EFFECT OF GIVING LAMTORO LEAF JUICE (LEUCAENA LEUCOCEPHALA) THROUGH DRINKING WATER ON THE PHYSICAL COMPOSITION OF MALE BALI DUCK CARCASSES
on
ISSN 2722-7286

Jurnal
FAPET UNUD
Jurnal

Peternakan Tropika
Journal of Tropical Animal Science
email: jurnaltropika@unud.ac.id
Submitted Date: May 14, 2023
Accepted Date: September 3, 2023
Editor-Reviewer Article: Eny Puspani & A.A. Pt. Putra Wibawa
PENGARUH PEMBERIAN JUS DAUN LAMTORO (LEUCAENA LEUCOCEPHALA) MELALUI AIR MINUM TERHADAP KOMPOSISI FISIK KARKAS ITIK BALI JANTAN
Sari, N. G. A. P. D. V., N.W. Siti, dan I M. Nuriyasa
PS. Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Denpasar, Bali
E-mail: vanilasari@student.unud.ac.id, Telp. +62 831-6308-9285
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian jus daun lamtoro terhadap komposisi fisik karkas itik bali jantan. Penelitian ini dilaksanakan di Farm Sesetan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana selama 8 minggu. Rancangan yang digunakan adalah rangcangan acak lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan, 4 ulangan, dan setiap ulangan di isi 3 ekor itik. Perlakuan yang diberikan pada itik bali berupa jus daun lamtoro dalam air minum yaitu: (P0) air minum tanpa jus daun lamtoro, (P1) air minum dengan 2% jus daun lamtoro, (P2) air minum dengan 4% jus daun lamtoro, dan (P3) air minum dengan 6% jus daun lamtoro. Variable yang diamati adalah berat potong, berat karkas, persentase karkas, dan komposisi fisik karkas. Hasil penelitian ini menunjukan persentase karkas itik bali jantan yang diberi 2% dan 4% jus daun lamtoro dalam air minum cenderung lebih tinggi dari kontrol (P0) dan pada perlakuan P3 lebih rendah dari kontrol. Pemberian jus daun lamtoro pada perlakuan P1, P2, dan P3 mampu meningkatkan persentase tulang itik bali jantan. Persentase daging pada perlakuan P1, P2, dan P3 cenderung lebih tinggi dari kontrol (P0). Persentase lemak subkutan termasuk kulit cenderung lebih rendah dari kontrol (P0). Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian jus daun lamtoro dalam air minum sebanyak 2-6% mampu meningkatkan persentase tulang, namun cenderung meningkatkan persentase karkas dan persentase daging serta menurunkan persentase lemak subkutan termasuk kulit.
Kata kunci: itik bali, komposisi fisik karkas
EFFECT OF GIVING LAMTORO LEAF JUICE (LEUCAENA LEUCOCEPHALA) THROUGH DRINKING WATER ON THE PHYSICAL COMPOSITION OF MALE BALI DUCK CARCASSES
ABSTRACT
This study aims to determine the effect of giving lamtoro leaf juice on the physical composition of male Balinese duck carcasses. This research was conducted at Farm Sesetan,

Faculty of Animal Husbandry, Udayana University for 8 weeks. The design used was a complete randomized plan (RAL) with 4 treatments, 4 repetitions, and each repetition contained 3 ducks. The treatment given to Balinese ducks in the form of lamtoro leaf juice in drinking water is: (P0) drinking water without lamtoro leaf juice, (P1) drinking water with 2% lamtoro leaf juice, (P2) drinking water with 4% lamtoro leaf juice, and (P3) drinking water with 6% lamtoro leaf juice. The variables observed were cutting weight, carcass weight, carcass percentage, and carcass physical composition. The results of this study showed that the percentage of carcasses of male Balinese ducks given 2% and 4% lamtoro leaf juice in drinking water tended to be higher than the control (P0) and in the P3 treatment was lower than the control. Giving lamtoro leaf juice in P1, P2, and P3 treatment can increase the percentage of male Bali duck bones. The percentage of meat in P1, P2, and P3 treatments tended to be higher than the control (P0). The percentage of subcutaneous fat including skin tended to be lower than the control (P0). From the results of this study it can be concluded that giving lamtoro leaf juice in drinking water as much as 2-6% can increase bone percentage, but tends to increase the percentage of carcass and meat percentage and decreasethe percentage of subcutaneous fat including skin.
Keywords: bali duck, carcass physical composition
PENDAHULUAN
Itik jenis unggas air yang bersifat dwiguna yang dapat dikembangkan sebagai itik tipe petelur dan itik tipe pedaging. Itik sebagai salah satu jenis ternak unggas yang berkontribusi sebagai penghasil daging secara nasional. Itik adalah salah satu jenis unggas yang lebih tahan terhadap bibit penyakit dan memiliki pertumbuhan yang lebih cepat. Itik memiliki daya adaptasi yang tinggi, sehingga bisa dipelihara di berbagai wilayah di Indonesia (Kurnia,et al., 2016). Beberapa jenis itik yang terdapat di wilayah Indonesia yaitu seperti itik alabio, itik magelang, itik tegal, itik bali, dan itik maskovi. Itik bali menjadi salah satu jenis itik yang penyebaran nya secara endemic di daerah Bali. Menurut Kuspartoyo (1990), itik bali jantan memiliki produksi daging yang lebih tinggi dibandingkan dengan itik bali betina.
Badan Pusat Statistika Provinsi Bali (2021), menyatakan bahwa produksi daging unggas di Provinsi Bali pada tahun 2021 sebesar 70.795 ton. Dari total produksi daging unggas tersebut, sebesar 1,04% disumbangkan oleh daging itik bali. Hal ini menunjukkan bahwa produksi daging itik sangat sedikit dibandingkan dengan produksi daging ayam. Itik bali biasanya di budidayakan secara tradisional oleh para peternak itik yang kurang memperhatikan kualitas pakan, sehingga pertumbuhan itik menjadi lebih lambat, sedangkan pada ternak itik memerlukan zat nutrisi dari pakan seperti protein, karbohidrat, mineral, kalsium, fosfor, vitamin, serta zat
makanan lainnya yang diperlukan untuk produktivitas ternak yang baik.
Namun pada dewasa ini peternak itik mulai menerapkan pemeliharaan secara intensif, dimana pada sistem pemeliharaan ini memerlukan biaya pakan yang cukup tinggi. Menurut Anggorodi (1985), menyebutkan bahwa biaya produksi terbesar pada suatu usaha peternakan adalah biaya pakan sebesar 60-70%. Pada itik bali juga cukup banyak memerlukan pakan yang berkualitas baik, hal ini dikarenakan ternak itik memiliki daya konsumsi ransum yang cukup tinggi dibandingkan dengan unggas ayam, sehingga kebutuhan serta biaya pakan pada ternak akan semakin meningkat. Untuk menekan biaya pakan yang cukup tinggi maka hal yang perlu diperhatikan adalah cara pemeliharaan pada itik bali. Pemeliharaan pada itik bali seperti pemberian pakan dan air minum menjadi salah satu faktor dari keberhasilan produktivitas itik bali. Solusi yang dapat diterapkan yaitu melalui manajemen pemeliharaan untuk menekan biaya pakan serta agar itik bali tetap mendapatkan asupan nutrisi yang berkualitas tinggi yaitu dengan cara memberikan suplemen melalui air minum. Suplemen yang diberikan berupa jus daun lamtoro (Leucaena leucocephala) yang dilarutkan pada air minum itik bali.
Daun lamtoro (Leucaena leucocephala) salah satu bahan pakan ternak sebagai sumber protein dengan jumlah protein sebesar 21,8% (Eniolorunda, 2011) serta dapat digunakan sebagai bahan pakan alternative pada ternak unggas (Agbede, 2003). Daun lamtoro dapat digunakan sebagai bahan additive untuk ternak itik, hal ini dikarenakan daun lamtoro memiliki kandungan fitokimia yang dapat menunjang produktivitas itik. Kandungan fitokimia di dalam daun lamtoro seperti flavonoid, saponin, alkaloid, terpenoid, steroid dan senyawa lainnya yang berperan sebagai antibakteri (Ondho, 2020). Senyawa flavonoid yang berperan sebagai antibakteri mampu untuk meningkatkan efisiensi kecernaan pakan, sehingga dapat meningkatkan penyerapan zat-zat nutrisi (Lestariningsih et al., 2015). Penyerapan zat nutrisi pakan yang baik akan meningkatkan bobot hidup ternak yang akan berpengaruh pada produksi karkas, semakin tinggi bobot hidup ternak maka karkas yang di peroleh akan semakin tinggi pula. Purwanti (2008), menyatakan bahwa peningkatan bobot hidup ternak dapat dipengaruhi oleh penyerapan zat nutrisi yang baik.
Menurut hasil penelitian Ismiah (2022) kandungan senyawa flavonoid pada daun indigofera yang diberikan dengan dosis 2%, 4%, dan 6% melalui air minum dapat memberikan pengaruh yang nyata terhadap peningkatan bobot karkas dan persentase karkas yang diperoleh. Hal serupa juga di dukung oleh hasil penelitian Kurniawan et al., (20017) bahwa kandungan fitokimia berupa flavonoid yang terdapat pada ekstrak daun kelor memiliki pengaruh yang nyata
terhadap peningkatan bobot potong dan persentase karkas ayam pedaging. Oleh karena hal tersebut akan memungkinkan bahwa kandungan fitokimia berupa senyawa flavonoid pada daun lamtoro akan memberikan pengaruh yang nyata pada pertumbuhan karkas. Namun sampai saat ini belum ada hasil penelitian tentang pemberian jus daun lamtoro melalui air minum untuk diberikan kepada itik. Sehingga yang mendasari dari pemberian dosis jus daun lamtoro terhadap itik bali melalui air minum yaitu didasarkan pada hasil penelitian Ismiah (2022) bahwa pemberian jus daun indigofera dengan dosis 2- 6% di dalam air minum nyata dapat meningkatkan bobot potong itik.
Dilihat dari potensi daun lamtoro sebagai bahan additive yang memiliki kandungan fitokimia seperti flavonoid, saponin, alkaloid, terpenoid, steroid dan senyawa lainnya yang berperan sebagai antibakteri (Ondho, 2020) maka perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh penambahan jus daun lamtoro dalam air minum terhadap komposisi fisik karkas itik bali.
MATERI DAN METODE
Tempat dan waktu penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Farm Sesetan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana dengan waktu penelitian selama 8 minggu.
Itik bali
Itik bali yang digunakan pada penelitian ini adalah DOD (Day Old Duck) itik bali jantan sebanyak 48 ekor yang diperoleh dari peternakan itik bali di daerah Tabanan.
Kandang dan perlengkapan
Kandang yang digunakan pada penelitian ini adalah kandang itik dengan sistem “Battery colony” sebanyak 16 unit, masing-masing petak berukuran panjang 330 cm, lebar 65 cm, dan tinggi 100 cm. Selain itu untuk perlengkapan kandang yang akan digunakan meliputi tempat makan dan minum, lampu sebanyak 16 biji alas karung, dan sekam padi.
Ransum dan air minum
Ransum yang digunakan pada penelitian ini adalah ransum komersial 511B dari PT. Charoen Pokphand dengan komposisi bahan penyusun ransum komersial seperti jagung dedak padi, bungkil kedela, pecahan gandum, dan fullfat soybean meal. Kandungan nutrisi ransum komersial 511 B seperti pada (Tabel 1). Pemberian air minum secara ad libitum yang pencampuranya bersumber dari air PDAM dengan menggunakan tempat air minum yang terbuat
dari bahan plastik dengan kapasitas 1 litter yang berada di masing-masing unit kandang.
Table 1. Kandungan nutrien ransum komersial itik bali | |
Kandungan nutrient |
Ransum komersial 511B |
Kadar air |
14% |
Protein kasar |
20% |
Lemak kasar |
5% |
Serat kasar |
5% |
Abu |
8% |
Kalsium |
0.80 – 1.10% |
Fosfor |
0.50% |
Keterangan: Sumber: Brosur makanan ternak PT. Charoen Pokphand Indonesia.
Rancangan penelitian
Rancangan yang digunakan pada penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri dari 4 perlakuan dan 4 kali ulangan. Setiap ulangan berisi 3 ekor itik, sehingga total itik yang digunakan sebanyak 48 ekor. Adapun perlakuan ransum komersial dengan jus daun lamtoro sebagai berikut:
P0: Air minum tanpa jus daun lamtoro
P1: Air minum mengandung 2% jus daun lamtoro
P2: Air minum mengandung 4% jus daun lamtoro
P3: Air minum mengandung 6% jus daun lamtoro
Pengacakan itik
Sebelum penelitian dimulai, untuk mendapatkan berat badan itik yang homogen perlu dicari berat badan rata-rata itik yang semula berjumlah 60 ekor. Itik yang digunakan adalah itik yang kisaran bobot badan rata-ratanya ± dengan standar deviasinya sebanyak 48 ekor, kemudian itik tersebut dimasukan ke dalam 16 petak kandang dengan masing-masing kandang berisi 3 ekor itik.
Pembuatan jus daun lamtoro
Metode pembuatan jus daun lamtoro yaitu dengan cara mengumpulkan daun lamtoro yang Sari, N. G. A. P. D. V., Peternakan Tropika Vol. 12 No. 1 Th. 2024: 530 – 544 Page 534
masih muda dan segar, daun lamtoro kemudian dibersihkan. Daun lamtoro yang sudah terkumpul, kemudian dicuci bersih dan dimasukan kedalam blender untuk dihaluskan. Perbandingan antara daun lamtoro dan air minum yaitu 1:1 dengan daun lamtoro sebanyak 1 kg dan air sebanyak 1 litter (Siti dan Bidura, 2017). Daun lamtoro yang sudah di blender hingga halus sudah dapat dicampurkan pada air minum.
Persiapan kandang
Sebelum penelitian dimulai, kandang sudah harus disiapkan satu minggu sebelum penelitian. Persiapan kandang dimulai dengan pembersihan kandang dan lingkungan sekitar kandang, kandang disemprot dengan disinfektan, kandang diberi alas karung yang diatasnya berisi sekam padi. Selama pemeliharaan itik, peralatan yang digunakan adalah alat makan dan minum yang tersedia pada masing-masing kandang, dan di cuci menggunakan sabun kemudian dikeringkan dibawah sinar matahari. Pada masing-masing perlakuan terdapat petak-petak kandang sebanyak 16 petak. Pada masing-masing kandang dilengkapi dengan lampu untuk menjaga suhu kandang tetap hangat.
Pemberian ransum dan air minum
Pemberian ransum pada itik dilakukan secara teratur setiap dua kali sehari yaitu pada saat pagi hari dan sore hari, sedangkan untuk pemberian air minum pada itik dilakukan secara “ad libitum” yang disediakan pada tempat minum di masing-masing kandang.
Variabel yang diamati
Variabel yang diamati adalah berat potong, berat karkas, persentase karkas, persentase tulang, persentase daging, dan persentase lemak subkutan termasuk kulit.
-
1. Berat potong
Berat potong diperoleh dengan menimbang berat badan ayam yang sudah dipuasakan selama 12 jam pada akhir penelitian.
-
2. Berat karkas
Berat karkas diperoleh dengan menimbang karkas tanpa darah, bulu, kepala, kaki, dan jeroan. Bisa dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Berat karkas (g) = berat potong - darah, bulu, kepala, kaki, leher dan jeroan.
-
3. Persentase karkas
Persentase karkas dapat dihitung setelah didapat berat karkas kemudian dihitung persentasenya. Menurut Bundy dan Diggins (1960), dalam Soeparno (2005) persentase karkas dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Persentase karkas (%) = berat karkas (g) × 100 Berat potong
-
4. Persentase tulang
Persentase tulang diperoleh dengan cara tulang yang sudah terpisah dan bersih dari daging kemudian ditimbang lalu dihitung persentasenya. Menurut Waskito (1981), persentase tulang dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Persentase tulang (%) = berat tulang (g) × 100% Beratkerkas(g)
-
5. Persentase daging
Daging yang sudah terpisah dengan tulang, kulit dan lemak ditimbang kemudian dihitung persentasenya. Menurut Waskito (1981), persentase daging dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Persentase daging (%) = berat daging (g) × 100% Beratkarkas(g)
-
6. Persentase lemak subkutan termasuk kulit
Lemak subkutan merupakan lemak yang berada di bagian bawah kulit. Lemak subkutan termasuk kulit yang sudah terpisah dengan daging ditimbang kemudian dihitung persentasenya. Menurut Waskito (1981), persentase kulit dan lemak subkutan dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Persentase lemak subkutan (%) = berat lemak subkutan (g) × 100%
Beratkarkas (g)
Analisis Statistik
Data yang akan diperoleh melalui penelitian ini akan dianalisis dengan sidik ragam. Apabila terdapat perbedaan yang nyata (P < 0,05) pada masing-masing perlakuan maka akan dilanjutkan dengan analisis uji Duncan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil penelitian pengaruh pemberian jus daun lamtoro (Leucaena leucocepala) melalui air minum terhadap komposisi fisik karkas itik bali jantan dapat dilihat pada (Tabel 2).
Tabel 2. Pengaruh pemberian jus daun lamtoro (Leucaena leucocepala) melalui air minum terhadap komposisifisik karkas itik bali jantan
Variabel |
Perlakuan1) |
SEM2) | |||
PO |
P1 |
P2 |
P3 | ||
Bobot potong (%) |
1542a |
1472a |
1510a |
1515a |
35 |
Persentase karkas (%) |
56,65a |
60,04a |
57,96a |
56,00a |
1,3 |
Persentase tulang (%) |
26,46b) |
28,39a |
28,82a |
28,21a |
0,2 |
Persentase daging (%) |
43,41a |
44,77a |
44,96a |
44,82a |
1,2 |
Persentase lemak Subkutan (%) |
30,11a |
26,82a |
26,20a |
26,96a |
1,2 |
Keterangan:
1. P0: air minum tanpa jus daun lamtoro, P1: air minum dengan 2% jus daun lamtoro, P2: air minum
dengan 4% jus daun lamtoro, dan P3: air minum dengan 6% jus daun lamtoro.
2. Standart Error Of the Treatment Means.
3. nilai dengan huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (p<0,05).
Persentase karkas itik yang diberikan jus daun lamtoro terdapat pada (Tabel 2). Itik diberikan ransum tanpa jus daun lamtoro sebesar 56,65%. Pemberian jus daun lamtoro pada tingkat 2% dan 4%dalam air minum menyebabkan peningkatan persentase karkas masing-masing 6%, dan 2,3% jika dibandingkan dengan perlakuan control. Namun pada pemberian jus daun lamtoro dengan persentase 6% pada air minum mengalami penurunan sebesar1,14% jika dibandingkan dengan perlakuan kontrol. Ketiga perlakuan tersebut di uji secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap persentase karkas. Namun dengan pemberian jus daun lamtoro
dengan 2-6% memiliki persentase yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan kontrol dan hanya memiliki selisih angka yang hampir sama antar perlakuan. Hal ini dapat disebabkan oleh pemberian jumlah ransum yang sama pada masing-masing perlakuan, sehingga kandungan zat nutrisi pada pakan akan memiliki jumlah yang sama. Hal tersebut menyebabkan penyerapan zat nutrisi ke dalam tubuh akan memiliki jumlah yang sama, sehingga dapat mneyebabkan itik bali memiliki persentase karkas yang hampir sama. Hal ini di dukung oleh hasil penelitian Sukmawati et.al, (2015), bahwa konsumsi ransum yang sama terutama pada kandungan protein dan energi pada masing- masing perlakuan akan mengakibatkan memiliki persentase karkas yang hamper sama. Selain itu terdapat beberapa factor yang mempengaruhi persentase karkas seperti kualitas pakan, laju pertumbuhan, dan persentase non karkas yang diperoleh (Soeparno, 2005).
Persentase karkas
■ Persentase karkas
Gambar 1. Grafik Persentase Karkas Itik Bali Jantan
Persentase tulang itik yang diberikan jus daun lamtoro terdapat pada (Tabel 2). itik diberikan ransum tanpa jus daun lamtoro sebesar 26%. pemberian jus daun lamtoro pada tingkat 2%,4%, dan 6% dalam air minum menyebabkan peningkatan persentase tulang masing-masing sebesar 7,29%, 8,90% dan 6,61% dibandingkan dengan perlakuan kontrol. Ketiga perlakuan tersebut memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05) terhadap persentase tulang itik bali jantan. Hal ini disebabkan oleh kandungan fitokimia pada daun lamtoro berperan sebagai antibakteri yang menyebabkan penyerapan nutrisi lebih optimal ke dalam tubuh. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Pertiwi et al. (2017) bahwa kandungan fitokimia seperti flavonoid, saponin dan tanin akan berpengaruh terhadap mikroorganisme pada organ pencernaan unggas, sehingga proses penyerapan zat-zat makanan lebih efisien. Selain itu tulang merupakan komponen karkas yang bersifat masak dini serta memiliki pertumbuhan yang paling pertama
untuk membentuk kerangka tubuh. Dikatankan oleh Rasyaf (1995), bahwa untuk membentuk karkas terdiri atas tiga jaringan utama yaitu jaringan tulang yang membentuk kerangka, otot yang membentuk daging dan lemak. Diantara ketiga jaringan itu, yang tumbuh paling awal adalah tulang, kemudian baru diikuti pertumbuhan urat sebagai daging, sedangkan lemak tumbuh paling akhir. Pertumbuhan tulang erat kaitanya dengan kandungan mineral Kalsium (Ca) dan unsur posfor (P) dalam ransum. (Anggorodi, 1995) melaporkan bahwa mineral Ca dan P sangat dibutuhkan dalam proses pembentukan tulang. Kandungan mineral Ca dan P dalam ransum yang diberikan pada itik bali jantan mendekati sama sehingga memungkinkan konsumsi Ca dan P dari semua perlakuan mendekati sama.
PersentaseTuIang
■ Persentase Tulang
Gambar 2. Grafik Persentase Tulang Itik Bali Jantan
Persentase daging itik yang diberikan jus daun lamtoro terdapat pada(Tabel 2). itik diberikan ransum tanpa jus daun lamtoro sebesar 43,4185%. Pemberian jus daun lamtoro pada tingkat 2%,4%, dan 6% dalam air minum menyebabkan peningkatan persentase daging masing-masing sebesar 3,56%, 4,07%, dan 3,86 dibandingkan dengan perlakuan kontrol. Namun pada uji statistik memberikan pengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap persentase daging itik bali jantan. Pada perlakuan P1, P2, P3 memiliki persentase daging yang hampir sama tetapi lebih tinggi jika dibandingkan dengan perlakuan P0. Hal ini dapat disebabkan oleh konsumsi ransum dengan kandungan energi dan protein yang sama pada masing-masing perlakuan.
Persentase Daging
■ Persentase Daging
Gambar 3. Grafik Persentase Daging Itik Bali jantan
Daun lamtoro memiliki kandungan protein yang tinggi serta zat fitokimia yang sebagai antibakteri dapat mempercepat penyerapan protein ke dalam tubuh. Hal ini didukung oleh (Irwani dan Candra, 2020) bahwa senyawa saponin pada daun lamtoro dapat meningkatkan proses penyerapan zat-zat makanan, sehingga protein yang ada dalam pakan dapat dimanfaatkan lebih baik untuk pembentukan daging, dimana protein memiliki peranan yang sangat penting dalam pembentukan daging (Solagi et al., 2003). Card dan Nesheim (1972) menyatakan bahwa konsumsi protein merupakan jumlah protein yang dikonsumsi oleh unggas yang tergantung pada jumlah konsumsi ransum. Oleh karena itu dengan pemberian jus daun lamtoro pada level 26% melalui air minum dapat meningkatkanpersentase daging yang diperoleh
Persentase lemak subkutan itik yang diberikan jus daun lamtoro terdapat pada (Tabel 2). itik diberikan ransum tanpa jus daun lamtoro sebesar 30,11%. pemberian jus daun lamtoro pada tingkat 2%,4%, dan 6% dalam air minum menyebabkan penurunan persentase lemak subkutan masing-masing sebesar 10,0%, 11,9%, dan 8,97% dibandingkan dengan perlakuan kontrol. Namun pada uji statistik memberikan pengaruh tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap persentase lemak subkutan itik bali jantan. Kemungkinan hal ini disebabkan oleh konsumsi energi pakan yang sama, apabila ternak mengkonsumsi energi yang berlebihan maka ternak akan menimbun kelebihan energi tersebut dalam bentuk lemak (Scott et al., 1982 dan Wahju, 1997). Selain itu kemungkinan disebabkan juga oleh konsumsilemak yang sama.
Persentase LemakSubkutanTermasuk Kulit
■ Persentase Lemak SubkutanTermasuk Kulit
Gambar 4. Grafik Persentase Lemak Subkutan Termasuk Kulit Itik Bali jantan
Rosebrough et al., (1999) menyatakan bahwa lemak dalam ransum berpengaruh terhadap pembentukan lemak pada unggas, sehingga menyebabkan persentase lemak subkutan termasuk kulit menunjukkan hasil yang sama. Pemberian jus daun lamtoro 2-6% menyebabkan persentase lemak subkutan lebih rendah dibandingkan perlakuan P0. Terjadinya hal tersebut disebabkan oleh daun lamtoro memiliki kandungan serat kasar, karena serat kasar dapat mengikat lemak dan garam empedu dalam saluran pencernaan itik (Sutardi, 1997). Bidura et al. (2004) menyatakan bahwa dengan adanya serat kasar akan dapat meningkatkan laju alir pakan, dan banyak lemak yang akan dikeluarkan melalui feses. Selain itu, penurunan persentase lemak subkutan termasuk kulit ini dapat juga disebabkan akibat dari meningkatnya persentase daging.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian jus daun lamtoro (Leucaena leucocephala) sebanyak 2%, 4%, dan 6% melalui air minum dengan waktu selama 8 minggu dapat meningkatkan persentase karkas, persentase tulang, dan persentase daging itik bali jantan. Selain itu dengan penambahan jus daun lamtoro di dalam air minum dapat menurunkan kandungan lemak pada daging itik bali jantan.
Saran
Pemberian jus daun lamtoro (Leucaena leucocephala) sebanyak 2%, 4%, dan 6% melalui air minum yang diberikan kepada itik bali jantan dapat disarankan, karena cenderung dapat meningkatkan produktivitas itik bali jantan sehingga akan bermanfaat bagi para peternak unggas
khususnya peternak itik bali sebagai referensi untuk meningkatkan kualitas produksi itik bali jantan.
UCAPAN TERIMAKASIH
Perkenankan penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar besarnya kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara, M.Eng., IPU., Dekan Fakultas Peternakan Dr. Ir. I Nyoman Tirta Ariana, MS., IPU., ASEAN Eng., Koordinator Program Studi Sarjana Peternakan Dr. Ir. Ni Luh Putu Sriyani, S.Pt, MP., IPM., ASEAN Eng. atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan di Program Studi Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana.
DAFTAR PUSTAKA
Agbede, J.O. 2003. Equi-protein replacement of fishmeal with leucaena leaf protein concentrate: Anassessment of performance characteristics and muscle development in the chicken. Int. J. Poult. Sci. 2:42
Anggorodi, R. 1985. Ilmu Nutrisi Ternak Unggas. Penerbit Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Badan Pusat Statistika. 2021. Produksi Daging Unggas Provinsi Bali Menurut
Kabupaten/Kota (Ton), 2019-
2021.https://bali.bps.go.id/indicator/24/206/1/produksi-daging unggasprovinsi-bali-
menurut-kabupaten-kota.html.
Bidura I. G. N. G., I. G. Mahardika dan N. N. Candraasih K. 2004. Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Asem dan Daun Katuk Melalui Air Minum terhadap Pertambahan Berat Badan, Abdomal Fat dan Kolesterol Total Ayam Broiler Umur 2-6 Minggu. Laporan Penelitian Fakultas Peternakan, Universitas Udayana Denpasar.
Bundy, C. E. and R.V. Diggins. 1960. Prentice Hall Inc. Englewood Cliffs. Poultry Production. New Jersy, USA.
Eniolorunda, OO (2011). Evaluasi limbah tepung biskuit dan jerami daun Leucaena Leucocephala sebagai sumber protein dan energi untuk penggemukan domba yankassa. Jurnal Ilmu Pangan Afrika, 5 (2), 57-62.
Irwani, N., dan A. A. Candra. 2020. Aplikasi ekstrak daun binahong (Anredera cordifilia) terhadap kondisi fisiologis saluran pencernaan dan organ viceral pada broiler. Jurnal Peternakan Terapan. 2(1): 22-29.
Ismiah, N. F., N. W. Siti., dan I N. Ardika. 2022. Potongan komersial karkas Itik Bali (Anas Platyrhynchos) jantan yang diberi jus daun indigofera (Indigofera zollingeriana)
melalui air minum. Jurnal Peternakan Tropika 10 (2): 423 – 437.
Kurnia, D. W., Partama, I. B. G., & Bidura, I. G. (2016). Pemberian pemberian isolat bakteri selulolitik rumen kerbau melalui air minum sebagai sumber Probiotik Terhadap karkas Itik bali umur 8 minggu. Jurnal Peternakan Tropika, 4 (2), 488-505.
Kurniawan, I K. A., I G. N. G. Bidura dan D. P. M. A. Candrawati. 2017. Pengaruh pemberian ekstrak air daun katuk (Sauropus Androgynus) dan daun kelor (Moringa Oleifera) pada air minum terhadap berat potong dan berat karkas ayam pedaging. Jurnal Peternakan Tropika. 5 (1): 78 – 90.
Kuspartoyo, 1990. Segi kehidupan itik. Majalah swadaya peternakan indonesia. No: 59, Jakarta.
Lestariningsih., O. Sjofjan., dan E. Sudjarwo. 2015. Pengaruh tepung tanaman meniran (Phyllanthus niruri Lin) sebagai pakan tambahan terhadap mikroflora usus halus ayam pedaging. Jurnal Agribisnis Peternakan. 15(2): 85-91.
Nesheim, M.C., R.E. Austic, and L.E. Card. 1979. Poultry Production. 12th ed. Lea and Febiger, Philadelphia.
Ondho, Y. S. (2020). Manfaat Indigofera sp dibidang Reproduksi Ternak. Semarang: UNDIP Press Semarang.
Pertiwi, D. D. R., R. Murwani., dan T. Yudiarti. 2017. Bobot relatif saluran pencernaan ayam broiler yang diberi tambahan air rebusan kunyit dalam air minum. Jurnal Peternakan Indonesia (Indonesian journal of animal science). 19(2): 60-64.
Purwanti. 2008. Kandungan dan Khasiat Kacang Hijau. Yogyakarta: UGM-Press.
Rasyaf, M. 1995. Pengelolaan Usaha Peternakan Ayam Pedaging. Gramedia Pustaka Utama. Bogor.
Scott, M. L, Neiheim, M, C. and Young. 1982. Nutition of the Chickens M. K. Scott and Associstes, New York.
Siti, N. W. dan I. G. N. G. Bidura. 2017. Pemanfaatan Ektrak Air Daun Kelor (Moringa oleifera) melalui Air Minum untuk Meningkatkan Produksi dan Menurunkan Kolesterol Telur Ayam. Seminar Nasional Sains dan Teknologi. Universitas Udayana, Bali.
Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Solagi, A. A., G. M. Baloch., P. K. Wagan., B. Chachar., and A. Memon. 2003. Effect of different levels of dietary protein on the grwoth of broiler. Journal of Animal and Veterinary Advances.
Sukmawati, N. M. S. 2015. Penampilan Dan Komposisi Fisik Karkas Ayam Kampung Yang Diberi Jus Daun Pepaya Terfermentasi Dalam Ransum Komersial. Majalah Ilmiah
Peternakan. 18 (2): 39-43.
Sutardi, T. 1997. Peluang dan Tantangan Pengembangan Ilmu Nutrisi Ternak. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu Nutrisi. Fakultas Peternakan IPB, Bogor.
Wahju, J. 1997. Ilmu Nutrisi Unggas. Cetakan ke-4. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Waskito, D. M. W. 1981. Pengaruh Berbagai Faktor Lingkungan Terhadap Gala Tumbuhan Ayam-Ayam Broiler. Disertasi. Universitas Padjadjaran, Bandung.
Sari, N. G. A. P. D. V., Peternakan Tropika Vol. 12 No. 1 Th. 2024: 530 – 544 Page 544
Discussion and feedback