ISSN 2722-7286

Jurnal

FAPET UNUD


Jurnal


Peternakan Tropika

Journal of Tropical Animal Science

email: jurnaltropika@unud.ac.id

Submitted Date: May 14, 2023

Accepted Date: September 3, 2023


Editor-Reviewer Article: Eny PUspani & A.A. Pt. Putra Wibawa

POTONGAN KARKAS KOMERSIAL BROILER YANG DIBERI ULAT MAGGOT SEBAGAI PENGGANTI RANSUM KOMERSIAL

Pratiwi, N. L. A. K., I P. A. Astawa, dan I W. Sudiastra

PS. Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar, Bali e-mail: kornitapratiwi136@student.unud.ac.id ,Telp +6281903407507

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ulat maggot sebagai pengganti ransum komersial terhadap potongan karkas komersial broiler. Penelitian ini dilaksanakan selama 8 minggu berlokasi di Desa Nyitdah, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan, Bali dan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan 4 ulangan yang terdiri dari 64 ekor broiler dengan berat badan homogen. Keempat perlakuan adalah ransum tanpa diganti maggot sebagai kontrol (P0), ransum dengan penggantian 5% maggot (P1), ransum dengan penggantian maggot 10% (P2), ransum dengan penggantian maggot 15% (P3). Variabel yang diamati adalah persentase karkas, dada, paha, sayap dan punggung. Hasil penelitian menunjukkan persentase karkas dan dada broiler dengan pemeberian ulat maggot sebesar 5% (P1), 10% (P2), 15% (P3) berbeda nyata (P<0,05) lebih tinggi dibandingkan dengan P0. Rataan persentase sayap dan punggung broiler yang mendapatkan pemberian ulat maggot sebesar 5% (P1), 10% (P2), 15% (P3) tidak berbeda nyata (P>0,05) lebih rendah dibandingkan P0 sedangkan pada persentase paha menunjukkan hasil tidak berbeda nyata (P>0,05) lebih tinggi dibandingkan P0. Pemberian ulat maggot sebagai pengganti ransum komersial dapat meningkatkan persentase karkas dan potongan karkas komersial bagian dada dengan level terbaik pada taraf 5%.

Kata kunci: ulat maggot, broiler, potongan karkas komersial

COMMERCIAL CARCASS PIECES OF BROILER WHICH WERE GIVEN THE MAGGOTS LATTERS AS A REPLACEMENT OF COMMERCIAL

RATIONS

ABSTRACT

This study aims to determine the effect of giving maggot caterpillars as a substitute for commercial rations on commercial broiler carcass pieces. This research was conducted for 8 weeks located in Nyitdah Village, Kediri District, Tabanan Regency, Bali and used a completely randomized design (CRD) with 4 treatments and 4 replications consisting of 64 broilers with homogeneous body weight. The four treatments were rations without giving maggot as a control


(P0), rations with 5% maggot replacement (P1), rations with 10% maggot replacement (P2), rations with 15% maggot replacement (P3). The variables observed were carcass, breast, thigh, wing and back percentages. The results showed that the percentage of broiler carcasses and breasts with maggot maggot feeding of 5% (P1), 10% (P2), 15% (P3) was significantly different (P<0.05) higher than P0. The average percentage of broiler wings and backs that received maggot maggot caterpillars of 5% (P1), 10% (P2), 15% (P3) was not significantly different (P> 0.05) lower than P0 whereas the percentage of thighs showed no results. significantly different (P>0.05) higher than P0. Giving maggot caterpillars as a substitute for commercial rations can increase the percentage of carcass and commercial carcass pieces of the chest with the best level at 5%.

Keywords: ulat maggot, broiler chicken, carcass commercial

PENDAHULUAN

Broiler merupakan ayam pedaging dengan bobot tubuh tertentu dan mempunyai pertumbuhan yang cepat serta mempunyai dada lebar dengan timbunan daging yang banyak. Gordon dan Charles (2002) menyatakan bahwa, broiler merupakan strain ayam hibrida modern yang berjenis kelamin jantan dan betina yang dikembangbiakan oleh perusahaan pembibitan khusus. Broiler merupakan ayam pedaging tipe berat yang lebih muda dan berukuran lebih kecil, dapat tumbuh lebih cepat sehingga dapat dipanen pada umur 4- 5 minggu. Menurut Manihuruk et al. (2018), keberhasilan usaha peternak broiler dapat dilihat apabila berat karkasnya meningkat. Karkas adalah bagian tubuh ayam setelah dilakukan penyembelihan secara halal, pengeluaran darah, pencabutan bulu dan pengeluaran jeroan, tanpa kepala, leher, dan kaki (SNI, 2009). Widjaja et al. (2006) menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi bobot potong dan persentase karkas adalah kualitas ransum yang diberikan.

Dilihat dari permasalahan yang terjadi di masyarakat, khushusnya pada bidang peternakan broiler adalah tingginya harga bahan pakan sumber protein yang cukup membebani biaya produksi para peternak. Beski et al. (2015) menyatakan bahwa komponen protein mempunyai peran yang penting dalam suatu formula pakan ternak karena terlibat dalam pembentukan jaringan tubuh dan terlibat aktif dalam metabolisme vital seperti enzim, hormon, dan antibodi. Menurut Wardhana (2016) penggunaan insekta sebagai sumber protein telah banyak didiskusikan oleh para peneliti di dunia. Protein yang bersumber pada insekta lebih ekonomis, bersifat ramah lingkungan dan mempunyai peran yang penting secara alamiah (Van Huis, 2013).

Salah satu bahan alternatif yang saat ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak adalah ulat maggot, sebab dengan mengganti ransum komersial dengan ulat maggot dapat menekan biaya pakan yang tinggi, terutama pada broiler. Bosch et al. (2014) menyatakan ulat maggot mempunyai kandungan protein yang hampir sama atau mendekati tepung ikan dengan kandungannya yang mencapai angka 40%-50% dengan kandungan lemak berkisar 29 – 32%. Perbedaan kandungan protein pada ulat maggot disebabkan oleh pemberian jenis pakan yang berbeda. Menurut Makkar et al. (2014), serangga merupakan salah satu alternatif sumber protein yang dapat digunakan dalam pakan ternak. Ulat maggot sangat bagus untuk dijadikan sumber bahan pakan untuk produksi broiler sebagai pengganti tepung ikan dan mempengaruhi pertumbuhan berat karkas dan kecernaan pada ayam secara positif (Teguia et al., 2002).

Keunggulan dari ulat maggot sebagai bahan pakan yaitu mengandung protein dan lemaknya yang tinggi. Tingginya kandungan nutrisi yang terkandung pada ulat maggot, ketersediaannya yang melimpah, pemanfaatannya yang tidak bersaing dengan manusia, tidak mengandung racun yang membahayakan ternak dan manusia yang mengkonsumsinya, diharapkan dapat menjadi jawaban atas permasalahan ketersediaannya yaitu harga pakan yang murah dan mudah didapat, tidak menimbulkan pencemaran lingkungan serta dapat meningkatkan daya tahan pada tubuh ternak (Fahmi, 2015). Pada penelitian sebelumnya dijelaskan bahwa penggantian ulat maggot dalam ransum broiler menunjukkan hasil yang nyata. Untuk hasil yang optimal yaitu menggunakan maggot tidak lebih dari 10% bahan pakan yang digunakan (Rizkinta, 2020). Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan riset terhadap pemanfaatan ulat maggot yang akan diberikan sebagai campuran dalam ransum broiler yang pada saat ini masih kurang optimal.

MATERI DAN METODE

Materi

Waktu dan tempat penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di kandang milik Erika yang berlokasi di Desa Nyitdah, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan, Bali yang berlangsung selama 8 minggu yaitu dari bulan September – Oktober 2022.

Broiler

Penelitian ini menggunakan 64 ekor broiler berumur satu hari (DOC) produksi PT. Charoen Pokphand Indonesia Tbk. dengan bobot badan yang homogen (48,76 ± 2,83 g) dan tidak membedakan jenis kelamin (unisex).

Kandang dan perlengkapan

Kandang yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang sistem “postal” dengan ukuran 85 cm x 95 cm (Gambar 3.2). Masing-masing sekat terbuat dari triplek dan diisi 4 ekor broiler serta dilengkapi dengan tempat pakan dan air minum dengan kapasitas air minum 3 liter dan pakan 5 kg. Penempatan tempat pakan dan air minum berada dalam kandang dengan cara digantung. Penerangan kandang menggunakan lampu penerangan yang berdaya 15 watt sebanyak dua buah dan gasolec satu buah digunakan pada saat broiler berumur 1- 10 hari berfungsi untuk menjaga suhu pada kandang agar tetap hangat. Pada bagian bawah kandang dilapisi dengan kapur, sekam padi kemudian dilapisi koran. Pembalikan dan penebaran sekam dilakukan setiap tiga hari sekali, selanjutnya ayam dilepas pada umur satu hari.

Maggot

Maggot yang digunakan adalah maggot kering yang dibeli dari peternak kemudian dihancurkan hingga berbentuk crumble kemudian dicampurkan dengan ransum komersial S11 dan S12.

Tabel 1. Kandungan nutrien ulat maggot

Kandungan Nutrisi1)

Jumlah

Energi

3755 kkal/kg

Protein Kasar

48%

Bahan Kering

14%

Serat Kasar

5,89%

Lemak Kasar

31,76%

Kadar Air

86%

Abu

10,03%

Kandungan Mineral2)

Jumlah

P

0,88%

K

1,16%

Ca

5,36%

Mg

0,44%

Mn

348 ppm

Fe

776 ppm

Zn

271 ppm

Kandungan Asam Amino Esensial2)

Jumlah

Methionone

0,83%

Lysine

2,21%

Leucin

2,61%

Isoleucine

1,51%

Histidene

0,96%

Phenyllalanine

1,49%

Valine

2,23%

I-Arginine

1,77%

Threonine

1,41%

Trypyopan

0,59%

Sumber: 1) Odesanya et al. (2011)

2) Newton et al. (2005)

Ransum dan air minum

Ransum yang diberikan adalah ransum komersial yaitu ransum S11 dan S12 yang diproduksi oleh PT. Charoen Pokphand Indonesia, Tbk. Air minum bersumber dari PDAM.

Tabel 2. Komposisi bahan pakan fase starter dan finisher

Bahan Pakan

Perlakuan2)

P0

P1

P2

P3

S11 / S12 (%)

100

95

90

85

Maggot1) (%)

0

5

10

15

Total (%)

100

100

100

100

Keterangan:

1) Komposisi nutrisi maggot berdasarkan Newton et al. (2005) dan Odesanya et al. (2011)

2) P0: Ayam yang diberikan ransum control tanpa diganti ulat maggot; P1: Ayam yang diberi 5% ulat maggot sebagai pengganti 5% ransum komersial; P2: Ayam yang diberi 10% ulat maggot sebagai pengganti 10% ransum komersial; P3: Ayam yang diberi 15% ulat maggot sebagai pengganti 15% ransum komersial.

Tabel 3. Kandungan nutrien pada ransum starter

Komponen                     Perlakuan(3)                 Standar(2)

P0(1)

P1

P2

P3

Energi (kkal/kg)

3200

3227,75

3255,50

3283,25

Min 2900

Protein (%)

19,50

20,925

22,35

23,775

Min 19

Lemak Kasar/LK (%)

5,00

6,338

7,676

8,45

Maks 7.4

Serat Kasar/SK (%)

4,00

4,095

4,189

4,284

Maks 6.0

Abu (%)

7,00

7,152

7,303

7,455

Maks 8.0

Kalsium (Ca)(%)

0,90

1,123

1,346

1,569

0.90-1.20

Fospor (P) (%)

0,60

0,614

0,628

0,642

Min 0.40

Keterangan:

1) Brosur makanan ternak Broiler PT. Charoen Pokphand Indonesia Tbk.

2) Standar nutrient menurut SNI (2006).

3) P0: Ayam yang diberikan ransum control tanpa diganti ulat maggot; P1: Ayam yang diberi 5% ulat maggot sebagai pengganti 5% ransum komersial; P2: Ayam yang diberi 10% ulat maggot sebagai pengganti 10% ransum komersial; P3: Ayam yang diberi 15% ulat maggot sebagai pengganti 15% ransum komersial.

Tabel 1. Kandungan nutrien pada ransum finisher

Komponen

Perlakuan(3)

(2) Standar

P0(1)

P1

P2

P3

Energi (kkal/kg)

3200

3227,75

3255,50

3283,25

Min 2900

Protein (%)

18.50

19,975

21,45

22,925

Min 18

Lemak Kasar/LK (%)

5,00

6,338

7,676

8,45

Maks 8.0

Serat Kasar/SK (%)

5,00

5,045

5,089

5,134

Maks 6.0

Abu (%)

7,00

7,152

7,303

7,455

Maks 8.0

Kalsium Ca (%)

0,90

1,123

1,346

1,569

0.90-1.20

Fospor P (%)

0,60

0,614

0,628

0,642

Min 0.40

Keterangan:

1) Brosur makanan ternak Broiler PT. Charoen Pokphand Indonesia Tbk.

2) Standar nutrient menurut SNI (2006).

3) P0: Ayam yang diberikan ransum control tanpa diganti ulat maggot; P1: Ayam yang diberi 5% ulat maggot sebagai pengganti 5% ransum komersial; P2: Ayam yang diberi 10% ulat maggot sebagai pengganti 10% ransum komersial; P3: Ayam yang diberi 15% ulat maggot sebagai pengganti 15% ransum komersial.

Metode

Rancangan penelitian

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan, yaitu:

P0: Ayam yang diberikan ransum control tanpa diganti ulat maggot

P1: Ayam yang diberi 5% ulat maggot sebagai pengganti 5% ransum komersial

P2: Ayam yang diberi 10% ulat maggot sebagai pengganti 10% ransum komersial

P3: Ayam yang diberi 15% ulat maggot sebagai pengganti 15% ransum komersial.

Setiap perlakuan diulang sebanyak 4 kali, sehingga terdapat 16 unit percobaan. Masing-masing unit percobaan berisi 4 ekor ayam, maka total ayam yang digunakan adalah sebanyak 64 ekor dengan berat badan rata-rata ± standar deviasinya (48,76 ± 2,83 g). Pemberian ransum S11

dilakukan selama 10 hari tanpa diberikan ulat maggot karena pada saat day old chicken (DOC) sistem pencernaan ayam belum terbentuk dengan baik untuk mengkonsumsi ransum yang ditambahkan ulat maggot. Selanjutnya hari ke-11 sampai 21 diberikan ransum S11 dengan pemberian ulat maggot. Pada hari ke-22 sampai 35 diberikan ransum S12 dengan perlakuan yang sama.

Pengacakan

Pengacakan dilakukan pada saat penelitian dimulai, untuk mendapat berat badan ayam yang homogen, maka ayam sebanyak 100 ekor ditimbang untuk mencari bobot badan rata-rata dan standar deviasinya, ayam yang digunakan adalah yang memiliki kisaran bobot badan rata-rata ± standar deviasinya (48,76 ± 2,83 g) sebanyak 64 ekor. Kemudian ayam disebar secara acak pada unit kandang yang berjumlah 16 unit kandang dengan jumlah ayam pada setiap unit yaitu 4 ekor. Pemberian ransum

Pemberian ransum untuk P0: Ransum tanpa ulat maggot, P1: Ransum dengan 5% ulat maggot, P2: Ransum dengan 10% ulat maggot dan P3: Ransum dengan 15% ulat maggot. Ransum yang diberikan pada penelitian ini adalah ransum komersial yaitu ransum S11 (umur 1121 hari), dan ransum S12 (umur 22-35 hari) yang diproduksi oleh PT. Charoen Pokphand Indonesia, Tbk. Pemberian ransum dan air minum diberikan secara ad libitum.

Pemeliharaan

Sebelum day old chicken (DOC) masuk dilakukan pembersihan dan penyemprotan kandang dengan formaldehyde / formalin agar steril dan terhindar dari penyakit. Setelah kandang bersih dan steril DOC baru bisa dimasukan. Bobot badan DOC yang baru datang ditimbang untuk mengetahui bobot badan awal sebelum dimasukkan ke dalam kandang postal. DOC diberikan larutan air gula untuk mengganti energi yang hilang selama perjalanan. Setelah 6 jam, larutan air gula diganti dengan air biasa. Pakan diberikan dengan cara disebarkan di atas tempat pakan. Penerangan kandang menggunakan lampu penerangan yang berdaya 15 watt digunakan sebagai penerangan pada dua minggu pertama. Setelah dua minggu, lampu penerangan hanya digunakan pada malam hari. Pemanas yang digunakan adalah gasolec sebanyak 1 buah, dan dibantu dengan sirkulasi udara melalui ventilasi. Pencegahan penyakit bagi ayam broiler dilakukan dengan melakukan vaksinasi yang sudah dilakukan oleh pihak perusahaan tempat pembelian bibit DOC.

Pencegahan penyakit

Sistem biosecurity dilakukan pada awal penelitian yaitu dengan cara menyemprotkan formaldehyde atau formalin keseluruh kandang. Penyemprotan formaldehyde dilakukan dua minggu sebelum ayam dimasukan ke kandang. Ayam dimasukan pertama kali ke kandang diberikan air gula sebelum pemberian vitamin yang digunakan adalah vita chicks. Pemberian vitamin dilakukan setiap satu minggu sekali.

Pemotongan ayam

Pengambilan sampel dilaksanakan pada saat broiler berumur 35 hari. Untuk pengambilan sampel diambil satu ekor broiler di setiap ulangan yang bobot badannya mendekati bobot badan rata-rata. Sebelum dilakukan pemotongan ayam dipuasakan selama 12 jam agar tidak ada tersisa makanan di tembolok dan ususnya sehingga tidak mempengaruhi berat ayam tersebut. Kemudian dilakukan penyembelihan pada bagian vena jugularis dan arteri carotis agar darah pada ayam dapat dikeluarkan. Ayam yang sudah disembelih kemudian dicelupkan dengan air panas yang berfungsi untuk membunuh bakteri dan memudahkan dalam proses pencabutan bulu ayam tersebut. Setelah itu, proses pencabutan bulu ayam dan dikeluarkan jeroannya. Selanjutnya dipotong bagian kepala, leher dan kaki sehingga didapatkan karkas broiler. Karkas kemudian dipisahkan bagian sayap, dada, paha dan punggung untuk didapatkan potongan karkas komersial. Setelah didapatkan potongan karkas komersial kemudian potongan karkas ayam komersial tersebut ditimbang beratnya.

Variabel yang diamati

Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

  • a.    Persentase karkas (%) =berat⅛s(gr)x 100%

  • b.    Persentase dada (%) = berat karkas x 100%

∕berat punggung (g)v 1nn0Λ

  • c.    Persentase punggung (%) berat karkas (g) x 100%

\ _ berat sayap (g)

  • d.    Persentase sayap (%) =            x 100%

7 r v ■ berat karkas (g)

  • e.    Persentase paha (%) = berat karkas x 100%

Analisis Statistik

Data yang telah diperoleh dalam penelitian ini dianalisis menggunakan sidik ragam, apabila terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05) diantara perlakuan, maka analisis dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan (Steel and Torrie, 1993).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian penggantian ransum komersial dengan ulat maggot sebanyak 5% (P1), 10% (P2), dan 15% (P3) dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Pengaruh penggantian ransum komersial dengan ulat maggot terhadap potongan karkas komersial broiler.

Variabel

Perlakuan1)

SEM2)

P0

P1

P2

P3

Persentase Karkas (%)

70,23b

77,57a

77,22a

75,83a

1,46

Persentase Sayap (%)

11,62a

9,24a

8,85a

9,91a

0,70

Persentase Paha (%)

35,50a

35,66a

35,59a

35,53a

1,75

Persentase Dada (%)

23,79b

29,60a

27,74a

27,67ab

1,24

Persentase Punggung (%)

29,09a

25,50a

27,82a

27,53a

0,92

Keterangan:

1)  P0: Ayam yang diberikan ransum control tanpa pemberian ulat maggot; P1: Ayam yang diberi 5% ulat maggot

sebagai pengganti 5% ransum komersial; P2: Ayam yang diberi 10% t ulat maggot sebagai pengganti 10% ransum komersial; P3: Ayam yang diberi 15% ulat maggot sebagai pengganti 15% ransum komersial.

2) Standard Error of the Treatment Means

3) Nilai dengan huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukan berbeda nyata (P<0,05)

Persentase karkas

Hasil penelitian pemberian maggot pada ransum ayam broiler menunjukkan bahwa persentase karkas ayam broiler pada perlakuan P0 (kontrol/tanpa pemberian maggot) adalah 70,23% (Tabel 6). Rataan persentase karkas ayam broiler yang mendapatkan penambahan maggot sebesar 5% (P1), 10% (P2), 15% (P3) masing-masing 9,46%, 9,05%, 7,38% lebih tinggi dibandingkan P0 dan secara statisik berbeda nyata (P<0,05).

Rataan persentase karkas ayam broiler dari penelitian dengan pemberian ulat maggot pada perlakuan P0, P1, P2 dan P3 secara berturut – turut 70,23%, 77,57%, 77,22% dan 75,83%. Hal ini disebabkan dengan sumber konsumsi protein broiler yang berbeda, semakin tinggi jumlah

konsumsi ransum yang diperoleh maka konsumsi protein akan meningkat. Selaras dengan pernyataan Dwiloka (2014) menyatakan bahwa konsumsi protein berkaitan dengan konsumsi pakan, yang berarti jumlah konsumsi pakan menentukan besarnya konsumsi protein. Hal ini sejalan dengan pendapat Puger et al. (2017) yang menyatakan bahwa berat potong yang tinggi akan menghasilkan karkas yang tinggi sehingga diharapkan bagian pertumbuhan daging menjadi lebih besar. Pakan yang mengandung protein rendah dapat menyebabkan terjadinya ketidakseimbangan asam amino yang menghambat pertumbuhan (Sugiarto, 2008). Selain itu, kandungan asam amino dalam ulat maggot telah mengalami fermentasi, sehingga dapat meningkatkan palatabilitas pakan. Selaras dengan pendapat Wahyu (2006), bahwa konsumsi pakan dapat dipengaruhi oleh kulitas dan kuantitas pakan, umur, aktivitas ternak, palatabilitas pakan, tingkat produksi dan pengelolaannya. Komposisi kimia dan keragaman pakan erat hubungannya dengan konsumsi pakan. Keseimbangan yang baik antara asam amino, energi metabolis dan protein dapat meningkatkan pertumbuhan.

Persentase sayap

Hasil penelitian pemberian maggot pada ransum ayam broiler menunjukkan bahwa persentase sayap ayam broiler pada perlakuan P0 (kontrol/tanpa pemberian maggot) adalah 11,72% (Tabel 5.). Rataan persentase sayap ayam broiler yang mendapatkan penambahan maggot sebesar 5% (P1), 10% (P2), 15% (P3) masing-masing 20,44%, 23,86%, 14,72% lebih rendah dibandingkan P0 namun secara statisik tidak berbeda nyata (P>0,05).

Rataan persentase sayap secara berturut – turut 11,72%, 9,24%, 8,85% dan 10,78%. Hal ini disebabkan oleh kandungan protein yang terdapat dalam pakan tiap perlakuan berbeda. Pada Perlakuan P0 lebih tinggi dibanding P1, P2 dan P3, hal ini disebabkan karena adanya faktor pembatas pada ulat maggot yang merupakan jenis insekta dimana di dalam tubuhnya terdapat kitin yang membentuk ikatan kompleks dengan protein yang menyebabkan protein tidak mampu dicerna didalam saluran pencernaan broiler. Semakin tinggi persentase pemberian ulat maggot kedalam pakan, maka semakin besar zat kitinase yang terkandung di dalam pakan broiler tersebut. Di dukung dengan pernyataan Sanchez-Muros et al., (2013), bahwa unggas tidak mempunyai enzim kitinase, sehingga jika pemberian maggot yang dilakukan secara berlebihan maka dapat mengakibatkan sulitnya makanan untuk dicerna secara maksimal. Tinggi rendahnya persentase sayap juga disebabkan oleh pertumbuhan tulang, dimana semakin tinggi pertumbuhan tulang semakin tinggi pula persentase sayap begitu pula sebaliknya semakin rendah pertumbuhan tulang semakin rendah persentase sayap. Semakin tinggi persentase pemberian ulat maggot

kedalam pakan, maka semakin besar zat kitinase yang terkandung di dalam pakan broiler tersebut (Ulupi et al., 2018).

Persentase Paha

Hasil penelitian pemberian maggot pada ransum ayam broiler menunjukkan bahwa persentase paha ayam broiler pada perlakuan P0 (kontrol/tanpa pemberian maggot) adalah 35,40% (Tabel 6). Rataan persentase paha ayam broiler yang mendapatkan pemberian maggot sebesar 5% (P1), 10% (P2), 15% (P3) masing-masing 0,73%, 0,53%, 0,21% lebih tinggi dibandingkan P0 namun secara statisik tidak berbeda nyata (P>0,05).

Rataan persentase paha ayam broiler dari penelitian dengan pemberian ulat maggot pada perlakuan P0, P1, P2 dan P3 secara berturut – turut 35,40%, 35,66%, 35,59% dan 35,48%. Paha merupakan bagian karkas yang menghasilkan daging kedua terbanyak setelah dada, perkembangannya dipengaruhi oleh kandungan protein dalam pakan. Hal ini selaras dengan pernyataan Solangi (2003) yang menyatakan bahwa protein merupakan elemen yang sangat penting untuk pertumbuhan otot yang merupakan bagian terbesar dari karkas bagian paha sehingga ransum dengan kandungan protein yang hampir sama dan waktu pemeliharaan yang singkat menghasilkan persentase bobot paha yang tidak jauh berbeda. Tidak berpengaruhnya perlakuan pemberian pakan campuran ulat maggot terhadap persentase paha diduga terjadi karena kandungan kitin yang terdapat pada ulat maggot. Menurut Murawska et al. (2011) pada masa pertumbuhan, ayam pedaging diawali dengan pertumbuhan tulang dengan cepat. Pada saat laju pertumbuhan tulang mulai menurun, maka laju pertumbuhan otot dan deposisi lemak meningkat. Hal tersebut menyebabkan bagian daging dan kulit belum terlihat perbedaan persentase yang signifikan pada ayam pedaging yang dipotong saat umur 35 hari.

Persentase dada

Hasil penelitian pemberian maggot pada ransum ayam broiler menunjukkan bahwa persentase karkas ayam broiler pada perlakuan P0 (kontrol/tanpa diganti maggot) adalah 23,79% (Tabel 5.). Rataan persentase dada ayam broiler yang mendapatkan penambahan maggot sebesar 5% (P1) dan 10% (P2) masing-masing 19,71% dan 14,57% lebih tinggi dibandingkan P0 dan secara statisik berbeda nyata (P<0,05).

Berdasarkan analisis statistika pada Tabel 5. menunjukkan bahwa pada perlakuan P0, P1, P2, dan P3 secara berturut- turut 23,70%, 29,52%, 27,74% dan 25,75%. Hal ini dikarenakan potongan bagian dada unggas adalah tempat perdagingan yang tebal dengan persentase tulang yang kecil, sehingga pertumbuhan daging bagian dada akan meningkat seiring dengan umur

yang bertambah. Hal ini diduga protein dalam ulat maggot yang optimal terdapat pada perlakuan 5% ulat maggot dimana serat kasar dalam perlakuan P1 juga terbilang rendah dibandingkan perlakuan lainnya, yang menyebabkan broiler lebih mudah untuk mencerna pakan yang diperoleh. Sesuai dengan pernyataan Prawira et.al. (2019) yang menyatakan bahwa potongan komersial dada merupakan bagian karkas yang banyak terdapat otot jaringan yang perkembangannya lebih banyak dipengaruhi oleh zat makanan khususnya protein. Adanya asam amino yang terkandung dalam ulat maggot mirip dengan tepung kedelai, khususnya kandungan metionin dan lisin yang merupakan asam amino esensial untuk pertumbuhan dan perkembangan ayam pedaging. Hal ini disebabkan karena konsumsi pakan yang mengandung protein dimetabolisme dalam tubuh ayam sudah mencukupi untuk pertumbuhan maka asam amino yang diserap bersama darah dapat dipergunakan untuk sintesis protein yaitu pembentukan otot daging karena asam amino merupakan komponen utama untuk sintesis otot daging.

Persentase punggung

Hasil penelitian pemberian maggot pada ransum ayam broiler menunjukkan bahwa persentase punggung ayam broiler pada perlakuan P0 (tanpa diganti maggot) adalah 10,28% (Tabel 5.). Rataan persentase punggung ayam broiler yang mendapatkan penambahan maggot sebesar 5% (P1), 10% (P2), 15% (P3) masing-masing 12,35%, 4,66%, 3,62% lebih rendah dibandingkan P0 namun secara statisik tidak berbeda nyata (P>0,05).

Rataan persentase punggung ayam broiler menunjukan bahwa pemberian ulat maggot pada perlakuan P0, P1, P2 dan P3 persentase punggung ayam broiler secara berturut – turut 29,27%, 25,50%, 27,82%, 27,53%. Hal ini diduga karena Punggung broiler terdapat tulang yang sangat dominan serta sedikitnya porsi otot daging. Hasil penelitian secara statistik berpengaruh tidak nyata terhadap berat punggung yang penyebarannya tidak merata dan dalam proses pembetukannya sangat tergantung pada nutrisi pakan seperti kandungan Protein, Ca, dan P. Diduga karena kualitas pakan dengan kandungan energi dan protein yang masing-masing perlakuan dalam penelitian ini menyebabkan protein, Ca dan P yang telah tercerna menjadi tidak berbeda nyata. Hal ini selaras dengan pernyataan Tilman dkk (2004) menyatakan bahwa Ca dan P bekerja sama dalam proses pembentukan tulang. Penggunaan pakan komersial yang diberi tambahan ulat maggot tidak memberikan pengaruh nyata karena kedua formulasi pakan memiliki komposisi bahan pakan yang sama, sehingga kandungan nutrisi mineralnya sama. Selain itu diduga bahwa proses absorbsi Ca dan P pada pakan dalam tubuh ternak tidak terjadi secara

maksimal karena yang masih dalam bentuk senyawa komplek sehingga apabila diberikan pada ternak masih memerlukan proses metabolisme lanjutan dalam tubuh ternak untuk memecah ikatan komplek menjadi ikatan yang lebih sederhana dan memerlukan energi dalam proses penguraiannya sehingga sebagian dari nutrisi tersebut digunakan untuk menggantikan energi yang terpakai yang mengakibatkan penyerapan Ca dan P tidak maksimal sehingga pembentukan tulang punggung yang dihasilkan berbeda tidak nyata.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian ulat maggot sebagai pengganti ransum komersial dapat meningkatkan persentase karkas dan potongan karkas komersial bagian dada dengan level terbaik pada taraf 5%.

Saran

Penulis menyarankan kepada peternak broiler untuk memanfaatkan ulat maggot secara optimal yaitu pada taraf 5% sebagai pengganti ransum komersial karena dinilai memiliki protein yang baik untuk pembentukan daging.

UCAPAN TERIMAKASIH

Perkenankan penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar besarnya kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara, M.Eng., IPU., Dekan Fakultas Peternakan Dr. Ir. I Nyoman Tirta Ariana, MS., IPU., ASEAN Eng., Koordinator Program Studi Sarjana Peternakan Dr. Ir. Ni Luh Putu Sriyani, S.Pt, MP., IPM., ASEAN Eng. atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan di Program Studi Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana.

DAFTAR PUSTAKA

Gordon, S.H and. D.R. Charles. 2002. Niche and Organic Chicken Products: Their Technology and Scentifik Principles. Nottingham University Press, Definitions: III-X, UK.

Beski SSM, Swick RA, Iji PA. 2015. Specialised protein products in broiler chicken nutrition: A review. Anim Nutr 1: 47-53.

Makkar, H. P., Tran, G., Heuzé, V., & Ankers, P. (2014). State-of-the-art on use of insects as animal feed. Animal feed science and technology, 197, 1-33.

Manihuruk, F.H., Ismail., Rastina., Razali., Sabri, M., Zuhrawati., dan M. Jalaluddin. 2018. Effect of fermented moringa leaf (moringa oleifera) powder in feed to increase broiler carcass weight. Jurnal Medika Veterinaria. 1(2): 103-109.

Murawska D, Kleczek K, Wawro K, Michalik D.2011. Age-related changes in the percentage content of edible and non edible component in broiler chickens.Animal Science 24(4): 532-539.

Prawira, I. N., Suasta, I M., dan Astawa, I. P. A. 2019. Pengaruh Pemberian Probiotik Melalui Air Minum Terhadap Bobot dan Potongan Karkas Broiler. E-Journal Fapet Unud Vol. 7 No. 3 Th. 2019: 958 – 969

Puger AW, Suasta M, Sudiastra W, Budaarsa K, Mahardika IG. 2017. Hubungan berat badan dengan persentase karkas dan komponen karkas pada babi ras yang diberikan ransum komersial disubstitusi dengan ampas tahu. Proc. Seminar Nasional AITBI 2017.

Rizkinta, G. (2020). Pemberian Ulat Maggot BSF Terhadap Performance Ayam Kampung Joper Umur 1 sampai 90. Kumpulan Karya Ilmiah Mahasiswa Fakultas sains dan Tekhnologi, 2(2), 109-109.

Solangi AA, Baloch GM, Wagan PK, Chachar B, Memon A.2003. Effect of different level of dietary protein on growth of broiler. Journal of Animal and Veterinary Advances2(5): 301-304.

Standar Nasional Indonesia. 2009. Kumpulan SNI Bidang Pakan Direktorat Budidaya Ternak Non Ruminansia, Direktorat Jendral Peternakan, Departemen Pertanian, Jakarta

Sanchez-Muros, M. J., F.G. Barosso, F. Manzano-Agugliaro. 2013. Insect Meal As Renewable Source Of Food For Animal Feeding: A Review. J Clean Prod. 65: 16-27.

Steel, R.G.D dan J.H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. Edisi Ke- 2. Penerjemah Bambang Sumantri. P.T Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Sugiarto, 2008. Performa Broiler Dengan Pakan Komersial Yang Mengandung Tepung Kemangi (Ocinum Basilicum). Skripsi Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Téguia, A., Mpoame, M., & Mba, J. O. (2002). The production performance of broiler birds as affected by the replacement of fish meal by maggot meal in the starter and finisher diets. Tropicultura, 20(4), 187-192

Tillman, A. D., H. S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo, dan S. Lebdosoekojo. 2004. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press.Yogyakarta.

Ulupi, N., et al. "Karakteristik karkas dan non karkas ayam broiler jantan dan betina pada umur pemotongan 30 hari." Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan 6.1 (2018): 1-5.

Van Huis A. 2013. Potential of insects as food and feed in assuring food security. Annu Rev Entomol 58: 563-583.

Widjaja, E., Piliang, W.G., Rahayu, I., dan B.N. Utomo. 2006. Produk samping kelapa sawit sebagai bahan pakan alternatif di Kalimantan Tengah: 1. pengaruh pemberian solid terhadap performans ayam broiler. Jurnal Ilmu Ternak dan Veteriner, 11(1): 1-5.

Wardhana AH. 2016. Black soldier fly (Hermetia illucens) sebagai sumber protein alternatif untuk pakan ternak. Wartazoa 26(2): 69-78.

Wahyu, 2006.Ilmu Nutrisi Unggas.Revisi. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Pratiwi, N. L. A. K., Peternakan Tropika Vol. 12 No. 1 Th. 2024: 515 – 529

Page 529