ISSN 2722-7286

Jurnal

FAPET UNUD


Jurnal


Peternakan Tropika

Journal of Tropical Animal Science

email: [email protected]

Submitted Date: August 2, 2022

Accepted Date: September 3, 2023


Editor-Reviewer Article : Eny Puspani & I Made Mudita

PERSENTASE KOMPOSISI FISIK KARKAS PUYUH YANG DIBERI MINUM EKSTRAK DAUN BELIMBING WULUH (Averrhoa Bilimbi L)

Wicaksono, D., M. Wirapartha, dan G. A. M. K. Dewi

PS Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan Universitas Udayana, Denpasar, Bali Email : [email protected] ,Telp. +62 858-4021-4302

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui persentase komposisi fisik karkas pada puyuh yang diberi ekstrak daun belimbing wuluh (Averrhoa Bilimbi L). Penelitian ini dilaksanakan di Teaching Farm Sesetan dan Laboratorium Ternak Unggas Fakultas Peternakan Universitas Udayana. Rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 4 ulangan. Masing-masing ulangan menggunakan 4 ekor puyuh dengan umur 1 minggu. Perlakuan yang diberikan adalah pemberian air minum tanpa diberi ekstrak daun belimbing wuluh (A) sebagai kontrol. Pemberian air minum dengan ekstrak daun belimbing wuluh sebanyak 2%, 4%, dan 6% sebagai perlakuan B, C, dan D. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian ekstrak daun belimbing wuluh pada air minum tidak berbeda nyata (P>0,05) pada bobot potong, bobot karkas, persentase karkas, dan persentase komposisi fisik karkas. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian ekstrak daun belimbing wuluh (Averrhoa Bilimbi L) dengan pemberian sebanyak 2%, 4% dan 6% pada air minum belum berpengaruh terhadap berat potong, berat karkas, persentase karkas, dan persentase komposisi fisik karkas (daging, tulang, kulit) puyuh (Coturnix-coturnix japonica) umur 5 minggu.

Kata kunci: air minum, puyuh ekstrak daun belimbing wuluh

PERCENTAGE OF PHYSICAL CARCASES IN QUAIL THAT STARFRUIT LEAF EXTRACT (Averrhoa Bilimbi L)

ABSTRACT

The purpose of this study was to determine the physical percentage of quail given the leaf The purpose of this study was to determine the physical percentage of quail given the leaf extract of star fruit (Averrhoa Bilimbi L). This research was conducted at the Teaching Farm Sesetan and the Poultry Livestock Laboratory, Faculty of Animal Science, Udayana University. The design used was a completely randomized design (CRD) with 4 treatments and 4 replications. Each replication used 4 quail at 4 weeks of age. The treatment given was drinking water without starfruit leaf extract (A) as a control. Giving drinking water with starfruit leaf extract as much as 2%, 4%, and 6% as treatments B, C, and D. The results


showed that the of starfruit leaf extract in drinking water was not significantly different (P>0,05) in slaughter weight, carcass weight, carcass percentage, and carcass physical percentage. From the results of this study it can be concluded that the administration of starfruit leaf extract (Averrhoa Bilimbi L) by giving as much as 2%, 4% and 6% in drinking water did not effect on slaughter weight, carcass weight, carcass percentage, and carcass physical percentage (meat, bones, skin) quail 5 weeks old.

Keywords: drinking water, quail, starfruit leaf extract

PENDAHULUAN

Burung puyuh merupakan salah satu unggas dengan siklus produksi tercepat dan dapat memenuhi kebutuhan nutrisi manusia. Dibandingkan dengan ayam petelur atau itik petelur, keunggulan beternak puyuh adalah produksi telurnya yang tinggi, produksi telur burung puyuh mencapai 250-300 butir/ekor/tahun, dan berat rata-rata 10 gr/butir. Pertumbuhan pada puyuh lebih cepat, selain itu tidak memerlukan lahan yang luas dan biaya yang tidak tinggi, sehingga usaha budidaya burung puyuh dapat dilakukan secara komersial oleh perusahaan besar maupun kecil (Randell dan Gerry, 2008).

Burung puyuh mulai digemari masyarakat, karena mampu memenuhi kebutuhan protein hewani. Daging puyuh berkembang sekarang di masyarakat banyak dijual dalam bentuk puyuh goreng, olahan lain selain telurnya. Peternak burung puyuh kebanyakan menggunakan pakan komersial, karena pakan komersial mudah didapatkan dan kandungan bahan pakan sesuai dengan kebutuhan burung puyuh. Burung puyuh membutuhkan beberapa unsur nutrisi berupa vitamin, protein, mineral, dan air dalam memenuhi kebutuhannya. Apabila kandungan nutrisi ransum tidak sesuai dengan kebutuhan nutrisi puyuh akan menurunkan produktivitas. Protein merupakan salah satu kandungan zat gizi/nutrisi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan, hidup pokok, dan produksi telur puyuh. Pakan merupakan komponen terpenting dalam suatu industri peternakan, 60-70% dari total biaya produksi yang harus dikeluarkan untuk menunjang kebutuhan pakan. Tingginya biaya pakan disebabkan oleh penggunaan pakan komersil yang harganya relatif mahal, karena terdiri atas antibiotik, hormon, dan feed additive yang merupakan bahan penunjang pertumbuhan, digunakan meningkatkan efisiensi penggunaan pakan dan performa ternak. Pelarangan penggugaan AGP (Antibiotic Growth Promoter) pada pakan menyebabkan banyak peternak bearalih ke bahan herbal. Feed additive yang biasa digunakan harganya relatif lebih mahal, maka sebagai alternatif digunakan tanaman tradisional, yakni daun belimbing wuluh (Averrhoa Bilimbi L).

Senyawa aktif yang terdapat dalam daun Belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L) yakni triterpenoid dan flavonoid diketahui memiliki fungsi sebagai antimikroba terutama antibakteri (Wikanta, 2011). Ada juga yang menggunakan kulit buah naga seperti hasil penelitian Sitepu et al., (2019). Namun pemberian jus kulit buah naga dengan level 1 dan 3% melalui air minum belum berpengaruh nyata terhadap bobot karkas, persentase karkas dan bagian karkas ayam Lohmann Brown umur 52 minggu.

Berdasarkan uraian diatas, maka dilakukan penelitian tanaman herbal dari ekstrak daun belimbing wuluh (Averrhoa Bilimbi L) sampai level 6% untuk mengetahui persentase/komposisi fisik karkas burung puyuh.

MATERI DAN METODE

Materi penelitian

Pada penelitian ini menggunakan burung puyuh jepang (Cortunix-cortunix japonica) umur 1 minggu sebanyak 64 ekor. Bobot badan burung puyuh pada tiap perlakuan (A,B,C,D) memiliki rataan bobot badan sebesar 38,60g dan tidak membedakan jenis kelamin (Unsexing). Tempat dan lama penelitian

Pelaksanaan penelitian ini dilakukan di Teaching Farm Sesetan Laboratorium Ternak Unggas Fakultas Peternakan Universitas Udayana, dilaksanakan selama 5 minggu.

Kandang dan perlengkapan

Kandang yang digunakan dalam penelitian yaitu kandang sistem colony yang berjumlah 16 unit dengan ukuran panjang 80 cm lebar 65 cm dan lebar 50 cm per unit. Kandang colony ini diletakkan pada bangunan berukuran 9,70 m x 8,85 m dengan atap berbahan genteng dan lantai beton. Setiap unit kandang di isi empat ekor burung puyuh dan dilengkapi dengan tempat pakan yang terbuat dari pipa paralon, tempat minum, dan alas untuk menampung pakan yang jatuh.

Peralatan laboratorium

Peralatan yang digunakan yaitu: pisau, timbangan digital, gunting, alas potong/talenan, kantong plastik, ember, dan koran bekas.

Ransum dan air minum

Ransum yang digunakan dalam penelitian ini adalah ransum komersial CP 511 yang diproduksi oleh PT. Charoen Phokphand Indonesia, Tbk. Pemberian ekstrak daun belimbing wuluh pada burung puyuh diberikan secara adlibitum pada tempat air minum yang sudah

disediakan. Air minum yang digunakan berasal dari sumur bor tanah dan perlakuan diberikan air dengan penambahan ekstrak daun belimbing wuluh. Kandungan nutrisi ransum komersial CP511 dapat dilihat ada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan nutrisi ransum komersial CP511

Nutrisi Ransum*     Jumlah Nutrisi

Energi Termetabolis (Kkal/kg)

Protein (%)

Lemak (%)

Serat (%)

Abu (%)

alsium (%)

Phosfor (%)

3448 23,0 5,0 5,0 7,0 0,9 0,6

Sumber : *Kandungan nutrisi ransum komersial CP511 PT. Charoen Pokphand Indonesia

Rancangan penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 4 ulangan, dimana tiap ulangan terdiri dari 4 ekor burung puyuh umur 1 minggu (unsexing). Total burung puyuh yang digunakan 64 ekor. Perlakuan yang diberikan yaitu:

A = Air minum tanpa diberi ekstrak daun belimbing wuluh

B = Air minum diberi 2% ekstrak daun belimbing wuluh

C = Air minum diberi 4% ekstrak daun belimbing wuluh

D = Air minum diberi 6% ekstrak daun belimbing wuluh

Pengacakan burung puyuh

Sebelum penelitian dilaksanakan, untuk mendapatkan berat badan burung puyuh (Coturnix-coturnix japonica) yang homogen, semua burung puyuh (100 ekor) ditimbang kemudian dicari berat rata-rata dan standar deviasinya. Burung puyuh yang digunakan dalam penelitian ini adalah burung puyuh dengan dengan berat yang masuk dalam kisaran berat rata-rata ± standar deviasi. Burung puyuh dimasukkan secara acak kedalam unit 16 kandang yang berisi empat ekor burung puyuh kemudian diberi nomor sesuai dengan perlakuan.

Proses pembuatan ekstrak daun belimbing wuluh

Metode pembuatan ekstrak daun belimbing wuluh yaitu dengan cara mengumpulkan daun belimbing wuluh, daun belimbing wuluh yang sudah terkumpul kemudian dipotong

kecil-kecil terlebih dahulu agar mempermudah memasukkan ke dalam blender. Setelah dipotong kecil-kecil, sebanyak 1kg daun belimbing wuluh dimasukkan ke dalam blender kemudian ditambahkan 1 liter air lalu diblender. Jika sudah homogen, daun belimbing wuluh diperas untuk diambil ekstraknya, selanjutnya bisa langsung ditambahkan pada air minum sesuai dengan level perlakuan.

Pemberian ekstrak daun belimbing wuluh

Pemberian air minum pada perlakuan A pada air minum diberikan air putih tanpa tambahan ekstrak daun belimbing wuluh. Pada perlakuan B, pemberian ekstrak daun belimbing wuluh diberikan sebanyak 2% pada air minum yaitu untuk pembuatan 1000ml larutan ekstrak daun belimbing wuluh diperlukan 980ml air dan ditambahkan 20ml ekstrak daun belimbing wuluh. Perlakuan C, pemberian ekstrak daun belimbing wuluh 4% yaitu untuk pembuatan 1000ml larutan esktrak daun belimbing wuluh diperlukan 960ml air dan 40ml larutan esktrak daun belimbing wuluh. Pemberian air minum pada perlakuan D ekstrak daun belimbing wuluh 6% dalam 1000ml larutan ekstrak daun belimbing wuluh diperlukan 940ml air dan 60ml larutan ekstrak daun belimbing wuluh.

Pemeliharaan dari pencegahan penyakit

Sebelum masuknya DOQ (Day old quail) dilakukan pembersihan pada kandang seperti pembersihan tempat air dan tempat pakan. Menjelang 7 hari kedatangan burung puyuh, kandang di istirahatkan dengan sistem biosecurity yang ketat. Sehari sebelum burung puyuh datang, seluruh kandang disemprot disinfektan. Burung puyuh setelah tiba di kandang diberikan air gula dan setelah 2 jam diberikan vitamin.

Pemotongan burung puyuh

Burung puyuh yang sudah berumur 5 minggu, sebelum di sembelih dipuasakan selama 12 jam, tetapi air minum tetap diberikan. Setelah dipuasakan burung puyuh ditimbang terlebih untuk dicari rata-ratanya sebesar 38,60g. Puyuh dipotong sebanyak 16 ekor diambil 1 setiap unit. Kemudian dilakukan penyembelihan pada leher bagian cervical, pembuluh darah, tenggorokan, dan esofagus agar pendarahan sempurna. Setelah disembelih burung puyuh yang dipotong, nantinya digantung agar darahnya keluar secara sempurna. Langkah selanjutnya burung puyuh dicelupkan kedalam air panas beberapa saat untuk dicabut bulunya dan dikeluarkan jeroannya. Selanjutnya dipotong bagian kepala, leher dan kaki sehingga didapatkan karkas puyuh.

Teknik pengambilan data

Proses pengambilan data dilakukan setiap hari selama penelitian berlangsung sesuai perlakuan dan ulangan serta konsumsi air minum setiap harinya. Pada proses pengambilan data, puyuh ditimbang setiap minggu untuk mencari berat yang sama kemudian akan dicari bobot rata-ratanya. Puyuh dimasukkan secara acak ke dalam 16 kandang yang diberi nomor sesuai dengan perlakuan.

Pada akhir penelitian puyuh dipotong untuk mengetahui persentase fisik karkasnya, puyuh yang dipotong diambil dari bobot rata-rata dari masing-masing unit ulangan setiap perlakuan, dan dipuasakan 12 jam sebelum dipotong. Adapun cara untuk mendapatkan karkas burung puyuh yaitu dilakukan pemotongan dengan cara memotong leher bagian cervical, pembuluh darah, tenggorokan, dan esofagus terpotong agar pendarahan sempurna. Burung puyuh yang dipotong, nantinya digantung agar darahnya keluar secara sempurna. Langkah selanjutnya burung puyuh dimasukkan ke dalam air panas (80-90°C) beberapa saat dan dicabuti bulunya.

Variabel yang diamati

Variabel yang diamati dalam penelitian ini meliputi:

  • 1.    Bobot potong

Bobot potong yang diperoleh dengan cara menimbang burung puyuh hidup pada akhir penelitian setelah burung puyuh dipuasakan selama ± 12 jam yang dapat dinyatakan dengan satuan gram/ekor (Soeparno, 2005).

  • 2.    Bobot karkas

Bobot karkas diperoleh dari hasil penimbangan burung puyuh setelah dipotong, dibersihkan dari non karkas (bulu dan darah, pemisahan pada bagian kepala, leher dan kaki serta pengeluaran organ dalam dan jeroan).

  • 3.    Persentase karkas

Persentase karkas diperoleh dengan membandingkan berat karkas dengan berat hidup dikalikan 100% (Mastika et al., 2016).

Persentase karkas =              x 100%

bobot potong

  • 4.    Persentase komposisi fisik karkas

Karkas yang diperoleh diambil bagian daging, tulang dan kulit. Masing-masing ditimbang untuk memperoleh berat daging, berat tulang, dan berar kulit.

Persentase daging = bobot daging x 100%

bobotkarkas

Persentase tulang = bobot tulcιτιg x 100%

bobotkarkas

Persentase kulit =           x 100%

bobotkarkas

Analisis Data

Data yang didapatkan dianalisis dengan sidik ragam dan apabila terdapat perbedaan perlakuan yang nyata (P<0,05) analisis akan dilanjutkan dengan uji jarak berganda Duncan (Steel dan Torrie, 1993).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian bobot potong, bobot karkas, persentase karkas dan persentase komposisi fisik karkas pada puyuh yang diberi ektrak daun belimbing wuluh 2%, 4%, 6% dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Bobot potong, bobot karkas, persentase karkas, dan persentase komposisi

karkas

Variabel

A

Perlak

B

uan1) C

D

SEM2)

Bobot Potong (g)

174,00a

175,50a

178,50a

176,50a

3,97

Bobot Karkas (g)

116,02a

120,25a

120,41a

119,11a

2,96

Karkas (%)

66,62a

68,51a

67,54a

67,55 a

1,35

Persentase Komposisi Fisik Karkas Daging (%)

54,04a

55,40a

56,56a

55,95a

1,11

Tulang(%)

33,18a

32,54a

30,15a

31,13a

0,86

Kulit (%)

12,76a

12,05a

13,27a

12,91a

0,47

Keterangan :

1) A: Air minum tanpa diberiekstrak daun belimbing wuluh

B: Air minum + 2% ekstrak daun belimbing wuluh

C: Air minum + 4% ekstrak daun belimbing wuluh

D: Air minum + 6% ekstrak daun belimbing wuluh

2) SEM: Standard Error of the Treatment Means

3) Angka pada baris yang sama diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05)

Bobot potong

Rataan bobot potong puyuh yang diberi air minum tanpa ekstrak daun belimbing wuluh sebagai kontrol (A) adalah 174,00g/ekor, sedangkan rataan bobot potong puyuh yang diberi air minum dengan ekstrak daun belimbing wuluh sebanyak 2% (B), 4% (C) dan 6% (D)

masing-masing 0,86%, 2,58% dan 1,43% tidak berbeda nyata (P>0,05) lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan A (kontrol). Persentase bobot potong puyuh yang diberi perlakuan C dan D masing-masing 1,70% dan 0,56% lebih tinggi dari perlakuan B namun secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05), sedangkan ayam broiler yang diberi perlakuan D 1,12% lebih rendah dari C dan secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05).

Bobot potong pada puyuh yang diberi perlakuan ekstrak daun belimbing wuluh pada level 2%, 4%, 6% belum memberikan perbedaan nyata antar perlakuan dibanding kontrol (tanpa ekstrak daun belimbing wuluh) pada air minum puyuh. Dikarenakan faktor utama dalam bobot potong adalah ransum yang dikonsumsi tiap perlakuan mengkonsumsi komposisi ransum yang sama. Energi dan protein dalam ransum berpengaruh pada bobot potong, disebabkan oleh ransum yang dikonsumsi di metabolisme dengan bantuan ekstrak daun belimbing wuluh belum dapat digunakan dengan baik untuk tubuh puyuh. Selain itu faktor yang menyebabkan tidak berpengaruh nyata terhadap bobot potong puyuh yaitu pemberian ekstrak daun belimbing wuluh yang mengandung senyawa bioaktif khususnya flovanoid sampai level 6% belum cukup optimal atau belum mencukupi dalam mempengaruhi proses metabolisme didalam tubuh puyuh. Aktivitas metabolisme tubuh antara lain untuk hidup pokok (makan, bergerak dan berproduksi) dan juga pertumbuhan jaringan (Wiranata et al., 2013). Berdasarkan pernyataan Prawira et al. (2019), bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi bobot potong adalah konsumsi ransum dan kandungan nutrien ransum yang diikuti oleh peningkatan zat makanan yang dikonsumsi dan dibutuhkan dalam menunjang proses produksi. Sesuai dengan pendapat (Fillawati, 2008) menyatakan bahwa kandungan energi, protein dan serat kasar yang terdapat dalam ransum merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi konsumsi ransum sehingga berpengaruh pada bobot hidup dan bobot potong yang dihasilkan.

Bobot karkas

Rataan bobot karkas puyuh yang diberi air minum tanpa ekstrak daun belimbing wuluh sebagai kontrol (A) adalah 116,02g/ekor, sedangkan rataan bobot karkas puyuh yang diberi air minum dengan ekstrak daun belimbing wuluh sebanyak 2% (B), 4% (C) dan 6% (D) masing-masing 3,64%, 3,78% dan 2,66% tidak berbeda nyata (P>0,05) lebih tinggi dibandingkan dengan A. Bobot karkas puyuh yang diberi perlakuan C 0,13% lebih tinggi dari perlakuan B namun secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05). Pada perlakuan D 0,94% tidak berbeda nyata (P>0,05) lebih rendah dibandingkan dengan B, sedangkan puyuh yang

diberi perlakuan D 1,07% lebih rendah dari C dan secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05).

Bobot karkas puyuh menunjukan bahwa pemberian ekstrak daun belimbing wuluh dalam air minum dengan perlakuan 2%, 4%, 6% belum dapat mempengaruhi bobot karkas pada puyuh. Disebabkan karena faktor kandungan dosis ekstrak daun belimbing wuluh sampai level 6% tidak membuat saponin dalam tiap perlakuan berpengaruh terhadap bobot karkas. Dalam kaitan ini saponin diduga memiliki sifat seperti busa (sabun) yang dapat membersihkan materi-materi yang menempel pada dinding usus, tetapi belum mampu meningkatkan penyerapan nutrisi sehingga bobot karkas puyuh pada tiap perlakuan relatif sama. Menurut Karaoglu dan Durdag (2005), faktor yang mempengaruhi bobot karkas puyuh yaitu jenis puyuh, kualitas DOQ, manajemen pemeliharaan puyuh, kualitas dan kuantitas pakan, kesehatan puyuh, serta besar tubuh puyuh. Menurut Xie et al. (2017) menyatakan bahwa unggas akan cenderung menurunkan konsumsi pakan pada saat kondisi stress dan banyak melakukan aktivitas pada kondisi lingkungan yang nyaman. Puyuh yang menderita stress akan terlihat banyak mengonsumsi air minum, nafsu makan turun, gelisah dan mengepak-ngepakan sayapnya dilantai kandang sehingga dapat berpengaruh terhadap penurunan bobot karkas (Tamzil, 2014).

Persentase karkas

Rataan persentase karkas puyuh yang diberi air minum tanpa ekstrak daun belimbing wuluh sebagai kontrol (A) adalah 116,02%, sedangkan rataan persentase karkas puyuh yang diberi air minum dengan ekstrak daun belimbing wuluh sebanyak 2% (B), 4% (C) dan 6% (D) masing-masing 2,83%, 1,38% dan 1,39% tidak berbeda nyata (P>0,05) lebih tinggi dibandingkan dengan A. Persentase karkas puyuh yang diberi perlakuan C dan D masing-masing 1,41% dan 1,40% lebih rendah dari perlakuan B namun secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05), pada perlakuan D 0,94% tidak berbeda nyata (P>0,05) lebih rendah dibandingkan dengan B. Sedangkan puyuh yang diberi perlakuan D 0,01% lebih tinggi dari C dan secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05).

Persentase karkas puyuh dari hasil penelitian pemberian ekstrak daun belimbing wuluh pada level 2%, 4%, 6% menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada semua perlakuan hal ini disebabkan karena puyuh yang digunakan memiliki strain yang sama dan pakan yang diberikan memiliki kandungan nutrisi yang sama. Pemberian ekstrak daun belimbing wuluh sampai 6% tidak memberikan respon pertumbuhan terhadap persentase

karkas sehingga persentase karkas puyuh yang diperoleh tidak berbeda signifikan. Selain itu, tidak adanya perbedaan yang nyata disebabkan karena penambahan ekstrak daun daun belimbing wuluh dalam air minum juga memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap bobot potong puyuh. Kandungan flavonoid, tanin, dan saponin adalah kandungan senyawa aktif yang berfungsi sebagai antioksidan dan dapat menangkap radikal bebas, dan radikal bebas mampu menghambat fungsi protein. Protein dan energi sangat diperlukan metabolisme tubuh puyuh untuk membentuk jaringan tubuh. Ditambahkan juga oleh Putra et al. (2015) bahwa persentase karkas juga sangat erat kaitannya dengan bobot karkas, dimana semakin tinggi bobot karkas seekor ternak akan menghasilkan persentase karkas yang tinggi pula. Menurut Siregar dan Sabrani, (1982) menyatakan bahwa persentase pada bagian-bagian karkas berhubungan erat dengan bobot karkas, sedangkan bobot karkas dipengaruhi oleh bobot hidup.

Persentase komposisi fisik karkas

  • 1.    Persentase daging

Rataan persentase daging puyuh yang diberi air minum tanpa ekstrak daun belimbing wuluh sebagai kontrol (A) adalah 54,04%, sedangkan rataan bobot karkas puyuh yang diberi air minum dengan ekstrak daun belimbing wuluh sebanyak 2% (B), 4% (C) dan 6% (D) masing-masing 2,51%, 4,66% dan 3,53% tidak berbeda nyata (P>0,05) lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan A (kontrol). Persentase daging puyuh yang diberi perlakuan C dan D masing-masing 2,09% dan 0,99% lebih tinggi dari perlakuan B namun secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05), dan perlakuan D 1,07% lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan C. Namun secara statiskik tidak berbeda nyata (P>0,05).

Penggunaan ekstrak daun belimbing wuluh dalam air minum menunjukan hasil yang tidak berbeda nyata pada variabel persentase daging. Faktor yang menyebabkan penggunaan ekstrak daun belimbing wuluh yang diberikan dalam air minum tidak berbeda nyata terhadap persentase daging puyuh. Terlihat secara kuantitatif, namun secara kualitas/statistik penggunaan ekstrak daun belimbing wuluh belum memberikan pengaruh nyata terhadap persentase daging. Hal ini disebabkan kandungan nutrisi, seperti flavonoid belum banyak memberikan efek positif terhadap pembentukan daging pada puyuh. Faktor lain disebabkan karena umur pemotongan sama, serta konsumsi ransum yang diberikan sama. Soeparno (2005) menyatakan bahwa kualitas daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan sesudah pemotongan. Faktor sebelum pemotongan antara lain genetik, bangsa, jenis kelamin, pakan,

umur dan stres, sedangkan faktor sesudah pemotongan antara lain cara pemotongan. Diperkuat dengan pernyataan Rasyaf (1995) bahwa pertumbuhan tubuh yang kemudian membentuk karkas terdiri dari tiga jaringan utama yaitu: jaringan tulang, yang membentuk kerangka; otot/urat yang membentuk daging; dan lemak. Diantara ketiga jaringan itu yang tumbuh paling awal adalah tulang, kemudian baru diikuti pertumbuhan urat sebagai daging, sedangkan lemak tumbuh paling akhir.

  • 2.    Persentase tulang

Rataan persentase tulang puyuh yang diberi air minum tanpa ekstrak daun belimbing wuluh sebagai kontrol (A) adalah 33,18%, sedangkan rataan persentase tulang puyuh yang diberi air minum dengan ekstrak daun belimbing wuluh sebanyak 2% (B), 4% (C) dan 6% (D) masing-masing 1,92%, 9,13% dan 6,17 tidak berbeda nyata (P>0,05) lebih rendah dibandingkan dengan kontrol (A). Persentase burung puyuh yang diberi perlakuan C dan D masing-masing 2,15% dan 4,33% lebih rendah dari perlakuan B namun secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05). Pada perlakuan D 3,25% tidak berbeda nyata (P>0,05) lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan C.

Pada hasil penelitian persentase tulang puyuh menunjukkan bahwa pemberian ekstrak daun belimbing wuluh dengan level 2%, 4% dan 6% dalam air minum tidak berpengaruh nyata terhadap persentase tulang puyuh, disebabkan oleh bobot potong yang secara tidak langsung mempengaruhi bobot karkas dan bagian-bagian karkas lainnya. Menurut Soeparno (2009) bahwa ada hubungan yang erat antara berat karkas dan bagian-bagian karkas dengan berat potong, sehingga dari hasil analisis berat potong dan berat karkas didapat hasil yang tidak berpengaruh nyata maka hasilnya tidak jauh berbeda pada bagian-bagian karkasnya, disebabkan karena komponen tulang adalah komponen yang masak dini sehingga ransum dan zat-zat gizi lainnya terlebih dahulu dimanfaatkan untuk pembentukan tulang. Hal ini sesuai dengan pernyataan Wahju (1997) menyatakan bahwa tulang terbentuk pada awal pertumbuhan. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Rasyaf (1995) bahwa pertumbuhan tubuh puyuh yang kemudian membentuk karkas terdiri dari tiga jaringan utama yaitu: jaringan tulang, yang membentuk kerangka; otot/urat yang membentuk daging; dan lemak. Diantara ketiga jaringan itu yang tumbuh paling awal adalah tulang, kemudian baru diikuti pertumbuhan urat sebagai daging, sedangkan lemak tumbuh paling akhir.

  • 3.    Persentase kulit

Rataan persentase kulit puyuh yang diberi air minum tanpa ekstrak daun belimbing wuluh sebagai kontrol (A) adalah 33,18%, sedangkan rataan persentase tulang puyuh yang diberi air minum dengan ekstrak daun belimbing wuluh sebanyak 2% (B), 4% (C) dan 6% (D) masing-masing 1,92%, 9,13% dan 6,17 tidak berbeda nyata (P>0,05) lebih rendah dibandingkan dengan kontrol (A). Persentase daging puyuh yang diberi perlakuan C dan D masing-masing 2,15% dan 4,33% lebih rendah dari perlakuan B namun secara statistik tidak berbeda nyata (P>0,05), pada perlakuan D 3,25% tidak berbeda nyata (P>0,05) lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan C.

Variabel kulit pada persentase fisik karkas puyuh yang diberikan ekstrak daun belimbing wuluh dalam air minum menunjukan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05), dikarenakan nutrisi yang didapat dari ransum yang dikonsumsi sama dan digunakan seluruhnya untuk pertumbuhan dan bobot badan, sehingga tidak ada energi yang terbuang yang menyebabkan penimbunan lemak, menyebabkan persentase fisik karkas seperti daging, tulang dan kulit juga memiliki hasil yang sama. Menurut Yadnya et al. (2016) persentase fisik karkas seperti daging, tulang dan kulit akan meningkat jika berbanding lurus dengan peningkatan bobot badan. Di tambahkan juga oleh Yuniastuti (2002), bahwa tinggi rendahnya kualitas persentase kulit puyuh ditentukan dari jumlah lemak yang terdapat pada puyuh tersebut.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pemberian ekstrak daun belimbing wuluh (Averrhoa Bilimbi L) dengan pemberian sebanyak 2%, 4% dan 6% pada air minum belum berpengaruh terhadap berat potong, berat karkas, persentase karkas, dan persentase fisik karkas (daging, tulang, kulit) puyuh (Coturnix- coturnix japonica) umur 5 minggu.

Saran

Berdasarkan data hasil penelitian yang diperoleh dapat disarankan pada penelitian selanjutnya agar menambahkan ektrak daun belimbing wuluh dalam air minum dengan jumlah yang lebih tinggi dan lama umur pemotongan pada puyuh (Coturnix- coturnix japonica) untuk dijadikan perbandingan dengan hasil penelitian yang diperoleh saat ini.

UCAPAN TERIMA KASIH

Perkenankan penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. Ir I Nyoman Gde Antara, M.Eng, IPU., Dekan Fakultas Peternakan Dr. Ir I Nyoman Tirta Ariana, MS., IPU., Koordinator Program Studi Sarjana Peternakan Dr. Ir. Ni Luh Putu Sriyani, S.Pt.,MP.,IPM, ASEAN Eng. atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan di Program Studi Sarjana Peternakan, Fakultas Peternakan, Universitas Udayana.

DAFTAR PUSTAKA

Alisiya M., D. Septinova, dan P. E. Santosa. 2018. Pemanfaatan Ekstrak Buah Belimbing Wuluh (Averrhoa Bilimbi L) Sebagai Bahan Pengawet Terhadap Uji Sensori Daging Broiler, Jurnal Riset dan Inovasi Peternakan Vol.2 (I).

Dewi, G.A.M.K. 2020. Cara Pembuatan Ektrak Kulit Buah Naga. Laporan Penelitian Mandiri. Fakultas Peternakan Universitas Udayana.

Fillawati. 2008. Pengaruh penggunaan bungkil kelapa yang difermentasikan dengan tape dalam ransum terhadap bobot karkas broiler. J. Ilmiah Ilmu Ilmu Peternakan. 11(4): 93-99.

Karaoglu, M. and D. Durdag. 2005. The influence of dietary probiotic (saccaromyces cerevisiae) suplementation and different slaughter age on the peformance, slaughter and carcass properties of Broiler. Poult., Sci., 4: 309 -316.

Mastika, I M., I M. Nuryasa, A. W. Puger. 2016. Uji kemampuan kulit kopi terfermentasi dalam pakan ayam buras. Jurnal Fakultas Peternakan. Universitas Udayana. Denpasar.

Prawira, I N., I M. Suasta, dan I P.A Astawa. 2019. Pengaruh pemberian probiotik melalui air minum terhadap bobot dan potongan karkas broiler. Jurnal Peternakan Tropika Vol. 7 (3): 958-969.

Putra, T.G. 2017. Pengaruh penambahan tepun daun pepaya (Carica papaya Linn) dalam pakan terhadap bobot badan akhir, bobot karkas dan persentase karkas ayam broiler. Jurnal Fapertanak Vol. 2 (2): 58-64.

Putra. S.H.J., T.R. Saraswati, dan S. Isdadiyanto. 2015. Profile Triglycerides Japanese Quail (Coturnix coturnix japonica) after Giving Turmeric (Curcuma longa) powder. International Journal of Science and Engineering (IJSE) Vol. 8(1)2015:65-68. Doi. 10.12777/ijse.8.1.65-68.

Radell dan Gerry. 2008. Pengaruh penambahan limbah teh dalam pakan terhadap penampilan

produksi telur burung puyuh. Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan. Vol 23. No 1. Hal. 7-10.

Rasyaf, M. 1995. Beternak Ayam Pedaging. Jakarta: Penebar Swadaya.

Siregar dan Sabrani .1982. Teknik Beternak Ayam Pedaging di Indonesia. Cetakan kedua. Margie Group. Jakarta.

Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Cetakan ke-4. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Soeparno. 2009. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Steel dan Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan Biometrik. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Tamzil, M. H. 2014. Stres panas pada unggas: metabolisme, akibat dan upaya penanggulangannya. Wartazoa, Lombok. 24 (2): 57-66.

Wahju, J. 1997. Ilmu Nutrisi Unggas. Cetakan ke-4. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Wiranata, G. A., I G. A. M. K. Dewi, dan R. R. Indrawati. 2013. Pengaruh energi metabolis dan protein ransum terhadap persentase karkas dan organ dalam ayam kampung (gallus domesticus) betina umur 30 minggu. Peternakan Tropika.Vol. 1 No. 2. Th. 2013:87-100.

Xie, S., Erin J. T. and Todd J. M. W. 2017. Behavioural responses to heat in captive native Australian birds. J. E. Aus. Ornith. 117 (1): 51-67.

Yadnya, T.G.B., A.A.A.S. Trisnadewi, I.K. Sukada, I.G.L. Oka. 2016. The effect of fermented purple sweet potato (Ipomoea batatas L) skin in diets on feed and anthocyanin consumption, carcass characteristics, anthioxidant profile and meat texture of bali duck. International Research Journal of Engineering, IT & Scientific Research. 2 (9): 73-80.

Yuniastuti, A., 2002. Efek pakan berserat pada ransum ayam terhadap kadar lemak dan kolesterol daging broiler. JITV. 9 (3): 175-183.

Wicaksono, D., Peternakan Tropika Vol. 11 No. 3 Th. 2023 : 509 – 522

Page 522