ISSN 2722-7286

Jurnal

FAPET UNUD


Jurnal


Peternakan Tropika

Journal of Tropical Animal Science

email: jurnaltropika@unud.ac.id

Submitted Date: December 16, 2022

Accepted Date: September 3, 2023


Editor-Reviewer Article: Eny Puspani & A.A.Pt. Putra Wibawa

PENGARUH PENGGANTIAN SEBAGIAN KOTORAN SAPI DALAM PUPUK CAIR DENGAN CACAHAN LIMBAH JAGUNGPADA BERBAGAI JENIS TANAH TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha

Wahyudi, I K. A. U., M. A. P. Duarsa, dan N. N. C. Kusumawati

PS Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Denpasar, Bali e-mail: udywahyudi44@student.unud.ac.id , Tlp: 081353074711

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh penggantian sebagia kotoran sapi dalam pupuk cair dengan cacahan limbah jagung pada berbagai jenis tanah terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca, jalan raya Sading nomor 93, Mengwi, Badung, Bali. Penelitian berlangsung selama 3 bulan mulai dari persiapan sampai pemotongan. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan pola petak terbagi (Split-Plot) dengan dua faktor. Faktor pertama adalah main plot/petak utama yaitu jenis tanah yang terdiri dari tanah Mediteran (T1) diperoleh di Jimbaran, tanah Regosol (T2) diperoleh di Pengotan,dan tanah latosol (T3) diperoleh di Sobangan . Faktor kedua Subplot/anak petak yaitu jenis pupuk cair yang terdiri dari pupuk cair kotoran sapi tanpa perlakuan (P1), pupuk cair kotoran sapi + EM4 (P2), pupuk cair kotoran sapi + EM4 + limbah tanaman jagung (P3). Terdapat 9 kombinasi perlakuan dan setiap perlakuan diulang sebanyak empat kali sehingga terdapat 36 unit percobaan. Variabel yang diamati yaitu variabel pertumbuhan, variabel hasil dan variabel karakteristik tumbuh tanaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terjadi interaksi antara pengantian kotoran sapi dalam pupuk cair dengan cacahan limbah jagung pada berbagai jenis tanah di semua variabel. Penggunaan tanah sobangan cenderung memberikan rataan tertinggi dibandingkan dengan tanah jimbaran maupun pengotan yang secara statistik menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada semua variabel kecuali berat kering daun. Pada variabel berat kering daun, Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha yang ditanam pada tanah latosol (T3) memberikan hasil yang berbeda nyata dengan tanah mediteran. Pada variabel lainnya, ketiga jenis tanah tidak memberikan hasil yang berbeda nyata, namun demikian tanah sobanan cenderung memberikan rataan tertinggi. Perlakuan jenis pupuk cair kotoran sapi + EM4 memberikan rataan tertinggi namun berbeda tidak nyata dengan pupuk kotoran sapi + EM4 + cacahan jagung terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan jenis tanah latosol memberikan hasil terbaik dan cacahan limbah jagung dapat mengganti sebagian kotoran sapi dalam pupuk cair terhadap pertumbuhan dan hasil Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha.

Kata kunci: Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha, pupuk cair, kotoran sapi, cacahan limbah jagung, jenis tanah, pertumbuhan, hasil

EFFECT OF PARTIAL REPLACEMENT OF COW MANURE IN LIQUID FERTILIZER WITH CORN WASTE IN VARIOUS SOIL TYPES ON THE GROWTH AND YEARS OF Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha

ABSTRACT

This study aims to determine the effect of replacing part of the cow dung in liquid fertilizer with chopped corn waste in various types of soil on the growth and yield of Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha. This research was conducted in a greenhouse, Jalan Raya Sading number 93, Mengwi, Badung, Bali. The research lasted for 3 months from preparation to cutting. The study used a completely randomized design with a split-plot pattern with two factors. The first factor is the main plot, namely the type of soil consisting of Mediteran soil (T1) obtained in Jimbaran, Regosol soil (T2) obtained in Pengotan, and latosol soil (T3) obtained in Sobangan. The second factor was the type of liquid fertilizer which consisted of liquid cow manure without treatment (P1), liquid cow manure + EM4 (P2), liquid cow manure + EM4 + corn plant waste (P3). There were 9 treatment combinations and each treatment was repeated four times so there were 36 experimental units. The variables observed were growth variables, yield variables and plant growth characteristics variables. The results showed that there was no interaction between replacing cow dung in liquid fertilizer and chopped corn waste in various types of soil in all variables. The use of sobangan soil tended to provide the highest average compared to jimbaran and pengotan soils which statistically showed results that were not significantly different for all variables except leaf dry weight. On the leaf dry weight variable, Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha planted on latosol soil (T3) gave significantly different results from mediteran soil. In other variables, the three types of soil did not give significantly different results, however, sobanan soil tended to give the highest average. Treatment of liquid cow manure + EM4 gave the highest average but not significantly different from cow manure + EM4 + corn flakes on the growth and yield of Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha. From the results of the study it can be concluded that latosol soil type gives the best results and chopped corn waste can replace some of the cow dung in liquid fertilizer on the growth and yield of Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha.

Keywords: Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha, liquid fertilizer, cow dung, chopped corn waste, soil type, growth, yield

PENDAHULUAN

Hijauan merupakan sumber pakan utama untuk ternak ruminansia, sehingga untuk meningkatkan produksi ternak ruminansia harus diikuti oleh peningkatan penyediaan hijauan pakan yang cukup baik dalam kualitas maupun kuantitas. Keberhasilan dalam beternak didukung oleh tersedianya pakan yang cukup dan berkualitas baik merupakan faktor utama untuk meningkatkan produksi ternak (Mcllroy, 1977). Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha

adalah spesies tanaman dalam keluarga Acanthaceae, merupakan salah satu jenis gulma (Kumalasari dan Sunardi, 2014). Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha merupakan hijauan pakan yang mudah diperoleh di lahan-lahan yang kosong yang tidak dimanfaatkan untuk tanaman budidaya (Suarna et al. 2016). Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha dapat tumbuh pada berbagai wilayah dengan kondisi yang beragam. Pada daerah yang ternaungi atau di perkebunan, tanaman Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha memiliki pertumbuhan vegetatif yang cepat dan kompetitif sehingga baik sebagai pakan ternak (Junaidi dan Sawen, 2010). Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha sangat baik bagi ternak karena memiliki palatabilitas dan daya cerna yang tinggi (Grubben, 2004), memiliki kadar protein kasar sebesar 19,3% (Adigun et al. 2014). Pemanfaatan Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha dalam jangka panjang sebagai pakan ternak memerlukan budidaya yang tepat agar tersedia secara kontinyu dan terjaga kualitasnya (Putra, 2018).

Usaha yang dapat dilakukan dalam mendukung peningkatan ketersediaan Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha adalah dengan pemupukan. Menurut Djaja (2008), pupuk merupakan zat hara yang di berikan pada tumbuhan agar tumbuh dengan baik sesuai dengan genetik dan potensi produksinya. Pemberian pupuk dapat memperbaiki struktur tanah, menaikkan daya serap tanah terhadap air, menaikan kondisi kehidupan di dalam tanah, dan sebagai sumber zat makanan bagi tanaman. (Lingga, 2008). Pupuk bukan hanya berbentuk padat akan tetapi dapat dibuat ekstraksi (pupuk cair). Bentuk pupuk yang berupa cairan mempermudah penyerapan unsur-unsur hara yang terkandung di dalamnya oleh tanaman dibandingkan dengan pupuk lainnya yang berbentuk padat (Ilyas, 2014). Bahan baku pupuk cair dapat berasal dari beberapa bahan seperti kotoran ternak dan hasil pertanian diantaranya limbah jagung

Limbah jagung merupakan bagian dari tanaman jagung paska panen yang dapat dimanfaatkan seperti tongkol dan kulit pembungkus jagung untuk pupuk. Limbah jagung terutama pada kulit jagung memiliki kandungan serat selulosa yang tinggi dan berkomposisi kimia 15%, lignin; 5,09%, abu; 4,57% alkohol-sikloheksana, dan 44,08% selulosa (Gustina, 2015) dan Yulistiani (2010) menambahkan tongkol jagung mempunyai kadar protein yang rendah (kurang dari 4,64%), kadar lignin (15,8%) dan selulosa yang tinggi. (Ernita et al. 2017), menyatakan bahwa pupuk cair limbah jagung pakan tidak berpengaruh pada pertumbuhan generatif tanaman jagung manis, disebabkan rendahnya kandungan unsur hara P pada pupuk cair limbah jagung pakan. Pada pembuatan pupuk cair dapat dicampur dengan kotoran ternak seperti kotoran sapi dan cacahan limbah jagung. Pupuk cair agar lebih cepat tersedia bagi tanaman perlu

ditambahkan fermentor seperti EM4 (Effective mikroorganisme) (Hadisuwito, 2012). Hasil penelitian Sudiarso (2003) menunjukkan bahwa, pemberian pupuk cair hasil fermentasi kotoran sapi dengan konsentrasi 30 cc/liter air dengan interval pemberian setiap 1 minggu sekali dapat meningkatkan berat buah paprika segar sebesar 22.73% dibandingkan tanpa pemberian pupuk cair hasil permentasi kotoran sapi.

Selain pupuk jenis tanah merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman. Adapun jenis tanah tersebut yaitu tanah Regosol (Pengotan) merupakan jenis tanah muda dengan tekstur kasar dan berfraksi pasir 60%, drainase dan porositase belum membentuk agregat sehingga tingkat produktivitas tanah rendah. Tanah Latosol (Sobangan) merupakan jenis tanah tua dengan kandungan yang komplit atau seimbang antara debu, liat dan pasir sehingga agregat tanah lebih baik dan unsur hara dapat lebih tersedia bagi tanaman. Tanah mediteran (bukit Jimbaran) adalah tanah yang bahan induknya berupa batuan beku yang berkapur, mengandung karbonat, bersifat alkalis mengikat fosfat. Kesuburan atau kandungan unsur hara yang rendah dapat ditingkatkan dengan penanganan dan teknologi yang tepat (Sudirja, 2007). Salah satu cara yang dapat digunakan untuk meningkatkan unsur hara tanah yaitu dengan menggunakan pupuk cair kotoran sapi.

Berdasarkan uraian diatas, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pertumbuhan dan hasil Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha yang ditanam di tiga jenis tanah dan diberi dosis Pengaruh penggantian pupuk cair kotoran sapi dengan cacahan limbah jagung yang difermentasi menggunakan EM4.

MATERI DAN METODE

Waktu dan tempat penelitian

Penelitian dilaksanakan di Rumah Kaca yang berlokasi di Jalan Raya Sading, No 93, Mengwi, Badung, Bali yang berlangsung selama 3 (tiga) bulan mulai dari persiapan sampai pemotongan.

Tanah

Tanah yang digunakan dalam penelitian adalah tiga jenis tanah yang berbeda, yaitu tanah bukit Mediteran yang diperoleh di Teaching Farm Bukit, Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Jimbaran, Kabupaten Badung, tanah Latosol diperoleh di UPT Sapi Bali di Desa Sobangan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung, dan tanah Regosol yang diperoleh di Farm

Pengotan, Stasiun Penelitian Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Kecamatan Bangli, Kabupaten Bangli. Sebelum digunakan tanah dikeringkan terlebih dahulu kemudian diayak menggunakan ayakan kawat berukuran 2×2 mm agar ukurannya homogen dan dianalisis di Lab Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Udayana.

Bibit

Bibit tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit tanaman Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha. Pengambilan bibit yang sudah tumbuh secara alami. Bibit tanaman ini diperoleh di daerah Sading, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung, Bali.

Pot

Pot yang digunakan dalam penelitian ini adalah polybag dengan ukuran tinggi 40cm dan diameter 25cm. Setiap pot diisi tanah sebanyak 4 kg sesuai dengan perlakuan jenis tanahnya. Jumlah pot yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 36 pot.

Pupuk

Pupuk yang digunakan pada penelitian ini adalah pupuk cair yang dibuat dari kotoran sapi + limbah cacahan jagung + EM4. Kotoran sapi diperoleh dari Sentra Pembibitan Sapi Bali Sobangan. Setelah pupuk padat diperoleh pupuk dibuat dalam bentuk cair sehingga dapat digunakan. Sebelum digunakan, pupuk cair yang sudah jadi dianalisa di Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Udayana untuk mengetahui kandungan unsur hara.

Air

Air yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan air sumur yang berada di tempat peneletian, yang beralamat di Jalan Raya Sading nomor 93, Mengwi, Badung, Bali

Peralatan yang digunakan

Peralatan yang digunakan selama penelitian terdiri dari: Ember, Skop, Pot plastik, Penggaris, Pisau dan gunting, Kantong kertas, Oven,Timbangan kue kapasitas 15 kg dengan kepekaan 10 g, Timbangan elektrik Nagata dengan kapasitas 1200 g dan kepekaan 0,1 g, leaf area meter, Alat tulis

Rancangan percobaan

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap pola petak terbagi (Split-Plot) dengan dua faktor. Faktor pertama atau main plot adalah tanah yang terdiri dari tiga jenis tanah

berbeda yaitu: Tanah Bukit Jimbaran (Mediteran) (T1), Tanah Pengotan ( Regosol) (T2) dan Tanah Sobangan (Latosol) (T3) dan faktor kedua adalah Penggantian Sebagian Kotoran Sapi dalam Pupuk Cair dengan Cacahan Limbah Jagung sebagai sub plot terdiri dari: dari: Pupuk cair kotoran sapi tanpa perlakuan (P1), Pupuk cair kotoran sapi + EM4 (P2) dan Pupuk cair kotoran sapi + EM4 + cacahan limbah jagung (P3). Dengan demikian terdapat sembilan kombinasi perlakuan yaitu: T1P1, T1P2, T1P3, T2P1, T2P2, T2P3, T3P1, T3P2 dan T3P3 setiap perlakuan diulang empat kali sehingga seluruhnya terdapat 36 pot.

Persiapan tanah

Persiapan tanah melalui beberapa tahap yaitu: tanah yang dipergunakan dalam penelitian ini terlebih dahulu dikering udarakan, kemudian tanah diayak dengan ayakan kawat dengan ukuran lubang 2×2 mm bertujuan untuk mendapatkan struktur tanah yang halus sehingga tanah menjadi homogen. Tanah yang telah diayak kemudian ditimbang dan dimasukkan ke dalam pot yang digunakan, masing-masing pot diisi dengan tanah sebanyak 4 kg.

Penyeleksian Bibit

Untuk mendapatkan bibit yang baik maka harus dilakukan penyeleksian terlebih dahulu terhadap bibit yang ditanam, penyeleksian dilakukan dengan memilih bibit yang terlihat masih bagus dan tingginya merata.

Penanaman Bibit

Sebelum penanaman tanah yang ada di pot disiram hingga mencapai keadaan kapasitas lapang. Kemudian bibit ditanam didalam pot, masing-masing pot ditanami 2 bibit. Setelah bibit tumbuh dengan baik kemudian pilih salah satu bibit pada setiap pot percobaan yang memiliki pertumbuhan yang sama.

Cara pembuatan pupuk cair

Pembuatan pupuk dilakukan dengan cara mencampur kotoran sapi yang telah diambil dari Sentra Pembibitan Sapi Bali Sobangan. Kotoran sapi yang sudah didapat kemudian difermentasi menggunakan Effective Microorganisme -4 (EM4). EM4 yang digunakan untuk fermentasi diaktifkan terlebih dahulu, dengan menggunakan campuran air dan molase (produk sampingan dari industri pengolahan gula yang masih mengandung gula dan asam-asam organik biasa disebut tetes tebu). Perbandingan molase : EM4 : air adalah (1:1:20) lalu diamkan dalam suatu wadah dalam keadaan tertutup rapat selama 4 hari. Larutan EM4 yang sudah diaktifkan

maka dapat digunakan untuk memfermentasi kotoran sapi dengan perbandingan kotoran sapi : larutan EM4 (diaktifkan) adalah (1:10), 1kg kotoran sapi : 10 liter larutan EM4 yang sudah diaktifkan. Kotoran sapi yang sudah dicampur menggunakan larutan EM4 (diaktifkan) kemudian dimasukkan kedalam tong/silo dan diaduk hingga homogen, kemudian tong/silo ditutup dengan rapat dan didiamkan selama 3 minggu sehingga terfementasi secara anaerob. Pembutam pupuk cair yang menggunakan cacahan cacahan limbah jagung dapat menggunakan campuran 0,5kg kotoran sapi: 0,5kg cacahan jagung : 10 liter EM4 yang sudah diaktifkan. Cacahan jagung dan kotoran sapi yang sudah dicampur menggunakan larutan EM4 (diaktifkan) kemudian dimasukan kedalam tong/silo dan diaduk hingga homogen, kemudian tong/silo ditutup dengan rapat dan didiamkan selama 3 minggu sehingga terfermentasi secara anaerob.

Dosis Pupuk

Pemberian pupuk cair kotoran sapi dilakukan sekali pada saat tanaman sudah tumbuh dengan baik dan siap digunakan untuk penelitian dengan dosis: 20.000 l/ha-1 Pemberian pupuk dilakukan dengan cara disiram di atas permukaan tanah. Setiap pot diberikan label sesuai perlakuan.

Pemeliharaan tanaman

Pemeliharaan tanaman meliputi penyiraman tanaman, pemberantasan gulma dan juga hama. Pembersihan gulma dan juga hama dapat dilakukan selama seminggu sekali. Penyiraman tanaman dilakukan setiap hari pada saat sore hari untuk menjaga kadar air tanah agar tanaman tidak mengalami kekeringan.

Pengamatan dan pemotongan

Pengamatan pertumbuhan dilakukan setiap minggu, sejak tanaman diberi perlakuan. Pengamatan variabel hasil dan karakteristik tumbuh dilakukan pada saat pemotongan yaitu setelah 8 kali pengamatan pertumbuhan, pengamatan hasil dilakukan dengan cara memotong tanaman tepat diatas tanah, kemudian memisahkan bagian-bagian tanaman seperti akar, batang, daun, dan selanjutnya bagian-bagian yang sudah di pisahkan ditimbang dan dikeringkan dalam oven.

Variabel yang diamati

Variabel yang diamati pada penelitian ini meliputi variabel pertumbuhan, hasil dan variabel karakteristik tumbuh tanaman. Variabel pertumbuhan diamati setiap minggu, sedangkan variabel hasil dan karakteristik tumbuh tanaman aiamati pada saat panen.

  • 1.    Variabel pertumbuhan

  • a.     Tinggi tanaman (cm)

Pengamatan tinggi tanaman diukur menggunakan penggaris, diukur dari permukaan tanah atau bagian paling bawah batang sampai pangkal daun teratas yang telah berkembang sempurna.

  • b.     Jumlah cabang

Pengamatan jumlah cabang dilakukan dengan cara menghitung banyaknya cabang yang daunnya sudah berkembang dengan sempurna.

  • c.     Jumlah daun (helai)

Pengamatan jumlah daun dilakukan dengan menghitung daun yang sudah berkembang dengan sempurna.

  • 2.    Variabel hasil

  • a.     Berat kering daun (g)

Berat kering daun dapat dihitung dengan cara menimbang berat daun per polybag yang telah dipanen dan dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 70°C hingga tercapai berat konstan daun.

  • b.     Berat kering batang (g)

Berat kering batang diperoleh dengan cara menimbang berat batang per polybag yang telah dipanen dan dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 70°C hingga tercapai berat konstan batang.

  • c.     Berat kering akar (g)

Berat kering akar diperoleh dengan cara menimbang berat akar per polybag yang sudah dibersihkan dari tanahnya, kemudian dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 70°C sehingga mencapai berat konstan akar.

  • d.     Berat kering total hijauan (g)

Berat kering total hijauan dapat diperoleh dengan cara menjumlahkan berat kering batang dengan berat kering daun.

  • 3.    Variabel karakteristik tumbuh tanaman

  • a.     Ratio berat kering daun dengan berat kering batang

Ratio berat kering daun dengan berat kering batang dapat diperoleh dengan membagi berat kering daun dengan berat kering batang.

  • b.     Ratio berat kering total hijauan dengan berat kering akar

Ratio berat kering total hijauan dengan berat kering akar dapat diperoleh dengan membagi berat kering total hijauan dengan berat kering akar.

  • c.     Luas daun per polybag (cm2 )

Luas daun per polybag (LDP) diperoleh dengan cara mengambil sampel helai daun segar yang telah berkembang sempurna yaitu daun yang berukuran kecil, sedang dan besar secara acak. Luas sampel per polybag diukur dengan menggunakan alat portable leaf area meter. Luas daun per polybag dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

LDP = — × BDT

BDS

Keterangan :

LDP = Luas daun perpot

LDS = Luas daun sampel

BDS = Berat daun sampel

BDT = Berat daun total

Analisis statistik

Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam dan apabila perlakuan menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) maka analisis dilanjutkan dengan uji jarak berganda dari Duncan (Steel dan Torrie, 1991).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan tidak terjadi interaksi antara penggatian kotoran sapi dalam pupuk cair dengan cacahan limbah jagung pada berbagai jenis tanah terhadap pertumbuhan dan hasil Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha pada semua variabel (Tabel 1) dan (Tabel 2). Hal ini menunjukan bahwa antara jenis tanah dan jenis pupuk cair kotoran sapi yang berbeda berkerja sendiri-sendiri dalam mempengaruhi hasil hijauan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Steel dan Torrie (1991) bahwa bila pengaruh interaksi berbeda tidak nyata, maka disimpulkan bahwa diantara faktor-faktor perlakuan tersebut bertindak bebas atau pengaruhnya berdiri sendiri.

Tabel 1. Pengaruh penggatian sebagian kotoran sapi dalam pupuk cair dengan cacahan limbah jagung pada berbagai jenis tanah terhadap variabel pertumbuhan Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha

Variabel

Tanah4)

P1

Pupuk3) P2

P3

Rataan

SEM2)

T1

90,00

84,00

86,50

86,83A

Tinggi Tanaman

T2

93,00

97,00

83,75

91,25A

5,21

(cm)

T3

104,00

105,75

92,25

100,67A

Rataan

95,67a

95,58a

87,50a

T1

42,75

50,75

40,00

44,50A

Jumlah Daun

T2

41,00

52,25

44,50

45,92A

3.57

(helai)

T3

42,75

36,50

51,00

43,42A

Rataan

42,17a

46.50a

45,17a

T1

4,50

5,75

3,00

4,42A

Jumlah Cabang

T2

4,00

5,25

4,42

4,42A

0.60

T3

3,75

4,75

4,50

4,33A

Rataan

4,08a

5,25a

3,83a

Keterangan:

1) Nilai dengan huruf yang sama dalam satu baris (huruf kecil) dan dalam satu kolom (huruf besar) menunjukkan berbeda tidak nyata (P>0,05)

2) SEM = Standar Error of the Treatment Means

3) P1 = Penggunaan pupuk cair kotoran sapi tanpa perlakuan

P2 = Penggunaan pupuk cair kotoran sapi + EM4

P3 = Penggunaan pupuk cair kotoran sapi +EM4 + cacahan limbah jagung

4) T1 = Jenis tanah mediteren

T2 = Jenis tanah regosol

T3 = Jenis tanah latosol

Pertumbuhan Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha yang diberi perlakuan penggatian sebagian kotoran sapi dalam pupuk cair dengan cacahan limbah jagung pada berbagai jenis tanah

Hasil penelitian menunjukkan pada variabel tinggi tanaman, jumlah daun, dan jumlah cabang menunjukkan hasil berbeda tidak nyata (P>0,05) pada faktor jenis tanah dan jenis pupuk cair kotoran sapi (Tabel 1). Rataan pada jenis tanah latosol (T3) cenderung memberikan pengaruh terbaik dan berbeda tidak nyata ( P>0,05) dengan perlakuan T1 dan T2. Karena kandungan N ketiga jenis tanah rendah sehingga belum mampu meningkatkan pertumbuhan tinggi tanaman. Berdasarkan analisis tanah, kandungan N pada ketiga jenis tanah menunjukkan hasil yang hampir sama yaitu 0,13 pada tanah mediteran (lampiran 1), 0,12 pada tanah regosol, dan 0,11 pada tanah latosol, sehingga tidak memberikan pengaruh yang nyata pada variabel tinggi tanaman. Hal ini menunjukkan tanaman Asytasia gangetica (L.) subsp. Micrantha dapat tumbuh di berbagai kondisi tanah. Menurut (Juanidi dan Sawen, 2010), Asytasia gangetica (L.) subsp. Micrantha dapat tumbuh pada berbagai wilayah dengan kondisi yang beragam.

Pupuk cair kotoran sapi + EM4 (P2) cenderung memberikan pengaruh terbaik dan berbeda tidak nyata dengan perlakuan P1 dan P3 (Tabel 1). Pada jenis pupuk cair kotoran sapi

berbeda memberikan hasil yang berbeda tidak nyata karena rasio C/N ketiga jenis pupuk lebih tinggi di bandingkan C/N tanah yang secara berturut-turut memberikan hasil P1 (41,46), P2 (39,00) dan P3 (78,00). Semakin tinggi rasio C/N bahan organik maka proses dekomposisi akan semakin lama, dan apa bila bahan organik mempunyai rasio C/N mendekati atau sama dengan rasio C/N tanah (≤ 20) unsur hara tersedia bagi tanaman (Setyorini et al. 2006). Timung et al. (2017) menambahkan bahwa nilai C/N yang tinggi (> C/N tanah) dapat menghambat penyerapan unsur hara oleh tanaman yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman tersebut.

Hasil Asystasia gangetica L.) subsp. Micrantha yang diberi perlakuan penggatian sebgaian kotoran sapi dalam pupuk cair dengan cacahan limbah jagung pada berbagai jenis tanah.

Jenis tanah latoso (T3) pada berat kering daun menunjukkan hasil yang berbeda nyata (P<0,05) dengan perlakuan T1 (Tabel 2). Hal ini disebabkan karena persentase pasir pada tanah mediteran (69,19%) yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanah latosol (53,60%) yang dapat mempengaruhi daya ikat air. Gardner et al. (1991) menyatakan bahwa ketersediaan air mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan suatu tanaman, dan berat kering tumbuhan yang berupa biomassa total, sebagai hasil dari proses metabolisme yang terjadi di dalam tanaman. Berat kering dapat menunjukkan produktifitas tanaman karena 90% hasil fotosintesis terdapat dalam bentuk kering. Subardja et al. (2014) menambahkan bahwa tanah yang memiliki presentase pasir yang tinggi memiliki daya ikat air yang rendah sehingga unsur hara dalam tanah tidak dapat diikat oleh air untuk dimanfaatkan oleh tanaman.

Variabel berat kering daun, berat kering batang, berat kering akar, dan berat kering total hijauan yang diberi pupuk cair kotoran sapi yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda tidak nyata (P>0,05), dengan rataan tertinggi pada perlakuan jenis pupuk cair kotoran sapi + EM4 (P2). Hal ini menunjukan bahwa penambahan EM4 pada pupuk cair kotoran sapi juga dapat mempengaruhi tingginya berat kering daun, berat kering batang, berat kering akar dan berat kering total hijauan. Dalam EM4 ada 5 golongan pokok, yaitu Bakteri Lactobacillus sp, Saccharomyces sp, Actinomycetes, dan cendawan pengurai selulosa (Pangaribuan dan Pujisiswanto, 2008). Menurut Siswanti (2009), Effective Microorganism 4 (EM4) berperan dalam mempercepat proses pengomposan dan bermanfaat untuk meningkatkan unsur hara pada pupuk cair kotoran sapi. P2 menghasilkan berat kering total hijau cendrung tertinggi hal ini didukung oleh jumlah cabang, jumlah daun dan luas daun yang tinggi. Jumlah daun dan luas daun yang tinggi maka proses fotosintesis semakin meningkat karena energi matahari yang diterima semakin banyak untuk pembentukan karbohidrat sehingga meningkatkan berat kering

tanaman. Hal ini sesuai hasil penelitian Witariadi et al. (20017) semakin banyak jumlah daun semakin meningkat berat kering tanaman.

Tabel 2. Pengaruh penggatian sebagian kotoran sapi dalam pupuk cair dengan cacahan

limbah jagung pada berbagai jenis tanah terhadap variabel hasil Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha

Variabel

Tanah4)

P1

Pupuk3) P2

P3

Rataan

SEM2)

Berat Kering Daun (g)

T1

1,10

1,18

0,93

1,07B

T2

1,23

1,30

1,35

1,29AB

0.11

T3

1,20

1,58

1,65

1,48A

Rataan

1,18a

1,31a

1,35a

Berat Kering

T1

1,28

1,35

1,22

1,28A

T2

0,95

1,93

1,60

1,49A

0.16

Batang (g)

T3

1,33

1,20

1,68

1,40A

Rataan

1,18a

1,49a

1,50a

Berat Kering Akar (g)

T1

0,38

0,80

0,40

0,53A

T2

0,93

0,60

0,62

0,62A

0.20

T3

1,20

0,60

0,80

0,87A

Rataan

0.83a

0.67a

0.51a

Berat Kering

T1

2,38

2,53

2,15

2,35A

T2

2,18

3,23

2,95

2,79A

0,20

Total Hijauan (g)

T3

2,53

2,78

3,33

2,88A

Rata

2,36a

2,85a

2,81a

Keterangan:

1) Nilai dengan huruf yang berbeda dalam satu baris (huruf kecil) dan dalam satu kolom (huruf besar) menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)

2) SEM = Standar Error of the Treatment Means

3) P1 = Penggunaan pupuk cair kotoran sapi tanpa perlakuan

P2 = Penggunaan pupuk cair kotoran sapi + EM4

P3 = Penggunaan pupuk cair kotoran sapi+EM4 + cacahan limbah jagung

4) T1 = Jenis tanah mediteren

T2 = Jenis tanah regosol

T3 = Jenis tanah latosol

Karakteristik Asystasia gangetica L.) subsp. Micrantha yang diberi perlakuan penggatian sebagian kotoran sapi dalam pupuk cair dengan cacahan limbah jagung pada berbagai jenis tanah.

Hasil penelitian menunjukkan pada variabel nisbah berat kering daun dengan berat kering batang, nisbah berat kering total hijauan dengan berat kering akar, dan luas daun per pot menunjukkan hasil yang berbeda tidak nyata (P>0,05) (Tabel 3). Nisbah berat kering daun dengan berat kering batang Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha berbeda tidak nyata (P>0,05) pada jenis tanah dan jenis pupuk cair kotoran sapi yang berbeda (Tabel 3). Nisbah berat kering daun dengan berat kering batang dipengaruhi oleh nilai berat kering daun dan berat kering batang, bila nilai berat kering daun lebih rendah dari nilai berat kering batang, maka nilai nisbah berat kering daun dengan berat kering batangnya lebih kecil dari 1. Nilai ini menunjukkan kualitas hijauan pakan, yaitu hijauan dikatakan memiliki kualitas baik apabila nisbahnya

memberikan hasil yang tinggi. Hal ini sesuai dengan Setyawan et al. (2016) yang menyatakan semakin tinggi porsi daun suatu tanaman dan porsi batang yang lebih kecil maka nilai nisbah berat kering daun dengan berat kering batang akan semakin tinggi.

Tabel 3. Pengaruh penggatian sebagian kotoran sapi dalam pupuk cair dengan cacahan limbah jagung pada berbagai jenis tanah terhadap variabel karakteristik tumbuh tanaman Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha

Variabel

Tanah4)

Pupuk3)

Rataan

SEM2)

P1

P2

P3

T1

0,88

0,89

0,74

0,84 A

Nisbah Berat Kering

T2

1,64

0,73

0,85

1.07 A

0.21

Daun dengan Berat

T3

1,13

1,81

1,41

1,45 A

Rataan

1,22 a

1.14 a

1.00 a

Nisbah Berat Kering

T1

6,27

10,43

1,13

5.94 A

Total Hijauan

T2

3,14

13,80

9,68

8.87 A

2.01

dengan Berat Kering

T3

4,20

8,00

8,35

6,85 A

Akar

Rataan

4,54 a

10,74 a

6,39 a

T1

390,33

426,65

316,97

377,98 A

Luas Daun Per pot

T2

367,78

490,23

408,71

422,24 A

22.20

T3

373,54

367,31

400,63

380,49 A

Rataan

377,22 a

428,06 a

375,44 a

Keterangan:

1) Nilai dengan huruf yang sama dalam satu baris (huruf kecil) dan dalam satu kolom (huruf besar) menunjukkan berbeda tidak nyata (P>0,05)

  • 2)    SEM = Standar Error of the Treatment Means

  • 3)    P1 = Penggunaan pupuk cair kotoran sapi tanpa perlakuan

P2 = Penggunaan pupuk cair kotoran sapi + EM4

P3 = Penggunaan pupuk cair kotoran sapi+EM4 + cacahan limbah jagung

  • 4)    T1 = Jenis tanah mediteran

T2 = Jenis tanah regosol

T3 = Jenis tanah latosol

Nisbah berat kering total hijauan dengan berat kering akar juga menunjukan hasil bebeda tidak nyata (P>0,05) pada jenis tanah dan jenis pupuk cair kotoran sapi yang berbeda (Tabel 3). Luas daun pada (P2) cenderung tertinggi hal ini di dukung oleh daun yang tinggi. Pada dosis yang sama juga mempengaruhi luas daun, semakin besar luas daun maka fotosintesis semakin meningkat, karena energi matahari yang diterima semakin banyak untuk membantu proses pembentukan karbohidrat, CO2 dan H2O sehingga produksi yang dihasilkan semakin meningkat (Candraasih et al., 2014).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa :

  • 1.    Tidak terjadi interaksi antara jenis tanah dengan jenis pupuk cair kotoran sapi terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha

  • 2.    Cacahan limbah jagung dapat mengganti sebagian kotoran sapi dalam pupuk cair terhadap pertumbuhan dan hasil Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha

  • 3.    Jenis tanah latosol (T3) cendrung mengasilkan pertumbuhan dan hasil Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha terbaik.

Saran

Untuk mengembangkan tanaman Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha menggunakan jenis pupuk cair kotoran sapi + EM4 + cacahan limbah jagung pada tanah latosol. Perlu dilakukan penelitian lanjutan pada jenis tanah latosol dengan dosis yang lebih bervariasi untuk menghasilkan tanaman Asystasia gangetica (L.) subsp. Micrantha yang terbaik.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara, M.Eng., IPU., Dekan Fakultas Peternakan Universitas Udayana Dr. Ir. I Nyoman Tirta Ariana, M.S., IPU., ASEAN Eng. dan Koordinator Program Studi Sarjana Peternakan Universitas Udayana Dr. Ir. Ni Luh Putu Sriyani, S.Pt., MP., IPM. ASEAN Eng., atas fasilitas pendidikan dan pelayanan administrasi kepada penulis selama menjalani perkuliahan di Fakultas Peternakan Universitas Udayana.

DAFTAR PUSTAKA

Candraasih Kusumawati, N. N. A. A. A. S. Trisnadewi dan N. W. Siti,. (2014). Pertumbuhan dan hasil stylosanthes guyanensis cv ciat 184 pada tanah entisol dan inceptisol yang diberikan pupuk organik kascing. Majalah Ilmiah Peternakan Volume 17 Nomor 2 Tahun 2014

Djaja, Willyan. 2008. Langkah Jitu Membuat Kotoran Kompos dari Kotoran Ternak dan Sampah. Jakarta. PT.Agromedia Pustaka.

Ernita, E. J., Yetti, H., & Ardian, A. (2017). Pengaruh Pemberian Limbah Serasah Jagung terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Jagung Manis (Zea mays saccharata Sturt). JOM FAPERTA, 4(2).

Gardner FP., RB Pearce and RL Mithell. 1991. Physiology of Crop Plants. Ditarjemahkan oleh H. Susilo. University Indonesia press. Jakarta

Grubben JH. 2004. Vegetables. PROTA (Plant Resources of Tropical Africa) Foundation. Wageningen (NL): PROTA

Gustina Tri, “Pemanfaatan Kulit Jagung sebagai Bahan Baku Alternatif Pembuatan Pulp”, Skripsi , Politeknik Sriwijaya Palembang (2015): h. 1-48.

Hadisuwito., S. 2012. Membuat Pupuk Organik Cair: Jakarta Selatan: PT.Agro Media Pustaka.

Ilyas, 2014. Pengantar Budidaya Pertanian (Pupuk Organik Cair). Teknologi Hasil Pertanian. Fakultas Pertanian Universitas Mulawarman Samarinda.

Junaidi M dan D. Sawen 2010. Keragaman botanis dan kapasitas tampung padang penggembalan alami di Kabupaten Yapen. Jurnal Ilmu Peternakan. 5 (2): 92-97

Kumalasari NR., L. Abdullah, L. Khotijah, L. Wahyuni, Indriyani, N Ilman dan F. Janato. 2020b. Evaluation of Asystasia gangetica a potential forage in terms of growth, yield and nutrient concentration at different harvest ages. Tropical Grasslands-ForrajesTropicales. 8 (2): 153-157

Lingga P. (2008). Petunjuk Penggunaan Pupuk. Bandung: Penebar Swadaya

Mcllroy, R. J. 1977. Pengantar Budidaya Padang Rumput Tropika. Pradnya Paramita, Jakarta.

Pangaribuan, D., H. Pujisiswanto, (2008). Pemanfaatan kompos jerami untuk meningkatkan produksi dan kualitas buah tomat. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi II 2008, Universitas Lampung, 17-18 November 2008. p. 1-10.

Putra, R. I. 2018. Morfologi, Produksi Biomassa dan Kualitas Ara Sungsang (Asystasia gangetica (L.) T. Anderson) sebagai Hijauan Pakan di Beberapa Wilayah Jawa Barat dan Banten. Skripsi. Bogor (ID): Fakultas Peternakan IPB.

Setyorini, D., R. Saraswati, E. K. Anwar. 2006. Kompos. Dalam Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, Badan Litbang

Setyawan, Y., N. G. K. Roni dan N. N. C. Kusumawati. 2016. Pertumbuhan dan produksi tanaman Indigofera zollingeriana pada berbagai dosis pupuk fosfat. Peternakan Tropika Vol. 4 No. 3 Th. 2016: 656 – 672.

Suarna, I. W., N. N. Suryani, K. M. Budiasa, I. M. S. Wijaya. 2019. Karakteristik tumbuh Asystasia gangetica pada berbagai aras pemupukan urea. Pastura. 9 (1): 21-23. Tautan: https://ojs.unud.ac.id/index.php/pastura/article/view/54856.

Sudiarso. 2003. Pengaruh Pupuk Kandang Hasil Dekomposisi Anaerob dan Aerob. Di akses di http://adln.lib.unair.ac.id/go.php?id=jiptunai   r-gdl-s3-2003-sudiarso-837-pupuk.   Pada

tanggal 16 april 2011.

Steel, R. G. D., dan J. H. Torrie. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistik. Diterjemahkan oleh Bambang Sumantri. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama

Siswanti, N.D. 2009. Kajian penambahan effective microorganisms (EM4) pada proses dekomposisi limbah padat industri kertas. Jurnal Buana Sains. 9(1):63-68.

Subardja, D., S. Ritung, M. Anda, Sukarman, E. Suryani, dan R.E. Subandiono. 2014. Petunjuk Teknis Klasifikasi Tanah Nasional. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Bogor

Sudirja, R., M. A Solichin dan S Rosniawaty 2007. Respon beberapa sifat kimia inceptisol asal rajamandala dan hasil bibit kakao (theobroma cacao l.) melalui pemberian pupuk organik dan pupuk hayati. Nandur Vol. 1, No. 1, November 2020. Tatutan: https://ojs.unud.ac.id/index.php/nandur.`

Timung, A. P., D. YL. Serangmo, dan M. M. Airtur. 2017. Efek Residu Bahan Organik Terhadap Beberapa Sifat Kimia dan Hasil Kangkung Darat di Tanah Vertisol Oepura. Prossiding 1(1): 263-270Tilloo, S. K., V. B. Pande, T. M. Rasala, V. V. Kale. 2012. Asystasia gangetica: eview on multipotential application. International Research Journal of Pharmacy. Hal 18-20.

Witariadi, N. M., IK. M. Budiasa., N.N.C. Kusumawati., I.G. Suranjaya dan N.G. K. Roni. 2017. Pengaruh jarak tanam dan dosis bio-urin terhadap pertumbuhan dan hasil rumput Panicum maximum pada pemotongan ketiga. Pastura Volume 17 Nomor 2 Tahun 2017. Fakultas Peternakan              Universitas               Udayana,               Denpasar.

https://ojs.unud.ac.id/index.php/pastura/article/view/45431

Yulistiani. 20010. Teknologi perbaikan nutrien tongkol jagung sebagai pakan ternak untuk meningkatkan produktivitas ruminansia. Buletin Peternakan Vol. 35(3):173-18

Wahyudi, I K. A. U., Peternakan Tropika Vol. 12 No. 1 Th. 2024 : 27 – 42

Page 42