ISSN 2722-7286

Jurnal

FAPET UNUD


Jurnal


Peternakan Tropika

Journal of Tropical Animal Science

email: jurnaltropika@unud.ac.id

Submitted Date: December 22, 2022

Accepted Date: September 3, 2023


Editor-Reviewer Article: Eny Puspani & A.A.Pt. Putra Wibawa

PENGARUH PENGGANTIAN SEBAGIAN KOTORAN SAPI DENGAN LIMBAH JAGUNG PADA BERBAGAI DOSIS PUPUK ORGANIK CAIR TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL Asystasia gangetica (L.) subsp.

Micrantha

Bernardi, R. A., M. A. P. Duarsa, dan N. N. C. Kusumawati

PS Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Denpasar, Bali E-mail: rajaalexander@sudent.unud.ac.id , Telp: 081338397855

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh penggantian sebagian kotoran sapi dengan limbah jagung pada berbagai dosis terhadap pertumbuhan dan hasil Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha. Penelitian telah dilaksanakan di Rumah Kaca, Stasiun Penelitian, di Jalan Raya Sading, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung, Bali. Penelitian ini berlangsung selama tiga bulan terhitung dari persiapan sampai pengambilan data menggunakan rancangan acak lengkap pola (RAL) pola Split Plot dengan empat ulangan. Petak utama/main plot adalah jenis kotoran sapi yaitu, kotoran sapi + air (KS1), kotoran sapi + EM4 (KS2), dan kotoran sapi + EM4 + limbah jagung (KS3) dan anak petak/sub plot adalah dosis pupuk yaitu tanpa pupuk (D0), 10.000 l ha-1 (D1), 20.000 l ha-1 (D2) dan 30.000 l ha-1 (D3). Variabel yang diamati yaitu variabel pertumbuhan, hasil hijauan dan karakteristik tumbuh Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha. Hasil penelitian menunjukan bahwa penggantian sebagian kotoran sapi dengan limbah jagung pada berbagai dosis tidak terjadi interaksi terhadap pertumbuhan dan hasil hijauan Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha. Penggantian sebagian kotoran sapi dengan limbah jagung dapat digunakan dalam pembuatan pupuk organik cair. Pemberian dosis pupuk 20.000 l ha-1 (D2) cenderung memberikan pertumbuhan dan hasil paling baik dibandingkan dosis 0 l ha-1 (D0), 10.000 l ha-1 (D1) dan 30.000 l ha-1 (D3). Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penggantian sebagian kotoran sapi dengan limbah jagung dapat digunakan sebagai bahan pembuatan pupuk organik cair dan pemberian dosis 20.000 l ha-1 (D2) menghasilkan

pertumbuhan dan hasil hijauan paling baik.

Kata kunci: jenis pupuk, dosis pupuk, Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha, pertumbuhan, hasil

THE EFFECT OF PARTIAL REPLACING COW DUNG WITH WASTE CORN ON VARIOUS DOSAGES OF LIQUID ORGANIC FERTILIZER ON GROWTH AND YIELD OF Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha

ABSTRACT

This research is aimed to know the effecet of partial replacing cow dung with waste corn on various dosages on growing and yield of Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha. The research was held on a greenhouse, Research Station, on Jalan Raya Sading, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung, Bali for three months. It was started from thei preparation until data retrieval using a completely randomized design with a split plot pattern two factors and four replication. It was given the combination of types and dosages of fermented cow dung liquid organic fertilizer. The main factor (main plot) was cow dung which is cow dung + water (KS1), cow dung + EM4 (KS2), and cow dung + EM4 + waste of corn (KS3) and the sublot factor was the dosage of fertilizer, which is no fertilizer (D0), 10.000 l ha-1 (D1), 20.000 l ha-1 (D2) and 30.000 l ha-1 (D3). The variables oberserved were growt variable, yield, and characteristic of growing of Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha. The research showed that partial replacing cow dung with waste corn on various dosages did not interct on growth and yield Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha. Partial replacement of cow dung with corn waste can be used for making liquid organic fertilizer. The fertilizer dose 20.000 (D2) l ha-1 tend to give the best growth and yield of Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha compare to other doses. From this research it can be concluded that partial replacement cow dung with waste corn can be used to make liquid organic fertilizer and fertilizer dose 20.000 l ha-1 give the best growth and yield for Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha.

Keyword: type of fertilizer, dosages of fertilizer, Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha, growth, yield

PENDAHULUAN

Usaha peternakan terutama ternak ruminansia sangat tergantung dari ketersediaan hijauan pakan. Hijauan pakan berpengaruh terhadap hasil pertumbuhan ternak ruminansia, oleh sebab itu hijauan pakan harus didapatkan dengan mudah, pertumbuhan serta produksinya cepat dan mampu beradaptasi terhadap berbagai iklim. Menurut Farizaldi (2011), lebih dari 70% ransum ternak ruminansia terdiri atas pakan hijauan yang merupakan bagian terpenting dalam peternakan ruminansia. Ketersediaan hijauan pada musim hujan masih relatif banyak tetapi pada musim kemarau ketersediaan hijauan pakan masih sangat terbatas. Oleh sebab itu diperlukan pengembangbiakan tumbuhan pakan agar kebutuhan hijauan pakan untuk ternak dapat terpenuhi. Salah satu usaha untuk menunjang ketersediaan hijauan adalah dengan mengembangbiakan tanaman Asystasia gangetica.

Asystasia gangetica adalah spesies tanaman dalam keluarga Achanthaceae, merupakan tumbuhan yang berpotensi menjadi sumber hijauan pakan dan mudah ditemui dihalaman rumah,

tepi jalan, kebun dan lapangan terbuka (Suarna et al., 2019). Asystasia gangetica dikenal juga dengan nama rumput Israel. Asystasia gangetica dapat tumbuh di tempat ternaungi dan di tempat terbuka. Asystasia gangetica mampu tumbuh dengan baik pada daerah tropis dan subtropis, memiliki toleransi yang baik terhadap berbagai jenis tanah dan dapat ditemukan hingga ketinggian 500 m dpl (Cooperative Research Centre, 2003). Asystasia gangetica memiliki kadar protein kasar sebesar 19,3% (Adigun et al., 2014). Asystasia gangetica memiliki palatabilitas dan daya cerna yang tinggi sehingga dapat digunakan sebagai pakan hewan (Grubben, 2004). Dengan demikian ketersediaan Asystasia gangetica sebagai hijauan pakan perlu mendapat perhatian. Salah satu cara untuk peningkatan pertumbuhan dan produksi adalah dengan pemupukan.

Pemupukan adalah pemberian pupuk terhadap suatu tanaman dengan pupuk cair maupun padat untuk membantu pemenuhan nutrisi pada tanaman. Penambahan pupuk organik cair pada tanah akan meningkatkan kesuburan tanah. Kualitas pupuk dari berbagai literatur sudah memenuhi Standar Kualitas Kompos SNI: 19-7030-2004 sebagai berikut: Kualitas pupuk kotoran sapi memiliki nilai rata – rata C – Organik 14,78%, nitrogen 1,53%, fosfor 1,18%, kalium 1,30%, rasio C/N 14,32 dan kadar air 28,73% (Devi dan Jeni, 2021). Kualitas pupuk yang baik akan berpengaruh baik jika pemupukan dilakukan dengan dosis yang sesuai. Menurut Kusumawati at al. (2017) bahwa Pemberian bio-urin pada rumput Panicum maximum dengan hasil yang maksimal adalah dengan dosis 7.500 l/ha.

Populasi sapi potong di Indonesia diperkirakan 10,8 juta ekor dan sapi perah 350.000 -400.000 ekor dan apabila satu ekor sapi rata-rata setiap hari menghasilkan 7 kilogram kotoran kering maka kotoran sapi kering yang dihasilkan di Indonesia sebesar 78,4 juta kilogram kering per hari (Budiyanto, 2011). Rata-rata limbah yang dihasilkan dari peternakan sapi sendiri adalah sekitar 7-15 kilogram per harinya tergantung berat dari sapi sendiri. Jika dibiarkan maka limbah dari kotoran sapi sendiri dapat bersifat buruk bagi lingkungan yaitu dapat menyebabkan ganguan pernapasan pada manusia dan dapat mengakibatkan gas rumah kaca karena panas yang dihasilkan dari kotoran sapi. Salah satu cara untuk mengurangi dampak buruk tersebut adalah dengan pembuatan pupuk organik cair kotoran sapi.

Pupuk organik cair merupakan salah satu jenis pupuk yang banyak beredar di pasaran atau bisa dibuat menggunakan sisa tanaman, kotoran hewan atau bahan alami lainnya. Pupuk organik cair disebut sebagai pupuk cair foliar yang mengandung unsur hara makro (N, P, K, C, H, O, S, Ca, Mg) dan unsur hara mikro (B, Mo, Cu, Fe, Mn, dan bahan organik). Bentuk pupuk

cair yang berupa cairan mempermudah penyerapan unsur-unsur hara yang terkandung di dalamnya oleh tanaman dibandingkan dengan pupuk lainnya yang berbentuk padat (Ilyas, 2014).

Limbah jagung adalah bagian dari tanaman jagung yang dapat dimanfaatkan kembali setelah melewati proses panen. Peluang pengembangan budidaya jagung ini memiliki prospek yang cerah, yang mampu meningkatkan pendapatan petani, meningkatkan penerimaan devisa negara melalui pengurangan impor, dan mendorong pertumbuhan kesempatan berusaha dan kesempatan kerja melalui industri pengolahan pascapanen (Soepardi, 1979). Salah satu pemanfaatan limbah jagung adalah cacahan limbah jagung sebagai bahan pembuatan pupuk organik cair.

Pupuk organik cair dapat mengoptimalkan pertumbuhan dan produktivitas tanaman pakan adalah pupuk organik cair kotoran sapi dan limbah jagung. Pupuk organik cair ini dapat dibuat dari kotoran sapi (feses) disebut biokultur yang dapat dibuat dari kotoran ternak dan tambahan dari limbah tanaman seperti limbah jagung. Hasil analisis kimia dari limbah jagung mengandung hemiselulosa 30,91%, alfa selulosa 26,81%, lignin 15,52%, karbon 39,80%, nitrogen 2,12% dan kadar air 8,38% (Septiningrum et al., 2011). Kotoran sapi dan limbah jagung yang digunakan untuk pemupukan harus diberikan aktivator yaitu EM4. Keunggulan dari EM4 ini adalah dapat mempercepat fermentasi bahan organik sehingga unsur hara yang terkandung dapat cepat terserap dan tersedia bagi tanaman (Hadisuwito, 2012). Penggantian sebagian kotoran sapi dengan limbah jagung sebagai bahan pembuatan pupuk organik cair adalah untuk menyediakan unsur hara yang lebih beragam bagi tanaman dan sebagai penyedia energi bagi mikroba pada EM4.

Berdasarkan uraian diatas maka pupuk organik cair kotoran sapi perlu diteliti dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh penggantian sebagian kotoran sapi dengan limbah pada dosis pupuk organik cair yang berbeda terhadap pertumbuhan dan hasil Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha.

MATERI DAN METODE

Waktu dan tempat penelitian

Penelitian dilaksanakan di Rumah Kaca yang berlokasi di Jalan Raya Sading, No 93, Mengwi, Badung, Bali berlangsung selama 3 (tiga) bulan dari Januari sampai bulan Maret 2022.

Tanah dan air

Tanah yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanah di lokasi Stasiun Penelitian Fakultas Peternakan, Desa Pengotan, Kabupaten Bangli, Bali. Tanah dikeringkan terlebih dahulu kemudian diayak menggunakan ayakan kawat berukuran 2×2 mm agar ukurannya homogen. Air yang digunakan untuk menyiram tanaman berasal dari air sumur di tempat penelitian.

Pupuk

Pupuk yang digunakan pada penelitian ini adalah pupuk cair yang dibuat dari feses sapi, limbah jagung dan EM4. Feses sapi diperoleh dari Sentra Pembibitan Sapi Sobangan. Setelah pupuk padat diperoleh pupuk dibuat dalam bentuk cair sehingga dapat digunakan. Sebelum digunakan, pupuk cair yang sudah jadi dianalisa di Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Udayana untuk mengetahui kandungan unsur hara.

Anakan

Anakan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha. Anakan tanaman ini diperoleh di sekitaran daerah Jalan Raya Sading, Sading, Badung, Bali Pot

Pot yang digunakan dalam penelitian ini adalah polybag dengan kapasitas 5 kg berukuran tinggi 40 cm dan diameter 25 cm. Setiap pot diisi tanah seberat 4 kg.

Limbah jagung

Limbah jagung yang digunakan adalah limbah jagung yang diperoleh dari Kabupaten Jembrana, Bali. Bagian yang dipakai dari limbah jagung adalah kulit pembungkus dan bongkol jagung. Sebelum digunakan limbah jagung dikeringkan terlebih dahulu. Setelah kering limbah jagung dicacah dengan ukuran 3 cm.

EM4

EM4 yang digunakan pada penelitian ini dibeli di toko pertanian Denpasar, Bali.

Peralatan yang digunakan

Alat-alat yang digunakan selama penelitian terdiri dari: (1) Pisau dan gunting (2) Penggaris (3) Kantong kertas (4) Oven (5) Timbangan elektrik dengan kapasitas 1200 g dan kepekaan 0,01 g (7) Alat tulis (8) Leaf area meter.

Rancangan percobaan

Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu rancangan acak lengkap pola split plot dengan dua faktor. Faktor utama (main plot) adalah jenis pupuk, terdiri atas: Kotoran Sapi + Air (KS1), Kotoran Sapi + EM4 (KS2) dan Kotoran Sapi + Cacahan limbah jagung + EM4 (KS3) dan faktor kedua (sub plot) adalah dosis pupuk terdiri atas: 0 l ha-1 (D0), 10.000 l ha-1 (D1), 20.000 l ha-1 (D2) dan 30.000 l ha-1 (D3). Dari kedua faktor tersebut diperoleh 12 kombinasi perlakuan dan setiap perlakuan diulang sebanyak 4 kali sehingga terdapat 48 pot percobaan.

Persiapan tanah

Persiapan tanah melalui beberapa tahap yaitu: tanah yang dipergunakan dalam penelitian ini terlebih dahulu dikering udarakan, kemudian tanah diayak dengan ayakan kawat dengan ukuran lubang 2×2 mm bertujuan untuk mendapatkan struktur tanah yang halus sehingga tanah menjadi homogen. Tanah yang telah diayak kemudian ditimbang dan dimasukkan ke dalam pot yang digunakan, masing-masing pot diisi dengan tanah sebanyak 4 kg.

Pembuatan pupuk organik cair

Pembuatan pupuk dilakukan dengan cara mencampur kotoran sapi dengan EM4. EM4 yang digunakan harus diaktifkan terlebih dahulu menggunakan campuran air dan molase (produk sampingan dari industri pengolahan gula yang masih mengandung gula dan asam-asam organik biasa disebut tetes tebu). Perbandingan molase : EM4 : air adalah (1:1:20) campur semua bahan sesuai dengan takaran yang sudah dianjurkan dalam kemasan EM4 lalu diamkan dalam suatu wadah dalam keadaan tertutup rapat selama 4 hari sampai 7 hari. Larutan EM4 yang sudah diaktifkan dapat digunakan untuk membuat pupuk organik cair kotoran sapi dengan campuran:

  • 1.    Kotoran sapi + Air (KS1)

Pembuatan pupuk KS1 tanpa menggunakan EM4 dengan campuran kotoran dengan perbandingan kotoran sapi : air adalah 1 kg : 10 liter

  • 2.    Kotoran sapi + EM4 (KS2)

Pembuatan pupuk KS2 menggunakan campuran kotoran sapi dan EM4 yang sudah aktif dengan perbandingan kotoran sapi : EM4 yang sudah aktif adalah 1 kg : 10 liter

  • 3.    Kotoran sapi + limbah jagung + EM4 (KS3)

Pembuatan pupuk KS3 menggunakan campuran kotoran sapi, limbah jagung dan EM4 yang sudah aktif. Penggantian bahan pupuk kotoran sapi dengan limbah jagung adalah sebesar 50%. Pembuatan KS3 ini dapat dibuat dengan perbandingan kotoran sapi : limbah jagung dan EM4 adalah 0,5 kg : 0,5 kg : 10 liter

Setelah pencampuran pupuk selesai tong/silo ditutup dengan rapat dan didiamkan selama 3 minggu sehingga dapat terfementasi secara anaerob.

Dosis pupuk

Pemberian pupuk organik cair kotoran sapi dilakukan sekali pada saat tanaman sudah tumbuh dengan baik dan siap digunakan untuk penelitian dengan perlakuan 0 l ha-1 akan diberikan 0 ml/pot, 10.000 l ha-1 diberikan 20 ml/pot, 20.000 l ha-1 diberikan 40 ml/pot, sedangkan 30.000 l ha-1 diberikan 60 ml/pot.

Penanaman anakan

Sebelum penanaman tanah yang ada di pot disiram hingga mencapai keadaan kapasitas lapang. Kemudian anakan ditanam didalam pot, masing-masing pot ditanami 2 anakan. Setelah anakan tumbuh dengan baik kemudian pilih salah satu anakan pada setiap pot percobaan yang memiliki pertumbuhan yang sama.

Pemeliharaan tanaman

Pemeliharaan tanaman meliputi penyiraman tanaman, pemberantasan gulma dan hama. Pembersihan gulma dan hama dilakukan selama seminggu sekali. Penyiraman tanaman dilakukan setiap hari pada saat sore hari untuk menjaga kelembaban tanah agar tanaman tidak mengalami kekeringan.

Pengamatan dan pemotongan

Pengamatan dilakukan setiap minggu, pengamatan tanaman dilakukan sejak tanaman diberi perlakuan pertama kali untuk mengamati variabel pertumbuhannya. Pengamatan variabel hasil dan karakteristik tumbuh dilakukan pada saat pemotongan yaitu setelah 8 kali pengamatan pertumbuhan, pengamatan hasil dilakukan dengan cara memotong tanaman tepat diatas tanah, kemudian memisahkan bagian-bagian tanaman seperti akar, batang, daun dan selanjutnya bagian-bagian yang sudah di pisahkan ditimbang dan dikeringkan dalam oven.

Variabel yang diamati

Variabel yang diamati pada penelitian ini meliputi variabel pertumbuhan, hasil dan variabel karakteristik tumbuh tanaman. Variabel pertumbuhan diamati setiap minggu, sedangkan variabel hasil dan karakteristik tumbuh tanaman aiamati pada saat panen.

  • 1.    Variabel pertumbuhan

  • a.    Tinggi tanaman (cm)

Pengamatan tinggi tanaman diukur menggunakan penggaris, diukur dari permukaan tanah atau bagian paling bawah batang sampai pangkal daun teratas yang telah berkembang sempurna.

  • b.    Jumlah cabang (batang)

Pengamatan jumlah cabang dilakukan dengan cara menghitung banyaknya cabang yang daunnya sudah berkembang dengan sempurna.

  • c.    Jumlah daun (helai)

Pengamatan jumlah daun dilakukan dengan menghitung daun yang sudah berkembang dengan sempurna.

  • 2.    Variabel hasil

  • a.    Berat kering daun (g)

Berat kering daun dapat dihitung dengan cara menimbang berat daun per pot yang telah dipanen dan dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 70°C hingga tercapai berat konstan daun.

  • b.    Berat kering batang (g)

Berat kering batang diperoleh dengan cara menimbang berat batang per pot yang telah dipanen dan dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 70°C hingga tercapai berat konstan batang.

  • c.    Berat kering akar (g)

Berat kering akar diperoleh dengan cara menimbang berat akar per pot yang sudah dibersihkan dari tanahnya, kemudian dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 70°C sehingga mencapai berat konstan akar.

  • d.    Berat kering total hijauan (g)

Berat kering total hijauan dapat diperoleh dengan cara menjumlahkan berat kering batang dengan berat kering daun.

  • 3.    Variabel karakteristik tumbuh tanaman

  • a.    Ratio berat kering daun dengan berat kering batang

Ratio berat kering daun dengan berat kering batang dapat diperoleh dengan membagi berat kering daun dengan berat kering batang.

  • b.    Ratio berat kering total hijauan dengan berat kering akar

Ratio berat kering total hijauan dengan berat kering akar dapat diperoleh dengan membagi berat kering total hijauan dengan berat kering akar.

  • c.    Luas daun per pot (cm2 )

Luas daun per pot (LDP) diperoleh dengan cara mengambil sampel helai daun segar yang telah berkembang sempurna yaitu daun yang berukuran kecil, sedang dan besar secara acak dan ditimbang sebagai berat daun sampel. Luas sampel per pot diukur dengan menggunakan alat portable leaf area meter.

Analisis statistik

Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam dan apabila perlakuan menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) maka analisis dilanjutkan dengan uji jarak berganda dari Duncan (Steel dan Torrie, 1991).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan tidak terjadi interaksi antara penggantian kotoran sapi dengan limbah jagung pada dosis pupuk organik cair kotoran sapi terhadap pertumbuhan dan hasil Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha. Penggantian kotoran sapi dengan limbah jagung menunjukkan hasil tidak berbeda nyata (P>0,05) pada semua variabel pertumbuhan dan hasil. Pada variabel karakteristik menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05) pada variabel nisbah berat kering total hijauan dengan berat kering akar dan luas daun per pot namun pada variabel nisbah berat kering daun dan berat kering batang menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05).

Perlakuan dosis pupuk menunjukkan hasil berbeda nyata (P<0,05) pada variabel tinggi tanaman, jumlah daun (Tabel 1), berat kering daun dan berat kering total hijauan (Tabel 2). Namun pada variabel jumlah cabang, berat kering batang, akar,nisbah berat kering daun dengan batang, nisbah berat total hijauan dengan akar dan luas daun perpot tidak berbeda nyata (P>0,05)

Variabel pertumbuhan

Tinggi tanaman

Penggantian kotoran sapi dengan limbah jagung menunjukkan hasil tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan jenis pupuk lainnya. Hasil rataan tinggi tanaman paling tinggi KS1 sebesar 56,88 cm, KS2 55,81 cm dan KS3 53,49 cm. Pada pemberian dosis pupuk kotoran sapi menunjukkan rataan paling tinggi pada dosis pupuk D1 60,00 cm terhadap pertumbuhan tinggi Bernardi, R. A., Peternakan Tropika Vol. 12 No. 1 Th. 2024 : 57 – 75 Page 65

tanaman dan tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan D0 57,60 cm namun berbeda nyata (P<0,05) dengan D2 52,16 cm dan D3 51,92 cm. (Tabel 1)

Tabel 1. Pertumbuhan Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha dengan penggantian

kotoran sapi dengan limbah jagung pada berbagai dosis pupuk

Variabel pertumbuhan

Jenis pupuk3)

D0

Dosis pupuk4)

Rataan

SEM2)

D1

D2

D3

KS1

59,75

66,25

48,50

53,00

56,88A

Tinggi tanaman

KS2

59,25

56,5

57,25

50,25

55,81A

3,75

(cm)

KS3

53,50

57,25

50,72

52,50

53,49A

Rataan

57,50ab

60,00a

52,16b

51,92b

KS1

127,00

84,00

96,00

88,00

98,75A

Jumlah daun

KS2

82,00

76,00

97,50

98,50

88,50A

12.07

(helai)

KS3

84,00

75,25

107,50

80,00

86,69A

Rataan

97,67ab

78,42b

100,33a

88,83ab

KS1

15,25

7,75

9,00

9,74

10,43A

Jumlah cabang

KS2

8,25

7,75

10,50

10,25

9,19A

2,12

(batang)

KS3

7,75

6,5

10,50

7,75

8,13A

Rataan

10,42a

7,33a

10,00a

9,25a

Keterangan:

1) Nilai dengan huruf yang berbeda dalam satu baris (huruf kecil) dan dalam satu kolom (huruf besar) menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)

2) SEM = Standar Error of the Treatment Means

3) KS1 = Kotoran sapi + air, KS2 = Kotoran sapi + EM4, KS3 = Kotoran sapi + limbah jagung + EM4

4) D0 = Dosis 0 l ha-1, D1 = Dosis 10.000 l ha-1, D2 = Dosis 20.000 liter ha-1, D3 = Dosis 30.000 l ha-1

Jumlah daun

Pada variabel jumlah daun hasil rataan terbesar pada KS1 98,75 helai dan tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan KS2 88,50 helai dan KS3 sebesar 86,69 helai. Pemberian dosis pupuk kotoran sapi menunjukkan rataan paling tinggi pada dosis pupuk D2 100,33 helai dan tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan D0 97,67 helai, D3 88,83 helai namun berbeda nyata (P<0,05) dengan D1 78,42 helai. D1 tidak berbeda nyata dengan D0 dan D3. (Tabel 1)

Jumlah cabang

Pada jumlah cabang penggantian kotoran sapi dengan limbah jagung menunjukan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan jenis pupuk lainnyadenagn jumlah rataan terbesar KS1 10,43 batang, KS2 9,19 batang dan KS3 8,13 batang. Pemberian dosis pupuk kotoran sapi

menunjukan hasil tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan rataan paling tinggi D0 sebesar 10,42 batang, D2 10,00 batang, D3 9,25 batang dan D1 7,33 batang (Tabel 1).

Interaksi antara jenis dan dosis pupuk terhadap pertumbuhan dan hasil Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha

Hasil analisis sidak ragam menunjukan bahwa tidak terjadi interaksi penggantian sebagian kotoran sapi dengan limbah jagung pada berbagai dosis terhadap pertumbuhan dan hasil Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha. Hal ini membuktikan bahwa antara penggantian kotoran sapi dengan limbah jagung dan dosis pupuk bekerja sendiri-sendiri dalam mempengaruhi pertumbuhan, hasil Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha. Seperti halnya dijelaskan oleh Gomes dan Gomes (1995) bahwa dua faktor perlakuan dikatakan tidak berinteraksi apabila pengaruh suatu faktor perlakuan tidak berubah pada saat perubahan taraf faktor perlakuan lainnya. Selanjutnya dinyatakan oleh Steel dan Torrie (1991) bahwa bila pengaruh interaksi berbeda tidak nyata, maka dapat disimpulkan bahwa diantara faktor-faktor perlakuan tersebut bertindak bebas atau pengaruhnya berdiri sendiri.

Variabel hasil

Berat kering daun

Pada variabel berat kering daun penggantian kotoran sapi dengan limbah jagung menunjukan hasil tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan jumlah rataan terbesar KS1 3,61, KS3 3,19 g dan KS2 3,14 g. Pada pemberian dosis pupuk kotoran sapi menunjukkan rataan paling tinggi pada dosis pupuk D0 terhadap berat kering daun sebesar 3,81 g dan tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap dosis D2 3,41 g dan D3 3,29 g namun berbeda nyata (P<0,05) dengan D1 2,74 g. D1 tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan D2 dan D3. D0 secara statistik tidak berbeda nyata dengan D1 dan D3. (Tabel 2)

Berat kering batang

Penggantian kotoran sapi dengan limbah jagung menunjukkan hasil tidak berbeda nyata dengan rataan KS2 2,96 g, KS1 2,12 g dan KS1 2,93 g. Pada pemberian dosis pupuk kotoran sapi menunjukkan rataan paling tinggi pada dosis pupuk D2 terhadap berat kering daun sebesar 3,40 g dan tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan D3 2,68 g, D1 2,41 g, D0 2,18 g. D1 tidak berbeda nyata dengan D3. (Tabel 2)

Berat kering akar

Penggantian kotoran sapi dengan limbah jagung menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan rataan sebesar KS1 3,69 g, KS2 3,59 g dan KS3 3,39 g. Pada pemberian dosis pupuk kotoran sapi menunjukkan rataan paling tinggi terdapat pada dosis pupuk D3 sebesar 3,86 g dan tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan D2 3,68 g, D0 3,51 g dan D1 3,18 g. (Tabel 2).

Berat kering total hijauan

Penggatian kotoran sapi dengan limbah jagung menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan rataan KS3 6,12, KS2 6,10 dan KS1 5,73. Pemberian dosis pupuk kotoran sapi menunjukan rataan paling tinggi pada dosis pupuk D2 terhadap berat kering daun sebesar 6,81 dan tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan D0 5,99 dan D3 5,97 namun berbeda nyata (P<0,05) dengan D1 5,15. D1 tidak berbeda nyata dengan D3. (Tabel 2).

Pengaruh penggantian sebagian kotoran sapi dengan limbah jagung sebagai bahan pembuatan pupuk terhadap pertumbuhan dan hasil Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha

Penggantian sebagian kotoran sapi dengan limbah jagung memberikan pertumbuhan Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha yang tidak berbeda nyata. Secara statistik pada variabel pertumbuhan pemberian KS3 menunjukkan hasil yang sama dengan jenis pupuk lainnya. KS1 sebagai jenis pupuk yang paling baik karena mengandung 20-25 C/N (Tabel 2) sehingga kandungannya sudah cukup untuk pertumbuhan. Dilihat dari ketersediaan unsur N pupuk dalam tanah yang rendah sehingga membuat pemberian jenis pupuk menghasilkan hasil yang sama. (Tabel 2). Seperti dijelaskan Lingga dan Marsono (2007), bahwa peran utama nitrogen adalah untuk merangsang pertumbuhan secara keseluruhan, khususnya batang dan daun.

Pada variabel hasil penggantian sebagian kotoran sapi dengan limbah jagung memberikan hasil yang sama pada semua variabel hasil. Secara statistik KS1 memberikan pertumbuhan paling baik karena memiliki kandungan N yang tinggi untuk pertumbuhan vegetatif (Tabel 3.2). Menurut Gardner et al. (1991) Nitrogen adalah unsur hara makro utama yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang banyak, diserap tanaman dalam bentuk amonium (NH4+) dan nitrat (NO3-). Berat kering daun dipengaruhi oleh jumlah daun pada tanaman, semakin tinggi jumlah daun maka berat kering daun pun semakin meningkat. Peningkatan jumlah daun berpengaruh

pada peningkatan hasil fotosintesis. Semakin banyak daun semakin meningkat klorofil untuk mendukung proses fotosintesis dalam pembentukan karbohidrat sebagai penyusun berat kering tanaman. Berat kering batang dipengaruhi oleh jumlah cabang pada tanaman. Semakin banyak jumlah cabang semakin meningkat berat kering batang. Prasadana (2020) menyatakan bahwa kandungan P sangat dimaksimalkan untuk pertumbuhan vegetatif dan pertumbuhan batang. Jika dilihat kandungan P dalam pupuk sangat besar sehingga laju pertumbuhan cabang semakin meningkat yang mendukung tingginya berat batang semakin baik.

Berat kering total hijauan cenderung tertinggi pada D2 yaitu 6,81. Hal ini didukung oleh tingginya berat kering batang dan daun. Disamping itu berat kering akar cenderung pada D2, dengan banyaknya akar akan mempengaruhi penyerapan hara yang baik dan akan berpengaruh pada peningkatan hasil tanaman. Menurut Wahyudi (2009), peningkatan berat kering tanaman dikontrol oleh kemampuan tanah dalam menyuplai unsur N ke daerah rhizosfer untuk diabsorpsi oleh tanaman. Unsur nitrogen yang terkandung di dalam pupuk organik cair mudah tersedia dan dapat diserap oleh tanaman sehingga proses fotosintesis berjalan dengan lebih optimal dan sejalan dengan hasil berat kering tanaman

Pada variabel karakteristik penggantian sebagian kotoran sapi dengan limbah jagung memberikan hasil yang sama pada nisbah berat kering total hijauan dengan berat kering akar dan luas daun per pot. Tingginya luas daun per pot dipengaruhi oleh jumlah daun yang dihasilkan pada tanaman. Pada variabel karekteristik jenis pupuk KS1 cenderung memberikan hasil yang baik pada nisbah berat kering daun dengan berat kering batang. Hasil dari nisbah berat kering daun dengan berat kering batang dipengaruhi oleh hasil dari berat kering daun dan batang. Widana et al. (2015) menambahkan dihasilkannya hijauan dengan kualitas yang sama disebabkan oleh peningkatan berat kering daun diikuti dengan berat kering batang, begitu juga dengan meningkatnya berat kering total hijauan diikuti oleh peningkatan berat kering akar.

Tabel 2. Hasil Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha dengan dengan penggantian kotoran sapi dengan limbah jagung pada berbagai dosis pupuk

Variabel hasil

Jenis                     Dosis pupuk4)

Rataan   SEM2)

pupuk3)      D0        D1        D2        D3

Berat kering daun (g)

KS1       4,70        3,13        3,18        3,43        3,61A

KS2       3,23        2,23        3,73        3,40        3,14A

0,42

KS3       3,50        2,88        3,33        3,05        3,19A

Rataan     3,81a        2,74b        3,41ab       3,29ab

Berat kering batang (g)

KS1       1,75        1,40        3,45        1,88        2,12A

KS2       1,33        2,88        3,30        4,33        2,96A

0,25

KS3       3,48        2,95        3,45        1,83        2,93A

Rataan     2,18a        2,41a        3,40a        2,68a

Berat kering akar (g)

KS1       4,70        3,53        3,13        3,40        3,69A

KS2       2,78        3,18        3,80        4,60        3,59A

0,52

KS3       3,05        2,85        4,10        3,58        3,39A

Rataan     3,51a        3,18a        3,68a        3,86a

Berat kering total hijauan (g)

KS1       6,45        4,53        6,63        5,31        5,73A

KS2       4,56        5,11        7,03        7,73        6,10A

0,57

KS3       6,98        5,83        6,78        4,88        6,12A

Rataan     5,99a        5,15b        6,81a        5,97ab

Keterangan:

  • 1)    Nilai dengan huruf yang berbeda dalam satu baris (huruf kecil) dan dalam satu kolom (huruf besar) menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)

  • 2)    SEM = Standar Error of the Treatment Means

  • 3)    KS1 = Kotoran sapi + air, KS2 = Kotoran sapi + EM4, KS3 = Kotoran sapi + limbah jagung + EM4

  • 4)    D0 = Dosis 0 l ha-1, D1 = Dosis 10.000 l ha-1, D2 = Dosis 20.000 liter ha-1, D3 = Dosis 30.000 l ha-1

Variabel karakteristik tumbuh tanaman

Nisbah berat kering daun dengan berat kering batang

Penggantian kotoran sapi dengan limbah jagung menunjukkan hasil tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan rataan KS2 1,28 dan KS3 1,15, namun KS3 berbeda nyata (P<0,05) dengan KS1 sebesar 1,92. Pemberian dosis pupuk kotoran sapi menunjukkan hasil tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan rataan D0 2,04, D3 1,43, D1 1,33 dan D2 1,00. (Tabel 3).

Tabel 3. Karakteristik tumbuh Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha dengan penggantian kotoran sapi dengan limbah jagung pada berbagai dosis pupuk

Variabel karakteristik

Jenis

Dosis pupuk4)

D3

Rataan

SEM2)

pupuk3)

D0

D1

D2

Nisbah berat

KS1

2,69

2,23

0,92

1,83

1,92A

kering daun

KS2

2,43

0,77

1,13

0,79

1,28A

1,15A

0,57

dengan berat

KS3

1,01

0,97

0,96

1,67

kering batang

Rataan

2,04a

1,33a

1,00a

1,43a

Nisbah berat

KS1

1,37

1,29

2,12

1,56

1,59A

kering total

KS2

1,64

1,61

1,85

1,68

1,70A

1,84A

0,56

hijauan dengan

KS3

2,29

2,05

1,65

1,37

berat kering akar

Rataan

1,77a

1,65a

1,88a

1,54a

KS1

649,19

448,40

449,01

494,67

510,31A

Luas Daun Per

Pot (cm2)

KS2

509,69

507,21

650,94

624,78

573,16A

84,83

KS3

609,64

554,88

630,12

500,40

573,85A

Rataan

589,51a

503,49a

576,69a

540,07a

Keterangan:

1) Nilai dengan huruf yang berbeda dalam satu baris (huruf kecil) dan dalam satu kolom (huruf besar) menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)

2) SEM = Standar Error of the Treatment Means

3)  KS1 = Kotoran sapi + air, KS2 = Kotoran sapi + EM4, KS3 = Kotoran sapi + limbah jagung + EM4

4)  D0 = Dosis 0 l ha-1, D1 = Dosis 10.000 l ha-1, D2 = Dosis 20.000 liter ha-1, D3 = Dosis 30.000 l ha-1

Nisbah berat total hijauan dengan berat kering akar

Penggantian kotoran sapi dengan limbah jagung pada nisbah berat total hijauan dengan berat kering akar menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan rataan KS3 1,84, KS2 1,70 dan KS1 sebesar 1,59. Pemberian dosis pupuk kotoran sapi menunjukkan hasil tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan rataan D2 1,88 D0 1,77, D1 1,65 dan D3 1,54. (Tabel 3)

Luas daun per pot

Penggantian kotoran sapi dengan limbah jagung menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan rataan KS3 573,85 cm2, KS2 573,16 cm2, dan KS1 510,31 cm2. Pemberian dosis pupuk kotoran sapi menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan rataan D0 589,51 cm2, D2 576,69 cm2, D3 540,07 cm2 dan D1 503,49 cm2. (Tabel 3)

Dosis pupuk organik cair kotoran sapi terfermentasi terhadap pertumbuhan dan hasil Asystsia gangetica paling baik

Pada variabel pertumbuhan pemberian dosis D2 memberikan hasil paling baik pada jumlah daun dan memberikan hasil yang sama dengan pemberian D0, D1 dan D3 pada variabel jumlah cabang. Meningkatnya jumlah daun disebabkan karena pemberian pupuk dengan takaran yang baik yang mempengaruhi bertambahnya jumlah daun. Pemberian D2 sangat baik dikarenakan sifat dari tanah Pengotan pasir berlempung sehingga pemberian dosis yang terlalau sedikit tidak dapat terserap dengan baik karena penguapan yang terjadi pada tanah Pengotan yang tinggi. Pemberian dosis 20 ton/ha pupuk kandang ayam dapat meningkatkan nilai jumlah dan luas daun (Baharudin at al., 2022).

Pada variabel tinggi tanaman dosis D1 memberikan hasil yang sama dengan D0. Hal ini karena pemberian pupuk dapat meningkatakan pembelahan sel sehingga terjadi pertumbuhan. Tata (1995) menyatakan bahwa pemupukan yang berlebihan tidak selalu memberikan pengaruh pada pertumbuhan dan produksi tanaman.

Pada variabel hasil menunjukan pemberian dosis D2 memberikan hasil yang sama pada berat kering batang dan berat kering akar. Peningkatan berat kering batang dan berat kering akar dikarenakan meningkatnya hasil dari jumlah batang dan akar pada tanaman. Hasil akar yang meningkat pada tanaman disebabkan karena sifat dari tanah Pengotan yang berpori besar sehingga air tidak dapat dipegang oleh tanah dan menyebabkan pertumbuhan akar semakin kedalam untuk mencari air.

Pada berat kering daun dan berat kering total hijauan pemberian D2 menunjukkan hasil yang sama dengan D0 dan D3. Berat kering total hijauan dipengaruhi oleh berat kering daun dan berat kering batang. Semakin tinggi berat kering daun dan berat kering batang dan daun maka akan semakin tinggi berat kering total hijauan. Berat kering daun meningkat karena kandungan N yang ada dalam tanah baik (Tabel 3.1). Semakin baik kandungan C/N rasio yang baik mendukung penyerapan unsur hara berjalan baik sehingga pertumbuhan daun y meningkat yang mengacu pada proses fotosintesis yang baik. Husma (2010) menyatakan bahwa pemberian pupuk organik berpengaruh terhadap tanaman seperti peningkatan kegiatan respirasi, bertambahnya lebar daun yang berpengaruh terhadap fotosintesis yang bermuara pada produksi dan bahan kering. Hasil dari fotosintesis dapat menunjang pertumbuhan daun dan batang sehingga meningkatkan berat kering total hijauan.

Pemberian D2 pada variabel karakteristik menunjukkan hasil yang sama dengan pemberian dosis lainnya. Nisbah berat kering daun dengan berat kering batang dipengaruhi oleh berat kering daun dan batang. Sedangkan nisbah berat kering total hijauan dengan berat kering akar dipengaruhi oleh berat kering total hijuan dan berat kering akar. Pada luas daun per pot dipengaruhi oleh hasil dari jumlah daun, semakin tinggi jumlah daun maka semakin meningkat luas daun per pot.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

  • 1    Tidak terjadi interaksi antara penggantian kotoran sapi dengan limbah jagung pada berbagai dosis pupuk cair kotoran sapi terhadap pertumbuhan dan hasil Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha.

  • 2    Limbah jagung dapat menggantikan sebagian kotoran sapi sebagai bahan pembuatan pupuk organik cair kotoran sapi

  • 3    Pemberian dosis pupuk 20.000 l ha-1 (D2) cenderung memberikan pertumbuhan dan hasil paling baik pada tanaman Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha.

Saran

Untuk dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha yang lebih baik disarankan untuk melakukan penelitian lanjutan tentang pembuatan pupuk dengan campuran limbah jagung pada takaran lebih dari 50% limbah jagung saat pembuatan pupuk organik cair kotoran sapi.

UCAPAN TERIMA KASIH

Perkenankan penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. Ir I Nyoman Gde Antara, M.Eng, IPU., Dekan Fakultas Peternakan Dr. Ir I Nyoman Tirta Ariana, MS., IPU., ASEAN Eng., Koordinator Program Studi Sarjana Peternakan Dr. Ir. Ni Luh Putu Sriyani, S.Pt., MP.,IPM., ASEAN Eng. atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan di Program Studi Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana.

DAFTAR PUSTAKA

Adigun J, A. Osipitan, S. Lagoke, R. Adeyemi, S. Afolami. 2014. Growth and yield performance of cowpea (Vigna unguiculata (L.) walp) as influenced by row-spacing and period of weed interference in South-West Nigeria. Journal of Agriculture Science Archives. 6(4): 188-198.

Budiyanto, Krisno. 2011. Tipologi pendayagunaan kotoran sapi dalam upaya mendukung pertanian organik di Desa Sumbersari Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang. Jurnal GAMMA 7 (1) 42-49.

Baharudin, D.K. Ningsih, M. Sunantra, Z. Arifin, dan S. Zainab. 2022. Pengaruh pemberian dosis pupuk kandang dan frekuensi pemberian pupuk organik cair tehadap pertumbuhan dan hasil tanaman Selada (Lactuca sativa L.).

Cooperative Research Centre. 2003. Weed management guide: Asystasia gangetica ssp. Micrantha. In: Alert List For Environtmental Weeds (ed.). Cooperative Research Centre for Australian Weed Management.

Devi. N dan C. Jenny. 2021. Kajian Efektifitas Pupuk Dari Berbagai Kotoran Sapi, Kambing dan Ayam. FTSP ITATS. Surabaya.

Farizaldi. 2011. Produktivitas hijauan makanan ternak pada lahan perkebunan kelapa sawit berbagai kelompok umur di PTPN 6 Kabupaten Batanghari Provinsi Jambi. Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan. 14:68.

Foth, D.H., 1994. Dasar-Dasar Ilmu Tanah, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Gardner, F. P., R. B. Pearce dan R. L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Terjemahan: Herawati Susilo. UI Press, Jakarta

Gomez, K. A. dan Gomez A. A. 1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian. Edisi Kedua. Jakarta: UI – Press, hal: 13-16.

Grubben J. H. 2004. Vegetables. PROTA (Plant Resources of Tropical Africa) Foundation. Wageningen (NL): PROTA

Hadisuwito, S. 2012. Membuat Pupuk Organik Cair: Jakarta Selatan: PT.Agro Media Pustaka.

Husma, M., 2010. Pengaruh Bahan Organik dan Pupuk Kalium terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Melon (Curcumis melo L.). Tesis Program Studi Agronomi Universitas Haluoleo.

Ilyas, 2014. Pengantar Budidaya Pertanian (Pupuk Organik Cair). Teknologi Hasil Pertanian. Fakultas Pertanian Universitas Mulawarman Samarinda.

Kusumawati, N. N. C., N. M. Witariadi, I. K. M. Budiasa, I. G. Suranjaya, N. K. Roni. 2017. Pengaruh jarak tanam dan dosis bio-urin terhadap pertumbuhan dan hasil rumput Panicum maximum pada pemotongan ke tiga. Pastura Vol. 6, No.2

Lingga, P. 1991. Jenis Kandungan Hara pada Beberapa Kotoran Ternak. Pusat Penelitian Pertanian dan Pedesaan Swadaya (P4S). ANTANAN. Bogor.

Musnamar. 2003. Pupuk Organik Cair dan Padat, Pembentukan dan Aplikasi. Jakarta: Penebar Swadaya.

Prasadana, D.E. 2020. Pertumbuhan dan Hasil Rumput Gajah Kate (Pennisetum purpureum cv. Mott) yang Dipupuk dengan Pupuk Cair Limbah Buah Naga dengan Dosis Berbeda. Skripsi Fakultas Peternakan, Universitas Udayana.

Septiningrum, K., dan Apriana, C. 2011. ”Produksi Xilanase dari Tongkol Jagung dengan Sistem Bioproses menggunakan Bacillus circulans untuk Pra-Pemutihan Pulp Production of Xylanase from Corncob by Bioprocess System Using Bacillus circulans for PreBleaching Pulp”. Bandung: Balai Besar Pulp dan Kertas, Kementerian Perindustrian Indonesia. Vol. 5 (1): 87-97.

Soepardi, G. 1979. Sifat dan Ciri Tanah.Jilid I dan II. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Steel, R.G.D dan J.H. Torrie. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika. Gramedia Pustaka Utama.Jakarta.

Suarna, I. W., N. N. Suryani, K. M. Budiasa, I. M. S. Wijaya. 2019. Karakteristik tumbuh Asystasia gangetica pada berbagai aras pemupukan urea. Pastura.9 (1): 21-23. Tautan: https://ojs.unud.ac.id/index.php/pastura/article/view/54856. Diakses pada tanggal 27 Desember 2020

Tata, T. 1995. Pengaruh Jenis dan Dosis Kotoran Ternak terhadap Produktifitas Arachis pintoi. Skripsi Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Denpasar.

Subowo, G. 2010. Strategi efisiensi penggunaan bahan organik untuk kesuburan dan produktivitas tanah melalui pemberdayaan sumberdaya hayati tanah. Jurnal Sumberdaya Lahan. 4(1): 13-25.

Widana, G. A. A., N. G. K. Roni, dan A. A. A. S. Trisnadewi. 2015. Pertumbuhan dan Produksi rumput benggala (Panicum maximum cv Trichoglume) pada berbagai jenis dan dosis pupuk organik. Jurnal Peternakan Tropika. 3 (2): 405-417.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/tropika/article/view/18601/12069/Diakes07dec.2020

Bernardi, R. A., Peternakan Tropika Vol. 12 No. 1 Th. 2024 : 57 – 75

Page 75