e-journal

FAPET UNUD


e-Journal

Universitas Udayana


Peternakan Tropika

Journal of Tropical Animal Science

email: [email protected]

email: [email protected]

PERILAKU PENGUSAHA PETERNAKAN BABI LANDRACE DALAM MENANGGULANGI DAMPAK PENCEMARAN LINGKUNGAN DAN RESPON PETERNAK TRADISIONAL DI DESA WISATA TARO KECAMATAN TEGALLALANG KABUPATEN GIANYAR

WIJAYA, I G. N. P. S., N. K. NURAINI DAN N. W. T. INGGRIATI

Program Studi Ilmu Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana Denpasar

Hp. 082 236 363 436 Email: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian bertujuan untuk mengetahui perilaku pengusaha peternakan babi landrace dalam menanggulangi dampak pencemaran lingkungan di Desa Wisata Taro, (2) Mengetahui tanggapan atau respon peternak tradisional sekitar terhadap perusahaan peternakan babi landrace ini. Penelitian dilakukan di Banjar Patas, Desa Taro, Kecamatan Tegallalang, Kabupaten Gianyar pada peternak pengusaha babi landrace modern dan peternak tradisional peternak sekitar. Responden penelitian sebanyak empat orang pengusaha babi landrace modern yang ada di desa Taro dan 40 orang peternak tradisional di sekitar usaha peternakan tersebut. Pengambilan sampel menggunakan metode sensus untuk pengusaha peternakan babi landrace, yaitu metode yang mengambil seluruh unit populasi sebagai responden. Untuk menentukan responden peternak di sekitar pengusaha peternakan babi landrace menggunakan metode pengambilan sampel secara kuota diambil 10 orang peternak tradisional yang bertempat tinggal di sekitar perusahaan peternakan dengan ketentuan jarak tempuh tertentu, kemudian dikelompokan menjadi empat (A,B,C dan D). Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Perilaku pengusaha peternakan babi landrace dalam menanggulangi dampak pencemaran lingkungan dilihat dari aspek pengetahuan, sikap dan penerapan. Rataan tingkat pegetahuan pengusaha termasuk dalam kategori tinggi, rataan sikap dalam kategori positif, dan rataan tingkat penerapan dalam kategori sedang; (2) Rataan respon kelompok peternak tradisional terhadap perilaku pengusaha babi landrace dari pengetahuannya tergolong rendah, sikap termasuk dalam kategori sangat postif, dan intensitas komunikasi sedang. Respon kelompok peternak tradisional A dilihat dari pengetahuan dan sikap mereka tentang manajemen usaha babi landrace oleh pengusaha sangat nyata lebih baik dibandingkan kelompok peternak tradisional lainnya. Intensitas komunikasi kelompok peternak tradisional B sangat nyata lebih baik dibandingkan semua kelompok peternak tradisional responden (A, C dan D).

Kata kunci: Babi Landrace, Pencemaran Lingkungan, Perilaku

LANDRACE PIG BREEDER BEHAVIOR IN TACKLING ENVIRONMENTAL POLLUTION IMPACT AND COMMUNITY RESPONSE OF FARMERS IN TARO TOURISM VILLAGETEGALLALANG DISTRICT GIANYAR REGENCY

ABSTRACT

Behavior is any human action that has as a goal the reaction of stimuli coming from the environment that will affect the human existence and the environment. The purpose of


this study was to (1) Know the behavior of landrace pig farm entrepreneurs in tackling the impact of environmental pollution in the tourist village of Taro, (2) Determine the response or the response of the local community towards this landrace pig farm company. The study was conducted in Banjar Patas, Taro Village, District Tegallalang, Gianyar in modern landrace pig breeder and communities surrounding farmers. Research respondents as many as four modern landrace pig breeder in the village of Taro and 40 communities around the farm business. Sampling using census method for employers landrace pig farms, which is a method that takes the entire population as a responder unit. To determine the respondent farmers around landrace pig breeder using quota sampling methods taken 10 traditional farmers who live around the farm enterprise with certain provisions of the distance, then grouped into four (A, B, C and D). The results showed that: (1) The behavior of landrace pig breeder in tackling the impact of environmental pollution from the aspect of knowledge, attitude and application. The average level of knowledge entrepreneurs in the high category, averaging a positive attitude in the category, and the average level of implementation in the medium category; (2) The average of the response to the behavior of breeder groups landrace pigs from relatively low knowledge, attitudes are included in the category of very positive, and the intensity of the communication was medium category. A community group and the response seen from their knowledge and their attitudes about the management efforts by employers landrace pigs very markedly better than other population groups. Intensity communication of B community group is highly significant better than all the other communities.

Keywords: landrace pig, environmental pollution, behavior

PENDAHULUAN

Sub-sektor peternakan yang merupakan bagian integral dari sektor pertanian pembangunanya terus diupayakan melalui peningkatan usaha diversifikasi, intensifikasi, dan ekstensifikasi ternak yang didukung oleh usaha pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pendayagunaan sumber daya alam (SDA) untuk kemakmuran rakyat hendaknya dilakukan secara terencana, rasional, optimal, bertanggungjawab, dan sesuai dengan daya dukung serta memperhatikan kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup (Anon, 1999).

Amsyari (1993) berpendapat bahwa pencemaran lingkungan pada hakekatnya adalah peningkatan kadar suatu bahan dalam lingkungan akibat kegiatan manusia, perubahan tersebut berlangsung sedemikian rupa sehingga mengakibatkan ancaman atau gangguan terhadap proses kehidupan manusia dalam lingkungan tersebut. Khusus pada peternakan babi dari segi bahayanya dijelaskan oleh Axford, dkk (1994) bahwa dalam kandang babi, gas paling berbahaya yang dihasilkan adalah Amoniak (NH3), Hidrogen sulfide (H2S), Karbon dioksida (CO2), dan gas Methan (CH4). Pada konsentrasi tinggi gas

methan mudah terbakar dan mengakibatkan manusia/hewan yang menghirupnya jadi pingsan. Amoniak pada komposisi >10 ppm dari udara keadaan normal dapat bersifat sebagai racun bagi manusia/hewan. Gas Hidrogen sulfide merupakan gas yang berbau telur busuk yang bersifat iritan bagi paru-paru dan mempunyai efek melumpuhkan pusat pernafasan, sedangkan Karbon dioksida mempunyai dampak sama seperti efek rumah kaca yaitu terjadi pemanasan global.

Dari sisi pemanfaatannya, kotoran babi dapat digunakan sebagai pupuk kandang (pupuk organik) dan sebagai penghasil biogas (Setiawan, 1996). Selain menambah kesuburan tanah, penggunaan pupuk organik juga dapat memperbaiki tekstur tanah, meningkatkan jumlah mikroorganisme dalam tanah, menambah daya ikat tanah terhadap air, dan secara keseluruhan dapat menjaga kesuburan tanah (Sutedjo, 2002). Selain itu, polusi udara berupa bau menyengat di lingkungan peternakan babi bisa diatasi secara alami dengan menanam jenis-jenis tanaman berkhasiat aroma terapi dan tanaman-tanaman penyerap gas racun, seperti lidah buaya (Aloe barbadensis), lidah mertua (Sansevieria trifasciata) dan peace lily (Spathiphyillum). Selain itu, penerapan teknologi terapan biogas dari kotoran babi memungkinkan untuk menghasilkan energi sekaligus menurunkan tingkat polusi udara (Fakuara, 1996).

Desa Taro adalah sebuah desa yang terletak di Kecamatan Tegallalang Kabupaten Gianyar. Desa Taro, merupakan daerah landai dengan ketinggian 600 s/d 750 meter diatas permukaan laut, curah hujan relatif basah. Secara umum penduduk di Desa Taro menggantungkan sumber kehidupannya di sektor pertanian, sektor lain yang menonjol dalam penyerapan tenaga kerja adalah perdagangan, sektor industri rumah tangga dan pengolahan, sektor jasa, dan sektor lainnya seperti pegawai negeri, karyawan swasta dari berbagai sektor.

Sebagai penduduk daerah pedesaan umumnya penduduk desa Taro menggantungkan kehidupannya pada sektor pertanian dan juga peternakan seperti beternak babi dan juga sapi. Selain peternak tradisional yang beternak dalam kondisi tradisional di sekitar pekarangan rumah, di Desa Taro khususnya di banjar Patas terdapat 4 (empat) pengusaha ternak babi landrace dalam skala cukup besar (60 – 100 ekor). Peternak melakukan usaha ini dengan menjalin kerjasama kemitraan dengan sebuah perusahaan yang menaungi bidang peternakan babi itu sendiri (sebagai peternak plasma). Peternak atau

pengusaha ternak babi landrace ini sendiri melakukan usaha peternakannya di kawasan tanah milik pribadi, yang berada relatif dekat dengan jalan pedesaan.

Perilaku adalah segala perbuatan/tindakan manusia yang memiliki tujuan sebagai reaksi dari rangsangan (stimulus) yang datang dari lingkungannya sehingga akan mempengaruhi keberadaan manusia tersebut dan lingkungannya. Kurt Lewin (1951) yang dikutip oleh Azwar (1995) menyatakan bahwa perilaku manusia dipengaruhi oleh karakteristik individu dan lingkungan. Kartasapoetra (1987) berpendapat bahwa pada dasarnya perilaku petani sangat dipengaruhi oleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap petani tersebut. Sukmana (2003) menyatakan bahwa motivasi, persepsi, sikap, dan interaksi sosial akan membantu menerangkan mengapa manusia terlibat dalam proses pencemaran lingkungan.

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Taro, Kecamatan Tegalalang, Kabupaten Gianyar pada peternak babi landrace modern dan peternak tradisional yang ada di sekitar mereka. Lokasi penelitian ditentukan dengan metode “purposive sampling” yaitu suatu metode penentuan daerah yang didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan tertentu (Singarimbun dan Effendi, 1989). Adapun pertimbangan- pertimbangan yang diperhatikan dalam pemilihan lokasi adalah (1) Lokasi ini merupakan daerah pengembangan peternakan di Kabupaten Gianyar khususnya kecamatan Tegalalang, (2) Lokasi tersebut merupakan daerah pariwisata yang sering menjadi tujuan berlibur wisatawan mancanegara, sehingga cukup penting meneliti tentang kondisi lingkungan dari dampak limbah peternakan babi. (3) Mayoritas peternak memelihara babi baik secara tradisional maupun modern. Waktu penelitian adalah selama enam bulan yaitu dari bulan Februari sampai Juni 2014.

Penentuan Responden

Responden dalam penelitian ini ada dua kelompok; 1). Seluruh peternak babi modern di Desa Taro yaitu berjumlah 4 orang, yang diambil dengan metode sensus. Metode sensus adalah metode yang mengambil seluruh unit populasi sebagai responden (Singarimbun dan Effendi, 1989). 2). Secara kuota diambil 40 orang peternak babi

landrace tradisional yang bertempat tinggal di sekitar perusahaan peternakan, yaitu masing-masing 10 orang untuk setiap peternak babi landrace modern. Responden yang diteliti terletak di Banjar Patas, Desa Taro, Kecamatan Tegallalang, Kabupaten Gianyar.

Jenis dan Sumber Data

Jenis data dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diambil secara langsung dari sumber data. Data primer meliputi: (1) ciriciri responden mencakup: pengetahuan, sikap, umur, pendidikan formal dan non formal. (2) Perilaku pengusaha (pengetahuan, sikap, keterampilan) peternakan babi landrace dalam menanggulangi dampak pencemaran lingkungan di desa wisata Taro. Data sekunder sebagai data pelengkap seperti gambaran umum desa dan keadaan peternak tradisional peternak babi landrace di desa penelitian tersebut diambil dari penyuluh di desa tersebut atau pun dari kantor kepala desa Taro dengan metode arsip. Data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh peneliti dari berbagai sumber yang telah ada.

Pengumpulan Data

Pengumpulan data primer dilakukan dengan metode wawancara personal yaitu pengumpulan data dengan cara mendatangi serta mewawancarai responden dengan berpedoman pada daftar pertanyaan yang telah disiapkan sesuai dengan tujuan penelitian (Singarimbun dan Effendi, 1989). Selain pengumpulan data dengan wawancara, dilakukan pula dengan observasi. Observasi merupakan pengamatan secara langsung untuk memperoleh informasi yang lebih akurat dan relevan dari obyek yang diteliti. Pengambilan data dengan observasi dilakukan agar data yang diperoleh meyakinkan dan dapat dipercaya. Observasi dilakukan pada saat peneliti turun ke lapangan untuk meninjau lokasi serta melakukan wawancara secara bebas.

Analisis Statistika

Analisisis statistik yang digunakan adalah dengan menggunakan analisis statistik deskriptif kualitatif yaitu suatu analisis yang berdasarkan data yang dikumpulkan selama penelitian secara sistematis mengenai fakta – fakta dan sifat dari obyek yang diteliti dengan menggabungkan hubungan antar variabel yang telibat di dalamnya. Untuk melihat keragaman variabel pengetahuan, sikap, umur, pendidikan formal, non formal, intensitas komunikasi dan perilaku pengusaha peternakan babi landrace dalam menanggulangi

dampak pencemaran lingkungan digunakan analisis deskriptif yang berupa frekuensi, distribusi frekuensi, persentase, rataan skor dan total rataan skor. Untuk mengetahui adanya perbandingan respon peternak tradisional terhadap perilaku pengusaha babi landrace digunakan Uji Jumlah Jenjang Wilcoxon (Djarwanto, 1996). Uji Jumlah Jenjang Wilcoxon dilakukan dengan menggabungkan kedua sampel dan memberi jenjang pada tiap-tiap anggotanya mulai dari nilai pengamatan terkecil sampai nilai pengamatan terbesar, kemudian masing-masing jenjang dijumlahkan, dinotasikan dengan R1 dan R2. Jumlah responden (peternak tradisional) yang diamati berjumlah 40 orang, kemudian dibagi menjadi empat kelompok yang masing-masing kelompok berjumlah 10 orang. Pengujian melihat R hitung yang lebih kecil dibandingkan dengan R tabel pada (p 0,05) atau (p 0,01) dengan n1=n2=10. Apabila R hitung < R tabel pada (p 0,05), berarti terdapat perbedaan yang nyata, dan apabila R hitung > R tabel pada (p 0,01) berarti terdapat perbedaan yang sangat nyata.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari keseluruhan responden yang diamati yaitu sebanyak 40 orang dari peternak tradisional dan 4 orang dari pengusaha peternakan babi landrace, didapatkan bahwa pengusaha peternakan (100%) memiliki umur berkisar diantara 15-64 tahun, berpendidikan minimal SMA sebanyak 75,00%, mengikuti pendidikan non formal dalam bentuk bimbingan teknis sebanyak minimal 3 kali sebanyak 75,00%. Selanjutnya, responden peternak tradisional memiliki kisaran umur 15-64 tahun sebesar 97,50%, mayoritas berpendidikan SMA sebesar 52,50%, mengikuti pendidikan non formal (pelatihan) minimal 1 kali sebesar 45,00%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, dari empat orang pengusaha ternak babi landrace di Desa Wisata Taro, pengetahuan, sikap, intensitas komunikasi dan penerapannya tidak ada yang mencapai kategori sangat tinggi ataupun kategori sangat rendah. Perolehan skor pengetahuan terendah adalah 64,00% dan skor tertinggi adalah 77,14%. Rataan pencapaian skor pengetahuan dari pengusaha adalah 68,71% dari skor maksimal idealnya 175 (100%). Hal tersebut menunjukkan bahwa pengetahuan pengusaha

ternak babi landrace di lokasi penelitian dalam usaha menangani limbah babi termasuk dalam kategori tinggi.

Perolehan skor terendah dari sikap pengusaha adalah 74,50% (positif) dan skor tertinggi yang dapat dicapai adalah 81,00% (positif). Rataan pencapaian skor sikap responden adalah 76,88% (positif) dari skor maksimal ideal 200 (100%). Perolehan skor terendah dari intensitas komunikasi pengusaha adalah 57,50% (sedang) dan skor tertinggi yang dapat dicapai adalah 60,00% (sedang). Rataan pencapaian skor intensitas komunikasi adalah 58,13% (sedang) dari skor maksimal ideal 40 (100%). Tingkat penerapan usaha peternakan babi landrace di Desa Wisata Taro dalam menanggulangi dampak pencemaran lingkungan termasuk dalam kategori sedang (pencapaian skor 67,00%). Pencapaian skor terendah untuk penerapan teknologi adalah 62,00% dan tertinggi adalah 72,00% (kategori baik) dari skor maksimal idealnya 50 (100%) (Tabel 1).

Tabel 1. Distribusi Perilaku Pengusaha Berdasarkan Tingkat Pengetahuan, Sikap, Intensitas Komunikasi dan Penerapan dalam Menanggulangi Dampak Pencemaran Lingkungan

No

Pengusaha

Pengetahuan

Sikap

Intensitas

Penerapan

Persentase (%)

Kategori

Persentase (%)

Kategori

Persentase (%)

Kategori

Persentase (%)

Kategori

1

Made Andika (A)

77,14

Tinggi

81,00

Positif

57,50

Sedang

72,00

Baik

2

Nyoman Adnyana (B)

68,57

Tinggi

74,50

Positif

60,00

Sedang

68,00

Sedang

3

Gusti Putu (C)

65,14

sedang

77,00

Positif

57,50

Sedang

66,00

Sedang

4

Wayan Suji (D)

64,00

sedang

75,00

Positif

57,50

Sedang

62,00

Sedang

Rataan

68,71 Tinggi

76,88 Positif

58,13 Sedang

67,00 Sedang

Pengusaha peternakan babi landrace Made Andika sudah mengolah limbah kotoran babi menjadi pupuk organik (kompos) dan biogas serta ampas biogas tersebut yang dimanfaatkan menjadi pupuk organik. Demikian pula dengan Nyoman Adnyana, peternakannya juga mengolah limbah kotoran babi menjadi pupuk organik dan biogas. Pupuk kandang sangat baik digunakan sebagai pupuk tanaman. Selain menyediakan unsur hara bagi tanaman, pupuk kandang juga berperan untuk memperbaiki tekstur tanah, meningkatkan jumlah mikroorganisme dalam tanah, dan meningkatkan kemampuan

menahan air (Sutedjo, 2002). Selain dimanfaatkan sebagai pupuk kandang, kotoran babi juga dapat dimanfaatkan sebagai penghasil biogas. Energi yang diperoleh dari pemanfaatan biogas ini juga digunakan untuk keperluan hidup manusia sehari-hari, seperti memasak (Setiawan, 1996).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan responden yang termasuk dalam kategori tinggi berakibat pada penerapannya yang termasuk dalam kategori baik pula. Namun tidak demikian dengan Nyoman Adnyana yang tingkat pengetahuannya tinggi tetapi penerapannya sedang, ini diakibatkan karena selain beternak beliau juga disibukkan dengan usaha sampingannya di perbengkelan serta merangkap sebagai Bendesa Adat Desa Taro. Hal ini didukung oleh pendapat Koentjaraningrat (1990) yang menyatakan bahwa tingkat pengetahuan akan menentukan perbedaan tingkah laku atau tindakan-tindakan dari tiap individu. Semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang, maka semakin baik juga perilakunya. Pengetahuan pengusaha babi yang termasuk dalam kategori tinggi disebabkan oleh pemahaman dan pengalaman mereka dalam beternak babi cukup lama (>3 tahun). Selain itu, daya kreatifitas dan kemampuan berusaha yang tinggi menyebabkan pengetahuan seseorang bertambah tinggi.

Sikap yang positif umumnya akan membawa perilaku (penerapan) yang baik pula. Kadek Andika dan Nyoman Adyana memperlihatkan sikap yang baik pada tindakannya dalam mengolah limbah kotoran babi, namun pada Wayan Suji dan Gusti Putu tidak demikian. Menurut pendapat Myers (1983) yang dikutip oleh Bimo Walgito (2003) yang menyatakan bahwa perilaku individu tidak semata-mata dilatarbelakangi oleh sikap yang ada pada individu tersebut. Jika lingkungan sekitar menerapkan hal yang sama dalam beternak maka kemungkinan peternak lainnya akan melakukan hal tersebut sesuai dengan kondisi dan situasi sekitar. Intensitas komunikasi pengusaha termasuk dalam kategori sedang. Intensitas komunikasi akan mendukung kebersamaan pengertian dan menyebabkan terjadinya tindakan yang sama. Intensitas komunikasi berhubungan dengan tingkat interaksi pengusaha peternakan terhadap seseorang dalam menunjang keberhasilan usahanya. Hal inilah yang menyebabkan tingkat penerapan sapta usaha babi landrace oleh Made Andika lebih baik dari ketiga pengusaha lainnya.

Rataan pencapaian skor pengetahuan peternak tradisional adalah 50,83% dari skor maksimal idealnya 60 (100%). Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan peternak

tradisional mengenai manajemen usaha ternak babi landrace dalam penanggulangan limbah kotoran babi di lokasi penelitian termasuk dalam kategori rendah. Sikap peternak tradisional mengenai perilaku pengusaha pternakan babi landrace dalam menerapkan teknologi usaha peternakan babi landrace termasuk dalam kategori sangat positif, dengan rataan skor 86,15% (sangat positif) dari skor maksimal idealnya 120 (100%). Rataan pencapaian skor intensitas komunikasi peternak tradisional adalah 60,80% (sedang) dari skor maksimal ideal 50 (100%). Penelitian ini juga melihat sejauh mana respon peternak tradisional terhadap adanya usaha peternakan babi landrace di Desa Taro. Untuk selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Distribusi Respon Peternak tradisional Berdasarkan Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Intensitas Komunikasi Mereka Menanggapi Perilaku Pengusaha Babi Landrace dalam Menerapkan Teknologi Usaha Peternakan Babi Landrace

No

Kelompok Masyarakat

Respon masyarakat terhadap Perilaku Pengusaha

Pengetahuan

Sikap

Intensitas

Komunikasi

Persentase (%)

Kategori

Persentase (%)

Kategori

Persentase (%)

Kategori

1

PTA

51,83

Rendah

86,60

Sangat Positif

60,80

Sedang

2

PTB

51,00

Rendah

86,50

Sangat Positif

61,00

Sedang

3

PTC

50,50

Rendah

86,00

Sangat Positif

60,80

Sedang

4

PTD

50,00

Rendah

85,50

Sangat Positif

60,60

Sedang

Rataan

50,83

Rendah

86,15

Sangat Positif

60,80

Sedang

Keterangan :   PTA: Peternak Tradisional Pengusaha A, PTB: Peternak Tradisional Pengusaha B,

PTC: Peternak Tradisional Pengusaha C, PTD: Peternak Tradisional Pengusaha D.

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa respon masyarakat peternak babi landrace berdasarkan tingkat pengetahuan, sikap dan intensitas komunikasi dalam menanggapi perilaku pengusaha babi landrace menunjukkan hasil berbeda sangat nyata (P<0,01) antar kelompok peternak tradisional responden. Secara statistik, pengetahuan tentang manajemen usaha babi landrace peternak tradisional A sangat nyata lebih baik (P<0,01) dibandingkan semua peternak tradisional yaitu peternak tradisional B, C dan D. Sikap peternak tradisional A terhadap perilaku pengusaha dalam menanggulangi dampak

pencemaran lingkungan sangat nyata lebih baik (P<0,01) dibandingkan semua kelompok

responden lainnya. Selanjutnya intensitas komunikasi peternak tradisional B sangat nyata

lebih baik (P<0,01) dibandingkan semua kelompok responden lainnya. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa perilaku pengusaha babi landrace yang menerapkan usaha manajemen

penanganan limbah babi yang baik akan menimbulkan respon masyarakat yang baik pula.

Hal senada dikemukakan oleh Greenwald (1989) yang dikutip oleh Azwar (1995) bahwa

sikap dan perilaku sangat ditentukan diantaranya oleh faktor-faktor situasional seperti norma-norma, peranan, keanggotaan kelompok, kebudayaan. Untuk lebih lengkapnya

dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Perbedaan Respon Masyarakat Peternak Tradisional Berdasarkan Tingkat

Pengetahuan, Sikap dan Intensitas Komunikasi Mereka Menanggapi Perilaku Pengusaha Babi Landrace dalam Menerapkan Teknologi Usaha Untuk Menanggulangi Dampak Pencemaran Lingkungan

No


Kelompok Masyarakat


R Hitung


Intensitas Komunikasi


Pengetahuan

Sikap

PTA

PTB

PTC

PTD PTA

PTB

PTC

PTD

PTA

PTB PTC

PTD

1

PTA

-

-

-

2

PTB

136**

-

161**

-

181**

-

3

PTC

136**

143**

-

161**

169**

-

156**

56** -

4

PTD

136**

222**

143**

- 161**

231**

169**

-

217**

181** 143**

-

Keterangan: PTA: Peternak Tradisional A, PTB: Peternak Tradisional B, PTC : Peternak Tradisional C, PTD : Peternak Tradisional D .

Tanda bintang menunjukan terdapat perbedaan yang sangat nyata (R Hitung<R Tabel)

R Tabel pada (p 0,01 =315) ; n1= n2 = 10       ** =Sangat Nyata

R Tabel pada (p 0,05 =317) ; n1= n2 = 10       * = Nyata


Masyarakat sekitar menerima keberadaan pengusaha babi landrace di lingkungan sekitarnya, meskipun pengetahuan dari para pengusaha ini berada dalam kategori sedang namun tidak terlalu berpengaruh terhadap masyarakat. Hal tersebut dikarenakan masyarakat sekitar hanya memelihara ternak babi dalam skala rakyat (kecil) dengan rataan pemeliharaan sebanyak 4 – 8 ekor dimana kotoran yang dihasilkan juga sedikit, sehingga manajemen usaha yang djalankan tidak intensif (tidak terlalu penting dengan tata cara manajemen penanggulangan limbah). Dilihat dari skala banyaknya ternak yang dipelihara

juga tidak terlalu penting bagi masyarakat untuk menerapkan tata cara manajemen penanggulangan limbah seperti pengusaha modern, meskipun banyak masyarakat yang mempunyai pengalaman melihat kondisi peternakan, tetapi karena tidak terbiasa sehingga tidak terlalu mempengaruhi diri mereka sendiri. Ini dipengaruhi juga oleh intensitas komunikasi yang tidak begitu baik (rendah) dari pengusaha dan masyarakat itu sendiri, sehingga masyarakat itu sendiri kurang mendapat informasi ataupun pengetahuan yng cukup dari pengusaha babi landrace modern. Oleh karena itu pengetahuan masyarakat sendiri masih tetap memegang teguh pada tradisinya, tidak banyak dipengaruhi oleh pengetahuan pengusaha yang bersifat komersial, karena skala usaha masyarakat itu sendiri skala usaha kecil.

SIMPULAN

Dari uraian hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa (1) Perilaku pengusaha peternakan babi landrace dalam menanggulangi dampak pencemaran lingkungan dilihat dari aspek pengetahuan, sikap dan penerapan. Rataan tingkat pegetahuan pengusaha dikategorikan tinggi, rataan sikap dalam kategori positif dan rataan tingkat penerapan dalam kategori sedang. (2) Rataan respon kelompok masyarakat terhadap perilaku pengusaha babi landrace dari pengetahuannya tergolong rendah, sikap termasuk dalam kategori sangat postif, dan intensitas komunikasi sedang. Respon (pengetahuan dan sikap) kelompok peternak tradisional A (Made Andika) tentang manajemen usaha babi landrace sangat nyata lebih baik dibandingkan kelompok peternak tradisional lainnya (B, C dan D). Intensitas komunikasi kelompok peternak tradisional B sangat nyata lebih baik dibandingkan semua kelompok peternak tradisional.

SARAN

Sebaiknya instansi terkait dalam hal ini Dinas Peternakan maupun instansi swasta lebih menekankan pembinaan terhadap peternak babi melalui kegiatan penyuluhan dan pelatihan-pelatihan yang terkait dengan pengolahan limbah (kotoran) babi. Selain itu peternak babi lebih aktif dalam mencari informasi untuk menambah pengetahuannya dalam penanganan kotoran babi.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis dengan berbahagia mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya telah memberikan perhatian dan bimbingan tanpa lelah sejak penulis mulai merencanakan penelitian sampai penulisan skripsi ini menyandang dana membantu memberi fasilitas.

DAFTAR PUSTAKA

Amsyari, F. 1993. Dasar-Dasar dan Metode Perencanaan Lingkungan Dalam Pembangunan Nasional. Widya Medika, Jakarta.

Anonimus. 1999. Ketetapan-ketetapan MPR RI dan GBHN 1999 – 2004. Tamita Utama, Jakarta.

Axford, R.F.E. I, Fayez. M, Marai. H, Omed. and I. A. P, Dewi. 1994. Pollution In Livestock Production System. CAB International, Singapore.

Azwar, S. 1995. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Bimo Walgito. 2003. Psikologi Sosial Suatu Pengantar. Andi Offset, Yogyakarta

Djarwanto, P. S. 1996. Statistik Induktif. BPFE, Yogyakarta.

Fakuara, Y.1996. Studi Toleransi Tanaman Peneduh Jalan Kemampuan Mengurangi Polusi

Udara. Penelitian dan Karya Universitas Trisakti, Vol: 2,1-7

Kartasapoetra. A.G. 1987. Teknologi Penyuluhan Pertanian. Bumi Aksara, Jakarta.

Koentjaraningrat. 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Rineka Cipta, Jakarta.

Setiawan, B. 1996. Metode Penelitian Komunikasi. Universitas Terbuka, Jakarta.

Singarimbun, M. dan S, Effendi., ed. 1989. Metode Penelitian Survai. Pustaka LP3S Indonesia, Jakarta.

Sukmana, O. 2003. Dasar-dasar Psikologi Lingkungan. Malang :Bayu Media dan UMM Press.

Sutedjo, M. M. 2002. Pupuk dan Cara Pemupukan. Rineka Cipta, Jakarta.

Wijaya et al. Peternakan Tropika Vol. 3 No. 3 Th. 2015: 574- 585

Page 585