POTONGAN KARKAS KOMERSIAL ITIK BALI BETINA YANG DIBERI RANSUM DENGAN SUPLEMENTASI DAUN PEPAYA TERFERMENTASI
on
e--journal FAPET UNUD
e-Journal
Universitas Udayana
Peternakan Tropika
Journal of Tropical Animal Science
email: [email protected]
email: [email protected]
Submitted Date: April 10, 2017
Accepted Date: April 20, 2017
Editor-Reviewer Article; A.A. P. P. Wibawa; I M. Mudita
POTONGAN KARKAS KOMERSIAL ITIK BALI BETINA YANG
DIBERI RANSUM DENGAN SUPLEMENTASI
DAUN PEPAYA TERFERMENTASI
Kristiani, N. K. M., N. W. Siti dan N. M. Suci Sukmawati
Program Studi Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar Email : [email protected]. No. Tlp: 085954056293
ABSTRAK
Penelitian yang bertujuan untuk mengkaji berat potongan karkas komersial itik bali betina umur 12 minggu yang diberi ransum dengan suplementasi daun pepaya terfermentasi telah dilaksanakan di Desa Kediri Tabanan selama 3 bulan. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 3 perlakuan dan 5 ulangan,sehingga terdiri dari 15 unit percobaan. Masing-masing unit percobaan menggunakan 3 ekor itik bali betina umur 1 minggu dengan berat badan rata-rata 76,37 ± 7,48 gram. Ketiga perlakuan tersebut yaitu : R0 (Ransum kontrol tanpa suplementasi daun pepaya terfermentasi), R1 (Ransum disuplementasi 5 % daun pepaya terfermentasi), dan R2 (Ransum disuplementasi 10 % daun pepaya terfermentasi). Variabel yang diamati meliputi berat potongan karkas komersial bagian dada, sayap, paha atas, paha bawah dan punggung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa suplementasi daun pepaya terfermentasi dalam ransum pada level 5 % menghasilkan berat potongan karkas komersial yang tertinggi, namun secara statistik berbeda tidak nyata (P>0,05), kecuali pada bagian punggung. Berat punggung meningkat nyata (P<0,05) sebesar 26,0 % pada perlakuan R1 dan 2,22 % pada perlakuan R2. Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa pemberian daun pepaya terfermentasi dalam ransum meningkatkan berat punggung, namun tidak mempengaruhi berat dada, paha atas, paha bawah dan sayap
Kata kunci : Potongan karkas komersial, daun pepaya terfermentasi, itik bali betina
COMMERCIAL CARCASS PIECES OF FEMALE BALINESE DUCK THAT GIVEN DIETS SUPLEMENTED WITH FERMENTED PAPAYA LEAVES
ABSTRACT
This research aimed to assess the weight of female balinese duck twelve weeks commercial carcass pieces that given diets supplemented with fermented papaya leaves has been carried out in Kediri-Tabanan for three months. The experimental design used was a completely randomized design (CRD) that consists of three treatments and five replications, so there were fifteen experimental units. Every unit of the experimental using there balinese duck, one week of old and 76,37 ± 7,48 grams of body weight. The treatments were: R0 (Control diets without fermented papaya leaves), R1 (The diets containing 5% fermented papaya leaves) and R2 (The diets containing 10% fermented papaya leaves). Variables observed in this research were the weight of commercial carcass pieces on and back. The
results showed that the fermented papaya leaves supplementation in ration on level 5% generate the highest weight of commercial carcass pieces, but statistically not significant (P>0.05), except on the back. The weight of backs increased (P< 0.05) 26.0% on R1 treatment and 2.22% in R2 treatment. The concluded that the fermented papaya leaves in rations increase weight of back pieces, but no effect on the weight of another commercial carcass were brest, wings, thighs, drumsticks.
Keywords: commercial Pieces carcass, fermented papaya leaves, ducks female bali
PENDAHULUAN
Kesadaran masyarakat akan pentingnya nilai gizi dari makanan yang dikonsumsi semakin meningkat seiring dengan meningkatnya tingkat pendidikan dan kesadaran masyarakat akan kualitas hidup dan pentingnya mengkonsumsi makanan yang sehat dan bergizi. Hal ini berdampak pada peningkatan permintaan pangan yang memiliki nilai gizi tinggi khususnya protein. Bahan pangan yang menjadi sumber protein hewani umumnya diperoleh dari produk ternak seperti daging. Daging itik juga merupakan salah satu produk peternakan yang dapat dijadikan sebagai alternatif sumber protein hewani (Derpatologi, 2008). Daging itik sudah mulai digemari oleh masyarakat, terbukti dengan adanya warung makan, pedagang kaki lima bahkan restoran dan hotel yang menyediakan olahan daging itik.
Populasi itik yang tercatat di Bali pada tahun 2015 mencapai 786.689 ekor, dan di daerah Tabanan populasi itik mencapai 95.599 ekor (BPS Provinsi Bali, 2015). Pemeliharaan itik di Bali umumnya bertujuan untuk diambil telur dan dagingnya. Daging itik mengandung 129 kkal/kg, protein 25%, lemak 1,4%, zat besi 2,4% , dan vitamin B 100 IU, sementara daging ayam broiler mengandung 302 kkal, protein 28%, lemak 4,5%, dan zat besi 3% (Ketaren, 2004). Mengingat populasi itik yang cukup banyak dan memiliki kandungan gizi yang tidak jauh berbeda dengan ayam broiler maka daging itik cukup potensial untuk dijadikan sebagai penyedia protein hewani. Kandungan gizi daging dipengaruhi oleh pakan yang diberikan karena pakan merupakan salah satu penentu untuk mencapai produktifitas yang tinggi dalam pemeliharaan itik pedaging.
Produksi daging dapat dilihat dari berat karkas yang dihasilkan dan proporsi karkas yang bernilai tinggi. Umumnya karkas dibagi lagi menjadi beberapa bagian yang disebut potongan karkas komersial yang terdiri dari bagian dada, sayap, paha atas, paha bawah, dan punggung (Soeparno,1992). Untuk mendapatkan berat potongan karkas yang tinggi maka perlu dilakukan perbaikan ransum, salah satu diantaranya dengan pemberian pakan
suplementasi berupa daun pepaya terfermentasi. Menurut Moehd (2003) dalam 100 g daun pepaya terfermentasi mengandung vitamin A 18,250 IU, vitamin B 0,15 mg, vitamin C 1,4 mg, Fe 0,8 mg, Fosfor 0,12 mg, protein 8 g, lemak 2 g dan karbohidrat 11,9 g. Daun pepaya juga mengandung enzim papain yang mempunyai kemampuan memecah protein menjadi asam amino. Sutarpa (2008) menambahkan bahwa enzim papain memiliki sifat sebagai antimikrobial yang dapat menghambat kinerja beberapa mikroorganisme, dan ß-karoten pada daun pepaya dapat berfungsi sebagai antioksidan. Menurut Sutarpa (2008) menyatakan bahwa pemberian daun pepaya terfermenatsi dalam ransum dengan level 2 % - 3 % dapat menurunkan kadar kolestrol dalam ternak ayam broiler dan akan meningkatkan indeks warna kuning telur ayam buras. Rukmini (2006) menambahkan bahwa pemberian ektrak daun pepaya segar dalam air minum dengan level 3 % tidak berpengaruh nyata terhadap peningkatan perfomance, berat karkas dan persentase karkas. Pemberian jus daun pepaya terfermentasi dengan level 8 %, 12 % dan 16 % mampu meningkatkan kualitas daging ayam kampung (Sukmawati et al., 2016).
Pemberian daun pepaya dalam pakan itik dapat diberikan dalam bentuk kering yaitu dalam bentuk tepung, dan dapat juga diberikan dalam bentuk segar atau dalam bentuk daun pepaya terfermentasi. Keunggulan daun pepaya terfermentasi adalah dapat meningkatkan kualitas karkas dan mengurangi bau kotoran Itik, sedangkan kelemahan daun pepaya yang tidak difermentasi yaitu menyebabkan daging terasa pahit serta mengakibatkan keracunan pada organ dalam itik (Armando, 2005).
Berdasarkan informasi tersebut, maka penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengkaji pengaruh daun papaya terfermentasi dalam ransum terhadap potongan karkas komersial itik bali betina umur 12 minggu.
MATERI DAN METODE
Tempat dan lama penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di kandang milik Bapak I Ketut Sunatra yang berlokasi di Kediri Tabanan selama 3 bulan, mulai dari persiapan hingga pemotongan.
Kandang dan perlengkapan
Kandang yang digunakan untuk penelitian ini adalah kandang dengan sistem “battery colony” sebanyak 15 unit . Kandang battery colony ini diletakkan di sebuah bangunan berukuran 7,96 m x 4,98 m, membujur dari timur kebarat dengan atap terbuat dari asbes dan
lantai beton. Setiap unit kandang memiliki ukuran panjang 80 cm, lebar 65 cm dan tinggi 50 cm. Alas kandang terbuat dari kawat dengan jarak dari lantai kandang 30 cm. Setiap unit kandang di lengkapi dengan tempat pakan dan minum yang terbuat dari pipa paralon berukuran 40 cm. Tempat air minum terbuat dari botol aqua ukuran 1 liter, Dibawah tempat pakan diletakkan lembaran plastik untuk menampung ransum yang jatuh. Untuk mengurangi bau dan kelembaban di bawah kandang diisi serbuk gergaji kayu yang diisi setiap 2 hari sekali. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :1.) timbangan elektrik kapasitas 5 kg dengan kepekaan 1 g untuk menimbang berat itik dan ransum, 2) kantong plasitk 2 kg untuk tempat perlakuan ransum, 3) ember plastik berukuran sedang untuk mencampur ransum, dan 4) alat tulis untuk mencatat data selama penelitian berlangsung.
Ransum dan air minum
Ransum yang diberikan pada penelitian ini merupakan campuran bahan-bahan yang terdiri dari CP 511B (sebagai sumber protein), dedak jagung dan pollard (sebagai sumber energi/karbohidrat) yang diperoleh dari UD. Surya Ternak, Kediri, Tabanan ditambah daun pepaya terfermentasi dengan level berbeda sesuai perlakuan yang diberikan. Air minum yang diberikan berasal dari PDAM setempat. Komposisi bahan penyusun ransum dapat dilihat pada Tabel 1 dan komposisi nutrien dalam ransum terdapat pada Tabel 2.
Tabel 1. Komposisi pakan dalam ransum itik bali betina
Bahan Pakan (%) |
Ransum Perlakuan | |||
R0 |
R1 |
R2 | ||
CP 511B |
68 |
65 |
61 | |
Dedak Jagung |
20 |
16 |
13 | |
Polard |
12 |
14 |
16 | |
Daun Pepaya Terfermentasi |
0 |
5 |
10 | |
Total |
100 |
100 |
100 | |
Keterangan : | ||||
R0 = Ransum komersial | ||||
R1 = Ransum komersial + 5 % daun pepaya terfermentasi | ||||
R2 = Ransum komersial + 10 % daun |
pepaya terfermentasi | |||
Tabel 2. Kandungan nutrisi ransum itik bali | ||||
Ransum Perlakuan |
Standar1) | |||
Kandungan Nutrisi |
R0 |
R1 |
R2 | |
Energi Metabolis (Kkal/kg)2) |
2.918 |
2.742 |
2.835 |
2.900 |
Protein Kasar (%) |
19,40 |
19,72 |
19,90 |
18 |
Lemak Kasar (%) |
5,00 |
5,16 |
5,51 |
5-8 |
Serat Kasar (%) |
4,86 |
5,42 |
5,96 |
3-8 |
Kalsium (%) |
0,65 |
0,69 |
0,7 |
0,65 |
Fosfor Tersedia (%) |
0,51 |
0,54 |
0,56 |
0,4 |
Sumber : 1) Standar Kebutuhan NRC (1984) | ||||
2) Energi Metabolis = 70% X Energi Bruto (Schaible, 1970) |
Rancangan percobaan
Rancangan yang digunakan dalam penelitian adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 3 perlakuan dan 5 ulangan, sehingga terdapat 15 unit percobaan. Masing-masing unit percobaan menggunakan 3 ekor itik bali betina , sehingga total itik yang digunakan adalah 3 x 5 x 3 = 45 ekor. Ketiga perlakuan tersebut adalah :
R0 = Ransum tanpa suplementasi daun pepaya terfermantasi
R1 = Ransum yang disuplementasi 5 % daun pepaya terfermantasi
R2 = Ransum yang disuplementasi 10 % daun pepaya terfermantasi
Variabel yang diamati
Variabel yang diamati adalah berat potongan karkas komersial yang terdiri dari: berat dada, paha atas, paha bawah, sayap dan punggung
Berat potongan karkas komersial didapatkan dari :
-
1. Berat dada
Berat dada didapatkan dengan cara menimbang bagian dada itik yang dipotong sepanjang pertautan antara tulang rusuk yang melekat pada punggung dengan tulang rusuk yang melekat pada dada sampai sendi bahu.
-
2. Berat paha atas
Berat paha atas didapatkan dengan cara menimbang bagian paha itik yang dipotong pada sendi Articulation coxae dengan Os femur.
-
3. Berat paha bawah
Berat paha didapatkan dengan cara menimbang bagian paha itik yang dipotong pada sendi antara Os femur dengan Os tibia.
-
4. Berat sayap
Berat sayap di dapatkan dengan cara menimbang bagian sayap itik yang dipotong pada panggkal persendian Os humerus .
-
5. Berat punggung
Berat punggung didapatkan dengan cara menimbang bagian punggung setelah di pisahkan dari bagian dada, paha dan sayap.
Pengacakan itik
Sebelum penelitian dimulai, untuk mendapatkan berat badan itik yang homogen, maka semua itik (100 ekor) di timbang kemudian di cari berat rata- rata dan standar deviasi. Itik yang digunakan untuk penelitian dipilih 45 ekor dengan kisaran berat badan rata-rata 76,37 ±
7,48 gram. Dari 45 ekor kemudian disebar secara acak pada masing-masing petak kandang (unit percobaan) yang berjumlah 15 petak, masing-masing petak diisi 3 ekor itik.
Daun pepaya
Daun pepaya yang digunakan adalah daun pepaya tua yang masih berwarna hijau dalam bentuk segar digiling dan dijemur, lalu di fermentasi dengan menggunakan mikroba efektif yang terdiri dari Lactobacillus, bakteri Fotosintetik, jamur Actinomysetes dan ragi (Yeast). Daun pepaya diperoleh dari perkebunan pepaya di Desa Kelating,Tabanan.
Pembuatan daun pepaya terfermentasi
Pembuatan daun pepaya terfermentasi dilakukan dengan cara menyiapkan daun pepaya, kemudian digiling dan dikeringkan. Daun pepaya yang telah kering, ditimbang beratnya, kemudian ditambah mikroba efektif sebanyak 5 % dari berat bahan dan diaduk rata sampai benar-benar tercampur. Selanjutnya, daun pepaya tersebut dimasukkan kedalam kantong plastik dan diikat rapat-rapat, disimpan selama 3 hari. Daun pepaya terfermentasi siap digunakan untuk campuran ransum
Pencampuran ransum
Pencampuran ransum dilakukan dengan cara menimbang bahan-bahan penyusun ransum sesuai dengan komposisi. Penimbangan dimulai dari bahan yang komposisinya paling banyak, diikuti bahan yang komposisinya paling sedikit. Setelah ditimbang bahan tersebut dituangkan diatas lembaran plastik yang telah disediakan dan diaduk rata supaya homogen.
Pemberian ransum dan air Minum
Ransum dan air minum diberikan adlibitum (tersedia setiap saat). Pemberian ransum dilakukan 2 kali sehari, yaitu pagi hari pukul 07.00 Wita dan sore pukul 05.00 Wita. Tempat ransum diisi ¾ bagian untuk menghindari ransum tercecer pada saat itik makan. Penambahan air minum dilakukan bersamaan dengan jadwal pemberian makan pada itik.
Pengambilan sampel
Pada saat itik berumur 12 minggu, secara acak diambil satu ekor itik sebagai sampel dari setiap unit percobaan untuk dilakukan uji sesuai dengan variabel yang diamati. Itik yang dipotong adalah 3 x 5= 15 ekor, yang mempunyai berat badan mendekati berat rata-rata.
Prosedur pemotongan
Itik yang dipotong terlebih dahulu dipuasakan selama 12 jam, tetapi air minum tetap diberikan. Pemotongan itik dilakukan berdasarkan cara USDA (United State Departement of
Agriculture, 1977 dalam Soeparno, 1992) yaitu dengan memotong vena jugularis dan arteri carotis yang terletak di antara tulang kepala dengan ruas tulang leher pertama. Darah yang keluar ditampung dan ditimbang beratnya. Setelah itik dipastikan mati, segera dicelupkan ke dalam air sabun untuk mengurangi minyak pada bulu, dan dicelupkan kedalam air panas dengan suhu 650C selama 1-2 menit. Selanjutnya dilakukan pencabutan bulu.
Pemisahan bagian tubuh
Pemisahan bagian-bagian dari tubuh itik dimulai dari pemotongan kepala dan kaki kemudian pengeluaran organ dalam, dengan membelah rongga perut. Pemisahan kaki dilakukan dengan cara memotong pertautan os tarsal dengan os tibia, pemisahan kepala dengan memotong atlanto occipitalis yaitu pertautan antara tulang atlas (os vertebrae 1) dengan tulang tengkorak bagian belakang dan memotong tulang leher terahkir (os vertebrae cervicalis) dengan tulang punggung pertama (os vertebrae thoracalis). Setelah bagian tubuh terpisah, maka karkas itik didapatkan dan karkas ini ditimbang untuk mengetahui beratnya.
Pemisahan bagian karkas dikerjakan menurut USDA (1997) dalam Soeparno (2009). Untuk pemisahan bagian dada dari bagian punggung dengan memotong sepanjang pertautan antara tulang rusuk yang melekat pada punggung (Costae sternalis) sampai sendi bahu. Pemisahan bagian punggung dan paha dengan memotong sendi Articulatio caxae antara Os femur (tulang paha) dengan Os coxae. Bagian sayap dapat dipisahkan dengan memotong persendian antara Os humerus dengan Os scapula.
Analisis statistik
Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam menggunakan program SPSS versi 16.0. Apabila terdapat hasil yang berbeda nyata (P<0,05) diantara perlakuan, analisis dilanjutkan dengan uji jarak berganda dari Duncan’s (Steel dan Torrie, 1991).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa suplementasi daun pepaya terfementasi dalam ransum pada level 5% (R1) dan 10% (R2) secara statistik belum memberikan pengaruh yang nyata (P>0,05) terhadap berat potongan karkas komersial itik bali betina, kecuali bagian punggung (Tabel 3). Adanya nilai yang berbeda tidak nyata pada berat dada, paha atas, paha bawah dan sayap menunjukkan bahwa suplementasi 5% dan 10% daun pepaya terfementasi dalam ransum tidak mengakibatkan terjadinya penurunan pertumbuhan/produktivitas ternak. Pemberian ransum mengandung daun pepaya terfermentasi (R1 dan R2) yang mempunyai
kandungan energi metabolisme/ME yang lebih rendah dan dengan kandungan serat kasar lebih tinggi (Tabel 2) mencerminkan bahwa daun pepaya terfermentasi memberikan dampak positif terhadap pertumbuhan ternak (itik bali betina). Adanya proses fermentasi menggunakan mikroorganisme efektif kemungkinan besar berperanan positif terhadap perbaikan proses metabolisme dalam tubuh ternak sebagai akibat adanya mikroorganisme yang bersifat probiotik (Sudiastra, 1999; Sukmawati et al., 2015) serta kandungan enzim papain pada daun pepaya yang memiliki sifat sebagai antimikrobial yang dapat menghambat kinerja beberapa mikroorganisme dan ß-karoten berfungsi sebagai antioksidan berfungsi sebagai antioksidan (Sutarpa, 2008).
Tabel 3. Potongan karkas komersial itik bali betina yang diberi ransum dengan suplementasi
daun pepaya terfermentasi.
Variabel |
Perlakuan1) |
SEM2) | ||
R0 |
R1 |
R2 | ||
Berat Dada (g) |
271a |
277a |
275a3) |
0,26 |
Berat Paha Atas (g) |
83a |
86a |
81a |
0,214 |
Berat Paha Bawah (g) |
110a |
114a |
112a |
0,08 |
Berat Sayap (g) |
142a |
144a |
130a |
0,2 |
Berat Punggung (g) |
234a |
295b |
286b |
0,62 |
Keterangan :
1)Perlakuan R0 : Ransum tanpa suplementasi daun pepaya terfermentasi
Perlakuan R1 : Ransum yang disuplementasi 5% daun Pepaya terfermentasi
Perlakuan R2 : Ransum yang disuplementasi 10% daun pepaya terfermentasi
2)SEM (Standar Error of the Threatment Means)
3)Nilai dengan huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05).
Pada Tabel 3 tampak pula secara kuantitatif data yang diperoleh menunjukkan bahwa berat potongan karkas komersial pada perlakuan yang disuplementasi daun pepaya terfermentasi nilainya cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol/R0 (tanpa suplementasi daun pepaya terfermentasi), dengan nilai tertinggi pada pemberian 5%. Pada Tabel 3 tampak pula secara kuantitatif potongan komersial karkas khususnya pada bagian punggung yang diberi ransum mengadung daun pepaya terfermentasi pada perlakuan R1 dan R2 mempunyai nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol (R0), yaitu masing-masing sebesar 26,0% dan 2,22%. Hal ini kemungkinan besar sebagai pengaruh nyata terhadap pertumbuhan tulang.
Peningkatan secara kuantitatif berat potongan komersial karkas disebabkan oleh adanya kandungan enzim papain dan mikroba efektif yang ikut membantu proses pencernaan makanan di dalam tubuh ternak, sehingga pertumbuhannya lebih baik. Bidura et al. (2008)
mengungkapkan enzim papain yang bersifat proteolitik membantu memecah ikatan protein kompleks pada pakan menjadi protein sederhana sehingga lebih mudah diserap oleh tubuh ternak. Mikroba efektif pada daun pepaya terfermentasi selain membantu proses pencernaan juga berperan sebagai probiotik yang dapat menekan bakteri pathogen pada saluran pencernaan sehingga ternak menjadi lebih sehat dan meningkatkan efesiensi penggunaan ransum. Hal ini sesui dengan yang dilaporkan Sudiastra (1995) bahwa suplementasi 0,5% EM-4 dalam ransum secara nyata dapat meningkatkan pertumbuhan dan efesiensi penggunaan ransum pada itik jantan.
Terhadap variabel berat dada, pemberian daun pepaya terfermentasi dalam ransum pada level 5% (R1) dan 10% (R2) menghasilkan nilai yang didapatkan berbeda tidak nyata (P>0,05), namun secara kuantitatif meningkat 2,21% pada R1 dan 1,47% pada R2. Hal ini kemungkinan sebagai akibat peningkatan kandungan protein ransum akibat suplementasi daun pepaya terfermentasi (Tabel 2). Peningkatan kandungan protein dalam ransum, akan menyebabkan pertumbuhan ternak lebih baik. Protein ransum adalah bahan baku pembentuk protein tubuh termasuk otot daging pada dada. Menurut Bahji (1991), dada merupakan tempat deposisi daging yang utama yang banyak mengandung otot jaringan dan perkembangannya lebih banyak dipengaruhi oleh zat-zat makanan, oleh karena itu daun pepaya terfermentasi sangat baik diberikan pada ternak itik karena selain menyediakan nutrien yang tinggi juga mengandung enzim papain dan mikroba efektif yang ikut membantu pencernaan protein, sehingga efesiensi penggunaan protein pakan bisa ditingkatkan.
Berat potongan karkas komersial bagian paha atas dan paha bawah pada perlakuan R1 dan R2 juga berbeda tidak nyata dibandingkan dengan perlakuan R0, namun secara kuantitatif terjadi peningkatan (Tabel 3). Adanya peningkatan nilai secara kuantitatif kemungkinan disebabkan karena kandungan Ca dan P pada perlakuan R1 dan R2 yang lebih tinggi dibandingkan R0 (Tabel 2.) yang berdampak pada pertumbuhan tulang yang lebih baik. Menurut Forest et al. (1975), tulang memiliki pertumbuhan yang cepat dan akan terhenti bila pertumbuhannya sudah maksimal. Tulang lebih dulu tumbuh karena merupakan rangka yang menentukan pembentukan otot. Swatland (1984) juga manyatakan bahwa paha tumbuh lebih awal dati pada bagian lainnya. Otot pada bagian paha diduga telah mencapai pertumbuhan yang maksimal sehingga dihasilkan berat paha yang tidak berbeda. Paha atas yang mendapatkan perlakuan R1 secara kuantitatif lebih tinggi 3,60% dibandingkan dengan kontrol
sedangkan pada perlakuan R2 nilainya lebih rendah sebesar 2,40%. Untuk paha bawah nilainya cenderung lebih tinggi dibandingkan R0, yaitu 3,63% (R1) dan 1,81% (R2).
Berat potongan karkas komersial bagian sayap menunjukkan data secara kuantitatif berbeda tidak nyata. Hal ini mencerminkan bahwa suplementasi 5-10% daun pepaya terfermentasi tidak banyak memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan sayap itik bali betina karena sayap didominasi oleh tulang yang pembentukannya terjadi diawal pertumbuhan. Hal tersebut dipertegas oleh Rasyaf (1995) yang menyatakan bahwa pertumbuhan tubuh yang kemudian membentuk karkas terdiri dari tiga jaringan utama,yaitu jaringan tulang yang membentuk kerangka, jaringan otot atau urat yang membentuk daging, dan jaringan lemak. Hasil penelitian ini didukung oleh Ariawan (2016) yang melaporkan bahwa pemberian ransum yang difermentasi dengan proboitik sari daun pepaya tidak berpengaruh nyata terhadap berat potongan karkas komersial bagian sayap. Anggreani (1999) pertumbuhan sayap sampai umur 12 minggu relatif konstan, sehingga menghasilkan berat sayap yang relatif sama. Pada Tabel 3 menunjukkan bahwa pada perlakuan R1 secara kuantitatif lebih tinggi di bandingkan R0 (kontrol), sedangkan pada perlakuan R2 lebih rendah (P>0,05) dari perlakuan R0 masing-masing sebesar 1,40% dan 8,45%. Menurut Soeparno (2009) menurunnya berat potongan karkas komersial pada perlakuan R2 disebabkan karena selama pertumbuhan, tulang tumbuh secara terus-menerus dengan kadar laju pertumbuhan relatif lambat, sedangkan pertumbuhan otot relatif lebih cepat sehingga rasio otot dengan tulang meningkat selama pertumbuhan dengan kadar laju yang berbeda.
Suplementasi daun pepaya terfermentasi dalam ransum sebanyak 5% (R1) dan 10% (R2) secara nyata (P<0,05) meningkatkan berat potongan karkas komersial pada bagian punggung pada itik bali betina masing-masing sebesar 26,0% (R1) dan 2,22% (R2). Hal ini diduga karena berat punggung berkorelasi positif dengan berat tulang, semakin tinggi berat tulang maka berat punggung yang dihasilkan juga semakin meningkat. Peningkatan berat tulang pada punggung ini berhubungan dengan kandungan Ca dan P pada ransum, dimana ransum yang mengandung daun pepaya terfermentasi (R1 dan R2) memiliki kandungan Ca dan P lebih tinggi dibandingkan dengan R0 (Tabel 2). Hasil yang sama juga didapatkan oleh Ariawan (2016) bahwa pemberian ransum yang difermentasi dengan probiotik sari daun pepaya secara nyata meningkatkan berat potongan karkas komersial bagian punggung pada ayam kampung.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa suplementasi daun pepaya terfermentasi dalam ransum pada level 5 % - 10 % tidak berpengaruh terhadap berat potongan karkas komersial bagian dada, paha atas, paha bawah dan sayap, kecuali punggung
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada teman-teman FAPET 2013 atas dukungan yang diberikan. Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada semua pihak atas segala bantuan dalam pelaksanaan hingga penulisan jurnal ini selesai tepat pada waktunya.
DAFTAR PUSTAKA
Anggereni. 1999. Pertumbuhan Alometri dan Tinjauan Morfologi Serabut Dada (Mucullus pectoralis dan Mucullus supracorarideus) Pada Itik dan Entok Lokal. Tesis Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Armando B. M. A. 2005. Kualitas dan Mikrostruktur Daging serta Organ Dalam Ayam Kampung yang diberi Pakan Tambahan Daun Pepaya. Tesis Program Pascasarjana. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Ariawan, P. T. B 2016. Pengaruh Pemberian Sari Daya Daun Pepaya Terfermentasi Dalam Ransum Terhadap Potongan Karkas Komersial, Skripsi Fakultas Peternakan Universitas Udayana.
Bahji, A. 1991. Tumbuh Kembang Potongan Karkas Komersial Ayam Broiler Akibat Penurunan Tingkat Protein Pada Minggu Ketiga dan Keempat. Karya Ilmiah. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.
Bidura, I. G. N. G., N.L. G. Sumardani, T. I. Putri, dan, I. G., Partama (2008). The effect of fermented diets on body weigh gains, carcass and abdominal fat in bali duck.
BPS Provinsi Bali 2015, Data Statistik Populasi Itik Di Bali
Direktorat Jenderal Peternakan. 2007. Statistik Peternakan. Direktorat Jenderal Peternakan, Departemen Pertanian, Republik Indonesia Jakarta.
Forest, J.C, M.M. Jugde and R.A. Markel. 1975. Principle of Meat Science. W.H. Freehman and Co, San Fransisco.
Ketaren, M.J. 2004. Cara Mengetahui Kandungan Daging. Bandung
Moehd Baga Kalie, 2003. “Bertanam Pepaya”. Penebar Swadaya.
National Research Council. 1994. Nutrients Requirement of Poultry. Eight ed. Natioanal
Academy Press, Washington, D.C.
Rasyaf, M., 1995. Mengelola Itik Komersial. Kanisius. Yogyakarta.
Scott, M.L., K.C. Nesheim and R.J. Young. 1982. Nutrution of Chicken. 2nd Ed. Publ. By M. L. Scott and Asocc. Ithiace. New York.
Siregar, A. P., S Pramu dan M. Sarbini. 1980. Teknik Beternak Ayam pedaging di Indonesia. Margie Group, Jakarta.
Soeparno. 1992. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press. Cetakan II Yogyakarta.
Soeparno, 2009. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan V. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.
Steel, R. G. D and J. H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. Suatu Pendekatan Biometrik. Penerjemah: Sumantri, B. Gramedia Pustaka Umum, Jakarta.
Sudiastra, I. W. 1999. Suplementasi probiotik dalam ransum berprotein rendah terhadap penampilan ayam. Majalah Ilmiah Peternakan, vol. 2 no. 1. Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Denpasar.
Sukmawati, N. M, Sampurna, I.P dan Wirapatha, I.M. 2015. Suplementasi Jus Daun Pepaya Terfermentasi dalam Ransum Komersial untuk Meningkatkan Kualitas Daging Ayam Kampung.
Sutarpa., I.N. 2008. Daun pepaya dalam ransum menurunkan kolesterol pada serum dan telur ayam. Jurnal Veteriner September 2008, 9 (3): 152-156.
Swatland, H. J. 1984, Stucture and Development of Meat Animals. Printice Hall, Inc., Englewood, New Jersey.
.United State Departemen of Agriculture (USDA). Departemen of Healty and Human Service. 1985. Nutrition and Your Health: Dirtary Guidelines fore Americans 2nd ed. Home and Garden Bulletin No. 232:U.S. Government Printing Office, Washington DC.
USDA (United State Departement of Agriculture), 1997. Poultry Guididng Manual. U.S. Government Prining Office Washington D.C.
Kristiani et al. Peternakan Tropika Vol. 5 No. 1 Th. 2017: 159-170
Page 170
Discussion and feedback