ORGANOLEPTIC QUALITY OF BROILER MEAT THAT GIVING DRAGON FRUIT WATER EXTRACT
on
ISSN 2722-7286

Jurnal
FAPET UNUD
Jurnal

Peternakan Tropika
Journal of Tropical Animal Science
email: [email protected]
Submitted Date: August 2, 2022
Accepted Date: September 3, 2023
Editor-Reviewer Article : A.A. Pt. Putra Wibawa & I Made Mudita
KUALITAS ORGANOLEPTIK DAGING BROILER YANG DIBERI EKSTRAK AIR KULIT BUAH NAGA
Wijaya, I G. M. D. A., N.L.P Sriyani, dan G.A.M.K. Dewi
PS Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Denpasar, Bali e-mail: [email protected] Telp: +6282146814830
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak air kulit buah naga dalam air minum terhadap kualitas organoleptik daging broiler. Rancangan yang digunakan pada penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 4 ulangan masing-masing ulangan terdiri dari empat ekor broiler. Perlakuan yang digunakan adalah P0 (air minum tanpa ekstrak air kulit buah naga sebagai kontrol), P1 (2% ekstrak air kulit buah naga di dalam air minum), P2 (4% ekstrak air kulit buah naga di dalam air minum), dan P3 (6% ekstrak air kulit buah naga di dalam air minum). Variabel yang diamati adalah warna, aroma, tekstur, cita rasa, dan penerimaan keseluruhan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian ekstrak air kulit buah naga 2%, 4%, 6% melalui air minum terhadap kualitas organoleptik daging broiler adalah berbeda nyata (P<0,05) terhadap warna, aroma, tekstur, dan penerimaan keseluruhan, sedangkan pada cita rasa tidak berbeda nyata (P>0,05). Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian 6% ekstrak air kulit buah naga melalui air minum dapat meningkatkan kualitas organoleptik daging broiler terhadap warna, aroma, tekstur, dan penerimaan keseluruhan, tetapi tidak mempengaruhi cita rasa.
Kata kunci: ayam broiler, kulit buah naga, kualitas organoleptik
ORGANOLEPTIC QUALITY OF BROILER MEAT THAT GIVING DRAGON FRUIT WATER EXTRACT
ABSTRACT
This study aims to determine the effect of giving dragon fruit peel water extract in drinking water on the organoleptic quality of broiler meat. The design used in this study was a completely randomized design (CRD) with 4 treatments and 4 replications each consisting of four broilers. The treatments used were P0 (drinking water without dragon fruit peel water extract as a control), P1 (2% dragon fruit peel water extract in drinking water), P2 (4% dragon fruit peel water extract in drinking water), and P3 (6% dragon fruit peel water extract in drinking water). The variables observed were color, aroma, texture, taste, and overall acceptance. The results showed that administration of dragon fruit peel water extract 2%, 4%, 6% through water drinking on the organoleptic quality of broiler meat was significantly different (P<0.05) on color, aroma, texture, and overall acceptance, while the taste was not

significantly different (P>0.05). 6% extract of dragon fruit peel water through drinking water can improve the organoleptic quality of broiler meat on color, aroma, texture, and overall acceptance, but does not affect the taste.
Keywords: broiler chicken, dragon fruit skin, organoleptic quality
PENDAHULUAN
Daging unggas merupakan suatu sumber protein hewani yang baik, karena memiliki kandungan asam amino esensial yang lengkap dan dengan jumlah perbandingan yang seimbang. Daging unggas lebih diminati oleh konsumen dikarenakan mudah dicerna, dapat diterima oleh mayoritas orang (Yashoda et al., 2001) dan memiliki harga dengan relatif yang murah (Cohen et al., 2007). Selain itu, faktor yang menjadi pertimbangan oleh konsumen dalam menentukan jenis daging yang akan dikonsumsi yaitu budaya dan kepercayaan, kandungan nutrien, kualitas fisik, dan cita rasa daging (Sriyani et al., 2015). Salah satu daging unggas yang banyak diminati oleh masyarakat adalah daging ayam broiler.
Ayam broiler merupakan salah satu jenis ternak unggas dengan tipe pedaging dan sebagai sumber protein hewani untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Di Indonesia permintaan ayam broiler di pasaran cukup meningkat, dikarenakan ayam broiler memiliki keunggulan seperti efisien dalam memanfaatkan pakan, laju pertumbuhannya yang cepat, dan harga produk yang relatif terjangkau sehingga dapat menguntungkan secara ekonomis dengan unggas lainnya seperti entok, ayam kampung, itik, dan ternak lainnya (Bidura, 2007). Selain itu, ayam broiler memiliki keunggulan seperti memiliki badan yang besar, bentuk dada yang lebar, dagingnya empuk, dan menghasilkan daging dengan kurun waktu yang relatif singkat.
Empat faktor yang dapat menentukan kualitas daging yaitu komposisi kimiawi, jumlah mikroba daging, sifat-sifat fisik, dan nilai pemuas (eating quality) (Winarno, 1984). Eating quality lebih dibantu dengan adanya alat indra manusia antara lain seperti penglihatan, penciuman, pencicipan, dan sentuhan panca indra, dikarenakan eating quality meliputi seperti warna, bau, tekstur, flavor, dan penerimaan keseluruhan terhadap daging (Sutji dan Sulandra, 1994). Selain itu, untuk menentukan kualitas daging yang baik dapat ditentukan dengan adanya penambahan AGP (Antibiotic Growth Promoter). Namun penggunaan AGP dalam kurun waktu yang lama dapat menyebabkan residu yang berbahaya untuk konsumen dan
resistensi bakteri patogen (Diarra et al., 2010). Oleh karena itu, upaya yang dilakukan untuk mengganti AGP pada ternak yaitu kulit buah naga.
Dewi et al. (2017) melaporkan salah satu alternatif untuk ketersediaan pakan melalui pemanfaatan limbah dan baik untuk pengurangan limbah pertanian yaitu kulit buah naga. Kulit buah naga adalah salah satu limbah dari buah naga yang tidak terpakai. Kulit buah naga memiliki kandungan vitamin C, vitamin E, Vitamin A, alkaloid, terpenoid, flavonoid, tinamin, niasin, piridoksin, kobalamin, fenolik, karoten, dan fitoalbumin (Jaafar et al., 2009). Menurut penelitian Wu et al., (2006), kulit buah naga memiliki keunggulan yaitu yang kaya dengan polifenol dan sumber antioksidan. Selain itu, Kulit buah naga memiliki kandungan betasianin yang berfungsi sebagai pewarna alami terhadap suatu produk.
Berdasarkan hasil penelitian Fitriani et al. (2021) bahwa penambahan ekstrak kulit buah naga merah dengan konsentrasi 5%, 10%, dan 15% dapat berpengaruh nyata terhadap pH dan nilai organoleptik telur itik asin. Berdasarkan uraian diatas maka dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak air kulit buah naga melalui air minum terhadap kualitas organoleptik daging ayam broiler.
MATERI DAN METODE
Tempat dan waktu penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Buahan, Kecamatan Tabanan, Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali. Penelitian berlangsung selama 5 minggu dari tanggal 15 November 2021 sampai tanggal 22 Desember 2021.
Ayam broiler
Penelitian ini menggunakan ayam broiler yang berumur satu hari yang berasal dari PT Japfa Comfeed Indonesia dengan bobot badan yang homogen dan tidak membedakan jenis kelamin (Unsexing).
Kandang
Dalam penelitian ini kandang yang digunakan yaitu kandang dengan sistem postal dengan petak. Pada setiap petak kandang memiliki ukuran panjang 1m, lebar 1m, tinggi 1m, dan setiap petak berisikan 4 ekor ayam broiler. Masing-masing petak dilengkapi tempat air minum dan tempat pakan serta lampu penerangan yang berfungsi untuk menjaga suhu di dalam kandang agar tetap hangat. Pada bagian bawah kandang dilapisi kapur terlebih dahulu kemudian di tutupi dengan sekam.
Ransum dan air minum
Ransum yang digunakan dalam penelitian ini adalah ransum komersial. Fase starter (umur 1-20 hari) diberikan ransum komersial BR 0 dan fase finisher (umur 21 – 35) di berikan ransum komersial BR 1. Kemudian air minum yang diberikan bersumber dari PDAM dengan dicampur dengan ekstrak air kulit buah naga sesuai dengan perlakuan. Ransum dan air minum diberikan secara ad libitum dengan waktu pemberian pada pukul 08.00 Wita dan 14.00 Wita. Kandungan nutrien ransum komersial BR 0 dan BR 1 dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kandungan Nutrien Ransum Komersial Ayam Broiler
Komponen Nutrisi Kandungan
BR 0 |
BR 1 | |||
Kadar Air |
(%) |
Max |
14,00 |
14,00 |
Protein Kasar |
(%) |
Min |
22,00 |
20,00 |
Lemak Kasar |
(%) |
Min |
5,00 |
5,00 |
Serat Kasar |
(%) |
Max |
4,00 |
5,00 |
Abu |
(%) |
Max |
8,00 |
8,00 |
Kalsium |
(%) |
0,80-1,10 |
0,80-1,10 | |
Fosfor |
(%) |
Min |
0,50 |
0,50 |
Aflatoksin Total |
(µg/kg) |
Max |
40 |
50 |
Asam Amino: | ||||
Lisin |
(%) |
Min |
1,30 |
1,20 |
Metionin |
(%) |
Min |
0,50 |
0,45 |
Metionin + Sistin |
(%) |
Min |
0,90 |
0,80 |
Triptopan |
(%) |
Min |
0,20 |
0,19 |
Treonin |
(%) |
Min |
0,80 |
0,75 |
Sumber: Brosur pakan PT. Charoen Pokphan Indonesia, Tbk.
Kulit buah naga
Kulit buah naga yang digunakan pada penelitian ini adalah kulit buah naga yang masih segar dan tidak busuk. Kulit buah naga diperoleh di pasar tepatnya di Desa Taro, Kecamatan Tegalalang, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali.
Peralatan
Pada penelitian ini peralatan yang digunakan yaitu pisau, talenan, nampan, blender, timbangan analitik, alat tulis, kompor, gas, piring plastik, minyak goreng, dan lembaran kuesioner.
Rancangan penelitian
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 4 ulangan. Setiap ulangan menggunakan 4 ekor ayam broiler.
Sehingga keseluruhan menggunakan 64 ekor ayam broiler. Adapun perlakuan yang akan digunakan pada saat penelitian terdiri dari:
P0 = Air minum tanpa ekstrak air kulit buah naga
P1 = Air minum dengan 2% ekstrak air kulit buah naga
P2 = Air minum dengan 4% ekstrak air kulit buah naga
P3 = Air minum dengan 6% ekstrak air kulit buah naga
Pengacakan
Sebelum penelitian dimulai, untuk mendapatkan berat badan ayam yang homogen, 100 ekor ayam ditimbang beratnya kemudian dicari berat badan rata-rata dan standar deviasinya. Dalam penelitian ini ayam yang digunakan memiliki kisaran bobot 45,03g ± 2,31g sebanyak 64 ekor ayam. Kemudian 64 ekor ayam tersebut disebar secara acak di dalam kandang yang telah disediakan. Kemudian pada setiap ayam diberikan tanda pengenal seperti diberikan pita warna yang sesuai dengan perlakuan pada kakinya.
Pembuatan ekstrak air kulit buah naga
Pembuatan ekstrak air kulit buah naga yaitu kulit buah naga yang sudah dikumpulkan, kemudian dipotong kecil-kecil agar mempermudah memasukkannya ke dalam blender. Setelah kulit buah naga dimasukan ke blender sebanyak 1kg kemudian tambahkan air sebanyak 1liter lalu di blender hingga halus. Setelah ekstrak air kulit buah naga di blender kemudian ekstrak air kulit buah naga disaring, setelah disaring ekstrak air kulit buah naga dapat ditambahkan ke air minum sesuai dengan perlakuan. Metode pembuatan ekstrak air kulit buah naga yaitu dengan cara dicampurkan kulit buah naga dan air dengan
Kulit buah naga dibersihkan bagian luarnya __________________sebaiyak Ikg__________________
Dipotong tipis-tipis
Kulit buah naga ditambah air 1 liter air
Di blender hingga halus + disaring
Ekstr ak air kulit buah naga ditambalikan pada air minum sesuai dengan level perlakuan (2⅜,4%,dan 6%)
perbandingannya yaitu 1:1 (1kg kulit buah naga dan 1 litter air) (Sitepu, 2019).
Gambar 1. Proses pembuatan ekstrak air kulit buah naga
Pemberian ekstrak air kulit buah naga
Pada P0 tidak diberikan ekstrak air kulit buah naga hanya memberikan air saja. Pada P1 pemberian 2% ekstrak air kulit buah naga ke dalam air minum. Dalam 1000 ml larutan ekstrak air kulit buah naga hanya membutuhkan 980 ml air dan 20 ml ekstrak air kulit buah naga. Pada P2 pemberian 4% ekstrak air kulit buah naga ke dalam air minum. Dalam 1000 ml larutan ekstrak air kulit buah naga hanya membutuhkan 960 ml air dan 40 ml ekstrak air kulit buah naga. Pada P3 pemberian 6% ekstrak air kulit buah naga ke dalam air minum. Dalam 1000 ml larutan ekstrak air kulit buah naga hanya membutuhkan 940 ml air dan 60 ml ekstrak air kulit buah naga.
Pemeliharaan
Sebelum day old chicken (DOC) datang dilakukan proses sterilisasi kandang seperti pembersihan tempat air minum dan tempat pakan. Kemudian persiapan penaburan kapur dibawah kandang, penaburan sekam, dan pemberian alas koran. Kemudian kedatangan DOC dilakukan penimbangan terlebih dahulu untuk mengetahui bobot awal dari DOC tersebut. Setelah itu DOC diberikan larutan air gula pada tempat minum setelah 4 jam air larutan gula dapat diganti menggunakan ekstrak air kulit buah naga. Sebelum ayam berumur 2 minggu dilakukan penerangan atau pencahayaan agar suhu ruangan tetap hangat. Setelah 2 minggu penerangan atau pencahayaan di batasi hanya dinyalakan di malam hari saja. Pengecekan atau pengontrolan ayam dilakukan pada pagi hari untuk memberikan pakan dan melihat tempat air minum. Kemudian penimbangan ayam dilakukan pada pukul 08.00 Wita setiap seminggu sekali sebelum pemberian pakan.
Pencegahan penyakit
Pada penelitian ini pencegahan penyakit yang digunakan yaitu dengan menggunakan disinfektan dengan cara disemprotkan pada seluruh kandang yang akan digunakan. Penyemprotan dilakukan 2 minggu sebelum DOC masuk ke dalam kandang. Pada saat pertama kali ayam memasuki kandang, ayam diberikan terlebih dahulu air gula sebelum pemberian vitamin vita chicks.
Pengambilan sampel daging
Pengambilan sampel daging dimulai pada saat ayam broiler sudah dipotong. Kemudian pengambilan sampel daging yang akan digunakan pada penilaian uji organoleptik yang meliputi warna daging, aroma daging, tekstur daging, dan cita rasa daging yaitu daging bagian dada dengan berat 200 gram. Kemudian daging di letakkan diatas piring plastik bersih
yang sudah berisikan kode sampel yang membedakan perlakuan. Kemudian daging yang sudah siap disajikan dilakukan pengujian organoleptik oleh panelis baik secara mentah dan matang. Untuk penilaian pada daging yang mentah meliputi warna, dan aroma, sedangkan penilaian daging yang matang dengan cara digoreng meliputi tekstur dan cita rasa.
Variabel yang diamati
Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah warna, aroma, tekstur, citarasa, dan penerimaan keseluruhan. Untuk mengetahui tingkat kesukaan konsumen dilakukan skala hedonik (uji kesukaan) dengan 20 orang panelis semi terlatih. Variabel yang diamati dalam penelitian ini antara lain:
-
1. Warna
Penilaian terhadap warna dilakukan dengan indra penglihatan yaitu mata, penilaian dilakukan pada daging ayam broiler yang masih mentah. Panelis diminta untuk menilai tingkat kesukaan warna dari keterangan :(1) sangat tidak suka, (2) tidak suka, (3) biasa, (4) agak suka, (5) suka, (6) sangat suka, dan (7) amat sangat suka.
-
2. Aroma
Penilaian terhadap aroma dilakukan dengan indra penciuman yaitu hidung, dalam penilaian terhadap aroma dapat dilakukan tanpa melihat. Penilaian terhadap aroma dilakukan pada daging ayam broiler yang masih mentah. Panelis diminta untuk menilai tingkat kesukaan aroma dari keterangan :(1) sangat tidak suka, (2) tidak suka, (3) biasa, (4) agak suka, (5) suka, (6) sangat suka, dan (7) amat sangat suka.
-
3. Tekstur/keempukan
Penilaian terhadap tekstur/keempukan dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu dengan menggunakan tangan dengan cara meraba dan menekan kemudian dengan menggunakan gigi dan mulut dengan cara menggigit dan mengunyah, penilaian terhadap tekstur dilakukan pada daging ayam broiler yang sudah digoreng. Panelis diminta untuk menilai tingkat kesukaan tekstur/keempukan dari keterangan :(1) sangat tidak suka, (2) tidak suka, (3) biasa, (4) agak suka, (5) suka, (6) sangat suka, dan (7) amat sangat suka.
-
4. Citarasa
Penilaian terhadap rasa dilakukan dengan indra pengecap yaitu lidah sebagai mendeteksi rasa asin, pahit, dan gurih pada objek makanan. Penilaian terhadap rasa menggunakan daging ayam broiler yang sudah digoreng. Panelis diminta untuk menilai penerimaan tingkat
kesukaan citarasa dari keterangan :(1) sangat tidak suka, (2) tidak suka, (3) biasa, (4) agak suka, (5) suka, (6) sangat suka, dan (7) amat sangat suka.
-
5. Penerimaan secara keseluruhan
Penerimaan keseluruhan merupakan bagian dari parameter sensoris daging untuk tingkat penerimaan konsumen terhadap semua sifat sensoris (warna, aroma, tekstur, dan cita rasa) daging ayam broiler. Panelis diminta untuk menilai penerimaan secara keseluruhan dari keterangan :(1) sangat tidak suka, (2) tidak suka, (3) biasa, (4) agak suka, (5) suka, (6) sangat suka, dan (7) amat sangat suka.
Analisis statistik
Data organoleptik yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis Non-Parametrik (Kruskal-wallis), Bila hasil berbeda nyata dengan antar perlakuan (P<0,05), maka dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney (Saleh, 1996) dengan bantuan program SPSS 16.0.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 2. Pengaruh pemberian ekstrak air kulit buah naga terhadap organoleptik daging broiler
Perlakuan 1) Variabel P0 P1 P2 P3 |
SEM 2) |
Warna 3,01a 3,92b 3,68b 3,86b Aroma 3,34a 3,69a 4,24b 4,45b Tekstur 3,44a 4,15b 3,75a 4,47b Cita rasa 4,01a 4,14a 4,06a 4,30a Penerimaan Keseluruhan 4,20a 4,65b 4,65b 4,80b |
0,20 0,17 0,19 0,23 0,15 |
Keterangan:
1. Perlakuan P0: Perlakuan kontrol.
Perlakuan P1: 2% ekstrak air kulit buah naga dalam air minum.
Perlakuan P2: 4% ekstrak air kulit buah naga dalam air minum.
Perlakuan P3: 6% ekstrak air kulit buah naga dalam air minum.
2. SEM adalah “Standart Error of Treatmeans”
3. Nilai dengan huruf berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05).
4. keterangan skala hedonik: (1) sangat tidak suka, (2) tidak suka, (3) biasa, (4) agak suka, (5) suka, (6) sangat suka, (7) amat sangat suka
Warna
Hasil analisis statistik uji Non-parametrik (Kruskal-Wallis) bahwa pada warna daging menunjukkan berbeda nyata (P<0,05). Nilai kesukaan panelis pada warna daging dengan perlakuan P0, P1, P2, P3 yaitu 3,01, 3,92, 3,68, dan 3,86 dapat dilihat pada Tabel 2. Nilai penerimaan tertinggi pada warna daging adalah P1 dengan nilai 3,92 (mengarah ke agak suka) diikuti dengan P3 dengan nilai 3,86 (mengarah ke agak suka), P2 dengan nilai 3,68 (mengarah ke agak suka), dan P0 dengan nilai 3,01 (biasa). Berdasarkan analisis lanjutan Mann-Whitney bahwa warna daging yang tidak berbeda nyata (P>0,05) yaitu P1 terhadap P2, P1 terhadap P3, dan P2 terhadap P3, sedangkan warna daging yang berbeda nyata (P<0,05) yaitu P0 terhadap P1, P0 terhadap P2, dan P0 terhadap P3. Hal ini di sebabkan kulit buah naga memiliki kandungan betasianin yang dapat memberikan warna merah pada daging. Hal ini sesuai dengan pendapat Wu et al. (2006) bahwa kulit buah naga yang telah di analisis memiliki kandungan betasianin yang dapat memberikan warna violet zat warna berperan untuk memberikan warna merah. Betasianin merupakan suatu pigmen pada tumbuhan yang dapat memberikan warna merah, jingga, kuning, dan ungu pada bagian buah dan daun. Betasianin dapat memberikan warna merah keunguan, sedangkan memberikan warna kuning yaitu betaxantin suatu bagian dari pigmen betalain (Cai et al.,2005 dalam Indrisari, 2012).
Aroma
Hasil analisis statistik uji Non-parametrik (Kruskal-Wallis) bahwa pada aroma daging menunjukkan berbeda nyata (P<0,05). Nilai kesukaan panelis pada aroma daging dengan perlakuan P0, P1, P2, P3 yaitu 3,34, 3,69, 4,24, dan 4,45 dapat dilihat pada Tabel 2. Nilai penerimaan tertinggi pada aroma daging adalah P3 dengan nilai 4,45 (agak suka) diikuti dengan P2 dengan nilai 4,24 (agak suka), P1 dengan nilai 3,69 (mengarah ke agak suka), dan P0 dengan nilai 3,34 (biasa). Berdasarkan analisis lanjutan Mann-Whitney bahwa aroma daging yang tidak berbeda nyata (P>0,05) yaitu P0 terhadap P1, dan P2 terhadap P3, sedangkan aroma daging yang berbeda nyata (P<0,05) yaitu P0 terhadap P2, P0 terhadap P3, P1 terhadap P2, dan P1 terhadap P3. Hal ini di sebabkan kulit buah naga memiliki kandungan fenolik. Hal ini sesuai dengan penelitian Wu et al. (2006) dalam jurnal penelitian Putri, et al (2015), bahwa kulit buah naga memiliki kandungan senyawa alamiah yaitu alkaloid, polifenol, flavonoid, terpenoid, niasin, tiamin, kabolamin, piridoksin, karoten, fenolik, dan fitoalbumin.
Senyawa fenolik yang terkandung pada kulit buah naga dapat memberikan aroma khas pada suatu produk, zat pewarna, dan sebagai sumber antioksidan. Hal ini sesuai pendapat (Zhao et al., 2007), bahwa senyawa fenolik adalah salah satu senyawa yang mempunyai peranan sebagai antioksidan. Semakin bertambahnya level pemberian kulit buah naga maka semakin besar aroma yang di keluarkan dari suatu produk. Hal ini sesuai dengan menurut Sinaga (2007), bahwa aroma yang dikeluarkan pada suatu makanan merupakan daya tarik yang cukup kuat dan dapat merangsang indera pencium sehingga membangkitkan selera. Tekstur
Hasil analisis statistik uji Non-parametrik (Kruskal-Wallis) bahwa pada tekstur daging menunjukkan berbeda nyata (P<0,05). Nilai kesukaan panelis pada tekstur daging dengan perlakuan P0, P1, P2, P3 yaitu 3,44, 4,15, 3,75, dan 4,47 dapat dilihat pada Tabel 2. Nilai penerimaan tertinggi pada tekstur daging adalah P3 dengan nilai 4,47 (agak suka) diikuti dengan P1 dengan nilai 4,15 (agak suka), P2 dengan nilai 3,75 (mengarah ke agak suka), dan P0 dengan nilai 3,44 (biasa). Berdasarkan analisis lanjutan Mann-Whitney bahwa tekstur daging yang tidak berbeda nyata (P>0,05) yaitu P0 terhadap P2, dan P1 terhadap P3, sedangkan tekstur daging yang berbeda nyata (P<0,05) yaitu P0 terhadap P1, P0 terhadap P3, P1 terhadap P2, dan P2 terhadap P3. Hal ini disebabkan karena kulit buah naga memiliki kandungan senyawa fenolik. Hal ini sesuai dengan penelitian Wu et al. (2006) dalam jurnal penelitian Putri, et al (2015), bahwa kulit buah naga memiliki kandungan senyawa alamiah yaitu alkaloid, polifenol, flavonoid, terpenoid, niasin, tiamin, kabolamin, piridoksin, karoten, fenolik, dan fitoalbumin. Senyawa fenolik merupakan kandungan yang mempunyai peranan sebagai antioksidan. Hal ini sesuai dengan pendapat (Zhao et al. 2007) bahwa senyawa fenolik adalah senyawa peranan sebagai antioksidan. Naufalin et al. (2005) menyatakan bahwa senyawa fenolik merupakan senyawa yang dapat mencegah atau menekan terjadinya kerusakan pada pangan dan zat antioksidan yang memiliki cincin aromatik dengan satu atau lebih gugus hidroksil dan alkil, selain itu senyawa fenolik dapat melindungi kandungan protein dan dapat mengikat daya air sehingga menurunnya nilai susut masak daging maka keempukan pada daging akan meningkat. Hal ini sejalan dengan Soeparno, (2009) bahwa daging yang mempunyai susut masak yang rendah memiliki kualitas daging yang lebih baik. Cita rasa
Hasil analisis statistik uji Non-parametrik (Kruskal-Wallis) bahwa pada cita rasa daging menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05). Nilai kesukaan panelis pada cita rasa
daging dengan perlakuan P0, P1, P2, P3 yaitu 4,01, 4,14, 4,06, dan 4,30 dapat dilihat pada Tabel 2. Nilai penerimaan tertinggi pada cita rasa daging adalah P3 dengan nilai 4,30 (agak suka) diikuti dengan P1 dengan nilai 4,14 (agak suka), P2 dengan nilai 4,06 (agak suka), dan P0 dengan nilai 4,01 (agak suka). Hal ini dikarenakan cita rasa daging dapat dipengaruhi oleh kadar lemak pada daging. Hal ini sesuai dengan pernyataan (Lawrie, 1995), menyatakan bahwa rasa daging dapat dipengaruhi oleh bangsa, perlemakan, umur, dan pakan. Hal ini di dukung oleh (Ockerman, 1983) bahwa cita rasa daging dapat dipengaruhi oleh banyaknya lemak, oksidasi lemak akan menjadi pembentukan senyawa karbonil yang dapat menentukan penyimpanan cita rasa pada daging. Selain itu, kandungan lemak dapat dipengaruhi oleh umur ternak dan kualitas pakan (Ranti, 2016). Menurut Yudistira (2005), bahwa cita rasa daging dapat ditentukan oleh terjadinya molekul kecil yang dilepaskan oleh makanan pada saat proses pemanasan dan pengunyahan yang bereaksi dengan reseptor dalam mulut atau rongga hidung.
Penerimaan Keseluruhan
Hasil analisis statistik uji Non-parametrik (Kruskal-Wallis) bahwa pada penerimaan keseluruhan daging menunjukkan berbeda nyata (P<0,05). Nilai kesukaan panelis pada penerimaan keseluruhan daging dengan perlakuan P0, P1, P2, P3 yaitu 4,20, 4,65, 4,65, dan 4,80 dapat dilihat pada Tabel 2. Nilai tertinggi pada penerimaan keseluruhan daging adalah P3 dengan nilai 4,80 (mengarah ke suka) diikuti dengan P1 dan P2 dengan nilai 4,65 (mengarah ke suka), dan P0 dengan nilai 4,20 (agak suka). Berdasarkan analisis lanjutan Mann-Whitney bahwa penerimaan keseluruhan daging yang tidak berbeda nyata (P>0,05) yaitu P1 terhadap P2, P1 terhadap P3, dan P2 terhadap P3, sedangkan penerimaan keseluruhan daging yang berbeda nyata (P<0,05) yaitu P0 terhadap P1, P0 terhadap P2, dan P0 terhadap P3. Hal ini dikarenakan kepuasan dari konsumen daging tergantung pada respon fisiologis dan sensori dari individu konsumen Soeparno, (2009). Pada penelitian ini panelis menyukai penerimaan keseluruhan dari ke empat perlakuan tersebut yaitu P3 (pemberian 6% ekstrak air kulit buah naga) yang terdiri dari (warna, aroma, tekstur, dan cita rasa) dengan jumlah rata-rata penerimaan keseluruhan yaitu 4,80.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian 6% ekstrak air kulit buah naga melalui air minum dapat meningkatkan kualitas organoleptik daging broiler terhadap warna, aroma, tekstur, dan penerimaan keseluruhan, tetapi tidak mempengaruhi terhadap cita rasa.
Saran
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disarankan kepada peternak bahwa pemberian level 6% ekstrak air kulit buah naga melalui air minum dapat meningkatkan kualitas organoleptik daging broiler. Pemberian ekstrak air kulit buah naga melalui air minum dapat dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap daging ternak lainnya.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar - besarnya kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara, M. Eng., IPU, Dekan Fakultas Peternakan, Universitas Udayana Bapak Dr. Ir. I Nyoman Tirta Ariana, MS., IPU. Koordinator Program Studi Sarjana Peternakan Ibu Dr. Ir. Ni Luh Putu Sriyani, S.Pt, MP, IPM, ASEAN Eng atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan di Program Studi Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan Universitas Udayana.
DAFTAR PUSTAKA
Bidura, I G.N.G. 2007. Aplikasi Produk Bioteknologi Pakan Ternak. Denpasar. UPT Penerbit Universitas Udayana.
Cai.Y.Z., Sun, M. And Corke, H. 2005. Characterization and application of betalain pigment from plants of Amaranthaceae. Trends in Food Science and Technology, 16: 370- 376.
Cohen N, Ennaji H, Bouchrif B, Hassar M, Karib H. 2007. Comparative Study of Microbiological Quality of Raw Poultry Meat at Various Seasons and for Different Slaughtering Processes in Casablanca (Morocco). The Journal of Applied Poultry Research 16(4):502-508. doi:10.3382/japr.2006-00061
Dewi, G. A. M. K., M. Nuriyasa, dan I W. Wijana. 2017. Effect of diet containing dragon fruit peel meal fermentation for productivity of kampung chickens. The 2nd International Conference on Animal Nutrition and Environment (ANI-NUE). Khon Kaen, Thailand. ISBN 978-616-438-084-4 Vol. II
Diarra, M. S., Rempel, H., Champagne, J., Masson, L., Pritchard, J., Topp, E. 2010. Distribution of Antimicrobial Resistance and Virulence Genes in Enterococcus spp. And Characterization of Isolates from Broiler Chickens. Appl Environ Microbiol. 76(24):8033–8043.
Fitriani, I. D. Novieta, Irfan, dan S. Nurbaya. 2021. Nilai organoleptik dan ph telur itik asin dengan penambahan ekstrak kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus) pada level yang berbeda. Jurnal Galung Tropika. 10(1): 110-118.
Indrisari, I. 2012. Ekstrak Ethanol Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus) Memperbaiki Profil Lipid pada Tikus Wistar Jantan (Rattus Norvegicus) Dislipidemia. Tesis. Program Studi Ilmu Biomedik Universitas Udayana Denpasar.
Jaafar, R.A., M. Nazri, and W. Khairuddin. 2009. Proximate analysis of dragon fruit (Hylecereus polyrhizus). American Journal of Applied Sciences. 6(7):1341-1346.
Lawrie, R.A. 1995. Ilmu Daging. Penerjemah Aminudin Parakasi. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.
Naufalin, R., B. S. L. Jenie, F. Kusnandar, M. Sudarwanto, dan H. S. Rukmini. 2005. Aktivitas antibakteri ekstrak bunga kecombrang terhadap bakteri pathogen dan perusak pangan. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan 16 (2): 119-125V.
Ockerman, H.W. 1983. Chemistry of Meat Tissue. 10th ed. Animal science Departement The Ohio State University. The Ohio Agricultural Research and Development Center, Ohio.
Putri, N. K. M., Gunawan, I. W. G., dan Suarsa, IW. 2015. Aktivitas antioksidan antosianin dalam ekstrak etanol kulit buah naga super merah (Hylocereus costaricensis) dan analisis kadar kadar totalnya. Jurnal Kimia, 9(2): 243-251.
Ranti, N.F. 2016. Karakteristik Fisik dan Organoleptik Daging Sapi Bali Pada Berbagai Lokasi Otot Yang Berbeda. Fakultas Peternakan, Universitas Halu Oleo. Kendari.
Saleh, S.1996. Statistik Non Parametrik. Penerbit BPFE Yogyakarta.
Sinaga, 2007. Penyelenggaraan Makanan Anak Sekolah, Diktat Pelatihan Gizi Untuk Anak Sekolah. Yayasan Gisi Kuliner. Jakarta.
Soeparno. 2009. Ilmu dan Teknologi Pengolahan Daging. Edisi ke-5. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Sriyani, N. L. P., N. M. A. Rasna., S. A. Lindawati., A. A. Oka. 2015. Studi Perbandingan Kualitas Fisik Daging Babi Bali dengan Babi Landrace Persilangan yang Dipotong Di Rumah Potong Hewan Tradisional. Majalah Ilmiah Peternakan. Vol. 18 No. 1: 26-29.
Sutji, N.N. dan I.K. Sulandra. 1994. Evaluasi Organoleptik Guling Babi Bali Hasil Pemberian Dedak Padi dan Batang Pisang. Laporan Penelitian DIP.SPP/DPP. Universitas Udayana., Denpasar
Winarno, F. G. 1984. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Wu, L.C., Hsu, H.W., Chen, Y.C., Chiu, C.C., Lin, Y.I., and Ho, J.A. 2006. Antioxidant and antiproliferative activities of Red Pitaya. Food Chemistry, 95: 319-327.
Yashoda K, Sachindra N, Sakhare P, RAO DN. 2001. Microbiological quality of broiler chicken carcasses processed hygienically in a smallscale poultry processing unit. Journal of food quality 24(3):249-259.
Yudistira, 2005, Mengenali Daging Sehat Available at http://www.balipost.co.id/ Balipostcetak/2005/10/10/13. html.Acc ession date: 25 Desember 2007.
Zhao, X., E. E. Carey, J. E. Young, W. Wang, & T. Iwamoto. 2007. Influence of Organic Fertilization, High Tunnel Environment, and Postharvest Storage on Phenolic Compounds in Lettuce. J. Hort science. 42(1): 71-76.
Wijaya, I G. M. D. A, Peternakan Tropika Vol. 11 No. 3 Th. 2023 : 495 – 508 Page 508
Discussion and feedback