e-journal FAPET UNUD


e-Journal

Universitas Udayana


Peternakan Tropika

Journal of Tropical Animal Science email: [email protected] email: [email protected]

PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KEMBANG TELANG (Clitoria ternatea) YANG DIBERI BERBAGAI JENIS DAN DOSIS PUPUK ORGANIK

SUTRESNAWAN, I.W, N. N. C. KUSUMAWATI DAN A. A. A. S. TRISNADEWI Program Studi Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar

E-mail: [email protected]. Hp. 081916250822

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertumbuhan dan produksi kembang telang (Clitoria ternatea) yang diberikan berbagai jenis dan dosis pupuk organik. Penelitian dilaksanakan di Rumah Kaca Laboratorium Tumbuhan Pakan Fakultas Peternakan Universitas Udayana selama 2 bulan. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial dengan dua faktor. Faktor pertama adalah jenis pupuk organik (ayam, limbah biogas, dan sapi) dan faktor kedua adalah dosis pupuk ( 0, 10, 20, dan 30 ton/ha), sehingga terdapat 12 kombinasi perlakuan. Setiap kombinasi perlakuan diulang sebanyak empat (4) kali sehingga terdapat 48 unit perobaan. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada interaksi antara jenis dengan dosis pupuk pada seluruh variabel yang diuji. Jenis pupuk organik ayam dan limbah biogas menghasilkan pertumbuhan, produksi, dan karakteristik kembang telang yang lebih baik dibandingkan dengan pupuk organik sapi. Dosis pupuk organik 20 ton/ha menghasilkan pertumbuhan, produksi, dan karakteristik kembang telang yang optimal.

Kata kunci : kembang telang, jenis pupuk, dosis pupuk, pupuk organik

THE GROWTH AND YIELD OF Clitoria ternatea WITH GIVEN DIFFERENT OF ANY TYPE AND DOSAGE

OF ORGANIC FERTILIZER

ABSTRACT

The experiment aimed to find the growth and yield of Clitoria ternatea which given various type and dosage of organic fertilizer. Its was conduct at Greenhouse of Plant & Feed Laboratory, Faculty of Animal Husbandry, Udayana University. The experiment use completely randomize design (CRD) with factorial pattern. The first factor is type of organic fertilizer (chicken, sludge biogas, and cow) and dosage of fertilizer (0, 10, 20, and 30 ton/ha), so there are 12 treatments combination. Each treatment combination replicate 4 times, so there is 48 units experiment. Result of the experiment showed there are no interaction between type and dose of organic fertilizer in all variables examine. Chicken manure and sludge of biogas showed better in growth, yield and characteristic of Clitoria ternatea compare with cow fertilizer. Dose of 20 ton/ha organic fertilizer give the optimal growth, yield and characteristic of Clitoria ternatea.

Keyword: Clitoria ternatea, type of fertilizer, dosage of fertilizer, organic fertilizer


PENDAHULUAN

Pemeliharaan ternak ruminansia di Indonesia sebagian besar dilakukan petani dalam skala kecil dan merupakan pekerjaan sampingan. Pola pemeliharaannya dilakukan secara tradisional. Ternak dilepas dan dibiarkan mencari makan sendiri (digembalakan) atau dipelihara dalam kandang. Keberhasilan usaha peternakan, khususnya ruminansia sangat tergantung dari kecukupan tersedianya pakan hijauan, baik jumlah maupun mutunya. Produktivitas ternak dapat ditingkatkan dengan memberikan pakan secara optimal. Oleh karena itu kualitas pakan harus diperhatikan agar ternak tumbuh secara maksimal, sehingga perlu dikembangkan jenis hijauan unggul yang pertumbuhannya tidak dipengaruhi oleh musim. Salah satu tanaman alternatif sebagai tanaman pakan adalah tanaman leguminosa yaitu kembang telang (Clitoria ternatea) (Nulik 2009). Kembang telang merupakan salah satu tanaman semak belukar yang umum tumbuh di tempat terbuka sepanjang jalan dan lereng. Tanaman ini secara alami ditemukan pada padang rumput, hutan terbuka, semak, pinggiran sungai, dan tempat-tempat terbuka lainnya, serta merupakan tanaman merambat pada tanaman pohon ataupun pagar pekarangan (Cook et al., 2005).

Hijauan legum merupakan pakan ternak ruminansia yang mengandung nutrien seperti energi, protein, lemak, serat, vitamin dan mineral dengan kualitas kandungan nutrien yang sangat bervariasi. Menurut Bayer (1990) keuntungan leguminosa bila dibandingkan dengan rumput adalah leguminosa dapat mengikat nitrogen atmosfer dalam simbiosisnya dengan rhizobia, kualitas hijauan leguminosa tidak menurun secara drastis sebagaimana rumput pada saat musim kemarau.

Pada saat ini terjadi penurunan kualitas lahan (degradasi lahan) pertanian yang berdampak terhadap penurunan kualitas hijauan pakan. Hal ini disebabkan terjadinya penurunan sumberdaya lahan tanpa diimbangi upaya pengembalian yang optimal. Kartini (2000) menyatakan bahwa penggunaan pupuk kimia secara terus-menerus dalam jumlah banyak merupakan salah satu penyebab degradasi lahan. Pupuk organik khususnya pupuk kandang dapat memperbaiki kondisi tanah, struktur tanah serta meningkatkan mikroorganisme tanah. Pupuk organik merupakan hasil dekomposisi bahan-bahan organik yang diurai (dirombak) oleh mikroba, yang hasil akhirnya dapat menyediakan unsur hara yang dibutuhkan tanaman untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Pupuk organik

sangat penting artinya sebagai penyangga sifat fisik, kimia, dan biologi tanah sehingga dapat meningkatkan efisiensi pupuk dan produktivitas lahan.

Agustina (2011) menyatakan bahwa kompos kotoran sapi mengandung N 0,7% dan K2O 0,58% dan urinnya mengandung 0,6% N dan 0,5% K. Menurut Miftakhul et al. (2013), pupuk kandang kotoran ayam mengandung kadar hara N, C-organik dan rasio C/N masing-masing sebesar 0,554%, 3,308%, dan 6. Nilai kalor yang dihasilkan oleh biogas cukup tinggi yaitu kisaran 4800-6700 kkal/m3, untuk metana murni (100%) memiliki nilai kalori 8900 kkal/m3. Pemanfaatan limbah cair biogas dengan dosis 625 liter/ha dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil kangkung darat (Marselius, 2010). Suharlina dan Luki (2012) menyatakan bahwa penambahan pupuk organik cair pada pemupukan 15 hari sebelum panen pada tanaman Indigofera sp. dapat memperbaiki pertumbuhan kembali dan produktivitas legum Indigofera sp. meliputi rasio daun-cabang, jumlah bintil akar, produksi daun dan tajuk. Lugio (2004), menyatakan bahwa pemberian pupuk kandang (sapi, domba, kelinci) dengan dosis 20 ton/ha dapat meningkatkan produksi hijauan berat segar dan berat kering dari rumput Panicum maximum.

Informasi mengenai pengaruh berbagai jenis dan dosis pupuk organik pada tanaman kembang telang (Clitoria ternatea) masih kurang, sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut.

MATERI DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Rumah Kaca Laboratorium Tumbuhan Pakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana di Jalan Raya Sesetan Gang Markisa selama 2 bulan dari tanggal 2 Mei - 4 Juli 2014.

Bibit

Bibit yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji kembang telang (Clitoria ternatea) yang diperoleh dari Jl. Pandu Desa Tanjung Bungkak, Denpasar Timur.

Rancangan Percobaan

Penelitian menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial dengan dua faktor. Faktor pertama adalah jenis pupuk, yaitu: A: pupuk kotoran ayam, B: pupuk limbah biogas, S: pupuk kotoran sapi. Faktor kedua, adalah dosis pupuk yaitu: D0: tanpa pemberian pupuk (kontrol), D1: pemberian pupuk dosis 10 ton/ha (20 g/pot), D2:

pemberian pupuk dosis 20 ton/ha (40 g/pot), D3: pemberian pupuk dosis 30 ton/ha (60 g/pot).

Dari kedua faktor tersebut diperoleh 12 kombinasi perlakuan yaitu : AD0, AD1, AD2, AD3, BD0, BD1, BD2, BD3, SD0, SD1, SD2, SD3 dan setiap kombinasi perlakuan diulang sebanyak empat (4) kali sehingga terdapat 48 pot penelitian.

Persiapan Penelitian

Sebelum penelitian dimulai, dilakukan beberapa persiapan antara lain tanah yang dipergunakan dalam penelitian terlebih dahulu dikering udarakan, kemudian diayak dengan ayakan kawat dengan ukuran lubang 2mm × 2mm, sehingga tanah menjadi homogen. Tanah ditimbang seberat 4 kg dan dimasukkan pada masing-masing pot.

Pemberian Pupuk

Pemberian pupuk ini dilakukan hanya satu kali selama penelitian berlangsung. Kotoran ayam, limbah biogas dan kotoran sapi yang digunakan sebagai pupuk dicampur dengan tanah sampai homogen sebelum penanaman bibit sesuai dosis masing–masing, yaitu: dosis 0 ton/ha (0 g/pot), dosis 10 ton/ha (20 g/pot), dosis 20 ton/ha (40 g/pot), dan dosis 30 ton/ha (60 g/pot).

Penanaman Bibit

Penanaman bibit dilakukan pada saat tanah dalam keadaan kapasitas lapang. Tiap pot ditanami dengan dua bibit dan setelah tumbuh bagus, salah satu bibit dicabut sehingga setiap pot hanya terdiri dari satu bibit saja, dan dipilih bibit yang pertumbuhannya seragam.

Pemeliharaan Tanaman

Pemeliharaan tanaman meliputi penyiraman, pemberantasan hama dan gulma. Penyiraman dilakukan setiap 2 hari sekali dan dilakukan pada pagi hari, sedangkan untuk pembersihan gulma dilakukan setiap hari.

Pemotongan

Pemotongan atau panen dilakukan saat kembang telang berumur 2 bulan dan kembang telang dipotong pada permukaan tanah.

Peubah yang Diamati

Peubah yang diamati pada penelitian ini meliputi peubah pertumbuhan, produksi dan karakteristik. Peubah pertumbuhan diamati setiap minggu, sedangkan peubah produksi dan karakteristik diamati pada saat panen.

  • 1.    Peubah pertumbuhan terdiri dari: tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah bintil akar dan jumlah cabang

  • 2.    Peubah produksi terdiri dari: berat kering daun, berat kering batang, berat kering akar, dan berat kering total hijauan

  • 3.    Peubah karakteristik terdiri dari: nisbah berat kering daun dengan berat kering batang, nisbah berat kering total hijauan dengan berat kering akar (top root ratio), luas daun per pot, dan nisbah luas daun dengan berat kering daun.

Analisa Statistik

Data yang diperoleh dianalisis dengan bantuan program SPSS. 20 dengan metode analisis data rancangan acak lengkap pola faktorial dua faktor, kemudian dilanjutkan dengan uji jarak berganda dari Duncan (Steel and Torrie, 1991).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antara perlakuan jenis dan dosis pupuk organik terhadap pertumbuhan, produksi, dan karakteristik tanaman kembang telang (Clitoria ternatea). Keadaan tersebut menunjukkan bahwa antara faktor jenis pupuk organik dan faktor dosis pupuk organik dapat secara bersama-sama atau sendiri-sendiri dalam mempengaruhi pertumbuhan dan produksi kembang telang. Seperti dijelaskan oleh Gomez dan Gomez (1995) bahwa dua faktor perlakuan dikatakan berinteraksi apabila pengaruh suatu faktor perlakuan berubah pada saat perubahan taraf faktor perlakuan lainnya. Selanjutnya dinyatakan oleh Steel dan Torrie (1991) bahwa bila pengaruh interaksi berbeda tidak nyata, maka disimpulkan bahwa diantara faktor-faktor perlakuan tersebut bertindak bebas atau pengaruhnya berdiri sendiri.

Pemberian pupuk limbah biogas cenderung menghasilkan pertumbuhan jumlah daun, jumlah cabang, dan tinggi tanaman lebih tinggi dibandingkan pupuk kotoran ayam maupun pupuk kotoran sapi. Hal ini disebabkan adanya proses fermentasi pada limbah biogas yang mengubah zat makanan menjadi tersedia bagi tanaman yang mempermudah penyerapan unsur hara pada tanaman sehingga mempercepat pertumbuhan dan produksi tanaman. Visilind et al. (1990), menyatakan bahwa lumpur keluaran (sludge) yang berasal dari instalasi gas bio sangat baik untuk dijadikan sebagai pupuk karena mengandung berbagai macam mineral yang dibutuhkan oleh tanaman, antara lain: P, Mg, Ca, K, Cu, dan Zn, sebagaimana juga diutarakan oleh Suzuki et al. (2001). Hal ini sejalan dengan Sutedjo, (1992) yang menyatakan limbah biogas dapat memperbaiki pertumbuhan dan

meningkatkan produksi tanaman karena mengandung berbagai unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman.

Tabel 1. Pertumbuhan kembang telang yang diberi berbagai jenis dan dosis pupuk

organik.

Variabel

Jenis Pupuk2)

Dosis Pupuk3)

Rataan

SEM4)

D0

D1

D2

D3

A

50,75

56,25

69,00

60,00

59,00b 1)

Jumlah Daun

B

54,25

61,25

72,25

67,00

63,69a

2,45

(helai)

S

50,00

53,75

74,25

71,25

62,31ab

Rataan

51,67d

57,08c

71,83a

66,08b

A

157,75

160,00

169,25

165,25

163,06a

Tinggi Tanaman

B

155,75

159,25

175,25

169,75

165,00a

1,64

(cm)

S

155,50

159,25

173,75

170,50

164,75a

Rataan

156,33d

159,50c

172,75a

168,50b

A

7,50

10,25

14,50

13,75

11,50a

Jumlah Cabang

B

8,50

11,00

17,50

13,25

12,56a

0,97

(batang)

S

8,25

9,25

16,25

13,00

11,69a

Rataan

8,08d

10,17c

16,08a

13,33b

A

78,25

84,50

114,25

101,25

94,56a

Jumlah Bintil Akar

B

82,00

85,25

109,25

93,75

92,56a

13,79

(buah)

S

76,75

74,50

84,25

99,00

83,63a

Rataan

79,00a

81,42a

102,58 a

98,00a

Keterangan :

1) Nilai dengan huruf yang sama pada baris atau kolom yang sama menunjukan berbeda tidak nyata (P>0,05)

2) A = Kotoran ayam; B = Limbah biogas; S = Kotoran Sapi

3) D0 = Tanpa pupuk; D1 = Dosis 10 ton/ha; D2 = Dosis 20 ton/ha; D3 = Dosis 30 ton/ha

4)SEM = Standar Error of the Treatment Means

Pemberian pupuk kotoran ayam, limbah biogas dan kotoran sapi menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (P>0,05) pada variabel jumlah bintil akar dan cenderung tertinggi pada pupuk kotoran ayam. Tanaman legum mampu bersimbiosis dengan bakteri rhizobium yang akan menginfeksi akar tanaman dan membentuk bintil akar di dalamnya. Rhizobium hanya dapat memfiksasi nitrogen atmosfer bila berada di dalam bintil tanaman legum (Mayani, 2012). Dibandingkan dengan kotoran sapi, kotoran ayam dan limbah biogas lebih cepat terdegredasi sehingga lebih banyak tersedia nutrisi baik untuk tanaman maupun mikroba yang dapat memicu terbentuknya bintil akar yang cenderung lebih banyak (Tabel 1) sehingga meningkatkan fiksasi nitrogen, dengan meningkatnya fiksasi nitrogen akan meningkatkan pertumbuhan dan produksi.

Pada variabel berat kering daun dan berat kering total hijauan pemberian pupuk kotoran ayam memberikan hasil tertinggi, tetapi berbeda tidak nyata (P>0,05) dengan

pupuk limbah biogas dan berbeda nyata (P<0,05) dengan pupuk kotoran sapi (Tabel 2). Hal ini karena pupuk kotoran ayam dan limbah biogas merupakan pupuk organik yang lebih cepat terdegradasi daripada pupuk kotoran sapi sehingga unsur hara lebih cepat tersedia bagi tanaman. Disamping itu didukung oleh luas daun yang paling besar (P>0,05), semakin besar luas daun proses fotosintesis semakin meningkat sehingga meningkatkan berat kering tanaman, sedangkan pada variabel berat kering batang tidak menunjukkan

perbedaan yang nyata (P>0,05) diantara ketiga jenis pupuk tersebut.

Tabel 2. Produksi kembang telang yang diberi berbagai jenis dan dosis pupuk organik

Variabel

Jenis Pupuk 2)

Dosis Pupuk3)

Rataan

SEM 4)

D0

D1

D2

D3

A

1,95

2,10

3,18

2,85

2,52 a 1)

Berat Kering

B

2,18

1,98

2,90

2,23

2,32 ab

0,23

Daun (g)

S

1,60

1,78

2,88

2,35

2,15 b

Rataan

1,91 c

1,95 c

2,98 a

2,48 b

A

1,65

2,18

2,90

2,58

2,33 a

Berat Kering

B

2,08

2,05

3,08

1,88

2,27 a

0,23

Batang (g)

S

1,58

1,75

2,55

2,13

2,00 a

Rataan

1,77 c

1,99 bc

2,84 a

2,19 b

A

0,60

1,08

1,48

1,08

1,06 b

Berat Kering Akar

B

1,23

1,20

1,70

1,20

1,33 a

0,18

(g)

S

0,75

1,10

1,25

0,90

1,00 b

Rataan

0,86 b

1,13 b

1,48 a

1,06 b

A

3,60

4,28

6,08

5,43

4,84 a

Berat Kering

B

4,25

4,03

5,98

4,10

4,59 ab

0,44

Total Hijauan (g)

S

3,18

3,53

5,43

4,48

4,15 b

Rataan

3,68 c

3,94 bc

5,83 a

4,67 b

Keterangan :

1) Nilai dengan huruf yang sama pada baris atau kolom yang sama menunjukan berbeda tidak nyata (P>0,05)

2) A = Kotoran ayam; B = Limbah biogas; S = Kotoran Sapi

3) D0 = Tanpa pupuk; D1 = Dosis 10 ton/ha; D2 = Dosis 20 ton/ha; D3 = Dosis 30 ton/ha

4)SEM = Standar Error of the Treatment Means

Pada variabel nisbah berat kering total hijauan dengan berat kering akar, hasil tertinggi pada pemberian pupuk kotoran ayam (A) dan secara statistik berbeda nyata (P<0,05) dengan limbah biogas dan pupuk kotoran sapi, sedangkan antara limbah biogas dan kotoran sapi tidak terdapat perbedaan yang nyata (P>0,05). Hal ini didukung oleh hasil berat kering total hijauan pada perlakuan jenis pupuk kotoran ayam lebih tinggi daripada perlakuan jenis pupuk limbah biogas dan pupuk kotoran sapi, tetapi berat kering akarnya cenderung lebih rendah daripada pupuk limbah biogas. Pada variabel nisbah berat kering daun dengan berat kering batang, luas daun, dan nisbah luas daun dengan berat

kering daun menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (P>0,05) diantara ketiga jenis pupuk. Husma, (2010) menyatakan pemberian bahan organik (pupuk kandang) berpengaruh terhadap tanaman seperti peningkatan kegiatan respirasi, bertambah lebarnya daun yang berpengaruh terhadap kegiatan fotosintesis yang bermuara pada produksi dan kandungan bahan kering.

Tabel 3. Karakteristik kembang telang yang diberi berbagai jenis dan dosis pupuk organik

Variabel

Jenis Pupuk2)

D0

Dosis Pupuk3)

Rataan

SEM4)

D1

D2

D3

Nisbah Berat

A

1,19

0,97

1,10

1,11

1,09a 1)

Kering Daun

B

1,09

0,99

0,94

1,20

1,06a

0,06

dengan Berat

S

1,02

1,02

1,13

1,12

1,07a

Kering Batang

Rataan

1,10ab

0,99b

1,06ab

1,14a

Nisbah Berat

A

9,89

4,08

4,31

5,07

5,76a

Kering Total

B

4,08

3,36

3,67

3,46

3,64b

0,97

Hijauan dengan

S

4,42

3,29

4,36

5,16

4,31b

Berat Kering Akar

Rataan

6,03a

3,58b

4,11b

4,56ab

A

2769,08

2635,09

2470,78

3256,53

2782,87a

Luas Daun

B

3755,68

2156,34

2271,95

2621,96

2701,48a

519,36

S

2353,70

2696,71

3347,24

2569,68

2741,83a

Rataan

2959,48a

2496,04a

2696,65a

2816,06a

A

1409,80

1254,23

772,29

1143,16

1144,87a

Nisbah Luas Daun

B

1656,86

1154,65

770,64

1219,98

1200,53a

dan Berat Kering

525,62

Daun

S

1456,12

1532,80

1149,06

1084,56

1305,63a

Rataan

1507,60a

1313,89a

897,33a

1149,23a

Keterangan :

1) Nilai dengan huruf yang

sama pada baris atau kolom yang

sama menunjukan berbeda tidak

nyata (P>0,05)

2) A = Kotoran ayam; B =

Limbah biogas; S = Kotoran Sapi

3) D0 = Tanpa pupuk; D1 =

Dosis 10 ton/ha; D2 =

Dosis 20 ton/ha; D3 =

Dosis 30 ton/ha

4)SEM = Standar Error of the Treatment Means

Pemupukan dengan dosis 20 ton/ha menghasilkan berat kering daun, batang, akar, dan berat kering total hijauan tertinggi, hal ini didukung oleh jumlah daun, tinggi tanaman, jumlah cabang, dan jumlah bintil akar yang lebih tinggi. Semakin banyak jumlah daun akan meningkatkan proses fotosintesis yang akan menghasilkan karbohidrat sehingga meningkatkan produksi berat kering tanaman. Pemberian pupuk organik akan meningkatkan N total tanah. Pendapat ini didukung oleh Poerwowidodo (1992) dan Sutedjo (2002) yang menyatakan bahwa nitrogen diperlukan untuk merangsang pertumbuhan vegetatif, memperbesar ukuran daun dan meningkatkan kandungan klorofil.

Peningkatan klorofil pada daun akan mempercepat proses fotosintesis. Semakin meningkat proses fotosintesis maka pertumbuhan dan produksi semakin meningkat

Pengaruh pemberian pupuk organik pada dosis 20 ton/ha (D2) menghasilkan pertumbuhan dan produksi yang nyata (P<0,05) lebih tinggi dibandingkan dengan pemupukan pada dosis 0, 10, dan 30 ton/ha. Hal ini menunjukkan kembang telang secara efisien dapat memanfaatkan unsur hara yang terkandung dalam pupuk organik pada dosis 20 ton/ha sehingga dapat menghasilkan pertumbuhan daun, pertumbuhan cabang dan meningkatkan produksi hijauan. Setyamidjaja (1986) menyatakan bahwa untuk meningkatkan efisiensi pemupukan maka pupuk yang diberikan harus dalam jumlah yang mencukupi kebutuhan tanaman, tidak terlalu banyak dan tidak terlalu sedikit. Lebih lanjut dinyatakan bahwa pemupukan terlalu banyak menyebabkan larutan tanah akan terlalu pekat sehingga akan mengakibatkan keracunan pada tanaman dan sebaliknya bila pemupukan terlalu sedikit pengaruh pemupukan pada tanaman tidak terlalu nampak. Tata (1995) menyatakan bahwa pemupukan yang berlebihan tidak selalu meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman. Pemupukan pada dosis 30 ton/ha (D3) mengalami penurunan, walaupun masih lebih tinggi dibandingkan perlakuan kontrol dan 10 ton/ha. Setyorini et al. (2006) menyatakan pemupukan pupuk kandang pada budidaya sayuran organik menunjukkan bahwa kompos pupuk kandang sebanyak 20 ton/ha dapat memenuhi kebutuhan hara. Hal ini sejalan dengan Marsono dan Paulus. (2001) bahwa pupuk kandang dapat diberikan antara 20 – 30 ton/ha. Hasil penelitian Wahyuningsih (2004) dengan menggunakan pupuk kandang dari sapi yang diberi ransum berkonsentrat disuplementasi ammonium sulfat mendapatkan dosis pupuk 20 ton/ha dapat meningkatkan produktivitas leguminosa Pueraria phaseloides cv. Javanica yang maksimal dibandingkan dengan dosis pupuk 25 ton/ha.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa jenis pupuk organik ayam dan limbah biogas menghasilkan jumlah bintil akar, berat kering daun, berat kering batang, berat kering akar, dan berat kering total hijauan kembang telang yang lebih baik dibandingkan dengan pupuk organik sapi. Dosis pupuk organik 20 ton/ha menghasilkan pertumbuhan, produksi dan karakterisktik kembang telang yang paling optimal. Tidak

terjadi interaksi antara perlakuan jenis dan dosis pupuk organik terhadap pertumbuhan dan produksi kembang telang (Clitoria ternatea).

Saran

Untuk meningkatkan pertumbuhan dan produksi kembang telang dapat disarankan menggunakan pupuk organik kotoran ayam, dan limbah biogas dengan dosis 20 ton/ha, disesuaikan dengan kondisi setempat.

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan masa panen lebih dari sekali, untuk mengetahui pengaruh berbagai jenis dan dosis pupuk organik terhadap pertumbuhan dan produksi kembang telang pada pemotongan berikutnya.

UCAPAN TERIMAKASIH

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada keluarga yang selalu memberikan support selama menjalani masa perkuliahan. Kedua rekan kelompok penelitian yaitu I Wayan Arnawa dan Gede Agus Arya Widana yang telah tekun dan tidak mengenal lelah dalam pelaksanaan penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Agustina, L. 2011. Teknologi Hijau Dalam Pertanian Organik Menuju Pertanian Berlanjut. UB Press. Malang.

Bayer, W. 1990. Napier grass – a promosing fodder for smallholder livestock production in the tropics. Plant research and development. 12:36-38.

Cook BG; Pengelly BC; Brown SD; Donnelly JL; Eagles DA; Franco MA; Hanson J; Mullen BF; Partridge IJ; Peters M; Schultze-Kraft R. 2005. Tropical Forages: an interactive se-lection tool. [CD-ROM], (CSIRO, DPI&F(Qld), CIAT and ILRI, Brisbane, Qld, Australia) (Retrieved 15 Sept 2010 from http://www.tropicalforages.info/key/Forages/).

Foot, A.S., S.Banes, J.C. Howkins, V.C. Nielsen, and JR.O. Callahan. 1976. Studies on Farm Livestock Waste. 1st ed. Agriculture Research Council, England.

Gomez, K.A. dan Gomez A.A. (1995). Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian. Edisi Kedua. Jakarta : UI – Press, hal :13 – 16.

Husma, M., 2010. Pengaruh Bahan Organik dan Pupuk Kalium terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Melon (Curcumis melo L.). Tesis Program Studi Agronomi Universitas Haluoleo.

Kartini, N. L. 2000. Pertanian Organik Sebagai Pertanian Masa Depan. Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Teknologi Pertanian dalam Upaya Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian bekerjasama dengan Universitas Udayana Denpasar.

Lugio. 2004. Pengaruh Pemberian Tiga Jenis Pupuk Kandang Terhadap Produksi Rumput Panicum maximum cv. Riversdale. Prosiding Temu Teknis Nasional Tenaga Fungsional Pertanian. Bogor, 2004. Balai Penelitian Ternak. Hal 38-42.

Marselius, O. Y. A. W. MRA-MRA. 2010. Pemanfaatan Limbah Cair Biogas Sebagai Pupuk Organik Untuk Kangkung Darat ( Ipomoea Reptans Poir. ) di Daerah Transmigrasi Masni-Manokwari. Fakultas Pertanian Dan Teknologi Pertanian Universitas Negeri Papua Manokwari. http// eprints.unipa.ac.id/view/subjects/S1.html

Marsono dan Paulus, S. 2001. Pupuk Akar Jenis dan Aplikasi. Penebar Swadaya, Jakarta.

Mayani, M. 2012. Potensi Rhizobium dan Nitrogen untuk Meningkatkan Pertumbuhan dan Produksi Kedelai (Glycine max L.) pada Lahan Bebas Sawah. Jurnal Ilmu Pertanian Kultivar Vol. 5 No. 2 September 2011

Miftakhul, H. S., Suyono, dan P. R, Wikandari. 2013. Efektivitas Kandungan Unsur Hara N Pada Pupuk Kandang Hasil Fermentasi Kotoran Ayam Terhadap Pertumbuhan Tanaman Terung (Solanum melongena L.) Jurnal Online Universitas Negeri Surabaya. Surabaya

Nulik, J. 2009. Kacang kupu (Clitoria ternatea) leguminosa herba alternatif untuk sistem usahatani intergrasi sapi dan jagung di Pulau Timor. Wartazoa 19(1): 43-51

Poerwowidodo. 1992. Telaah Kesuburan Tanah. Penerbit Angkasa, Bandung

Setyorini, Diah., Rasti, S., Ea Kosman, A, 2006, Kompos, Pupuk Organik dan Pupuk Hayati, Jurnal Balai Besar Litbang Sumber Daya Pertanian, 11-40, Bogor.

Soedyanto, R,R.M., Sianipar, A. Susani & Hardjanto. 1984. Bercocok tanam//. CV. Yasaguna, Jakarta: 188hlm.

Steel, R. G. D. dan J .H. Torrie. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sutedjo, M.M. 1992. Pupuk dan Pemupukan. Rineka Cipta, Jakarta.

Sutedjo, R. 2002. Pertanian Organik Menuju Pertanian Alternatif dan Berkelanjutan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta

Suzuki, K., W. Takhesi, and Vo Lam. 2001. Consentration and crystallization of phosphate and minerals in the effluent of bio-gas digester in the Mekong Delta. Viensam. Jircan and Contho University Contho Viensam

Tata, T. 1995. Pengaruh Jenis dan Dosis Kotoran Ternak Terhadap Produktivitas Arachis pintoi. Skripsi Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Denpasar.

Visilind, P. A., J. J Pierce and R. F. Weiner. 1990. Enviroment pollution and Control. Butterworth-Heinemen, Boston.

Sutresnawan et al. Peternakan Tropika Vol. 3 No. 3 Th. 2015: 586- 596

Page 596