e-journal FAPET UNUD


e-Journal

Universitas Udayana


Peternakan Tropika

Journal of Tropical Animal Science email: [email protected] email: [email protected]

TINGKAT PENERAPAN TEKNOLOGI SAPTA USAHA TERNAK SAPI OLEH KELOMPOK SIMANTRI DI DESA PEJENG KANGIN DAN PEJENG KELOD KECAMATAN TAMPAKSIRING KABUPATEN GIANYAR

ANTARA, I K. J ., I G. SUARTA DAN N. K. NURAINI

Program Studi Ilmu Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar Hp. 081 747 151 22, email: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian bertujuan untuk mengetahui tingkat penerapan teknologi serta faktor-faktor yang ada hubungannya dengan tingkat penerapan teknologi sapta usaha ternak sapi bali oleh kelompok simantri di Desa pejeng Kangin dan Desa Pejeng Kelod. Penelitian dilakukan di Desa Pejeng Kangin dan Pejeng Kelod, Kecamatan Tampaksiring pada peternak yang tergabung dalam Gapoktan simantri. Responden penelitian sebanyak 40 orang yang terdiri dari 20 orang anggota kelompok simantri di Desa Pejeng Kangin dan 20 orang anggota kelompok simantri di Desa Pejeng Kelod. Pengambilan sampel menggunakan metode sensus yaitu dengan mengambil seluruh unit populasi sebagai responden. Metode pengambilan data adalah wawancara secara langsung, observasi dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Tingkat penerapan teknologi sapta usaha ternak sapi kelompok peternak gapoktan Buana Sari (Desa Pejeng Kangin) sangat nyata lebih baik (P<0,01) dibandingkan kelompok peternak gapoktan Sri Sedana Mumbul (Desa Pejeng Kelod); (2) Untuk gapoktan Buana Sari, pengetahuan, sikap, keterampilan, intensitas komunikasi dan pelatihan yang diterima masing-masing berhubungan sangat nyata (P<0,01), umur berhubungan negatif nyata (P<0,05) dengan tingkat penerapan teknologi sapta usaha ternak sapi. Terdapat hubungan sangat nyata (P<0,01) antara sikap dengan tingkat penerapan dan hubungan yang nyata (P<0,05) antara keterampilan dengan tingkat penerapan teknologi sapta usaha ternak sapi pada peternak Gapoktan Sri Sedana Mumbul (Desa Pejeng Kelod).

Kata kunci: Gapoktan, sapta usaha ternak, simantri, ternak sapi

THE APPLICATION LEVEL OF THE SEVEN EFFORTS OF CATTLE BREEDING TEKNOLOGY BY THE INTEGRATED AGRICULTURAL SYSTEMS GROUP (SIMANTRI) IN THE VILLAGE OF PEJENG KANGIN AND PEJENG KELOD OF TAMPAK SIRING SUB-DISTRICT

ABSTRACT

The purpose of this study were determine the level of implementation of the seven efforts of Bali cattle breeding technology by the Simantri group in the village of the Pejeng Kangin and Pejeng Kelod and the factors that influence it in both groups of Simantri under


studied. This research was conducted in the village of Pejeng Kangin and Pejeng Kelod, the Sub-District of Tampak Siring of Gianyar Regency on farmers who are members of the Farmers Group Association (Gapoktan) of Simantri. The respondents were 40 people, consisting of 20 members of the Simantri group located in the village of Pejeng Kangin and 20 members of the Simantri group in the village of Pejeng Kelod.Sampling used census method, i.e. a method that takes the entire unit of population as the respondent. The methods of data collection were by direct interview, observation, and documentation techniques. Research results showed that: 1).the Level application of technology of the seven efforts of cattle breeder group of the Gapoktan of Buana Sari (Village of Pejeng Kangin) was highly significant better (P <0.01) than the breeder group of Sri Sedana Mumbul (Pejeng Kelod Village); 2).the Knowledge, attitudes, skills, communication and training intensity ofthe breeder group of Buana Sari respectively corresponding highly significant (P <0.01), age is negatively related significantly (P<0.05) with the level of technology implementation of the seven cattle efforts. There was a very significant relationship (P<0.01) between the attitude and level of implementation of a real relationship (P<0.05) between the skills and the level of technology implementation of seven cattle efforts in the Gapoktan of Sri Sedana Mumbul (Village of Pejeng Kelod).

Keywords: Gapoktan, seven efforts of cattle breeding, Simantri, cattle breeding

PENDAHULUAN

Pentingnya arti pembangunan perdesaan sudah lama disadari banyak kalangan, hal ini terlihat dengan dicanangkannya berbagai jenis konsep tentang pembangunan perdesaan. Berbagai kemajuan telah dicapai, namun tidak dapat dipungkiri masih ada berbagai kemunduran yang juga terjadi terutama terkait tentang kesejahteraan masyarakat perdesaan. Pertumbuhan penduduk yang masih relatif cukup tinggi, sementara sumber daya alam khususnya lahan dan air sebagai tumpuan utama kegiatan pertanian di perdesaan yang relatif tetap dan bahkan dalam beberapa kasus semakin terbatas, telah mendorong terjadinya marjinalisasi perdesaan.

Menurut Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan (2010), kondisi dan permasalahan dalam pembangunan usaha pertanian secara umum dapat digambarkan adalah belum tergarapnya potensi sumberdaya alam dan belum berkembangnya diversifikasi usaha baik intern sektor pertanian dan antar sektor pertanian dengan sektor. Simantri adalah upaya terobosan dalam mempercepat adopsi teknologi pertanian karena merupakan pengembangan model percontohan dalam mempercepat alih teknologi kepada masyarakat perdesaan. Penerapan simantri diharapkan dapat terwujud dalam jangka pendek (3-4 tahun) salah satunya berkembangnya intensifikasi dan ekstensifikasi usaha tani dan meningkatnya

insentif perusahaan tani melalui peningkatan produksi dan efisiensi usaha tani seperti pupuk, pakan, biogas, bio urin, bio pestisida diproduksi sendiri (Dinas Pertanian Tanaman Pangan, 2010).

Gapoktan Simantri Buana Sari di Pejeng Kangin dan Sri Sedana Mumbul di Pejeng Kelod merupakan dua gapoktan simantri dari 50 gapoktan simantri di Kabupaten Gianyar. Tingkat penerapan teknologi pertanian dalam simantri tersebut berbeda-beda sesuai karakteristik dan potensi wilayah masing-masing. Hal ini terlihat dari hasil pengamatan dilapangan bahwa tingkat penerapan gapoktan simantri Buana Sari berbeda dengan Sri Sedana Mumbul. Tingkat penerapan sapta usaha ternak sapi dalam program simantri dikatakan tinggi/baik apabila petani itu mampu menerapkan sapta usaha ternak sapi secara baik dan mampu menghasilkan hasil yang optimal atau yang diinginkan.

Pada gapoktan Buana Sari, peternak sudah mampu mengelola kotoran ternaknya menjadi pupuk organik dan mengembangkan tanaman perkebunan disekitar lokasi simantri tersebut. Peternak gapoktan Buana Sari sudah mulai menerapkan simantri berwawasan agribisnis dilihat dari keikutsertaan peternak dalam mengelola koperasi yang khusus untuk menangani manajemen simantri dan keperluan anggotanya. Sedangkan, Gapoktan Sri Sedana Mumbul belum secara terpadu mengelola program simantri yaitu dalam pengolaan limbah kotoran ternak. Namun Gapoktan Sri Sedana Mumbul juga merupakan Gapoktan simantri yang anggotanya petani peternak cukup aktif dalam menerapkan teknologi Sapta Usaha ternak sapi walaupun masih kurang baik dari pada Gapoktan Buana Sari. Hal ini terlihat dari aktivitas peternak Gapoktan Sri Sedana Mumbul dalam memelihara ternak sapi yang kesehatannya sudah mendekati standar yang diberikan oleh Dinas penyelenggara seperti memandikan ternak sapi, memberi pakan dan membersihkan lingkungan sekitar kandang, sehingga dapat dikatakan masih terlalu fokus pada manajemen penggemukan maupun pembibitan sapi.

Perbedaan kondisi seperti inilah yang menimbulkan keinginan penulis untuk meneliti lebih jauh mengenai tingkat penerapan Sapta Usaha Ternak Sapi pada masing-masing gapoktan simantri. Faktor-faktor yang berhubungan dengan penerapan sapta usaha ternak sapi adalah pengetahuan (Soedijonto, 1980), sikap, umur, intensitas komunikasi (Rogers dan Shoemaker, 1971), keterampilan (Nasution, 2004), tingkat pendidikan (Lumentha, 1997). Pengetahuan tentang suatu penerapan sapta usaha menentukan kesiapan

seseorang untuk melaksanakan penerapan tersebut (Soedijonto, 1980). Sikap digunakan untuk memprediksi perilaku petani peternak berkenaan dengan penerapan teknologi tersebut, melalui respon yang diberikan baik itu respon positif maupun respon negatif dan proses pembentukan sikap dipengaruhi oleh lingkungan sosial dan kebudayaan (Rogers dan Shoemaker, 1971). Umur peternak yang produktif mempengaruhi kemampuan fisik dan pola pikir sehingga sangat potensial dalam mengembangkan usaha ternaknya (Lestari, 2009). Pendidikan formal maupun non formal merupakan sarana untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan (Lumentha, 1997).

MATERI DAN METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Pejeng Kangin (pada gapoktan simantri Buana Sari) dan Pejeng Kelod (pada gapoktan simantri Sri Sedana Mumbul), Kecamatan Tampaksiring, Kabupaten Gianyar. Lokasi penelitian ditentukan dengan metode “Purposive Sampling ”(Singarimbun dan Effendi, 1989). Waktu penelitian adalah selama tujuh bulan yaitu dari bulan Desember sampai April 2015.

Pemilihan Responden

Responden dalam penelitian ini adalah anggota dari dua kelompok yang masing – masing jumlahnya sebanyak 20 orang. Anggota poktan andog simantri Desa Pejeng Kangin (Gapoktan Buana Sari) berjumlah 20 orang, sedangkan poktan Sawe Gunung simantri Desa Pejeng Kelod (Gapoktan Sri Sedana Mumbul) berjumlah 20 orang sehingga total responden adalah 40 orang. Metode yang digunakan adalah metode sensus yaitu metode yang mengambil seluruh unit populasi sebagai responden (Singarimbun dan Effendi, 1989).

Jenis dan Sumber Data

Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diambil secara langsung dari sumber data. Data primer meliputi: (1) karakteristik responden mencakup: umur, tingkat pendidikan, intensitas komunikasi, pengetahuan, sikap dan keterampilan. (2) Tingkat penerapan teknologi sapta usaha ternak sapi dalam sistem pertanian terintegrasi. Data sekunder adalah data yang

diperoleh peneliti dari berbagai sumber. Data sekunder meliputi (1) Gambaran umum desa Pejeng Kangin dan Pejeng Kelod. (2) Profil kelompok ternak sapi di desa penelitian tersebut.

Pengumpulan Data

Pengumpulan data primer dilakukan dengan metode survei yaitu pengumpulan data dengan cara mendatangi serta mewawancarai responden dan mengobservasi dengan berpedoman pada daftar pertanyaan yang telah disiapkan (kuisioner) sesuai dengan tujuan penelitian. Data sekunder diperoleh dari arsip – arsip dan literatur yang sifatnya menunjang dari penelitian ini.

Analisis Statistik

Analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif kualitatif. Analisis deskriptif kualitatif yaitu suatu bentuk analisis yang berdasarkan data yang dikumpulkan selama penelitian secara sistematis mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat dari obyek yang diteliti dengan menggambarkan hubungan antar variabel yang terlibat didalamnya. Untuk membandingkan tingkat pengetahuan, sikap, keterampilan dan penerapan tekonogi sapta usaha ternak sapi antara kelompok simantri di Desa Pejeng Kangin dan Pejeng Kelod digunakan Uji jumlah jenjang Wilcoxon. Untuk menguji hubungan antara faktor- faktor yang berhubungan dengan tingkat penerapan teknologi sapta usaha ternak sapi Bali digunakan Metode Koefisien Kolerasi Berjenjang Spearman. Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan, maka thitung dibandingkan dengan ttabel pada tingkat probabilitas 10% 5%, 1%. Hipotesis penelitian diterima apabila thitung > ttabel pada P 0,05/ P 0,10 (hubungan nyata). Apabila thitung lebih besar ttabel pada P 0,01 maka hubungan antara dua variabel yang di uji sangat nyata.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari hasil penelitian, didapatkan bahwa: (1) sebagian besar peternak Gapoktan Buana Sari di Pejeng Kangin adalah >30-40 tahun dan peternak Gapoktan Sri Sedana Mumbul di Pejeng Kelod adalah >40-50 tahun, (2) 45,00 % anggota Gapoktan Buana Sari menamatkan pendidikan hingga tingkat SMA dan 40,00% peternak Gapoktan Sri Sedana Mumbul pada tingkat SMP, (3) 55,00% peternak Gapoktan Buana Sari dan 90,00%

peternak Gapoktan Sri Sedana Mumbul pernah mengikuti pendidikan non formal sebanyak 1-2 kali.

Tingkat pengetahuan peternak gapoktan Buana Sari dan peternak gapoktan Sri Sedana Mumbul sama-sama termasuk dalam kategori tinggi, namun secara statistik tingkat pengetahuan peternak gapoktan Buana Sari sangat nyata (P<0,01%) lebih tinggi (pencapaian persentase skor 74,39% dari skor maksimal idealnya) dari pada pengetahuan peternak gapoktan Sri Sedana Mumbul (persentase skor 68,46%). Pengetahuan dipengaruhi oleh salah satu faktor yaitu tingkat pendidikan. Sebagian besar peternak gapoktan Buana Sari tamat SMA, sedangkan peternak Sri Sedana Mumbul sebagian besar tamat SMP. Hal ini sesuai dengan pendapat Mosher (1987) yang menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin tinggi pula tingkat pengetahuan seseorang. Tingkat pengetahuan yang tinggi dapat mempengaruhi sikap peternak lebih terbuka dalam menerapkan teknologi baru. Selain itu, pelatihan dapat menambah pengetahuan peternak untuk mendukung pelaksanaan kegiatan simantri. Pelatihan yang diterima peternak adalah bimbingan teknis yang diselenggarakan oleh dinas terkait dengan pelaksanaan program simantri. Bimbingan teknis yang diberikan berupa demontrasi cara, misalnya cara memberikan pakan yang baik dan benar, pengobatan dan pengendalian penyakit, kandang yang sehat dan penanganan kotoran limbah ternak.

Tabel 1. Perbandingan Tingkat Pengetahuan, Sikap, Keterampilan, Intensitas Komunikasi dan Penerapan dua kelompok Simantri

Buana Sari

Sri Sedana Mumbul

No

Variabel

(Pejeng Kangin)

(Pejeng Kelod)

Rhit

Penelitian

Persentase (%)

Kategori

Persentase (%)

Kategori

1

Pengetahuan

74,39

Tinggi

68,46

Tinggi

298**

2

Sikap

83,85

Positif

64,12

Ragu-ragu

210**

3

Keterampilan

77,36

Baik

61,05

Sedang

216**

4

Intensitas

Komunikasi

78,23

Tinggi

72,18

Tinggi

230**

5

Penerapan

82,19

Baik

60,40

Sedang

210**

Keterangan :

** = berbeda sangat nyata

R tabel pada (p 0,01= 315) n1=n2=20

R tabel pada (p 0,05= 337) n1=n2=20

Tingkat sikap peternak gapoktan Buana Sari berbeda sangat nyata (P<0,01) dengan gapoktan Sri Sedana Mumbul. Tingkat sikap peternak gapoktan Buana Sari berada pada kategori positif dengan persentase skor mencapai 83,85%, sedangkan sikap pada peternak gapoktan Sri Sedana Mumbul berada dalam kategori sedang (persentase skor mencapai 64,12%). Sikap peternak gapoktan Buana Sari juga berhubungan sangat nyata (P<0,01) dengan tingkat penerapan, sedangkan sikap peternak Sri Sedana Mumbul berhubungan tidak nyata dengan tingkat penerapan (P>0,10). Sikap yang lebih positif yang dimiliki oleh peternak gapoktan Buana Sari dipengaruhi oleh motivasi yang kuat dari masing-masing anggota dalam meningkatkan pendapatan mereka masing-masing serta menunjukkan komitmennya sebagai penerima bantuan program simantri. Peternak gapoktan Buana Sari telah menerapkan sapta usaha ternak sapi secara terpadu dengan lahan pertanian. Peternak gapoktan Buana Sari memiliki kebun pertanian, percontohan seperti tanaman kopi, jeruk, cabai, terong, serai, kacang-kacangan, dan markisa. Kotoran ternak sapi diolah menjadi pupuk kompos kemudian dipakai untuk memupuk di kebun tersebut. Produksi pupuk kompos Gapoktan Buana Sari mencapai 3,5 ton/bulan. Sebagaian limbah kotoran dipakai memupuk di kebun percontohan dan lahan pertanian milik peternak masing-masing (60%) dan sebagian dijual di sekitar lingkungan (40%). Produksi tanaman pangan dan holtikultura yang dipupuk dengan pupuk organik meningkat hingga 10% dibandingkan tanpa menggunakan pupuk organik. Keuntungan yang didapatkan gapoktan Buana Sari Mencapai Rp. 2.000.0000/bulan. Penghasilan ini akan dimasukan sebagai uang kas kelompok. Hal ini diperkuat dengan penelitian Sanjaya (2013) yang menyatakan bahwa pendapatan peternak akan meningkat 100% jika menerapkan pengolahan limbah ternak secara terintegrasi dan berwawasan agribisnis. Salain itu pengelolaan dan manajemen produksi sudah terstruktur dan sistematis terus dibina oleh dinas yang terkait sebagai simantri percobaan. Peternak gapoktan Buana Sari lebih termotivasi untuk meningkatkan kesejahteraanya berdasarkan keuntungan yang didapat khususnya dari sistem pertanian yang terpadu. Namun pada peternak Sri Sedana Mumbul hanya berorientasi pada penggemukan ternak sapi, sedangkan limbah kotoran tidak diolah secara maksimal, hal ini terjadi karena motivasi untuk menerapkan simantri atau penentuan sikap tidak optimal. Sikap yang tidak optimal ini akan mempengaruhi tingkat penerapan serta kurangnya peran ketua kelompok sebagai garda terdepan dalam memotivasi anggota lainnya.

Keterampilan dalam menerapkan teknologi sapta usaha ternak sapi untuk gapoktan Buana Sari sangat nyata lebih baik (P<0,01) daripada gapoktan Sri Sedana Mumbul. Keterampilan gapoktan Buana Sari mencapai persentase skor 73,36% (kategori tinggi) dan 61,05% pada gapoktan sri sedana mumbul (kategori sedang). Keterampilan dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan dan pendidikan. Pengetahuan yang didukung dengan tingkat keterampilan yang baik akan mampu meningkatkan kemauan dan kemampuan dalam menerapkan teknologi baru yang lebih menguntungkan, sehingga mengerjakannya dengan baik dan sungguh-sungguh (Azwar, 2003). Kemampuan seseorang dalam berusaha akan meningkat seperti misalnya cara beternak sapi yang benar, manajemen kandang yang baik, menangani ternak yang sakit.

Intensitas komunikasi peternak gapoktan Buana Sari dan peternak gapoktan Sri Sedana Mumbul sama-sama berada dalam kategori tinggi, namun secara statistik intensitas komunikasi gapoktan Buana Sari sangat nyata (P<0,01%) lebih tinggi (persentase skor mencapai 78,23%) dibandingkan intensitas komunikasi gapoktan Sri Sedana Mumbul (72,18%). Rogers dan Kincaid (1981) menyatakan bahwa intensitas komunikasi cenderung berpengaruh terhadap tingkat penerapan usaha tani. Selanjutnya dinyatakan bahwa pertemuan yang dilandasi oleh adanya hubungan pribadi yang erat akan memperbaiki interaksi komunikasi, sehingga petani lebih termotivasi untuk meniru dan menerapkan teknologi. Intensitas komunikasi pada Gapoktan Sri Sedana Mumbul berhubungan tidak nyata (P>0,10) dengan tingkat penerapan teknologi sapta usaha ternak sapi. Hal ini mungkin disebabkan karena komunikasi yang terjadi pada peternak Sri Sedana Mumbul tidak menitikberatkan kepada permasalahan dalam usaha ternak sapi, sehingga hal-hal yang berhubungan dengan tingkat penerapan usaha tidak tersentuh.

Tingkat penerapan teknologi sapta usaha ternak sapi, gapoktan Buana Sari sangat nyata (P<0,01) lebih baik dari pada tingkat penerapan gapoktan Sri Sedana Mumbul. Rataan pencapaian persentase skor tingkat penerapan peternak gapoktan Buana Sari berada dalam kategori baik (82,19% dari skor maksimal ideal) dibandingkan tingkat penerapan peternak gapoktan Sri Sedana Mumbul hanya berada dalam kategori sedang (60,40% dari skor maksimal ideal). Hal ini berarti tingkat penerapan teknologi sapta usaha ternak sapi Gapoktan Buana Sari lebih baik daripada tingkat penerapan Gapoktan Sri Sedana Mumbul. Dalam menerapkan teknologi sapta usaha ternak sapi, Gapoktan Buana Sari lebih unggul

dibandingkan Gapoktan Sri Sedana Mumbul. Hal ini disebabkan karena tingkat pengetahuan, sikap, keterampilan dan intensitas komunikasi gapoktan Buana Sari dalam menerapkan teknologi sapta usaha ternak sapi pada program simantri lebih baik dari pada gapoktan Sri Sedana Mumbul.

Pengetahuan peternak dilatarbelakangi oleh beberapa faktor yaitu tingkat pendidikan, kondisi peternak serta informasi yang diterima oleh peternak itu sendiri. Keterampilan peternak dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti tingkat pengetahuan, pendidikan serta keaktifan peternak dalam mengikuti kegiatan penyuluhan serta pelatihan-pelatihan terkait manajemen pemeliharaan ternak sapi. Selain itu sikap peternak menentukan perilaku apakah mau menerapkan ilmu dan kemampuannya dalam mewujudkan tujuan pelaksanaan simantri khususnya mengenai manajemen sapta usaha ternak sapi. Hal ini juga diperkuat dari nilai statistik yang menyatakan bahwa pengetahuan, keterampilan dan sikap berhubungan sangat nyata dengan tingkat penerapan teknologi sapta usaha ternak sapi gapoktan Buana sari (P<0,01). Berbeda halnya dengan tingkat penerapan gapoktan Sri Sedana Mumbul yang hanya tergolong kategori sedang (60,40%). Hal ini kemungkinan dikaitkan dengan sikap dari peternak gapoktan Sri Sedana Mumbul dalam mengaplikasikan ilmu dan pengalamannya tidak maksimal dilihat dari tingkat peternak tersebut yang termasuk kategori ragu - ragu yaitu 64,12% dibandingkan sikap gapoktan Buana Sari lebih baik (83,85%). Sikap peternak gapoktan Sri sedana Mumbul ini berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap tingkat penerapan sapta usaha ternak sapi, sehingga tingkat penerapannya ikut menjadi rendah. Selain itu, pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki tidak mampu menopang kemampuan mereka dalam melakukan suatu usaha ternak sapi.

Untuk gapoktan Buana Sari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang sangat nyata (P<0,01) masing-masing antara frekuensi pelatihan, pengetahuan, sikap, keterampilan, dan intensitas komunikasi dengan tingkat penerapan teknologi sapta usaha ternak sapi. Sedangkan terdapat hubungan yang negatif nyata (P<0,05) antara umur dengan tingkat penerapan serta hubungan tidak nyata (P>0,10) antara tingkat pendidikan dengan tingkat penerapan teknologi sapta usaha ternak sapi pada program simantri untuk Gapoktan Buana Sari. Untuk peternak Gapoktan Sri Sedana Mumbul terdapat hubungan yang sangat nyata (P<0,01), antara sikap dan hubungan yang

nyata (P<0,05) antara keterampilan peternak dengan tingkat penerapan teknologi sapta usaha ternak sapi pada program simantri. Namun terdapat hubungan yang tidak nyata (P>0,10) masing-masing antara umur, pendidikan, frekuensi pelatihan, pengetahuan dan intensitas komunikasi peternak dengan tingkat penerapan teknologi sapta usaha ternak sapi pada program simantri. Hasil selengkapnya dapat dilihat paa Tabel 2.

Tabel 2. Hubungan antara Variabel Bebas Penelitian dan Tingkat Penerapan Teknologi Sapta Usaha Ternak Sapi Pada Program Simantri (Variabel terikat)

Penerapan Teknologi Sapta Usaha Simantri

No

Variabel Penelitian

Buana Sari

Sri Sedana Mumbul

(Pejeng Kangin)

(Pejeng Kelod)

rs

t Hitung

rs

t Hitung

1

Umur

-0.446

-2,111*

-0,183

-0,789 tn

2

Pendidikan Formal

0.303

1,347 tn

0,308

1,375 tn

3

Pendidikan non

Formal

0.678

3,911**

0,034

0,145 tn

4

Pengetahuan

0.746

4,751**

0,009

0,040 tn

5

Sikap

0.910

9,321**

0,665

3,774**

6

Keterampilan

0.804

5,732**

0,502

2,463*

7

Intensitas

Komunikasi

0.652

3,651**

0,400

1,852 tn

Ket:

* = Berhubungan nyata

t (p<0,01) db 18

= 2,878

** = Berhubungan sangat nyata

t (p<0,05) db 18

= 2,101

tn = Berhubungan tidak nyata

t (p<0,10) db 18

= 1,734

Semakin tua umur peternak, semakin rendah tingkat penerapan suatu usaha. Peternak yang berumur muda biasanya mempunyai semangat ingin tahu yang lebih besar terhadap hal-hal yang baru, sehingga terdapat kesan lebih cepat dan responsif dalam mengadopsi inovasi. Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat Mardikanto (1993) yang menyatakan bahwa semakin muda umur petani, maka semakin mudah bagi mereka untuk mengadopsi suatu inovasi teknologi, karena memiliki keingintahuan yang besar, semangat yang kuat untuk mengadakan perubahan dalam usaha taninya, serta lebih berani dalam menanggung risiko. Umur peternak Gapoktan Sri Sedana Mumbul berhubungan tidak nyata (P>0,10) dengan tingkat penerapan teknologi sapta usaha ternak sapi. Jadi, peternak dalam Gapoktan Sri Sedana Mumbul baik yang berumur muda maupun tua sama-sama memiliki kemampuan yang relatif sama dalam mengelola usaha ternak sapi.

SIMPULAN

Dari uraian hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa (1) Tingkat penerapan teknologi sapta usaha ternak sapi peternak gapoktan Buana Sari adalah baik sedangkan peternak gapoktan Sri Sedana Mumbul adalah sedang. (2) Untuk gapoktan Buana Sari, pengetahuan, sikap, keterampilan, intensitas komunikasi dan pelatihan yang diterima berhubungan sangat nyata, umur berhubungan negatif nyata dengan tingkat penerapan teknologi sapta usaha ternak sapi. (3) Untuk peternak Gapoktan Sri Sedana Mumbul terdapat hubungan yang sangat nyata antara sikap dengan tingkat penerapan dan hubungan yang nyata antara keterampilan peternak dengan tingkat penerapan teknologi sapta usaha ternak sapi.

SARAN

Untuk pihak peternak, khususnya anggota simantri agar mau mengubah orientasi pemeliharahan sapi dari tradisional menjadi berwawasan agrobisnis atau mau mengolah limbah kotoran ternak menjadi kompos agar dapat meningkatkan kesejahteraan/pendapatan peternak. Untuk pihak pemerintah, agar meningkatkan kualitas dan kuanditas bintek.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis dengan berbahagia mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya telah memberikan perhatian dan bimbingan tanpa lelah sejak penulis mulai merencanakan penelitian sampai penulisan skripsi ini menyandang dana membantu member fasilitas.

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, S, Sikap Manusia: Teori dan pengukurannya Ed 2 yogyakarta. Pustaka pelajar 2003.

Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Provinsi Bali. 2013. Membangun Desa Secara Berkelanjutan Dengan Simantri (Sistem Pertanian Terintegrasi). Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Provinsi Bali, Denpasar.

Lumentha, L. 1997. Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Usaha Ternak Ayam Buras di Kecamatan Cikeruk Kabupaten Bogor. Skripsi Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Lestari, W. ,Syafril, H. dan Nahri, I. 2009. Tingkat Adopsi Inovasi Peternakan Dalam Beternak Ayam Broiler Di Kecamatan Bajubang Kabupaten Batang Hari. Jurnal Ilmiah Ilmu-ilmu Peternakan. Jambi.

Mardikanto, T. 1993. Penyuluhan Pembangunan Pertanian. Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Mosher, A.T. 1987. “Introduction to agricultural extension”. Agricultural council, New York.

Nasution, Z. 2004. Komunikasi Pembangunan Pengenalan Teori dan Penerapannya. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Rogers, E.M and Kincaid. D.L. 1981. “Communication Network Toward a New Paradigm For Research”. The Free Press. New York.

Rogers, E.M and F.F, Shoemaker. 1971. “Communication of Innovations”. The Free Press. New York.

Soedijanto. 1980. Beberapa Konsep Proses Belajar dan Implikasinya. Ciawi, Institut Pendidikan dan Latihan Penyuluhan Pertanian. Bogor.

Singarimbun dan Effendi (1989) Metode Penelitian Sosial LP3S.Jakarta: Penelitian Sosial LP3S

Sanjaya, IG.A.M.P. 2013. Efektivitas Penerapan Simantri dan Pengaruhnya Terhadap Peningkatan Pendapatan Petani-Peternak di Bali. Disertasi Program Doktor, Program Studi Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar.

Antara et al. Peternakan Tropika Vol. 3 No. 3 Th. 2015: 597- 608

Page 608