quality

PENDAHULUAN

Telur merupakan salah satu bahan pangan yang kaya akan protein dan harganya relatif murah dibandingkan dengan sumber protein lainnya seperti susu dan daging serta lebih mudah didapat. Sebagai bahan makanan, telur mengandung protein yang mempunyai susunan lengkap. Menurut Orr dan Fletcher (1973), selain protein, telur juga mengandung lemak, semua vitamin selain vitamin C, mineral seperti Fe (Ferum), P (Phosphor), Na (Natrium), K (Kalium), Zn (Zink), J (Yodium), dan Mn (Mangan).

Pemeliharaan ayam kampung secara ekstensif artinya ayam dipelihara dalam suatu kandang umbaran dan menjadi tempat ayam melakukan semua aktivitasnya. Kebutuhan pakan hampir seluruhnya diperoleh dari padang umbaran atau kandang umbaran berupa hijauan, kalsium dan serangga kecil. Pakan tambahan hanya sebagian kecil, seperti sisa nasi yang sudah dikeringkan/dijemur dan sisa-sisa dapur. Padang umbaran/kandang umbaran hanya dilengkapi dengan sarang untuk bertelur dan tempat naungan untuk berteduh serta menggindari hujan dan panas, tidak ada kandang yang secara khusus. Pagar yang digunakan berupa jaring/kawat besi, bertujuan agar terlindung dari binatang buas, dan mengurangi resikoternak terlalu jauh mencari pakan. Kelebihan menggunakan sistem pemeliharaan ayam kampung secara ekstensif karena pola ini baik untuk memelihara ayam bibit pengahasil telur, ayam memperoleh ruang gerak dan sinar matahari dan dapat memanfaatkan pakan secara efisien.

Produksi telur dari suatu usaha peternakan ayam tidak stabil terutama dipengaruhi oleh musim, kadang-kadang kelebihan disatu tempat dan kurangnya produksi di tempat lain. Umumnya telur banyak dijual dipasar-pasar dan warung-warung, sehingga dengan mudah diperoleh. Telur yang tidak mengalami penanganan yang baik sejak dikumpulkan dari kandang sampai pada pembeli biasanya dalam beberapa hari sudah mengalami penurunan kualitas. Kerusakan yang terjadi pada telur dapat berupa kerusakan fisik maupun kerusakan kimiawi yang merupakan faktor yang kurang menguntungkan pada pihak peternak karena menyebabkan turunnya harga telur. Kerusakan fisik pada telur umumnya disebabkan oleh penguapan air dan gas-gas dari dalam telur, sedangkan kerusakan kimiawi dapat disebabkan oleh aktifitas mikroba dalam telur (Romanoff dan Romanoff, 1963).

Minimnya pengetahuan tentang lama penyimpanan telur pada suhu ruang menyebabkan masyarakat cenderung belum memperhatikan jangka waktu lama penyimpanan telur yang baik. Hal ini diduga karena masyarakat belum mengetahui perubahan-perubahan akibat penyimpanan telur seperti penurunan kualitas telur selama penyimpanan serta lama simpan telur terbaik dalam suhu ruang. Waktu sebutir telur dikeluarkan dari kloaka (akhir dari oviposisi) sampai telur dikonsumsi sangat mempengaruhi kualitas telur. Menurut Sudaryani (2003), telur akan mengalami perubahan seiring lama penyimpanan. Semakin lama waktu penyimpanan akan menyebabkan terjadinya banyak penguapan cairan dan gas dalam telur. Indikasi rusaknya telur

selama penyimpanan adalah penurunan kekentalan putih telur, peningkatan pH, besarnya rongga udara, ada tidaknya noda, dan aroma isi telur.

Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan bahwa kualitas telur ayam kampung dipengaruhi oleh banyak faktor. Kelembaban udara dan suhu ruang penyimpanan dapat mempengaruhi mutu telur, dan dapat menyebabkan perubahan secara kimia dan mikrobiologis (Fitri, 2007). Salah satunya seperti manajemen pemeliharaan (biosekuriti dan non biosekuriti) yang akan mempengaruhi kualitas telur, dan cara penyimpanan telur ayam kampung dengan memperhatikan suhu kamar terhadap perubahan kualitas telur. Banyak terjadi silang pendapat akan cara memperlakukan telur ayam kampung dalam suhu kamar yang benar agar tidak terjadi kerusakan atau penurunan kualitas telur secara cepat. Oleh karena itu dilakukan penelitian tentang “Pengaruh lama penyimpanan suhu kamar terhadap kualitas telur ayam kampung yang dipelihara secara ekstensif.

MATERI METODE

Tempat dan Lama Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak dan Mikrobiologi Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar selama 1 bulan.

Telur

Sampel yang digunakan adalah telur ayam kampung dari peternakan yang menerapkan sistem pemeliharaan ekstensif di Br. Demung, Kediri, Tabanan. Sampel yang diambil di taruh menggunakan rak telur (egg tray)/nampan telur agar tidak pecah dan dibawa ke Laboratorium untuk diteliti.

Peralatan

Peralatan yang digunakan dalam menentukan kualitas telur adalah: a) Egg tray telur digunakan untuk menaruh telur agar tidak pecah. b) Timbangan digital kapasitas 500 g dengan kepekaan 0,1 g berfungsi untuk menimbang telur. c) Jangka sorong digunakan untuk mengukur panjang dan lebar telur dalam, panjang dan lebar putih telur serta diameter dan kuning telur. d) Termometer ruangan digunakan untuk mengukur suhu ruang selama penyimpanan telur. e) Micrometer buatan AMES, USA yang digunakan untuk mengukur ketebalan kulit telur dan

Haugh Unit. f) Egg Yolk Colour Fan digunakan dalam menentukan skor warna kuning telur, dengan skala 1-15 (pucat - kuning - oranye). g) Egg multi tester digunakan untuk mengetahui Haugh Unit, berat, grade telur, tinggi kuning telur. h) Alat-alat perlengkapan yang digunakan antara lain lap dan tisu untuk membersihkan kulit telur dan peralatan yang dipakai, kantong plastik digunakan untuk menampung isi telur setelah mendapatkan perlakuan.

Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan lama penyimpanan : 0 hari, 7 hari, 14 hari dan 21 hari. Masing-masing perlakuan terdiri dari 3 ulangan, setiap ulangan terdiri dari 5 butir telur, dengan total telur yang digunakan sebanyak 60 butir telur pada suhu 25o C.

Penyiapan dan Pengambilan Sampel

Sampel yang digunakan adalah telur ayam kampung dari peternakan yang menerapkan sistem pemeliharaan secara ekstensif. Sampel yang diambil ditaruh menggunakan egg tray telur agar tidak pecah dan dibawa ke Laboratorium untuk diamati dan diberi perlakuan.

Variabel Penelitian

Variabel penelitian meliputi :Bobot telur, Bobot kerabang, Tebal kerabang, Warna kuning telur, HU/Haugh Unit.

Analisis Data

Data yang dihasilkan dianalisis dengan sidik ragam (Anova) menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL), apabila terdapat perbedaan nyata (P<0,05) dilanjutkan dengan uji jarak berganda dari Duncan (Sastrosupadi, 2000).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bobot Telur

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa bobot telur pada penyimpanan P0 (0 hari), P1 (7 hari), P2 (14 hari) dan P3 (21 hari), secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05). Tabel 1. Pada bobot telur ayam kampung akibat lama penyimpanan P0 hari adalah 38,49 gram.

Bobot telur ayam kampung pada penyimpanan P1 lebih rendah 0,05% dibandingkan penyimpanan P0 hari. Bobot telur ayam kampung pada penyimpanan P2 dan P3 hari lebih tinggi 0,468% dan 0,338 dibandingkan dengan penyimpanan P0 hari (Tabel 1). hal ini sekaligus menunjukkan bahwa telur yang dipakai untuk penelitian mempunyai bobot awal tidak berbeda sesuai dengan syarat rancangan penelitian yang ditetapkan meskipun terdapat indikasi penurunan bobot telur yang tidak nyata (P>0,05). Pada penelitian ini lama penyimpanan tidak berpengaruh signifikan terhadap penurunan kualitas telur. Hal ini diduga karena tempat penyimpanan telur yang tertutup yang memiliki suhu cukup stabil, rata-rata 250C dengan kelembaban 80% sehingga selama dari hari 0 – 21 hari tidak terjadi penyusutan bobot telur yang signifikan. Bobot telur dalam penelitian ini berkisar antara 38,49-38,47 gram. Pada penelitian ini bobot telur masih dikatakan normal. Hal ini sesuai dengan pendapat Setiawan dan Sujionohadi (2002), yang menyatakan bahwa rataan bobot telur ayam kampung ada dalam kisaran 35-45 gram per butir. Selain itu bobot telur juga dipengaruhi oleh kemampuan ayam dalam menyerap nutrisi dari pakan yang diberikan untuk memproduksi telur (Sudaryani, 2003).

Tabel 1. Pengaruh Lama Penyimpanan Pada Suhu Kamar Terhadap Kualitas Telur Ayam Kampung yang Dipelihara Secara Ekstensif.

Variabel

Perlakuan

SEM(3)

P 0

P 1

P 2

P 3

Bobot Telur (g)

38,49a

38,47a

38,67a

38,62a

0,164

Bobot Kerabang (g)

5,30a

5,11a

5,42a

5,07a

0,125

Tebal Kerabang (g)

0,337a

0,336a

0,337a

0,336a

0,007

Warna Kuning Telur

9,95a

9,13a

10,68a

8,36a

0,662

Haugh Unit Telur

78,10b

76,09b

71,86a

69,93a

0,910

Keterangan ; 1). P0= tanpa penyimpanan; P1= lama penyimpanan 7 hari; P2= lama penyimpanan 14 hari; P3= lama penyimpanan 21 hari. 2). Huruf yang berbeda pada baris yang sama berbeda nyata pada (P<0,05). 3). SEM : Standart Error of Treatmeant Mean.

Bobot Kerabang

Bobot kerabang telur pada penyimpanan P0, P1, P2 dan P3 menunjukkan hasil yang bereda tidak nyata (P>0,05) pada Tabel 1. Bobot kerabang telur ayam kampung perlakuan P1 sebesar

3,58% lebih kecil dari perlakuan P0. Bobot kerabang telur pada perlakuan P2 dan P3 masing-masing lebih besar 2,26% dan 4,34% lebih rendah dari P0 (P>0,05). Bobot kerabang juga dipengaruhi oleh umur induk dan kemampuan induk dalam menyerap mineral, kalsium untuk pembentukan kerabang telur. Kekurangan kalsium pada unggas yang sedang berproduksi menyebabkan tipisnya kerabang telur (Wahyu 1992). Pada penelitian ini penurunan bobot kerabang disebabkan karena terjadi pengikisan oleh udara yang menyebabkan tipisnya kerabang dan melebarnya pori-pori yang mengakibatkan terjadinya penurunan bobot kerabang. Menurut Wahyu (1992) unggas yang diberi pakan dengan kandungan kalsium tinggi biasanya menghasilkan kerabang telur yang tebal, dan kerabang telur yang tebal akan berpengaruh terhadap bobot kerabang. Kerabang telur merupakan bagian terluar yang membungkus isi telur dan berfungsi mengurangi kerusakan fisik maupun biologis, serta dilengkapi dengan pori-pori kerabang yang berguna untuk pertukaran gas dari dalam dan luar kerabang telur (Sumarni dan Djuarnani, 1995). Komposisi kerabang telur terdiri atas 98,2% kalsium, 0,9% magnesium dan 0,9% fosfor (Stadelman dan Cotteril, 1973). Bobot kerabang dipengaruhi oleh kandungan nutrient ransum, kesehatan, managemen pemeliharaan dan kondisi lingkungan. Cangkang telur mengandung sekitar 95% kalsium dalam bentuk kalsium karbonat dan sisanya magnesium, fosfor, natrium, kalium, seng, besi, mangan, dan tembaga (Gary et al., 2009).

Tebal Kerabang Telur

Hasil penelitian menunjukkan hasil tebal kerabang telur pada penyimpanan 0 hari (P0), 7 hari (P1), 14 hari (P2) dan 21 hari (P3) secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05) seperti pada Tabel 1. Tabel kerabang telur ayam kampung penyimpanan 7 hari (P1) lebih rendah 0,30% dibandingkan dengan P0 (P>0,05). Pada perlakuan P2 tebal kerabangnya sama dengan P0 (P>0,05). Hargitai et al., (2011) menyatakan tebal tipisnya kerabang telur dipengaruhi oleh strain ayam, umur induk, pakan, stres dan penyakit pada induk. Salah satu yang mempengaruhi kualitas kerabang telur adalah umur ayam, semakin meningkat umur ayam kualitas kerabang semakin menurun, kerabang telur semakin tipis, warna kerabang semakin memudar (Yuwanta, 2010). Anonim (2011) menyatakan masalah kerabang telur tipis dan lembek bisa bersumber dari nutrisi ataupun karena infeksi penyakit. Sesuai dengan pendapat Jull (1952) yang menyatakan bahwa tebal kerabang telur dipengaruhi oleh faktor genetik. Pada kerabang telur terdapat pori-pori.

Pori-pori tersebut berukuran 0,01-0,07 µm dan tersebar di seluruh permukaan telur. Kerabang telur pada bagian tumpul memiliki jumlah pori-pori per satuan luas lebih banyak dibandingkan dengan pori-pori bagian yang lain (Kurtini et al., 2011).

Warna Kuning Telur

Pengaruh perlakuan pada telur ayam kampung sebesar 9,95 pada perlakuan P0 (Tabel 1) Telur ayam kampung yang mendapat perlakuan P1 dan P3 sebesar 8,24% dan 15,98% secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05) dibanding P0. Sedangkan perlakuan P2 lebih tinggi sebesar 7,34% secara tidak nyata (P>0,05) dari perlakuan 0 hari. Hal ini disebabkan karena pengambilan sampel telur ayam kampung secara acak sehingga mendapatkan sampel telur yang berbeda dengan kualitas yang beragam. Warna kuning telur dipengaruhi oleh Xantophill dalam ransum yang dikonsumsi ayam saat dipelihara, sebagai mana menurut Sudaryani (2003) warna kuning telur yang baik berkisar pada skala 9-12. Argo et al., (2013) menyatakan warna kuning telur salah satunya dipengaruhi oleh kandungan Xanthopyl, Betacaroten, Klorofil dan Cytosan dari ransum. Adanya perbedaan warna kuning telur ini diduga disebabkan oleh perbedan kemampuan metabolisme dalam mencerna ransum dan perbedaan dalam menyerap pigmen Xantophyl dalam ransum. Selain itu, telur mengalami perembesan air dari putih telur ke kuning telur yang mengakibatkan perenggangan membran vitelin, sehingga volume kuning telur menjadi lebih besar yang mengakibatkan warna kuning telur menjadi pucat.

Haugh Unit Telur

Hasil penelitian telur ayam kampung mendapat perlakuan penyimpanan 0 hari (P0), 7 hari (P1), 14 hari (P2) dan 21 hari (P3) memiliki haugh unit sebesar 78,10, 76,09, 71,86 dan 69,93 (Tabel 1). Perlakuan P1 memiliki haugh unit 2,64% lebih rendah dari perlakuan P0 (P>0,05). Perlakuan P2 dan P3 masing-masing sebesar 8,68% dan 11, 68% lebih rendah secara nyata dari P0 (P<0,05). Sedangkan antara perlakuan P1 berbeda nyata (P>0,05) lebih tinggi P2 dan P3 sebesar 5,89% dan 8,81. Haugh Unit (HU) yang diperoleh dari telur ayam kampung yang disimpan sampai 21 hari memiliki skor berkisar 69,93 – 78,10. Nilai ini lebih tinggi dibandingkan skor 60. Hal ini juga dipengaruhi oleh kondisi telur yang masih sangat segar, sehingga penguapan CO2 dan H2O yang relatif kecil serta kekentalan putih telur masih sangat baik maka, ”Haugh Unit” akan semakin tinggi pula. Didukung dengan pernyataan Stadelman dan

Cotteril (1973) yang menyatakan bahwa, telur yang mempunyai putih telur tebal dan kental memiliki “Haugh Unit” yang tinggi, sedangkan putih telurnya tipis mempunyai “Haugh Unit” yang rendah. Hal ini dimungkinkan terjadi karena sedikitnya penguapan serta metabolisme dalam telur dikarenakan suhu kamar yang cukup normal. Semakin lamanya waktu penyimpanan, semakin tingginya penguapan sehingga putih telur semakin menurun kekentalannya (Sirait, 1986)

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa lama penyimpanan sampai 21 hari pada suhu kamar 250 C masih menunjukkan kualitas fisik yang baik pada telur ayam kampung yang dipelihara secara ekstensif serta masih layak dikonsumsi dengan grade A.

UCAPAN TERIMAKASIH

Terimakasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Ida Bagus Gaga Partama, M.S selaku Dekan Fakultas Peternakan Universitas Udayana yang telah memberikan fasilitas dan atas ijin yang diberikan sehingga penelitian sampai penyusunan karya ilmiah ini dapat terselesaiakan tepat waktu.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2011. Isa Management Egg. A Hendrix Genetic Company. Netherland.

Agro, L. B., Tristiarti dan I. Mangisah. 2013. Kualitas Fisik Telur Ayam Arab Petelur Fase 1 dengan Berbagai Level Azolla Microphylla. Animal Agricultural Journal. Universitas Diponogoro. Semarang. Vol. 2. (1) : 445-457.

Buckle, K. A., Edwards, R. A., Fleet, G. H., and Wotton, M. 1987. Ilmu Pangan. Penerjemah Ari Purnomo dan Adino. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Fitri, Ana. 2007. “Pengaruh Penambahan Daun Salam (Eugenia polyanta, Wight) Terhadap Kualitas Mikrobiologis, Kualitas Organoleptis dan daya Simpan Telur Asin Pada Suhu Kamar”. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pegetahuan Alam, Universitas 11 Maret. Jakarta.

Gary, D. Bucher DVM, dan Richard Miles. 2009. Poultry Science Food Science Institute Extensive Servise and Agriculture Universty Florida. Gainesville.

Hargitai, R., R. Mateo, and J. Torok. 2011. Shell tickness and pore density in relation to shell coloration female charactestic, and enviorental factors in the collared flycatcher ficedulaalbicollis. Journal. Ornithol. 152; 579-588.

Kurtini, T., K. Nova., dan D. Septinova. 2011. Produksi Ternak Unggas. Universitas Lampung, Bandar Lampung.

Orr, H, L, and D. A. Fletcher, 1973. Egg and Product Dept. Agric. Zinformation, Canada.

Romanoff A. L. and Romanoff, A.J. 1963. The Avian Egg. John Wiley and Sons, Inc., New York.

Sastrosupadi, A., 2000. Rancangan Percobaan Praktis Bidang Pertanian, Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Setiawan dan Sujionohadi, K, 2002. Ayam kampung Petelur Perencanaan dan Pengolahan Usaha Skala Rumah Tangga. Penebar Swadaya, Jakarta.

Stadelman, W.J. and O.J. Cotteril. 1977. Egg Science and Technology. 2th ed Avi.

Sudaryani, T. 2003. Kualitas Telur. Penebar Swadaya. Jakarta.

Sumarni dan Nan Djuarnani. 1995. Diktat Penanganan Pasca Panen Unggas. Departemen

Pertanian. Balai Pelatihan Pertanian. Ternak Ciawi, Bogor.

Wahyu, J., 1992. Ilmu Nutrisi Unggas, Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Yuanta, T. 2010. Telur dan Kualitas Telur. UGM-Press, Yogyakarta.

Atmaja et al. Peternakan Tropika Vol. 5 No. 1 Th. 2017: 171-180

Page 180