Perlindungan Konsumen Terhadap Produk Kadaluwarsa Yang Diperjualbelikan Melalui Platform E-Commerce
on
PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PRODUK KADALUWARSA YANG DIPERJUALBELIKAN MELALUI PLATFORM E-COMMERCE
Made Yuly Riantini, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: yulyriantini.yr@gmail.com
Ayu Putu Laksmi Danyathi, Fakultas Hukum Universitas Udayana, e-mail: laksmi_danyathi@unud.ac.id
DOI: KW.2022.v11.i09.p5
ABSTRAK
Tujuan dari studi ini, yakni untuk menganalisis bentuk perlindungan konsumen terhadap produk kadaluwarsa yang diperjualbelikan melalui platform e-commerce, serta menganalisis mengenai upaya untuk mengatasi peredaran produk kadaluwarsa dalam platform e-commerce. Metode yang diterapkan dalam penelitian ini adalah metode penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Studi ini menunjukan bahwa Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tidak mampu untuk memproteksi konsumen dari produk kadaluwarsa yang diperjualbelikan melalui platform e-commerce, mengingat Undang-Undang tersebut sudah tidak relevan dengan masifnya bisnis digital di Indonesia. Maka dari itu, pembentukan Undang-Undang baru sangat diperlukan guna memproteksi hak-hak konsumen dalam kegiatan jual beli melalui platform e-commerce. Adapun cara untuk mengatasi peredaran produk kadaluwarsa dalam platform e-commerce dapat dilakukan dengan upaya prefentif dan represif. Upaya preventif dapat dilakukan dengan membuat regulasi hukum yang memadai dan sesuai dengan perkembangan zaman. Selain itu, BPOM, konsumen, dan pelaku usaha juga dapat berpartisipasi aktif dalam melakukan upaya preventif. Kemudian, upaya represif untuk mengatasi peredaran produk kadaluwarsa dalam platform e-commerce, yakni dengan memberikan tindak lanjut kepada pelaku usaha yang menjual produk kadaluwarsa kepada konsumen melalui platform e-commerce.
Kata Kunci: E-Commerce, Produk Kadaluwarsa, Perlindungan Konsumen
ABSTRACT
The purpose of this study, namely to analyze the form of protection for consumers against expired products that are traded through e-commerce platforms, and analyze the measures to overcome the circulation of expired products on e-commerce platforms. The method applied in this research is normative legal research method by using statute approach and conceptual approach. This study shows that Law Number 8 of 1999 is unable to protect consumers from expired products that are traded on ecommerce platforms, considering that the Law is is no longer relevant to the massive digital business in Indonesia. Therefore, the establishment of a new law is urgently needed to protect consumer rights in buying and selling activities through e-commerce platforms. The way to deal with the circulation of expired products on e-commerce platforms can be done with preventive and repressive measures. The preventive measure can be done by making adequate legal regulations and in accordance with the times. Additionally, BPOM, consumers, and merchant can also actively participate in carrying out preventive measure. Then, repressive measure to overcome the circulation of expired products on e-commerce
platforms, namely by provide further action to merchant who sell expired products to consumers through e-commerce platforms.
Key Words: E-Commerce, Expired Product, Consumer Protection
Akselerasi kemajuan teknologi pada era digitalisasi telah memberikan berbagai dampak, terutama di bidang perekonomian. Hal ini ditengarai dengan menjamurnya platform e-commerce yang merupakan bagian dari bisnis digital berbasis internet. Platform e-commerce tidak hanya terbatas pada marketplace semata. Namun, sejalan dengan perkembangan eksistensinya, e-commerce mulai menyusup ke dalam media sosial sehingga dapat dikenal lebih cepat1. Perlu diketahui bahwasanya e-commerce diartikan sebagai sebuah transaksi yang berlangsung secara digital dengan cara saling bertukar barang guna mencukupi kebutuhan harian2. Selain penggunaanya yang cukup mudah dan efisien dari segi waktu, teknologi juga mampu meningkatkan pangsa pasar secara global tanpa bepergian atau mengirim sales ke negera lain guna melakukan pemasaran3. Dalam perkembangannya, e-commerce mampu menggeser eksistensi bisnis konvensional yang penerapannya masih menggunakan cara lama tanpa mengandalkan kecanggihan teknologi. Tidak adanya batasan ruang maupun waktu membuat platform e-commerce menjadi lebih fleksibel. Akibat dari banyaknya keuntungan yang ditawarkan dalam platform e-commerce, maka tak heran apabila para pelaku usaha secara perlahan mulai meninggalkan bisnis konvensional guna beradaptasi dengan era yang serba digital.
Tidak dapat dipungkiri bahwa platform e-commerce mampu memberikan pengaruh yang positif dan bahkan negatif bagi para penggunanya. Sisi positif dari penggunaan platform e-commerce sebaiknya dimanfaatkan dengan bijak, sedangkan sisi negatif yang ditimbulkan harus selalu diwaspadai sedini mungkin. Adapun salah satu sisi negatif dari penggunaan e-commerce, yakni dijadikan sebagai sarana untuk memperjualbelikan produk expired dengan tujuan untuk meraup keuntungan yang sebesar-besarnya. Perubahan zat kimia yang terkandung dalam produk expired tentunya dapat membahayakan kesehatan konsumen sehingga tidak layak untuk dikonsumsi. Perlu diketahui bahwasanya produk kadaluwarsa yang beredar di platfotm e-commerce tidak sekadar makanan atau minuman semata, tetapi juga mencakup kosmetik, obat-obatan, dan produk-produk lainnya. Maka dari itu, setiap merchant diharapkan untuk selalu memeriksa produknya secara berkala sebelum dijual kepada konsumen. Dalam hal ini, konsumen diminta untuk selalu waspada ketika membeli barang melalui platform e-commerce karena cukup berisiko dan penuh bahaya. Belum lagi jika konsumen diharuskan untuk melakukan pembayaran terlebih dahulu tanpa ia ketahui tentang kualitas barang yang akan ia peroleh melalui transaksi tersebut.
Apabila dibandingkan dengan pelaku usaha, konsumen kerap kali berada pada bargaining position yang lemah4. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat kesenjangan posisi antara pelaku usaha dengan konsumen itu sendiri. Dalam hal ini, perlindungan terhadap hak-hak konsumen tidak dapat diabaikan begitu saja. Konsumen harus mendapat proteksi yang memadai, baik itu ketika membeli barang secara online ataupun ketika berbelanja di toko secara langsung. Perlu diketahui bahwasanya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 adalah regulasi yang memproteksi hak-hak consumer di Indonesia. Namun, seiring berjalannya waktu, aturan yang tertuang dalam UUPK sudah tidak relevan dengan era bisnis digital sehingga tidak mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman. Oleh sebab itu, pembentukan regulasi hukum yang up to date dan memadai tentunya sangat diperlukan sehingga konsumen terjamin keselamatannya ketika hendak berbelanja online, khususnya melalui platform e-commerce. Pasalnya, UUPK tersebut dibentuk ketika Indonesia belum memasuki era bisnis digital. Jadi, dengan dibentuknya Undang-Undang Perlindungan Konsumen yang baru, maka hal tersebut dapat memperkuat eksistensi hak-hak konsumen di Indonesia ketika berbelanja online, salah satunya melalui platform e-commerce.
Merujuk pada pemaparan di atas, penulis tertarik untuk menganalisis tentang bentuk perlindungan konsumen terhadap produk kadaluwarsa yang diperjualbelikan melalui platform e-commerce. Selain itu, penulis juga ingin menganalisis tentang upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi peredaran produk kadaluwarsa, khususnya dalam platform e-commerce. Dalam hal ini, ditemukan adanya keterkaitan antara penelitian penulis dengan salah satu penelitian terdahulu, yakni penelitian yang dilakukan oleh Ruth Gladys Sembiring dan I Made Dedy Priyanto, dengan judul penelitian “Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Yang Membeli Produk Makanan dan Minuman Kadaluarsa”, dimana artikel ilmiah tersebut telah dipublikasikan dalam Jurnal Kertha Semaya pada tahun 20195. Penelitian tersebut tentunya memiliki perbedaan dengan penelitian penulis karena membahas mengenai perlindungan konsumen terhadap makanan dan minuman kadaluwarsa secara general. Berbeda halnya dengan penelitian penulis yang membahas tentang perlindungan konsumen terhadap produk kadaluwarsa yang diperjualbelikan melalui platform e-commerce, dimana platform e-commerce tersebut merupakan bagian dari bisnis digital.
-
1. Bagaimana bentuk perlindungan konsumen terhadap produk kadaluwarsa yang diperjualbelikan melalui e-commerce?
-
2. Bagaimana upaya untuk mengatasi peredaran produk kadaluwarsa dalam platform e-commerce?
-
1. Untuk menganalisis bentuk perlindungan konsumen terhadap produk kadaluwarsa yang diperjualbelikan melalui e-commerce
-
2. Untuk menganalisis upaya untuk mengatasi peredaran produk kadaluwarsa dalam platform e-commerce
-
II. Metode Penelitian
Dalam studi ini, jenis penelitian yang diterapkan adalah penelitian hukum normatif, dimana jenis penelitian ini menggunakan norma hukum sebagai objek penelitiannya6. Penelitian ini berfokus pada regulasi hukum yang mengatur mengenai perlindungan konsumen terhadap produk kadaluwarsa yang diperjualbelikan melalui platform e-commerce. Pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach) merupakan pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini, digunakan dua bahan hukum, yakni bahan hukum primer yang bersumer dari UU No. 8 Tahun 1999, serta bahan hukum sekunder yang bersumber dari jurnal dan buku hukum yang masih memiliki kaitan dengan topik penelitian penulis. Dalam mengumpulkan kedua bahan hukum tersebut, digunakan teknik studi kepustakaan dan kemudian dianalisis dengan teknik analisis deskriptif, dimana peristiwa hukum akan dipaparkan secara terus terang7.
-
III. Hasil dan Pembahasan
-
3.1 Bentuk Perlindungan Konsumen Terhadap Produk Kadaluwarsa Yang Diperjualbelikan Melalui E-Commerce
-
Konsumen merupakan salah satu unsur terpenting yang berperan aktif dalam menggerakkan perekonomian nasional. Belakangan ini, konsumen lebih memilih berbelanja secara online melalui platform e-commerce dibandingkan harus ke toko secara langsung, mengingat sifatnya yang cukup praktis. Kehadiran e-commerce telah menuntun sektor perekonomian memasuki level yang baru. Dalam platform ecommerce, antara merchant dan consumer terjadi interaksi secara virtual, dimana hal tersebut pada hakikatnya telah mengubah tatanan yang terdapat dalam bisnis konvensional. Selain itu, kegiatan jual beli yang berlangsung secara elektronik juga dikenal adanya suatu kontrak sebagaimana yang diterapkan dalam kegiatan jual beli secara konvensional. Namun, kontrak yang digunakan dalam kegiatan transaksi melalui platform e-commerce disebut sebagai kontrak elektronik8. Kontrak elektronik pada hakikatnya telah mendapat validasi. Oleh sebab itu, transaksi yang berlangsung secara elektronik tersebut harus memiliki basis legal tersendiri9.
Keberadaan platform e-commerce tentunya menciptakan permasalahan konsumen yang lebih luas. Belum lagi pihak konsumen yang kerap berada pada bargaining position yang lemah, dimana hak-haknya seringkali terabaikan. Lemahnya bargaining position konsumen diakibatkan oleh beberapa faktor, yakni kurangnya transparansi mengenai informasi produk yang dijual oleh merchant. Berdasarkan hal tersebut, maka diperlukan adanya payung hukum yang memadai guna memproteksi hak-hak konsumen dalam kegiatan jual beli, baik itu yang dilakukan secara konvensional maupun elektronik. Perlu diketahui bahwasanya Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1999 adalah regulasi yang secara eksklusif memberikan proteksi terhadap para consumer di Indonesia. Namun, regulasi tersebut dinilai tidak cukup untuk melindungi kepentingan konsumen karena tidak relevan dengan perkembangan zaman, sehingga dalam keadaan seperti ini konsumen seringkali menjadi korban dari kecurangan pelaku usaha itu sendiri10.
Undang-Undang Perlindungan Konsumen telah ada jauh sebelum era bisnis digital dimulai. Ketika Indonesia mengalami masa transisi dari bisnis konvensional menuju bisnis digital, maka diperlukan adanya reformasi regulasi guna mengatur aktivitas jual beli antara merchant dan consumer yang semakin modern. Sungguh disayangkan apabila pertumbuhan bisnis digital yang begitu pesat tidak dibarengi dengan pembentukan regulasi hukum yang memadai. Kegiatan perdagangan yang berlangsung secara elektronik harus memiliki regulasi hukum tersendiri, mengingat UUPK yang menjadi dasar hukumnya sudah tidak sinkron dengan permasalahan konsumen yang semakin kompleks.
Hal ini disebabkan karena paradigma dari perdagangan online memiliki karakteristik yang berbeda dengan ketentuan yang tertuang dalam UUPK yang lebih condong pada paradigma jual beli secara konvensional. Jadi, kegiatan perdagangan yang dilakukan secara online tersebut tidak mampu dijangkau oleh UUPK itu sendiri. Hal ini membuat UUPK tidak mampu beradaptasi dengan perkembangan zaman. Berdasarkan hal tersebut, dapat kita ketahui bahwa bisnis digital tidak hanya berdampak pada perluasan ruang dan waktu semata. Namun lebih dari itu, bisnis digital juga mampu mempengaruhi luasnya problematika yang diciptakan. Maka dari itu, platform e-commerce yang merupakan bagian dari bisnis digital perlu mendapat perhatian khusus, mengingat keberadaannya yang semakin hari kian menjamur.
Pesatnya perkembangan teknologi yang ditengarai dengan munculnya berbagai bisnis digital telah memberikan pengaruh yang positif dan bahkan negatif bagi masyarakat luas. Salah satu keuntungan dari pemanfaatan platform e-commerce, yakni pelaku usaha menjadi lebih mudah dalam mengiklankan produknya. Pasalnya, aktivitas jual beli yang terjadi dalam platform e-commerce dilakukan dengan memanfaatkan perangkat elektronik masing-masing tanpa bertemu secara face to face. Luasnya pangsa pasar yang mampu dijangkau oleh platform e-commerce juga menjadi nilai tambah untuk pelaku usaha guna memperoleh laba semaksimal mungkin.
Hadirnya e-commerce di tengah masyarakat telah mempermudah konsumen untuk mendapatkan barang yang diinginkan tanpa harus repot mengunjungi toko secara fisik. Akan tetapi, perlu diperhatikan juga bahwa e-commerce dapat memberikan dampak negatif, terutama bagi pihak konsumen. Adapun kelemahan dari pemanfaatan platform e-commerce, yakni produk yang datang tidak sesuai dengan ekspektasi konsumen, proses pengiriman produk cukup lama, dan yang lebih buruk lagi adalah hadirnya peretas yang mencuri data pribadi konsumen yang terdapat dalam akun platform e-commerce yang ia miliki.
Salah satu sisi negatif dari pemanfaatan platform e-commerce yang perlu mendapatkan perhatian khusus, yakni digunakan sebagai tempat untuk memperjualbelikan produk yang telah kadaluwarsa. Dalam kegiatan jual beli, pada hakikatnya masih banyak ditemukan produk expired yang secara sengaja diperdagangkan oleh pelaku usaha11. Dengan hadirnya bisnis digital yang berlangsung
secara virtual melalui platform e-commerce, tentunya menjadi angin segar bagi oknum yang tidak bertanggung jawab untuk menjual produknya yang sudah melewati batas kelayakan konsumsi (expired). Hal demikian biasanya dilakukan oleh pelaku usaha agar terhindar dari kerugian materi. Pada dasarnya, produk kadaluwarsa yang beredar dalam platform e-commerce tidak hanya berupa makanan atau minuman semata. Namun lebih daripada itu, produk kadaluwarsa yang ditemukan dalam platform e-commerce juga dapat berupa obat-obatan, kosmetik, dan lain sebagainya. Apabila konsumen tidak menyadari bahwa produk yang ia beli secara online tersebut merupakan produk expired, maka hal itu dapat berakibat fatal bagi kesehatannya jika sampai dikonsumsi.
Sebagai bentuk informasi mengenai jangka waktu kelayakan konsumsi, maka setiap produk yang akan diperjualbelikan di pasaran harus dibubuhi label tanggal expired. Pelaku usaha dilarang keras dalam membuat dan memperjualbelikan produk yang tidak dibubuhi tanggal expired, dimana hal ini telah ditentukan dalam Pasal 8 ayat (1) huruf g UUPK. Selain itu, ketika menggunakan suatu produk atau jasa, konsumen juga berhak atas keselamatan dan rasa aman karena hal ini telah ditentukan dalam Pasal 4 huruf (a) UUPK. Jadi, apabila pihak merchant tetap menjual produk yang telah expired sebagaimana yang tercantum dalam label produk, maka hal tersebut dapat dikategorikan sebagai bentuk pelanggaran terhadap hak konsumen. Jika konsumen sampai mengonsumsi produk yang telah kadaluwarsa, maka hal tersebut dapat membahayakan kesehatannya, mengingat zat kimia yang terkandung di dalamnya telah mengalami perubahan. Adapun dampak ringan dari mengonsumsi produk kadaluwarsa, yakni terganggunya pencernaan. Lebih daripada itu, produk yang telah melewati tanggal daluarsa juga dapat memberikan efek yang fatal, salah satunya keracunan. Pasalnya, produk yang telah expired mengandung bakteri jahat di dalamnya.12
Perlu digarisbawahi bahwa konsumen dapat meminta kompensasi atas kerugian yang timbul akibat produk kadaluwarsa yang dijual oleh pihak merchant. Hal ini telah diatur dalam Pasal 19 UUPK. Jadi, untuk memperoleh kompensasi dari pihak merchant, maka pihak konsumen boleh datang secara langsung ke tempat dimana sebelumnya ia membeli produk kadaluwarsa tersebut. Pelaku usaha yang bersangkutan tentunya wajib memberikan kompensasi kepada pihak konsumen atas kerugian yang timbul akibat produk kadaluwarsa yang dijual olehnya. Namun, situasinya akan berbeda apabila konsumen membeli produk kadaluwarsa melalui aktivitas jual beli secara online, mengingat tidak semua platform e-commerce mengatur secara tegas tentang kewajiban pelaku usaha untuk mengganti kerugian konsumen yang ditimbulkan akibat pembelian barang secara online.
Belum lagi jika pihak merchant yang menjual produk expired secara online tidak beritikad baik untuk memberikan kompensasi kepada pihak konsumen yang dirugikan. Kerap kali pihak merchant dalam media online malah menghilang begitu saja dan lepas dari tanggung jawabnya. Konsumen tentunya akan sulit untuk melacak keberadaan pelaku usaha ketika membeli barang secara online, mengingat dalam hal ini interaksi yang terjadi antara pihak merchant dengan consumer berlangsung secara virtual tanpa bertemu secara face to face. Maka dari itu, pembentukan regulasi hukum yang mutakhir dan sesuai dengan perkembangan zaman sangat diperlukan
keberadaanya, sehingga konsumen dapat terhindar dari pemasalahan-permasalahan yang dimungkinkan terjadi ketika hendak berbelanja secara online.
Peredaran produk kadaluwarsa dalam platform e-commerce merupakan kesalahan yang berasal dari pelaku usaha, tidak peduli apakah hal tersebut dilakukan secara sengaja ataupun tidak. Dalam situasi seperti ini, diperlukan adanya ketelitian dari pelaku usaha untuk mengecek produk yang dijual secara berkala agar tidak membahayakan pihak konsumen. Selain itu, pemerintah juga wajib bertanggung jawab dalam memonitoring peredaran produk kadaluwarsa, khususnya dalam platform ecommerce. Hal ini disebabkan karena konsumen seringkali mengabaikan tanggal kadaluwarsa yang tertera dalam produk, dimana hal ini diakibatkan oleh rasa percaya yang berlebihan terhadap pelaku usaha itu sendiri.
Asas kepercayaan merupakan dasar dari terjadinya perjanjian antara penjual dan pembeli dalam kegiatan perdagangan secara elektronik, mengingat perjanjian tersebut dilakukan secara virtual menggunakan perangkat elektronik masing-masing13. Meskipun telah terdapat regulasi berupa Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 guna memproteksi hak consumer di Indonesia, akan tetapi undang-undang tersebut sudah tidak relevan dengan bisnis digital yang penggunaannya memanfaatkan kecanggihan teknologi. Berdasarkan hal tersebut, maka diperlukan adanya produk hukum yang mutakhir dan sesuai dengan perkembangan zaman, sehingga konsumen dapat terlindungi dari ancaman produk kadaluwarsa yang beredar dalam platform ecommerce. Tujuannya, yakni agar pelaku usaha tidak menghilang begitu saja dan memiliki itikad baik untuk mempertanggung jawabkan produk kadaluwarsa yang ia jual kepada konsumen secara online.
Telah kita ketahui bersama bahwasanya produk kadaluwarsa memiliki efek yang fatal bagi kesehatan konsumen. Produk kadaluwarsa tidak hanya ditemukan ketika membeli produk secara offline di toko. Namun, produk kadaluwarsa juga kerap dijumpai ketika berbelanja secara online, salah satunya melalui platform e-commerce. Ketika membeli barang secara offline, maka konsumen akan lebih mudah dalam meminta pertanggung jawaban kepada pelaku usaha atas produk kadaluwarsa dijual disana, mengingat antara penjual dengan pembeli terdapat interaksi yang dilakukan secara face to face. Namun, apabila konsumen mendapat produk kadaluwarsa dalam kegiatan jual beli secara elektronik, maka ia tidak dapat meminta pertanggung jawaban secara langsung kepada pelaku usaha, sehingga proses yang dilalui akan lebih panjang dan rumit. Hal ini disebabkan karena interaksi antara penjual dan pembeli dalam platform e-commerce terjadi secara virtual dalam dunia maya. Belum lagi jika pelaku usaha tidak memiliki itikad baik untuk mempertanggung jawabkan kelalaiannya dan malah kabur begitu saja. Tentu saja hal ini akan membuang lebih banyak waktu dan tenaga, bahkan memunculkan kemungkinan bahwa konsumen tidak akan mendapatkan kompensasi atas kelalaian yang diperbuat oleh pelaku usaha itu sendiri.
Sebagai bentuk proteksi terhadap konsumen dalam kegiatan jual beli, maka diperlukan adanya tindakan untuk mengatasi peredaran produk kadaluwarsa, khususnya dalam platform e-commerce. Teknologi yang tidak dibarengi dengan
pembentukan aturan akan mempengaruhi terjadinya chaos yang berakibat pada kehancuran hidup manusia14. Adapun upaya yang dapat diterapkan dalam mengatasi peredaran produk expired dalam e-commerce, yakni dengan melakukan upaya preventif dan represif. Upaya prefentif merupakan upaya yang dilakukan untuk meminimalisir beredarnya produk kadaluwarsa dalam platform e-commerce dengan cara melakukan tindakan pencegahan, salah satunya dengan membentuk regulasi hukum yang memadai dan sesuai dengan perkembangan zaman. Namun, ketentuan-ketentuan yang diatur dalam UUPK sudah tidak relevan dengan perkembangan zaman, mengingat kegiatan jual beli saat ini sudah semakin berkembang dan akan terus mengalami perubahan sepanjang zaman. Berdasarkan hal tersebut, maka diperlukan adanya regulasi hukum yang baru untuk menyelesaikan permasalahan konsumen yang semakin kompleks.
Perlu diketahui bahwa tindakan pencegahan tersebut juga memerlukan peranan dari pihak konsumen serta pelaku usaha itu sendiri. Pelaku usaha dalam hal ini diminta untuk selalu memeriksa produknya secara berkala guna memastikan bahwa produk yang akan dijual tidak kadaluwarsa. Apabila terdeteksi adanya produk yang telah expired, maka pelaku usaha sebaiknya beritikad baik untuk memusnahkan produk tersebut sehingga tidak beredar di pasaran dan menggantinya dengan produk yang baru. Adapun cara yang dapat dilakukan oleh pelaku usaha agar terhindar dari kerugian akibat produk kadaluwarsa, yakni menjual produk-produk yang telah mendekati masa expired dengan memberikan diskon, atau mengembalikan produk tersebut kepada supplier.
Telah kita ketahui bersama bahwa peranan konsumen juga sangat diperlukan dalam mengatasi peredaran produk kadaluwarsa, khususnya dalam platform ecommerce. Dalam hal ini, konsumen memiliki ruang untuk memberikan ulasan mengenai produk yang ia beli melalui platform e-commerce. Ketika konsumen membeli suatu produk secara online dan yang dikirim merupakan produk yang telah expired, maka konsumen yang bersangkutan dapat mengajukan komplain pada ruang yang telah disediakan tersebut. Namun, tindakan ini juga membutuhkan itikad baik dari pelaku usaha untuk selalu menanggapi masukan dari para konsumen. Jadi, agar tidak digunakan sebagai objek eksploitasi oleh pelaku usaha yang nakal, maka kewaspadaan konsumen sangat dibutuhkan ketika akan membeli suatu produk15.
Peredaran makanan serta obat-obatan di Indonesia pada hakikatnya dipantau oleh suatu badan yang berwenang akan hal itu. Adapun badan yang bertugas dalam memantau hal tersebut adalah Badan Pengawas Obat dan Makanan. Jadi, badan tersebut dapat berperan aktif dalam mencegah peredaran produk kadaluwarsa, mengingat setiap produk bahan makanan tentunya harus mendapatkan izin dari pihak BPOM sebelum dijual di pasaran. Namun, perlu diperhtikan bahwa terdapat beberapa kategori bahan makanan yang tidak perlu mendapatkan izin BPOM untuk dapat diedarkan16. Tindakan preventif dalam mengatasi peredaran produk expired mestinya dilakukan oleh BPOM sejak dini, salah satunya dengan membentuk program yang
berlandaskan UUPK17. Dalam rangka mencegah peredaran produk kadaluwarsa dalam platform e-commerce, maka pihak BPOM diharapkan bekerjasama dengan pihak ecommerce dalam memantau produk-produk apa saja yang layak untuk dijual melalui platform tersebut. Meksipun pihak e-commerce berperan sebagai pihak ketiga yang menghubungkan seller dengan pembeli, namun pihak e-commerce juga perlu memantau mengenai legalitas dan lisensi dari produk yang dijual melalui situs webnya18.
Cara menanggulangi peredaran produk expired dalam platform e-commerce juga dapat dilakukan dengan upaya represif, yakni dengan memberikan tindak lanjut kepada pelaku usaha yang memperjualbelikan produk yang telah kadaluwarsa. Tindak lanjut tersebut tentunya diberikan oleh pihak berwajib dan dilimpahkan kepada pelaku usaha yang curang karena memperjualbelikan produk yang telah expired. Guna memberikan efek jera, maka pelaku usaha dapat diberi tindak lanjut berupa pemberian sanksi. Adapun bentuk sanksi yang dapat diterapkan kepada para pelaku usaha yang berbuat curang, antara lain (1) Diberikan surat peringatan, (2) Dilarang menjual produknya dalam jangka waktu tertentu, (3) Produk milik pelaku usaha ditarik atau diberhentikan peredarannya, (4) Pencabutan izin usaha, (5) Pengenaan denda kepada pelaku usaha, dan (6) Apabila kelalaian pelaku usaha menimbulkan efek yang berat bagi konsumen maka ia dapat dikenakan hukuman pidana19.
-
IV. Kesimpulan sebagai Penutup
-
4. Kesimpulan
Bentuk perlindungan konsumen terhadap produk kadaluwarsa yang diperjualbelikan melalui platform e-commerce, yakni dengan membuat produk hukum yang mutakhir dan sesuai dengan perkembangan zaman. Pada dasarnya, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 merupakan regulasi yang secara eksklusif memberikan proteksi terhadap para consumer di Indonesia. Namun, regulasi tersebut dinilai tidak cukup untuk melindungi kepentingan konsumen karena sudah tidak relevan dengan perkembangan zaman. Adapun cara untuk mengatasi peredaran produk kadaluwarsa dalam platform e-commerce, yakni dengan menerapkan upaya preventif dan represif. Upaya preventif dilakukan dengan membentuk regulasi hukum yang memadai. Pelaksanaan upaya preventif ini juga memerlukan peranan dari BPOM, konsumen, dan pelaku usaha itu sendiri. Kemudian, upaya represif yang dapat dilakukan untuk mengatasi peredaran produk kadaluwarsa dalam platform e-commerce, yakni dengan memberikan tindak lanjut kepada pelaku usaha yang menjual produk expired kepada konsumen, baik itu dengan memberikan sanksi, mencabut izin usaha, dan lain sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Atsar, Abdul dan Apriani, Rani. “Buku Ajar Hukum Perlindungan Konsumen”. (Yogyakarta, Deepublish, 2019).
Diantha, I Made Pasek. “Metodelogi Penelitian Hukum Normatif Dalam Justifikasi Teori Hukum”. (Jakarta, Prenada Media Group, 2017).
Haris Hamid, Abd. “Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia”. (Makassar, CV. Sah Mjedia, 2017).
Jurnal Ilmiah
Disemandi, Hari Sutra dan Nadia, Puteri Ariesta. “Produk Bahan Pangan Kadaluwarsa Yang Diiperjualbelikan Di Supermarket: Suatu Kajian Hukum Perlindungan Konsumen”. Maleo Law Jurnal 5, No. 2 (2021).
Fitriah. “Implikasi Produk Kemasan Kadaluarsa Pada Perlindungan Hukum Bagi Konsumen”. Jurnal Solusi Unpal 18, No. 1 (2020).
N, Anissa Putri, Konoras, Abdurrahman, dan Soepeno, Muhammad Hero. "Tanggung Jawab Para Pihak Dalam Transaksi Jual Beli Online". Jurnal Lex Privatium 9, No. 6 (2021).
Nanda, Revia dan Tarina, Dwi Desi Yayi. "Perlindungan Konsumen Terhadap Transaksi Jual Beli Online Kosmetik Bermerek Palsu Melalui E-Commerce". Jurnal Humani 12, No. 1 (2022).
Pradnyaswari, Ida Ayu Eka dan Westra, I Ketut. “Upaya Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Dalam Transaksi Jual Beli Menggunakan Jasa E-Commerce". Jurnal Kertha Semaya 8, No. 5 (2020): 760.
Rahendra Lubis, M. Faisal. “Penerapan Hukum Terhadap Asas Kepercayaan di Dalam Transaksi Jual-Beli On-Line”. Jurnal Ilmiah Metadata 1, No. 3 (2019).
Ramli, Tasya Safiranita dkk. "Aspek Hukum Platform E-Commerce Dalam Era Transformasi Digital”. Jurnal Studi Komunikasi dan Media 24, No. 2 (2020).
Randi, Yusuf. "Perlindungan Hukum Konsumen Terhadap Penjualan Produk Kesehatan Palsu Pada Situs Online Di Masa Covid-19". Jurnal Morality 8, No. 1 (2022).
Riswandi, Dedi. “Transaksi On-Line (E-Commerce): Peluang Dan Tantangan Dalam Perspektif Ekonomi Islam". Jurnal Econetica 1, No. 1 (2019).
Sembiring, Ruth Gladys dan Priyanto, I Made Dedy. "Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Yang Membeli Produk Makanan dan Minuman Kadaluarsa". Jurnal Kertha Semaya 7, No. 6 (2019).
Surya Negara, Ida Bagus Mas dan Purwanto, I Wayan Novy. "Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Akibat Penyebaran Produk Makanan dan Minuman Kadaluarsa". Jurnal Kertha Wicara 10, No. 5 (2021).
Wulandari, Yudha Sri. “Perlindungan Hukum Bagi Konsumen Terhadap Transaksi Jual Beli E-Commerce”. Jurnal Ajudikasi 2, No. 2 (2018).
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
Jurnal Kertha Wicara Vol 11 No 9 Tahun 2022, hlm. 1616-1625
Discussion and feedback