ISSN 2722-7286

Jurnal

FAPET UNUD


Jurnal


Peternakan Tropika

Journal of Tropical Animal Science

email: jurnaltropika@unud.ac.id

Submitted Date: December 22, 2022

Accepted Date: September 3, 2023


Editor-Reviewer Article: Eny Puspani & A.A.Pt. Putra Wibawa

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK DAUN BELIMBING WULUH DALAM AIR MINUM TERHADAP PERFORMA BURUNG PUYUH (Coturnix coturnix japonica) UMUR 1–5 MINGGU

Alghozali, M. I., M. Wirapartha, dan G. A. M. K. Dewi

PS Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Denpasar, Bali E-mail: imamalghozali@student.unud.ac.id, Telp. +62 822-3500-6212

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak daun belimbing wuluh dalam air minum terhadap performa burung puyuh (Coturnix coturnix japonica) umur 1–5 minggu. Penelitian ini dilaksanakan pada di Teaching Farm Sesetan dan Laboratorium Ternak Unggas Fakultas Peternakan Universitas Udayana, selama 5 minggu. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 4 perlakuan dan 4 ulangan yang setiap ulangan terdiri dari 4 ekor burung puyuh. Penelitian ini menggunakan burung puyuh Cotunix coturnix japonica yang berumur 1 minggu sebanyak 64 ekor. Perlakuan yang diberikan adalah pemberian air minum tanpa diberi ekstrak daun belimbing wuluh (A) sebagai kontrol. Pemberian air minum dengan ekstrak daun belimbing wuluh sebanyak 2%, 4%, dan 6% sebagai perlakuan B, C, dan D. Variabel yang diamati meliputi bobot badan awal, konsumsi air minum, bobot badan akhir, pertambahan bobot badan, konsumsi ransum, konversi ransum. Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam, apabila terdapat perbedaan nyata (P<0,05), maka dilanjutkan dengan uji jarak berganda dari Duncan. Hasil penelitian menunjukkan setiap variabel bobot awal, bobot akhir, pertambahan bobot badan, konsumsi ransum, konversi ransum, konsumsi air minum perlakuan 2%, 4%, 6% diperoleh hasil yang tidak nyata (P>0,05). Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian ekstrak daun belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) dengan pemberian sebanyak 2%, 4% dan 6% pada air minum tidak mempengaruhi bobot badan awal, bobot badan akhir, pertambahan bobot badan, konsumsi ransum, konversi ransum, konsumsi air minum pada burung puyuh (Coturnix coturnix japonica) umur 1-5 minggu.

Kata kunci: performa burunng puyuh, burung puyuh ekstrak daun belimbing wuluh

THE EFFECT OF GIVING STARFRUIT LEAF EXTRACT IN DRINKING WATER ON THE PERFORMANCE OF QUAIL (Coturnix coturnix japonica) AGE 1-5 WEEKS

ABSTRACT

This study was conducted to determine the effect of giving starfruit leaves extract in drinking water on the performance of quail (Coturnix coturnix japonica) aged 1-5 weeks. This research was conducted in the Sesetan Teaching Farm and Poultry Livestock Laboratory, Faculty of Animal Science, Udayana University, for 5 weeks. The research design was used a completely randomized design (CRD) consisting of 4 treatments and 4 replications, each replication consisting of 4 quails. This study used 64 quails (Coturnix coturnix japonica) aged 1 week. The treatments are drinking water without starfruit leaf extract as a control (A). Provision of drinking water with 2% (B), 4% (C), 6% (D) starfruit leaves extract as treatment B, C, and D. The observed variables was initial body weight, water consumption, final body weight, body weight gain, feed consumption, feed conversion. The data obtained were analyzed by means of variance, if there was a significant difference (P <0.05), then continued with Duncan's multiple distance test. The results showed that each variable initial weight, final weight, body weight gain, ration consumption, ration conversion, drinking water consumption treatment 2%, 4%, 6% obtained results that were not significant (P> 0.05). Based on the results of the study, it can be concluded that giving wuluh starfruit leaf extract (Averrhoa bilimbi L) by giving 2%, 4% and 6% in drinking water did not affect initial body weight, final body weight, body weight gain, ration consumption, ration conversion, drinking water consumption in quail (Coturnix coturnix japonica) aged 1-5 weeks.

Keywords: quail performance, quail, starfruit leaf extract

PENDAHULUAN

Peternakan merupakan salah satu sektor yang berperan penting dalam memasok kebutuhan pangan hewani nasional. Protein hewani salah satunya berasal dari ternak unggas. Seiring meningkatnya populasi penduduk di Indonesia mengakibatkan peningkatan kebutuhan bahan pangan hewani. Burung puyuh adalah salah satu jenis unggas yang mempunyai potensi besar untuk dikembangkan dan ditingkatkan produksinya sebagai bahan pangan hewani. Burung puyuh selain diambil dagingnya, juga dapat diambil telurnya untuk memenuhi kebutuhan protein. Indonesia memiliki jenis burung puyuh yang banyak salah satunya yang dikembangkan adalah puyuh jepang (Coturnix coturnix japonica). Hal yang membuat puyuh jepang banyak dibudidayakan di Indonesia karena puyuh jepang dapat mulai bertelur pada umur 42 hari.

Dalam upaya meningkatkan produksi daging dan telur pada burung puyuh, banyak dari kalangan para peternak menggunakan antibiotik untuk pencegahan penyakit. Akan tetapi penggunaan antibiotik secara terus menerus ke dalam pakan akan mengakibatkan munculnya

berbagai macam permasalahan, antara lain peningkatan resistensi mikroba pathogen terhadap obat, residu obat di dalam tubuh ternak, serta ketidakseimbangan intestinal mikroflora (Awad et al., 2009). Menurut Saeid dan Al-Nasry (2010) masalah keamanan pakan asal hewan ternak dimasyarakat meliputi kontaminasi mikroba patogen dan residu antibiotik kedalam daging dan telur hewan ternak sebagai efek samping antibiotik dalam pakan sebagai Antibiotik Growth Promoter (AGP). Namun di sisi lain, Antibiotik Growth Promoter (AGP) yang banyak digunakan sebagai pemacu produksi, sudah mulai dibatasi karena diindikasikan memiliki efek yang kurang baik.

Berdasarkan informasi tersebut, maka perlu dikembangkan penggunaan feed additive yang terbuat dari bahan alami sehingga diharapkan tidak memiliki efek negatif terhadap kesehatan ternak. Alternatif yang umum digunakan dalam meningkatkan performa pertumbuhan dengan menambahkan feed additive pada ternak. Salah satu aditif pakan yang dapat digunakan adalah daun belimbing wuluh (Averrhoa Bilimbi l). Hasil penelitian Faharani (2009), menunjukan bahwa ekstrak daun belimbing wuluh mengandung flavonoid, saponin dan tannin yang berfungsi sebagai antibakteri. Tanin merupakan senyawa turunan tanaman yang berhasil digunakan sebagai aditif dalam pakan unggas yang berfungsi untuk meningkatkan kinerja hewan, menggantikan AGP (Antibiotik growth promoter), serta mengurangi aktivitas virus ekstraseluler sehingga dapat berperan aktif sebagai imunomodulator dalam tubuh unggas (Pertiwi, 2020). Daun belimbing wuluh juga mengandung Flavonoid yang berfungsi sebagai antimikrobia, antivirus, antioksidan, dan antihipertensi. Flavonoid bersifat bakteriostatik yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri (Binawati dan Amilah, 2013).

Penelitian yang telah dilakukan Malinda et al. (2017) yang menyebutkan bahwa pemberian sari belimbing wuluh tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap konsumsi pakan, konsumsi air minum, pertambahan bobot badan, dan konversi pakan burung puyuh. Berdasarkan uraian tersebut, diatas maka sangatlah penting dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak daun belimbing wuluh kedalam air minum terhadap performa burung puyuh (Coturnix coturnix javonica) umur 1-5 minggu. Pemberian ekstrak daun belimbing wuluh kedalam air minum diharapkan dapat memberikan pengaruh yang baik terhadap performa (konsumsi ransum, konsumsi air minum, pertambahan bobot badan, feed conversion ration/FCR dan bobot badan akhir) pada burung puyuh.

MATERI DAN METODE

Tempat dan waktu penelitian

Penelitian ini dilakukan di Farm Sesetan dan Laboratorium Ternak Unggas Fakultas Peternakan Universitas Udayana, dilaksanakan selama empat minggu dari tanggal 11 Maret sampai 7 April 2022.

Burung puyuh

Penelitian ini menggunakan burung puyuh (Coturnix coturnix japonica) betina berumur tujuh minggu yang diperoleh dari peternak yang beralamat di Jalan Gunung Batur No.83, Pemecutan, Kota Denpasar, Bali.

Kandang dan perlengkapan

Kandang yang digunakan dalam penelitian yaitu kandang sistem battery colony yang berjumlah 16 unit dengan ukuran panjang 80 cm lebar 65 cm dan tinggi 50 cm per unit. Kandang “battery colony” ini diletakkan pada bangunan kandang berukuran 9,70 m x 8,85 m dengan atap berbahan genteng dan lantai beton. Setiap unit kandang di isi empat ekor burung puyuh dan dilengkapi dengan tempat pakan yang terbuat dari pipa paralon, tempat minum, dan alas untuk menampung pakan yang jatuh.

Peralatan

Peralatan yang digunakan yaitu timbangan digital, saringan, kain, kantong plastik, ember, dan koran bekas.

Daun belimbing wuluh

Daun belimbing wuluh yang digunakan adalah daun yang masih muda. Daun belimbing wuluh yang digunakan diperoleh dari daerah Bukit, Jimbaran dan Denpasar.

Ransum dan air minum

Ransum yang digunakan dalam penelitian ini adalah ransum komersial CP 511 yang diproduksi oleh PT. Charoen Phokphand Indonesia, Tbk. dan menggunakan air minum yang ditambahkan ekstrak daun belimbing wuluh sesuai dengan perlakuan.

Tabel 1. Kandungan nutrisi ransum komersial CP511

Nutrisi Ransum*

Jumlah Nutrisi

Energi Termetabolis (Kkal/kg)

3448

Protein (%)

23,0

Lemak (%)

5,0

Serat (%)

5,0

Abu (%)

7,0

Kalsium (%)

0,9

Phosfor (%)

0,6

Sumber : *Kandungan nutrisi ransum komersial CP511 PT. Charoen Pokphand Indonesia

Rancangan penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 4 ulangan, dimana tiap ulangan terdiri dari 4 ekor burung puyuh umur 1 minggu (unsexing). Total burung puyuh yang digunakan 64 ekor. Perlakuan yang ditambakan 2%, 4%, 6% yaitu:

A = Air minum tanpa tambahan ekstrak daun belimbing wuluh

B = Air minum dengan 2% ekstrak daun belimbing wuluh

C = Air minum dengan 4% ekstrak daun belimbing wuluh

D = Air minum dengan 6% ekstrak daun belimbing wuluh

Pengacakan burung puyuh

Dari seluruh populasi yang ada, diambil secara acak sebanyak 100 ekor burung puyuh (Coturnix coturnix japonica) untuk dicari berat rata-rata dan standar deviasinya. Burung puyuh yang digunakan dalam penelitian ini adalah burung puyuh dengan dengan berat yang masuk dalam kisaran berat 38,60 g ± 1,93 g sebanyak 64 ekor. Burung puyuh dimasukkan secara acak kedalam unit 16 kandang yang berisi empat ekor burung puyuh kemudian diberi nomor sesuai dengan perlakuan.

Pembuatan ekstrak daun belimbing wuluh

Metode pembuatan ekstrak daun belimbing wuluh yaitu dengan cara mengumpulkan daun belimbing wuluh yang muda, kemudian dipotong kecil-kecil terlebih dahulu agar memudahkan saat blender. Setelah dipotong kecil-kecil, sebanyak 1kg daun belimbing wuluh dimasukan kedalam blender kemudian ditambahkan 1 liter air lalu diblender. Jika sudah homogen, daun belimbing wuluh diperas dengan menggunakan kain untuk diambil ektraknya dan memisahkan ampasnya, lalu disaring, dan selanjutnya bisa langsung ditambahkan pada air minum sesuai dengan level perlakuan. Pada level pemberian ekstrak daun belimbing wuluh 2%

air minum sebanyak 980 ml ditambahkan 20 ml ekstrak daun belimbing wuluh, 4% air minum sebanyak 960 ml ditambahkan 40 ml ekstrak daun belimbing wuluh, dan 6% air minum sebanyak 940 ml ditambahkan 60 ml ekstrak daun belimbing wuluh.

Pemberian ekstrak daun belimbing wuluh

Ransum dan air minum diberi secara ad libitum pada pagi hari (jam 08.00 WITA) dan sore hari (jam 16.00 WITA). Ransum diberikan dengan menempatkan langsung ransum ke tempat pakan yang telah disediakan. Air dengan penambahan ekstrak daun belimbing wuluh terlebih dahulu sesuai dengan perlakuan.

Teknik pengambilan data

Proses pengambilan data dilakukan setiap hari pada pagi (jam 08.00 WITA) dan sore (jam 16.00 WITA) selama penelitian berlangsung sesuai perlakuan dan ulangan. Burung puyuh yang diteliti ditimbang berdasarkan variabel yang diamati seperti bobot badan awal, bobot badan akhir, pertambahan bobot badan, maupun konsumsi pakan serta konsumsi minum yang diberikan.

Variabel yang diamati

Performan burung puyuh dilihat dari bobot badan awal, konsumsi ransum, konsumsi air minum, pertambahan bobot badan, pertambahan bobot badan, konversi ransum. Variabel yang diamati dalam penelitian ini yaitu:

  • 1.    Bobot badan awal (g)

Bobot badan awal perekor diukur dengan menimbang semua burung puyuh dikandang yang sama pada awal pemeliharaan dan dibagi jumlah puyuh dalam satu kandang (Maknun et al., 2015).

  • 2.    Konsumsi pakan (g)

Konsumsi pakan puyuh dihitung dengan mengurangi antara pakan pemberian dan pakan sisa (Maknun et al., 2015). Rumus konsumsi pakan (g/ekor/hari):

Konsumsi pakan = pakan yang diberikan (g) – sisa (g)

  • 3.    Konsumsi air minum

Konsumsi air minum dihitung setiap hari dengan mengukur pemberian air minum awal pada pagi hari dan dikurangi sisa akhir minum yang diberikan pada sore hari (Maknun et al., 2015).

  • 4.    Pertambahan bobot badan

Pertambahan bobot badan diukur dengan menimbang bobot badan pada akhir minggu dan dikurangi bobot badan pada awal minggu (Maknun et al., 2015).

  • 5.    Bobot badan akhir

Bobot badan akhir per ekor diukur dengan menimbang semua puyuh dikandang yang sama pada akhir pemeliharaan dan dibagi jumlah puyuh dalam satu kandang (Maknun et al., 2015).

  • 6.    Konversi pakan

Konversi pakan (feed conversion ration) adalah kemampuan puyuh dalam mengkonversi pakan menjadi bobot badan. Perhitungan konversi pakan dilakukan setiap seminggu (Maknun et al., 2015). Rumus konversi pakan:

.                 Konsumsi pakan (gram/ekor)

Konversi pakan (FCR)=-----—---——-— ----——-

Pertambahan bobot badan (gram/ekor)

Analisis statistik

Data yang dihasilkan dianalisis dengan sidik ragam (ANOVA) dan apabila data berbeda nyata (P<0,05) maka akan dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan (Steel dan Torrie, 1993).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh pemberian ekstrak daun belimbing wuluh dalam air minum terhadap performa burung puyuh (Coturnix coturnix japonica) umur 1–5 minggu dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Pengaruh pemberian ekstrak daun belimbing wuluh melalui air minum terhadap performa burung puyuh (Coturnix coturnix japonica) umur 1–5 minggu.

Variabel

Perlakuan1

SEM3

P0

P1

P2

P3

Bobot badan awal (g)

39,73a2

39,40a

38,66a

39,16a

0,59

Bobot badan akhir (g)

173,38a

165,56a

178,31a

180,31a

6,95

Pertambahan bobot badan (g)

133,65a

126,17a

139,65a

141,15a

6,90

Konsumsi pakan (g/e)

360,50a

370,25a

363,75a

366,65a

3,12

FCR

2,70a

2,67a

2,61a

2,60a

0,09

Konsumsi minum (ml/e)

981,50a

942,00a

917,00a

1055,50a

55,37

Keterangan:

1. P0: Air minum tanpa ekstrak daun belimbing wuluh (kontrol).

P1: Air minum dengan 2 % ekstrak daun belimbing wuluh.

P2: Air minum dengan 4 % ekstrak daun belimbing wuluh.

P3: Air minum dengan 6 % ekstrak daun belimbing wuluh.

2. Notasi huruf serupa pada baris yang sama menunjukan tidak berbeda nyata (P>0,05).

3. SEM adalah “Standart Error of Treatmeans Mean”

Bobot badan akhir

Hasil penelitian menunjukkan bobot badan akhir burung puyuh tanpa pemberian ekstrak daun belimbing wuluh sebagai kontrol (P0) adalah 173,38 g. Persentase bobot badan akhir burung puyuh yang diberi air minum dengan ekstrak daun belimbing wuluh sebanyak 2% (P1), Alghozali, M. I., Peternakan Tropika Vol. 12 No. 1 Th. 2024 : 43 – 56 Page 49

4% (P2) dan 6% (P3). Persentase P1 4,51% lebih rendah dari P0, sedangkan P2 dan P3 lebih tinggi dengan persentase 2,84% dan 3,99% dibandingkan P0 namun secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap (P0).

Bobot badan akhir pada semua perlakuan secara statistik menunjukkan hasil tidak berbeda nyata (P>0,05), artinya pemberian ekstrak daun belimbing wuluh belum memberikan pengaruh nyata terhadap bobot akhir burung puyuh. Hal ini disebabkan karena konsumsi ransum yang juga tidak berbeda nyata. Tanin sebagai zat antinutrisi di dalam pakan dapat menghambat aktivitas kerja enzim pencernaan. Akibatnya terjadi penurunan konsumsi pada puyuh karena tanin menghambat kerja enzim protease, amilase dan lipase (Adi et al., 2013). Suarni dan Subagio (2013) sependapat dengan hal tersebut bahwa keberadaan tanin dapat menurunkan daya cerna karbohidrat maupun protein, sehingga tingkat absorbsi kedua komponen gizi tersebut di dalam tubuh menjadi rendah atau tidak sebanding karena secara umum tanin dapat bereaksi dengan protein menjadi tanin kompleks yang sulit dicerna oleh enzim di dalam usus. Kandungan daun belimbing wuluh mengandung senyawa flavonoid, fenol, alkaloid, tanin, dan kumarin (Valsan dan Raphael, 2016). Pemberian ekstrak daun belimbing wuluh yang mengandung senyawa bioaktif khususnya flovanoid sampai level 6% belum cukup optimal atau belum mencukupi dalam mempengaruhi proses metabolisme di dalam tubuh burung puyuh. Aktivitas metabolisme tubuh antara lain untuk hidup pokok (makan, bergerak dan berproduksi) dan juga pertumbuhan jaringan (Wiranata et al., 2013). Bobot badan meningkat sebagai akibat dari pertumbuhan yang dipengaruhi faktor genetik dan faktor lingkungan terutama ransum, apabila ransum yang diberikan mudah dicerna oleh ternak maka terjn adi penimbunan daging (Wahju, 2004). Kandungan ransum yang seimbang, secara kualitas dan kuantitas merupakan syarat untuk memperoleh pertumbuhan yang optimal (Hammond, 1983).

Pertambahan bobot badan

Rataan pertambahan bobot badan burung puyuh tanpa pemberian ekstrak daun belimbing wuluh sebagai kontrol (P0) adalah 133,65 gram. Persentase pertambahan bobot badan burung puyuh yang diberi air minum dengan ekstrak daun belimbing wuluh sebanyak 2% (P1), 4% (P2) dan 6% (P3). Persentase 2% (P1) lebih rendah 5,59% dibandingkan P0, sedangkan pemberian 4% (P2) 4,59% dan 6% (P3) 5,61% lebih tinggi namun secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap (P0).

Pertambahan bobot badan adalah selisih antara bobot tubuh saat tertentu dengan bobot tubuh semula (Rasyaf, 2011). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertambahan bobot badan pada antar perlakuan secara statistik menunjukkan hasil tidak berbeda nyata (P>0,05). Pemberian

ekstrak daun belimbing wuluh dengan level 2%, 4% dan 6% melalui air minum belum mampu meningkatkan bobot badan burung puyuh secara signifikan. Menurut Ichwan (2003), secara umum penambahan bobot badan akan dipengaruhi oleh jumlah konsumsi pakan yang dimakan dan kandungan nutrisi yang terdapat dalam pakan tersebut. Faktor yang mempengaruhi kenaikan berat badan ternak adalah konsumsi pakan dan kualitas pakan (Pranata et al., 2019). Menurut Goa et al., (2015) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi pertambahan bobot adalah jumlah pakan yang dikonsumsi, laju perjalanan pakan dalam saluran pencernaan, bentuk fisik pakan, komposisi pakan dan imbangan kandungan nutrisi pakan.

Konsumsi pakan

Hasil penelitian menunjukkan konsumsi pakan burung puyuh tanpa pemberian ekstrak daun belimbing wuluh sebagai kontrol (P0) adalah 360,5 gram. Presentase konsumsi pakan burung puyuh yang diberi air minum dengan ekstrak daun belimbing wuluh sebanyak 2% (P1), 4% (P2) dan 6% (P3) masing-masing 2,70%, 0,90% dan 1,70% persentase konsumsi pakan puyuh yang diberi ekstrak daun belimbing wuluh melalui air minum lebih tinggi namun secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap (P0).

Hasil analisis statistik menunjukkan pemberian ekstrak daun belimbing wuluh dengan level 2%, 4%, dan 6% melalui air minum memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap konsumsi pakan. Hal ini disebabkan karena ransum yang diberikan memiliki kandungan energi dan protein yang sama dan mempunyai kualitas yang baik, sehingga pemberian ekstrak daun belimbing wuluh dengan level 2%, 4%, dan 6% melalui air minum memberikan hasil tidak berbeda nyata. Hal ini sesuai dengan pendapat Anggorodi (1995) yang menyatakan bahwa kandungan zat makanan dalam pakan yang relatif sama menyebabkan tidak adanya perbedaan konsumsi pakan. Menurut Aisjah et al., (2007), menyatakan bahwa energi metabolisme yang diberikan sama dalam ransum akan menghasilkan konsumsi ransum yang sama. Perbedaan yang tidak nyata pada konsumsi ransum juga diduga karena sistem pemeliharaan, kondisi lingkungan, genetik dan umur ternak yang sama. Hal ini sesuai dengan pendapat Triyanto (2007) yang menyatakan ada dua faktor yang mempengaruhi konsumsi pakan pada unggas yaitu faktor berpengaruh dominan (kandungan energi pakan dan suhu lingkungan) dan faktor yang berpengaruh minor (strain burung, berat tubuh, bobot telur harian, pertumbuhan bulu, derajat stress daan aktivitas burung). Menurut Weiss and Hogan (2007) bahwa pemberian bahan yang memiliki kandungan antioksidan pada ternak dapat mengurangi efek radikal bebas yang dapat meningkatkan konsumsi pakan. Kandungan saponin menyebabkan rasa pahit sehingga akan menurunkan palatabilitas, namun persentase ekstrak daun belimbing wuluh

dengan level 2%, 4%, dan 6% tidak berpengaruh nyata terhadap konsumsi pakan.

Konversi pakan (FCR)

Hasil penelitian menunjukkan FCR burung puyuh tanpa pemberian ekstrak daun belimbing wuluh sebagai kontrol (P0) adalah 3,05 gram. Feed Convertion Ratio (FCR) burung puyuh yang diberi air minum dengan ekstrak daun belimbing wuluh sebanyak 2% (P1), 4% (P2) dan 6% (P3) masing-masing 8,52%, 6,22% dan 1,96% persentase Feed Convertion Ratio (FCR) yang diberi ekstrak daun belimbing wuluh melalui air minum sebesar 2% (P1) lebih tinggi 8,52% dibandingkan P0, sedangkan pemberian 4% (P2) % dan 6% (P3) 2,01% lebih rendah namun secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap (P0).

Konversi ransum digunakan untuk menggambarkan efisiensi penggunaan ransum yang merupakan pencerminan hubungan antara pertumbuhan dan konsumsi ransum. Menurut Nova et al., (2002) bahwa konversi ransum merupakan perbandingan antara konsumsi ransum pada minggu ini dengan pertambahan bobot badan yang dicapai pada kurun waktu tertentu. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa pemberian ekstrak daun belimbing wuluh melalui air minum menunjukkan hasil tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap FCR. Hal ini dikarenakan konsumsi ransum yang tidak berbeda secara signifikan dan kandungan nutrien didalam pakan juga sama sehingga berdampak pada pertambahan bobot badan yang tidak jauh berbeda. FCR erat kaitannya dengan konsumsi ransum dan pertambahan bobot badan, FCR (Feed Conversion Ratio) atau konversi ransum merupakan acuan dari tingkat efisiensi ransum yang dikonsumsi selama pemeliharaan. Faktor yang mempengaruhi FCR adalah kualitas ransum, teknik pemberian, bentuk dan konsumsi ransum serta bobot badan ternak (Amrulloh, 2003). Palupi (2016) menyatakan bahwa faktor utama yang mempengaruhi konversi ransum adalah genetik, sanitasi, kualitas pakan, jenis pakan, kualitas air, penyakit dan pengobatan serta manajemen pemeliharaan. Selain itu juga meliputi faktor penerangan dan pemberian pakan. Menurut Subekti (2012), bahwa konversi ransum merupakan ukuran efisiensi dalam penggunaan ransum. Kartasudjana dan Suprijatna (2006) menyatakan bahwa angka konversi ransum yang kecil berarti banyaknya ransum yang digunakan untuk menghasilkan 1 kg daging semakin sedikit.

Konsumsi air minum

Hasil penelitian menunjukkan konsumsi air minum burung puyuh tanpa pemberian ekstrak daun belimbing wuluh sebagai kontrol (P0) adalah 981,5 g. Presentase konsumsi air minum burung puyuh yang diberi air minum dengan ekstrak daun belimbing wuluh sebanyak 2% (P1), 4% (P2) dan 6% (P3) masing-masing 4,02%, 6,57% dan 7,53% persentase konsumsi air minum puyuh yang diberi ekstrak daun belimbing wuluh melalui air minum sebesar 2% (P1)

4,02% dan 4% (P2) 6,57 lebih rendah dibandingkan P0, sedangkan pemberian 6% (P3) 7,53% lebih tinggi namun secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05) terhadap (P0).

Air minum merupakan kebutuhan yang paling utama bagi burung puyuh terutama yang dikandangkan. Jika dikandangkan air minum harus tersedia terus menerus (ad libitum). Konsumsi air pada penelitian ini tidak menunjukkan perbedaan nyata (P>0,05) antar perlakuan. Hal ini disebabkan pemberian ekstrak daun belimbing wuluh dengan level 2%, 4%, 6% belum memberikan hasil yang signifikan terhadap konsumsi air minum. Hal ini sependapat dengan yang disampaikan Rasyaf (2008) semakin tinggi konsumsi pakan maka semakin tinggi pula tingkat konsumsi air seekor ternak. Burung puyuh juga tidak mengkonsumsi banyak air jika tidak dalam keadaan stres akibat suhu yang tinggi, konsumsi air yang tinggi dapat berdampak pada berkurangnya konsumsi pakan yang berimbas pada penurunan berat badan (Widyastuti et al.,2014). Sejalan dengan pernyataan Arifien (2002) juga menyatakan bahwa jumlah konsumsi air minum lebih dipengaruhi oleh temperatur lingkungan, jumlah dan keadaan ransum yang diberikan.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pada pemberian ekstrak daun belimbing wuluh (Averrhoa Bilimbi L) dengan level 2%,4%, dan 6% dalam air minum belum berpengaruh pada, bobot badan akhir, pertambahan bobot badan, konsumsi pakan, FCR, dan konsumsi air minum pada burung puyuh Coturnix coturnix javonica umur 1-5 minggu.

Saran

Berdasarkan data hasil penelitian yang diperoleh disarankan pada penelitian selanjutnya agar menambahkan pemberian ekstrak daun belimbing wuluh melalui air minum dengan level pemberian yang lebih tinggi dari 6 % pada burung puyuh Coturnix coturnix javonica umur 1-5 minggu untuk dijadikan perbandingan dengan hasil penelitian yang diperoleh saat ini.

UCAPAN TERIMA KASIH

Perkenankan penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. Ir I Nyoman Gde Antara, M.Eng, IPU., Dekan Fakultas Peternakan Dr. Ir I Nyoman Tirta Ariana, MS., IPU., ASEAN Eng., Koordinator Program Studi Sarjana Peternakan Dr. Ir. Ni Luh Putu Sriyani, S.Pt., MP.,IPM., ASEAN Eng. atas kesempatan

dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan di Program Studi Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana.

DAFTAR PUSTAKA

Adi, J. N., H. I. Wahyuni, dan N. Suthama. 2013. Peningkatan Kualitas Ransum yang Ditambah Campuran Herbal Kaitannya dengan Fertilitas Telur dan Mortalitas Embrio pada Ayam Kedu Pebibit. Anim. Agric. J. 2(1): 418 – 427.

Aisjah, T., R. Wiradimadja dan Abun. 2007. Suplementasi metionin dalam ransum berbasis lokal terhadap imbangan efisiensi protein pada ayam pedaging. Artikel Ilmiah Jurusan Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran, Jatinangor, Bandung.

Amrulloh, I. K. 2003. Manajemen Ternak Ayam Broiler. IPB-Press, Bogor.

Anggorodi, H. R. 1995. Nutrisi Aneka Ternak Unggas. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Arifien, M. 2002. Rahasia Sukses Memelihara Ayam Broiler di Daerah Tropis. Penebar Swadaya, Jakarta.

Awad, W. A., K. Ghareeb, S. Abdel Raheem, and J. Bohm. 2009. Effect Of Dietary Inclusion Of Probiotic And Synbiotic On Growth Peformance. Organ Weight And Intestinal Histomorfology Of Broiler Chickens.

Binawati, D. K. dan Amilah, S., 2013. Effect of Cherry Leaf (Muntingia calabura L.). Bioinsecticides Extract Towards Mortality of Worm Soil (Agrotis ipsilon) and Armyworm (Spodoptera exiqua) on Plant Leek (Allium fistolum). Vol. 61(2): 51-57.

Dewi, G.A.M.K. 2020. Cara Pembuatan Ektrak Kulit Buah Naga. Laporan Penelitian Mandiri. Fakultas Peternakan Universitas Udayana.

Faharani, G. B. 2009. Uji Aktifitas Antibakteri Daun Belimbing Wuluh Terhadap Bakteri Streptococcus Aureus dan Achercia Coli secara Bioautografi. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia.

Goa SEL, Silitonga L, Yuanita I. 2015. Substitusi ransum jadi dengan roti afkir terhadap performa burung puyuh (Coturnix coturnix japonica) umur starter sampai awal bertelur. Jurnal Ilmu Hewani Tropika. 4 (2): 61-65.

Hammond, J. 1983. Farm Animal.6th Ed. Edward Arnold Ltd. London.

Ichwan, 2003. Membuat Pakan ras Pedaging. Tanggerang: Agro Media Pustaka.

Kartasudjana, R. dan E. Suprijatna. 2006. Manajemen Ternak Unggas. Penebar Swadaya. Jakarta.

Maknun, L., Sri, K dan Isna, M. 2015. Performans produksi burung puyuh (Coturnix coturnix japonica) dengan perlakuan tepung limbah penetasan telur puyuh. Jurnal Ilmu-ilmu

Peternakan. 25(3):53-58.DOI:http://dx.doi.or

Malinda U, Pagala MA dan Napirah A. 2017. Pengaruh pemberian sari belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) terhadap performa burung puyuh (Cortunix cortunix japonica) umur 2-6 minggu. Jurnal Ilmu dan Teknologi Peternakan Tropis. 4 (3): 52-58.

Muthiah, I. D. W., A. Muktiani dan M. Christiyano. 2014. Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik dan Degrabilitas Serat pada Pakan Yang Disuplementasi Tanin dan Saponin. Program Studi Magister Ilmu Ternak Program Pascasarjana Fakultas Peternakan dan Pertanian. Universitas Diponegoro. Vol. 2(2): 115-124.

Nova K, Kurtini T dan Riyanti. 2002. Manajemen Usaha Ternak Unggas. Buku Ajar. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Palupi, R., E. Sahara, dan Purwuto (2016). Level tepung kulit ubi kayu fermentasi dalam ransum terhadap performa produksi puyuh Umur 1 - 8 minggu. Jurnal Peternakan Sriwijaya. 5(1):10-17.

Pertiwi, 2020. Meningkatkan Imunitas Ayam Pedaging Menggunakan Hydrolysable Tannin.     https://news.unair.ac.id/2020/07/16/meningkatkan-imunitas-ayam-pedaging-

menggunakan-hydrolysable-tannin/ (Accessed 8 Januari 2022).

Pranata, I P. Y. A., I P. A. Astawa dan I G Mahardika. 2019. Pengaruh pemberian bubuk kunyit (Curcumalonga) pada air minum terhadap performa ayam broiler. Jurnal Peternakan Tropikal.Vol 7 (2): 881- 890.

Rasyaf, M. 2008. Produksi dan Penambahan Ransum Unggas. Kanisius, Yogyakarta.

Rasyaf, M. 2011. Panduan Beternak Ayam Pedaging. Penebar Swadaya. Jakarta.

Saeid J, Al-Nasry A. 2010. Effect of dietary coriander seeds supplementation on growth performance carcass traits and some blood parameters of broiler chickens. IJPS 9(9):867-870.

Steel, R. G. D., dan J. H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika. PT Gramedia Pustaka Utama.

Suarni., dan H. Subagio. 2013. Potensi Pengembangan Jagung dan Sorgum Sebagai Sumber Pangan Fungsional. Jurnal Litbang Pertanian. 32 (2) : 47-55.

Subekti, E. 2012. Pengaruh penambahan vitamin C pada pakan non komersial terhadap efisiensi pakan puyuh petelur. Mediagro. 8 (1): 1-8.

Sudrajat D, D Kardaya dan Sahroji. 2015. Produksi telur puyuh yang diberi air minum larutan daun sirih. Jurnal Peternakan Nusantara 1(2): 159 – 166.

Triyanto. 2007. Performa Produksi Burung Puyuh (Coturnix-coturnix japonica) di Periode Produksi Umur 6-13 Minggu Pada Lama Pencahayaan Yang Sangat Berbeda. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.

Valsan, A., Raphael, R.K. 2016. Pharmacognostic profile of Averrhoa bilimbi Linn. Leaves.

South      Indian      Journal      of      Biological      Science      2(1):75-80.

DOI:10.22205/sijbs/2016/v2/i1/100347.

Wahju, Juju. 2004. Ilmu Nutrisi Unggas. Cetakan ke-4. Gadjah Mada University Press.Yogjakarta.

Weiss, W. P., and J. S. Hogan. 2007. Effects of dietary vitamin c on neutrophil function and responses to intramammary infusion of lipopolysaccharide in periparturient dairy cows. Journal of Dairy Science. 90(2): 731-739.

Widyastuti W, SM Mardiati dan TR Saraswati. 2014. Pertumbuhan puyuh (Cortunix cortunix japonica) setelah pemberian tepung kunyit (Curcuma longa L) padapakan. Buletin Anatomi dan Fisiologi. Vol. 22 (2): 12-20.

Wiranata, G. A., I G. A. M. K. Dewi, dan R. R. Indrawati. 2013. Pengaruh Energi Metabolis dan Protein Ransum Terhadap Persentase Karkas dan Organ Dalam Ayam Kampung (Gallus domesticus) Betina Umur 30 Minggu. Peternakan Tropika. Vol. 1 No. 2. Th. 2013:87100.

Yuwanta, T. 2004. Dasar Ternak Unggas. Kanisius.Yogyakarta. Hlm. 84-86.

Alghozali, M. I., Peternakan Tropika Vol. 12 No. 1 Th. 2024 : 43 – 56

Page 56