Kerangka Partisipan dalam Video Youtube Puja Astawa
on
STILISTIKA
Journal of Indonesian Language and Literature
ISSN: 2528-4940
Vol. 02, No.02: April 2023, pp-1-13
KERANGKA PARTISIPAN DALAM VIDEO YOUTUBE PUJA ASTAWA
Novita Mulyana1* dan Yana Qomariana2 Universitas Udayana,
*) surel korespondensi: novitamulyana@unud.ac.id doi: https://doi.org/10.24843/STIL.2023.v02.i02.p01 Artikel dikirim: 28 Februari 2023; diterima: 28 Maret 2023
PARTICIPATION FRAMEWORK IN PUJA ASTAWA’S YOUTUBE VIDEO
Abstract. Puja Astawa is one of Balinese famous YouTube content creators. His videos display interactions, mostly informal ones, and they are favored by the Balinese not only due to the humor contains in the videos, but also because of the moral values and the messages conveyed in the video. Puja Astawa often raised current issues in the society as the topics for his videos. It makes the interactions displayed in the video real-life like and reflects the real life of a Balinese. Due to this real-life likeness, his videos are interesting to be discussed further, especially in linguistics points of view. This study was conducted in order to identify and analyze the type of participation framework reflected in social interactions in the videos. In order to achieve the aim of the study, this qualitative study selected thirteen Puja Astawa’s videos as the source of the data. Those videos are selected based on several criteria, namely (1) the video was uploaded in 2021 until June 2022, (2) the duration of the video is more than four minutes, and (3) there are more than two participants in the video. In collecting the data, documentation method and note taking technique were utilized. The collected data were then analyses based on participation framework theory which is proposed by Goffman. The result of the analysis shows that the utterance uttered by the participants in the videos reflects the participation framework. All of the participants are the animator of their utterance. However, not all of the participants are the author, figure or the principal of their utterance. There are many things that may contribute to this finding, one of them in the nature of the video which is a scripted interaction.
Keywords: discourse analysis, interactional sociolinguistics, participation framework, video
PENDAHULUAN
Seiring dengan perkembangan teknologi yang begitu pesat, komunikasi antar manusia saat ini menjadi tanpa batas. Interaksi dapat dilakukan dengan berbagai media, tidak harus tatap muka. Selain itu, saat ini interaksi bisa direkam dan bahkan bisa diakses setiap orang. Hal ini memperluas jenis wacana, yang jika dahulu hanya terbatas pada interaksi tatap muka dan tulisan, merambah interaksi pada dunia maya termasuk komunikasi melalui media sosial.
Salah satu jenis media sosial yang popular di kalangan masyarakat saat ini adalah kanal berbagi video YouTube. Melalui kanal YouTube, seseorang dapat membagikan video yang dimilik dan kerap kali menjadi hiburan bagi penonton video tersebut. Jenis video yang dapat diunggah sangatlah beragam, mulai dari edukasi, kesehatan, hingga hiburan. Melalui kanal YouTube yang dimiliki, seseorang dapat meraup keuntungan, puluhan hingga ratusan juta rupiah per bulannya, tergantung pada jumlah pelanggan dan penonton kanal YouTube. Oleh sebab itu, muncul fenomena menjamurnya kreator-kreator video. Tidak ayal, orang-orang berlomba-lomba menjadi konten kreator. Terlebih lagi, fenomena ini melanda masyarakat dunia, termasuk masyarakat Bali.
Interaksi di dunia maya, yang salah satunya YouTube, ini telah menjadi perhatian peneliti bahasa. Berbagai aspek kebahasaan dapat diteliti dalam interaksi-interaksi yang terjadi di dunia maya, salah satunya adalah dari aspek analisis wacana, seperti yang dilakukan oleh Putri dan Gautama (2022) dalam penelitian mereka yang berfokus pada interaksi sosial di dunia digital. Penelitian yang mereka lakukan mengambil data pada YouTube seorang kreator konten Indonesia, yakni Deddy Corbuzier. Hasil penelitian kualitatif yang dilakukan tersebut menunjukkan bahwa pola interaksi sosial yang terjadi bersifat dissosiatif yang menunjukkan adanya kontravensi antar partisipan atau komentator dalam video.
Penelitian lainnya, yang juga menggunakan YouTube sebagai sumber data adalah penelitian yang dilakukan oleh Ayudya, dkk. (2019) yang berfokus pada ujaran kebencian dalam siaran langsung Ligagame E-sport TV melalui YouTube. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pembawaan seorang caster atau pembawa acara dalam kanal YouTube dapat memicu munculnya ujaran kebencian dari para penonton dan terdapat tiga reaksi dari seorang pembawa acara dalam menanggapi ujaran kebencian yang muncul yakni (1) membalas komentar, (2) menghiraukan komentar, dan (3) menawarkan solusi untuk mencegah munculnya ujaran kebencian.
YouTube juga telah menjadi objek bahasan yang menarik untuk diteliti dari segi kebahasaan baik mikro ataupun makro bagi peneliti lainnya seperti yang dilakukan oleh Wiharja (2020), Steviasari (2020), dan Istiani & Widhiyatmoko (2020). Wiharja (2020) sendiri melakukan analisis terhadap konten video YouTube melalui perspektif wacana kritis yakni dengan menggunakan kerangka teori struktur dimensi teks model van Dijk. Hasilnya menunjukkan bahwa, konten YouTube yang dianalisisnya, yakni milik Deddy Corbuzier, memiliki dimensi teks yang lengkap. Senada dengan Wiharja (2020), Istiani & Widhiyatmoko (2020) juga melakukan analisis terhadap konten
YouTube dengan menggunakan perspektif analisis wacana kritis. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa ditemukan manifestasi nilai pendidikan karakter dan nilai budaya positif dalam konten-konten video YouTube yang bertujuan untuk menginspirasi generasi muda. Manifestasi nilai positif tersebut tersaji secara utuh dengan tidak menghilangkan unsur hiburan dalam konten-konten video tersebut.
Salah satu aspek kebahasaan sekaligus interaksi sosial yang begitu menarik untuk dibahas adalah peran partisipan dalam sebuah interaksi di media sosial. Goffman (1981) menyatakan bahwa dalam sebuah interaksi sosial, partisipan interaksi tersebut dalam mengambil beberapa peran. Ia membagi empat jenis peran yang bisa diambil oleh partisipan dalam interaksi yakni (1) animator, (2) author, (3) figure, dan (4) principal. Dalam interaksi, seseorang dapat mengambil lebih dari satu peran tersebut. Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan menganalisis jenis-jenis kerangka partisipan dalam interaksi sosial melalui video-video YouTube.
Penelitian kualititatif deskriptif menggunakan sumber data berupa video-video yang diunggah oleh seorang kreator konten asal Bali bernama Puja Astawa. Menurut Lambert & Lambert (2012), penelitian kualitatif deskriptif merupakan penelitian yang cenderung menarik kesimpulan berdasarkan pertanyaan-pertanyaan alamiah, dengan kata lain, penelitian ini menginvestigasi sebuah fenomena dalam konteks alaminya dan menjelaskannya dalam ranah atau konteks penelitian ini. Dalam pengertian ini, penelitian ini dilakukan dengan tanpa menambahkan variabel-variabel lain, dan hanya berkomitmen pada investigasi fenomena yang ditemukan dan menjelaskannya sesuai ranah kebahasaan, yakni analisis wacana.
Terdapat tiga belas video yang menjadi sumber data dalam penelitian ini dan ketigabelas video tersebut dipilih berdasarkan beberapa kriteria atau dengan kata lain, menggunakan metode purposive sampling. Menurut Sudaryono (2015), metode ini dilaksanakan dengan menetapkan beberapa kriteria. Dalam penelitian ini, kriteria pertama yang ditentukan adalah durasi video yang lebih dari 3 menit. Durasi video yang terlalu pendek, di bawah 3 menit, tidak digunakan sebagai sumber data karena isi percakapannya terlalu singkat sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan penelitian. Kriteria kedua adalah video yang dipilih merupakan video yang diunggah pada tahun 2021 hingga 2022. Kriteria selanjutnya adalah jumlah partisipan dalam video. Guna memetakan peran patisipan secara jelas, maka partisipan dalam video yang dipilih lebih dari dua orang. Berdasarkan ketiga kriteria tersebut, kemudian terpilih tiga belas video yang cocok menjadi sumber data penelitian ini.
Setelah memperoleh sumber data, tahapan yang dilakukan selanjutnya dilakukan adalah melakukan pengumpulan data. Hal pertama dalam yang dilakukan pada tahapan ini adalah melakukan transkripsi terhadap percakapan dalam sumber data. Kemudian menonton kembali video sembari melakukan pencatatan terhadap setiap ujaran dari partisipan guna mengklasifikasikannya dalam kerangka partisipan yang sesuai. Tahapan selanjutnya yang dilakukan adalah melakukan analisis data dengan menggunakan teori terkait kerangka partisipan yang diajukan oleh Goffman (1981). Kemudian, data disajikan secara kualitatif yakni menggunakan kata dan kalimat.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Menurut Dynel (2014) dalam penelitiannya yang juga mengalisis kerangka partisipan dalam konten YouTube, menyebutkan bahwa dalam sebuah konten YouTube, terdapat beberapa tingkatan komunikasi yang dapat ditemukan. Tingkatan komunikasi yang pertama dan paling dasar adalah interaksi antara penutur dan lawan tutur dalam video itu sendiri. Partisipan dalam video ini bisa jadi merupakan karakter fiksi, politis atau figur publik, selebritas atau bahkan orang biasa pada umumnya.
Secara umum, kerangka partisipan yang mendasari interaksi tingkat pertama tersebut menurut Dynel (2014) adalah penutur dan beberapa kategori lawan tutur yang tipical ditemukan pula pada interaksi tatap muka sehari-hari. Yang pertama adalah, yang disebut sebagai ratified participants atau yang juga disebut sebagai interlokutor, merupakan partisipan yang terlibat dalam pertukaran informasi dalam percakapan, dan kemudian dapat diklasifikasikan menjadi dua yakni penutur dan ratified hearers atau lawan bicara yang sah. Goodwin (1981) dan Gerhardt, dkk (2014) menerangkan bahwa pada akhir ujaran seorang penutur atau pembicara, jenis lawan bicara yang sah (ratified hearers) dapat dibedakan menjadi dua yakni addressee atau si penerima ujaran dan third party atau pihak ketiga. Goodwin (1981) menambahkan bahwa addressee, biasanya diindikasikan melalui isyarat verbal dan non-vel yang diberikan penutur. Pihak ketiga merupakan orang-orang yang juga terlibat dalam percakapan, meskipun bukan merupakan lawan tutur yang dituju oleh seorang penutur.
Dalam sebuah percakapan atau interaksi komunikasi, tidak dapat dipungkiri bahwa kemungkinan terdapat orang-orang atau partisipan yang tidak terlibat percakapan secara langsung, akan tetapi memiliki akses untuk mendengar percakapan yang terjadi (Goodwin, 1981; Dynel 2014; Gerhardt, et al, 2014). Orang-orang tersebut merupakan bystander dan eavesdropper. Bystander merupakan orang-orang yang meski tidak terlibat dalam percakapan, kehadirannya disadari oleh para penutur. Sedangkan
eavesdropper merupakan pihak di luar percakapan yang tidak disadari kehadirannya oleh para penutur akan tetapi dapat mencuri dengar apa yang dikomunikasin para penutur dalam sebuah percakapan.
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan terhadap data-data yang diperoleh, keempat jenis kerangka partisipan yang diusulkan oleh Goffman (1981) ditemukan dalam interaksi sosial pada video-video YouTube milik Puja Astawa. Keempat jenis kerangka partisipan tersebut juga dianalisis berdasarkan posisi para penutur sebagai ratified participants dalam percakapakan, yang dijabarkan sebagai berikut.
-
1. Animator
Menurut Goffman (1959), animator merujuk pada partisipan yang menciptakan ujaran dalam sebuah interaksi. Oleh sebab itu, dalam video-video Youtube Puja Astawa dalam disimpulkan bahwa semua partisipan dalam interaksi tergolong mengambil peran animator, karena setiap partisipan sudah pasti memproduksi ujaran mereka masing-masing, seperti yang ditunjukkan pada data berikut: Data (1-1)
Yuda : “eh, berarti misan ake ne kar juk polisi?” (Eh, artinya sepupuku akan ditangkap polisi?)
Kadek : “Angkalane orahin nake melapor ke BNN, cai” (Makanya suruh melapor ke BNN saja)
Yuda : “Oh, anake ngelidin melapor apang sing penjara, jani orahin mepenjara keto ye?” (Oh, orang lain menghindari melaporkan diri agar tidak dipenjara, sekarang malah disuruh melapor, begitu?)
Kadek : “Tusing, Dah. Yen cai melapor tidak akan dipenjara, cai di rehab cai, melapor ke BNN direhab be cai” (Tidak, Dah. Jika kamu melapor tidak akan dipenjara, kamu akan direhabilitasi, melapor ke BNN maka kamu akan direhabilitasi)
Dok : “keharasiaan dijaga”
Kadek : “ao cai” (Iya, betul)
Yuda : “Ah, sing percaya ake, yen sing teh pegawe ne langsung ngorahin mare ake percaya” (Ah, aku tidak percaya, kalau pegawainya langsung yang memberi informasi baru aku percaya)
Kadek : “Eh ake langsung Pak Gede Sugianyar ngorahin, nak keto kone, yen ci melapor, yen ci melapor, sing penjare ne keto” (Eh, aku diberitahu langsung oleh Pak Gede Sugianyar, memang begitu katanya, jika kamu melapor, jika kamu melapor, maka tidak akan dipenjara katanya).
Dalam cuplikan percakapan pada data (1-1) di atas, terdapat tiga partisipan, yakni Kadek, Dok dan Yuda. Ditinjau dari aspek peran sebagai animator, maka ketiga
partisipan merupakan animator untuk ujaran mereka masing-masing. Begitu pula jika percapakan tersebut dianalisis berdasarkan posisi peran dalam percakapan, maka dapat disimpulkan bahwa ketiga tokoh dalam percakapan adalah ratified participants dan tidak ditemukan adanya unratified participants dalam percakapan ini. Dalam percakapan di atas, dapat disimpulkan bahwa penutur pertama dalam percakapan yakni tokoh Kadek dan Yuda memegang posisi sebagai speaker dan addressee secara bergiliran, sedangkan tokoh Dok merupakan pihak ketiga yang terlibat dalam percakapan. Meskipun ia tidak memegang peranan sebagai addressee, akan tetapi tokoh Dok masih dapat ikut serta dalam percakapan, dibuktikan dengan ujaran yang disampaikannya di antara percakapan antara Kadek dan Yuda.
Hal ini senada dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Dynel (2014) bahwa dalam level pertama komunikasi dalam konten YouTube, dimungkinkan keterlibatan pihak ketiga dalam sebuah percakapan. Seperti contoh yang diulasnya, diambil dari salah satu konten YouTube Gordon Ramsay, bahwa dalam percakapan yang melibatkan empat orang, yakni 3 orang juri dan 1 orang kontestan dalam kompetisi memasak, ketika 1 orang juri dan kontestan sedang bercakap-cakap, dua orang juri lainnya yang juga hadir dalam percakapan tersebut, diklasifikasikan sebagai pihak ketiga.
-
2. Author
Hal yang menarik dalam kerangka partisipan yang diajukan oleh Goffman adalah meskipun seseorang sudah pasti merupakan animator sebuah ujaran, tidak serta merta orang tersebut mengambil peran lainnya, sebagai contoh ujaran-ujaran yang dicetak tebal pada data (1-1) di atas. Pada ujaran tersebut, tokoh Kadek merupakan animator dari ujaran yang disampaikannya. Namun, tokoh Kadek tidak dapat diklasifikasikan sebagai author dari ujarannya. Author merupakan seseorang yang merupakan sumber dari sebuah ujaran (Goffman, 1981). Sedangkan ujaran Kadek di atas bersumber dari ujaran tokoh lain, terungkap pada akhir percakapan, yang tokoh Kadek sebut bernama Pak Gede Sugianyar.
Meskipun demikian, terdapat juga partisipan dalam video You Tube Puja Astawa yang selain mengambil peran sebagai animator juga sekaligus berperan sebagai author. Hal ini menandakan bahwa selain berperan sebagai orang yang mengujarkan ujaran, orang tersebut juga merupakan sumber ujaran tersebut, sebagai yang ditunjukkan pada data berikut:
Data (2-1)
Pak Gde : “Jadi, tyang sudah sering niki menyampaikan ke lewat media, lewat medsos, dan tatap muka langsung, ni sekarang, sira namanya?” (Jadi, saya sudah sering menyampaikan lewat media, lewat medsos dan tatap muka langsung, ini sekarang, siapa namanya?)
Yuda : “Yuda”
Pak Gde : “Yuda, datang langsung dan saya meyakinkan bahwa orang yang sebagai korban e apa namanya penyalahgunaan narkoba pecandu, datang melapor secara sukarela itu dia tidak akan ditangkap”
Kadek : “dingehang dingehang” (dengarkan, dengarkan)
Pak Gde : “tidak akan ditahan, tidak akan diinterogasi, dia belinya dimana dan sebagainya, dijamin kerahasiaannya jadi tidak ada yang boleh tau kecuali petugas rehabilitasi yang akan melakukan konseling”
Kadek : “rahasianya dijaga”
Pak Gde : “dijaga, yakin, ini Kepala BNN Provinsi Bali,seorang jenderal jaminannya”
Pada data di atas, yang diambil dari video Youtube Puja Astawa yang berjudul Sing Penjara, terdapat empat orang yang terlibat dalam percakapan yakni tokoh (1) Yuda, (2) Pak Gede, (3) Kadek, dan (4) Pak Ketut. Dari keempat partisipan tersebut, atau yang keseluruhannya dapat diklasifikasikan sebagai ratified participants, yang terlibat secara aktif adalah tokoh Yuda dan Pak Gde. Keduanya secara bergiliran mengambil posisi sebagai penutur atau speaker dan yang dituju atau addressee. Sedangkan tokoh Kadek, yang juga muncul pada cuplikan percakapan di atas, dan seorang tokoh lainnya yakni Pak Ketut, yang meskipun tidak muncul pada cuplikan di atas, dapat dikategorikan sebagai pihak ketiga atau third party, karena keduanya, meskipun dalam cuplikan di atas bukan merupakan speaker atau addressee, akan tetapi memiliki akses dan hak untuk terlibat dalam percakapan yang terjadi.
Pada cupilikan di atas, khususnya pada ujaran milik tokoh Pak Gde yang dicetak tebal, selain sebagai animator, Pak Gde juga diklasifikasikan merupakan author dari ujaran tersebut. Seperti yang telah dijabarkan di atas, author merupakan sumber dari sebuah ujaran. Posisi Pak Gde sebagai seorang Kepala BNN Provinsi Bali, yang terungkap pada ujaran terakhir cuplikan percakapan di atas, memungkinkan dirinya untuk mengeluarkan pernyataan yang mengandung otoritas seperti yang terkandung pada ujaran bercetak tebal pada data 2-1 di atas. Selain itu, tentunya sebagai seorang Kepala BNN Provinsi Bali, tokoh Pak Gde merupakan sumber yang terpecaya untuk berbagai informasi terkait penanggulangan penggunaan narkoba.
Selain jenis kerangka peran di atas, dimana seorang animator juga sekaligus bertindak sebagai author, dalam video Youtube Puja Astawa juga ditemukan kasus dimana seorang animator dapat bertindak sebagai secondary author, seperti yang ditunjukkan oleh data di bawah ini.
Data (2-2)
Yuda : “mekelo niki Pak Gde, dikarantina atau baange pil, mesuntik keto sing?” (Apakah
lama Pak? Dikarantina atau diberikan pil, disuntik, begitu tidak?)
Pak Gede : “Ten. Ten keto nak rehabilitasi, rehabilitasi nika” (Tidak, tidak, bukan begitu karantina itu)
Yuda : “men nak sing nawang, Dek” (Ya, Namanya juga orang tidak tau, Dek)
Pak Gede : “datang akan di-assessment namanya, diajak apa namanya dialog oleh
konselor”
Kadek : “ajake ngorte, ajake ngorte” (diajak berbincang, diajak berbincang)
Pak Gede : “ajake ngorte (diajak berbincang), sejauh mana tingkat ketergantungannya apakah dia memakainya tingkat ketergantungannya rendah, sedang atau tinggi. ………………… besok ga bisa dia kembali 100%”
Masih dengan cuplikan percakapan dari sumber video yang sama, yakni yang berjudul Sing Penjara yang memiliki empat partisipan atau ratified participants, data di atas menunjukkan adanya peran secondary author dalam percakapan. Dalam interaksi di atas, ujaran yang disampaikan tokoh Kadek dan dicetak tebal, dapat diklasifikasikan sebagai sebuah interpreted utterance, sebuah ujaran yang diterjemahkan atau diinterpretasikan dalam bahasa lain. Dalam hal ini, tokoh Kadek mengalihbahasakan ujaran yang disampaikan tokoh Pak Gde, yang aslinya diujarkan dalam bahasa Indonesia, ke bahasa Bali. Metzger (dalam Marks, 2012) menyatakan bahwa, dalam sebuah komunikasi dengan pengalih bahasa di dalamnya, maka pemilik atau sumber ujaran dapat diklasifikasikan sebagai primary author sedangkan si pengalih bahasa, selain berperan sebagai animator juga berperan sebagai secondary author. Sehingga dalam percakapan di atas, melalui ujarannya, tokoh Kadek dapat diklasifikasikan memegang peran sebagai secondary author.
Dalam melakukan analisis terhadap peran author pada video-video YouTube milik Puja Astawa, yang perlu diperhatikan adalah sifat interaksi dalam video yang merupakan scripted interaction, artinya interaksi yang berdasarkan naskah. Hal ini menandakan adanya indikasi bahwa terdapat author yang berada di luar percakapan yang terjadi, yakni sang penulis naskah.
-
3. Figure
Figure merujuk pada figur yang ingin ditampilkan melalui ujaran (Goffman, 1981), seperti yang ditunjukkan oleh beberapa berikut.
Data (3-1)
Pak Gde : “tidak akan ditahan, tidak akan diinterogasi, dia belinya dimana dan
sebagainya, dijamin kerahasiaannya jadi tidak ada yang boleh tau kecuali petugas rehabilitasi yang akan melakukan konseling”
Kadek : “rahasianya dijaga”
Pak Gde : “dijaga, yakin, ini Kepala BNN Provinsi Bali, seorang jenderal
jaminannya”
Data (3-2)
Ketut : “Ape madan stunting Bu Gung? Dadi daar?” (Apa itu stunting, Bu Gung?
Apakah bisa dimakan?)
Kadek : “Jek, dadi daar” (Kok boleh dimakan)
Ketut : “nyen nawang sekelas sirup atau permen” (Siapa tau sekelas sirup atau
permen)
Kadek : “sing jani pang jelasange jak bu gung, pang ngerti” (Bukan, sekarang akan
dijelaskan oleh Ibu Gung, supaya mengerti)
Bu Gung : “Jadi stunting nika (itu), Pak Tut, adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada anak akibat dari kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang”
Data (3-1) dan (3-2) meski berasal dari sumber video yang berbeda, memiliki skema posisi partisipan yang sama. Kedua video memiliki empat ratified participants, meski tidak seluruh partisipan terlihat dalam percakapan di atas. Pada (3-1). Tokoh Kadek merupakan pihak ketiga yang memiliki hak untuk turut serta dalam percakapan, sedangkan tokoh Pak Gde merupakan penutur atau speaker dalam percakapan. Begitu pula pada (3-2), posisi speaker dan addressee diisi oleh tokoh Ketut dan Bu Gung secara simultan, sedangkan tokoh Kadek merupakan pihak ketiga yang juga berhak terlibat dalam percakapan.
Ditinjau pada aspek kerangka partisipan, pada data (3-1) dan (3-2) berikut, dapat disimpulkan bahwa melalui ujaran yang diujarkan seseorang, ia juga dapat menampilkan figur tertentu. Pada data (3-1), dapat dilihat bahwa tokoh Pak Gede melalui ujarannya ingin menampilkan figur dirinya sebagai seorang pejabat pemerintah yakni Kepala BNN Provinsi Bali, terlepas dari dirinya sebagai individu. Begitu pula dengan data (3-2), meskipun tidak diujarkan secara tersurat, akan tetapi dapat
disimpulkan bahwa dalam percakapan ini tokoh Bu Gung menampilkan figur dirinya sebagai seorang petugas kesehatan.
-
4. Principal
Principal merupakan orang yang bertanggung jawab terhadap ujaran tersebut (Goffman, 1981). Seorang animator bisa mengambil peran sebagai author sekaligus principal dalam ujarannya. Kasus ini ditemukan pada beberapa ujaran para tokoh dalam video-video Youtube Puja Astawa, seperti yang ditunjukkan oleh data berikut. Data (4-1)
Pak Gde : “tidak akan ditahan, tidak akan diinterogasi, dia belinya dimana dan sebagainya, dijamin kerahasiaannya jadi tidak ada yang boleh tau kecuali petugas rehabilitasi yang akan melakukan konseling”
Kadek : “rahasianya dijaga”
Pak Gde : “dijaga, yakin, ini Kepala BNN Provinsi Bali, seorang jenderal jaminannya”
Pada cuplikan data (4-1) di atas, ujaran yang disampaikan tokoh Pak Gde diklasifikasikan sebagai kondisi dimana penutur, yakni Pak Gde, mengambil tiga peran sekaligus, yakni sebagai animator, author, dan principal. Dengan kata lain, Pak Gde dalam ujarannya merupakan orang yang memproduksi ujaran, juga merupakan sumber ujaran serta orang yang bertanggung jawab terhadap ujarannya. Tanggung jawab terhadap ujarannya ditegaskan pada akhir cuplikan percakapan dimana tokoh Pak Gde meyakinkan lawan bicaranya terhadap ujarannya dan mengambil tanggung jawab penuh atas konsekuensi ujarannya dengan menjadikan dirinya jaminan atas ujarannya tersebut.
Selain sekaligus menjadi principal, dalam video-video Youtube Puja Astawa kerap ditemukan ujaran-ujaran dimana penuturnya bukan merupakan principal atau orang yang bertanggung jawab atas ujaran yang disampaikan animator, seperti yang ditunjukkan pada contoh berikut.
Data (4-2)
Ibu Kadek : “Luung, Dek?” (Bagus, Dek?)
Kadek : “Buih luung, lengkap, bersih sekolahne” (Wah, bagus, lengkap dan bersih sekolahnya)
Ibu Kadek : “Oh”
Kadek : “Pih, eh kene bet ne kepala sekolahne. Bapak, silahkan cek dulu, Pak. Keliling biar Bapak ndak beli kucing dalam karung, keto abet ne.” (Begini kata Kepala Sekolahnya. Bapak, silahkan cek dulu, Pak. Keliling agar Bapa tidak membeli kucing dalam karung, begitu katanya)
Pada data (4-2) terdapat dua ratified participants yang terlibat dalam percakapakan. Keduanya memegang posisi sebagai speaker dan addressee secara bergiliran. Ujaran yang disampaikan oleh tokoh Kadek yang bercetak tebal di atas diklasifikasikan sebagai ujaran yang memiliki principal yang berbeda dengan animator ujaran tersebut. Dengan mengutip perkataan milik tokoh lain, tokoh Kadek mengindikasikan bahwa ada partisipan lain di luar percakapan antara dirinya dengan lawan bicaranya yang bertanggung jawab atas ujaran yang disampaikannya.
Selain contoh di atas, data (2-2) yang juga menunjukkan adanya kerangka peran secondary author yang ditemukan dalam video Youtube Puja Astawa, juga menunjukkan bahwa, meskipun bertindak sebagai secondary author, pemilik ujaran tidak serta merta menjadi principal dalam ujarannya. Pada data (2-2), telah diketahui bahwa tokoh Kadek berperan sebagai pengalih bahasa, yang mengalihbahasakan ujaran tokoh Pak Gde ke dalam bahasa Bali. Meskipun dalam hal ini, tokoh Kadek diklasifikasikan juga sebagai author, akan tetapi yang bertanggung jawab atas ujaran yang disampaikan adalah primary author atau dalam hal ini adalah tokoh Pak Gde.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, dapat disimpulkan bahwa interaksi yang tercemin dalam konten-konten video Youtube Puja Astawa, meskipun bukan merupakan interaksi terekam dan berdasarkan naskah tertulis, juga mencerminkan sebuah interaksi nyata dan memiliki kategori lawan tutur dan kerangka partisipan yang tipikal ditemukan dalam percakapan nyata sehari-hari. Empat kerangka partisipan ditemukan dalam konten-konten video tersebut, yakni animator, author termasuk primary dan secondary author, figure, dan principle. Layaknya interaksi komunikasi di dunia nyata yang bisa ditemukan dalam keseharian, kerangka partisipan ini bisa diperankan beragam dengan para tokoh yang ada dalam video. Ditemukan bahwa, seorang animator dalam video-video ini, tidak serta merta menempatkannya pada jenis kerangka partisipan lainnya. Meskipun, terdapat pula kasus dimana animator dalam video juga berperan sebagai author dan atau principal melalui ujarannya. Selain itu, hal yang perlu diperhatikan bahwa, dalam scripted interaction seperti ini, terdapat partisipan
lain di luar interaksi yang juga perlu dipertimbangkan, yakni si penulis naskah, yang tentunya berperan sebagai author pada sebagian besar interaksi yang ditampilkan.
DAFTAR PUSTAKA
Ayudya, T.D., Aritonang B.M., & Krisnawati, E. 2019. Analisis Wacana Hate Speech dalam Live Streaming YouTube Ligagame E-Sports TV. Jurnal Komunikasi dan Bisnis Vol VII No 2.
Dynel, M. 2014. Participation Framework Underlying YouTube Internaction. Journal of Pragmatics Vol 73 pp. 37 – 52.
Gerhardt, Cornelia, Volker, Eisenlauer & Maximiliane Frobenius. 2014. Editorial: Participation framework revisited: (New) media and their audiences/users. Journal of Pragmatics 72, 1-4.
Goffman, E. 1981. Forms of talk. Oxford: Basil Blackwell.
Goodwin, Charles, 1981. Conversational Organization: Interaction Between Speakers and Hearers. Academic Press, New York.
Istiani, A.N., & Widhiyatmoko, Y.Y. 2020. Analisis Wacana Kritis sebagai Refleksi Terbalik Perilaku Negatif pada Tayangan Youtube. Jurnal Komunika Vol 3 No 2. Diunduh dari: http://ejournal.radenintan.ac.id/index.php/komunika
Lambert, V. A., & Lambert, C. E. 2012. Qualitative Descriptive Research: An Acceptable Design. Pacific Rim International Journal of Nursing Research.
Marks. A.R. 2012. Participation Framework and Footing Shifts in an Interpreted Academic Meeting. Journal of Interpretation Colume 22 No 1. Diunduh dari:
https://digitalcommons.unf.edu/joi/vol22/iss1/4
Putri, S.K., & Gautama, M.I. 2022. Interaksi Sosial di Dunia Digital (Analisis Wacana Kritis terhadap Kolom Komentar Podcast Close the Door di Channel Youtube Deddy Corbuzier). Journal Perspektif: Jurnal Kajian Sosiologi dan Pendidikan Volume 5 Nomor 2 pp 180 – 189. Diunduh dari: DOI:
http://dx.doi.org/10.24036/perspektif.v5i2.611
Steviasari, P.C. 2020. Retorika Dakwah Ustadz Abdul Somad (Analisis Wacana Terhadap Youtube Ustadz Abdul Somad). Skripsi. Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung.
Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan RnD. Bandung: Alfabeta.
Wiharja, I.A. 2019. Suara Miring Konten YouTube Channel Deddy Corbuzier di Era Society (Analisis Wacana Kritis). Prosiding Seminar Nasional Bulan Bahasa (Semiba) 2019.
PROFIL PENULIS
Novita Mulyana, S.S., M.Hum. merupakan dosen Program Studi Sastra Inggris Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana. Ia menamatkan gelar sarjananya pada program studi Sastra Inggris, dan gelar magisternya pada program studi Linguistik di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana. Ketertarikan bidang penelitiannya berada pada bidang makro linguistik, khususnya pragmatik dan analisis wacana, serta pengajaran serta pembelajaran bahasa.
Yana Qomariana, S.S., M.Ling., merupakan dosen Program Studi Sastra Inggris Fakultas Ilmu Budaya. Ia menamatkan studi sarjananya pada program studi Bahasa dan Sastra Inggris Universitas Gajayana dan studi magisternya pada program studi Linguistik di Australian National University. Ketertarikan bidang penelitiannya berada pada ranah tipologi bahasa dan penerjemahan.
13
Discussion and feedback