ISSN: 2528-4940

Vol. 02, No.02: April 2023, pp-28-36

STILISTIKA

Journal of Indonesian Language and Literature

GEGURITAN NALA DAMAYANTI ANALISIS PENDEKATAN FEMINISME DAN NILAI-NILAI YANG TERKANDUNG

Ni Putu Vivi Ary Anggreni1*, I Wayan Suteja2, dan I Wayan Suardiana3 Universitas Udayana

*) surel korespondensi: viviary@gmailo.com doi: : https://doi.org/10.24843/STIL.2023.v02.i02.p03 Artikel dikirim: 26 Mei 2022; diterima: 26 Juni 2022

GEGURITAN NALA DAMAYANTI ANALYSIS OF FEMINISM APPROACH AND CONTAINED VALUES

Abstract. This study examines Geguritan Nala Damayanti. The purpose of this study is to describe feminism and the values contained in the Geguritan Nala Damayanti text. This study uses the theory of feminism according to Sugihastuti and Suharto. The stage of providing data using the listening method is assisted by translation techniques and recording techniques. The data analysis phase used qualitative methods assisted by analytical descriptive techniques. The stage of providing the results of data analysis using informal methods supported by inductive and deductive techniques. Feminism obtained from the research is how a woman experiences gender oppression and injustice in the form of marginalization, subordination, stereotypes, and violence that she experiences. As well as female figures who are used as role models and the values contained in them can be taken.

Keywords: geguritan, structure, values

PENDAHULUAN

Kasusastraan berasal dari kata “ sastra “. Sas yang berarti “ mengajar, mendidik dan memberi petunjuk “ dan tra yang berarti “ alat “. Kasusastraan mendapat pangater su- yang berarti baik atau benar dan pangater dan pangiring ke-an yang berarti keberadaan (kawentenan). Jadi kasusastraan adalah alat untuk mengajar, mendidik yang baik dan benar. Kasusastraan Bali dibagi menjadi dua yaitu kasusastraan Bali purwa dan Kasusastraan Bali anyar.

Kasusastraan Bali purwa adalah warisan sastra Bali yang mengandung nilai-nilai tradisional masyarakat pendukungnya, dari segi isi mencerminkan kehidupan masyarakat Bali tradisional dan dari segi bentuknya memiliki bentuk yang khas sebagai bentuk ciri kedaerahannya. Hal ini menjelaskan bahwa kasusastraan Bali purwa mengandung nilai-nilai tradisional yang mencerminkan kehidupan masyarakat Bali.

Kasusastraan Bali purwa (tradisional) salah satu karya sastranya berupa geguritan. Geguritan merupakan karya sastra yang berbentuk puisi. Dalam kamus Bali-Indonesia, geguritan

berasal dari kata gurit yang berarti gubah, karang, sadur sehingga geguritan berarti saduran cerita yang berbentuk tembang (pupuh) (Kamus Bali-Indonesia, 1991:254). Geguritan mempunyai beberapa aturan-aturan yang ketat. Geguritan dibentuk oleh beberapa pupuh dan diikat oleh beberapa aturan. Aturan-aturan tersebut ialah pada lingsa yaitu banyaknya baris dalam tiap-tiap bait (pada), banyaknya suku kata dalam tiap-tiap baris (carik) dan bunyi akhir dalam tiap-tiap baris (Agastia, 1980:16-17).

Geguritan melukiskan kehidupan masyarakat Bali dengan unsur-unsur cerita yang membentuknya seperti plot, penokohan, setting, gaya dan lain-lainnya, disamping terikat oleh unsur puisi seperti diksi berupa pilihan kata, imaji berupa daya bayang, gaya bahasa, dengan memakai bentuk tembang dalam penyajiannya. Inilah yang menyebabkan geguritan hendaknya dinyanyikan memakai pupuh yang terdapat di dalamnya (Bagus, 1991:37).

Karya sastra Bali tradisional berupa geguritan mulai banyak diminati oleh masyarakat Bali. Hal tersebut dapat dilihat dengan banyaknya pengarang sastra Bali tradisional yang menciptakan geguritan, Banyaknya judul-judul geguritan yang ada di Bali dengan nilai-nilai yang terdapat di dalamnya, yang beberapa di dalamnya dijadikan sebagai panutan kehidupan masyarakat Bali. Selain itu eksistensi dunia informasi seperti internet dan media massa lainnya sangat ikut berperan penting dalam memperkenalkan karya sastra geguritan karena mudahnya diakses oleh masyarakat Bali.

Sejarah geguritan diawali dari zaman keemasan di Bali, keberadaan para pengarang sudah merata di Bali. Munculnya pengarang-pengarang yang mengarang geguritan dimulai dari geguritan Pan Bongkling di karang oleh Ida Wayan Dangin dari Karangasem, selanjutnya geguritan Dang Hyang Nirartha, geguritan Dukuh Siladri, Geguritan ampel gading dan sebagainya di karang oleh Ida Bagus Putu Bek, selanjutnya geguritan Duh Ratnayu, geguritan uwug Gianyar, geguritan boma dan sebagainya di karang oleh Ida Anak Agung Gede Pameregan, selanjutnya dari Bangli ditemukan geguritan Brayut yang di karang oleh Ida Peranda Gria Tambahan. Selanjutnya geguritan kedis, geguritan Diwasa merupakan karya Ki Dalang Tangsub (Simpen, t.t:5). Pada bagian akhir dari abad ke-19 atau bagian awal abad ke-20 di Badung terdapat geguritan Loda, Niti Raja Sasana, hredaya sastra, dharma sasana, Nengah Jimbaran, dan purwa sanghara di karang oleh Ida Cokorda Denpasar (Ida Cokorda Mantuk ring Rana) (Agastia, 2006:7). Selanjutnya geguritan Salampah Laku yang di karang oleh Ida Padanda Made Sidemen. Selanjutnya penghujung abad ke-20 hingga masa kwartal ke-3 pada abad yang sama di Bali, geguritan sampik, geguritan bogor, geguritan Mas Ayu Sumedang dan sebagainya di karang oleh Ida Ketut Sari dari Desa Sanur. Geguritan Bali Tatwa, geguritan Putra Sasana, geguritan Rasmi sancaya Edan Lalangon Potraka dan sebagainya di karang oleh Ida Bagus Putu Maron dari Ubud, Gianyar. Geguritan kesehatan, geguritan Amatra Mungguing Bhagawadgita, geguritan Yadnya ring Kuruksetra dan geguritan Panca Puspita yang di karang oleh Dr. Ida Bagus Rai dari Gria Mangasrami, Ubud (Agastia, 2006: vii). Selanjutnya awal wahun 1977 terdapat geguritan yang terbit di Badung ditulis oleh A.A. Alit Konta berjudul Puputan Badung. Awal tahun 1978 muncul geguritan I Wayan Umbaran karya Pasek Mayana dari Gianyar, beliau juga mengarang

geguritan Suwar Agung (1979), geguritan suwar cita (1980) dan geguritan I Wayan Darma (belum terbit) (Suardiana, 1990:36-37). Pada harian Bali post edisi pedesaan pernah disajikan secara bersambung geguritan Wayan Jurus karya I Nengah Suandra. Selanjutnya di Tabanan, pengarang I Wayan Djapa sebagai pengarang produktif dengan menggubah Adi Parwa (18 parwa) yang membangun kisah Mahabharata ke dalam bentuk geguritan, selain itu beliau juga menggubah sarasamuscaya, bhagawadgita, Lubdaka, Niti Sastra ke dalam bentuk geguritan.

Perkembangan geguritan dalam masyarakat Bali dari Abad ke tahun semakin berkembang. Hal ini menunjukkan bahwa pengarang-pengarang di Bali masih tetap menciptakan, menulis maupun melestarikan geguritan melalui karya-karyanya.

Penelitian ini menggunakan geguritan yang berjudul geguritan Nala Damayanti. Geguritan ini merupakan hasil penelitian dari Drs. Ida Bagus Gede Widana dan Drs. Ida Bagus Mayun dan di salin oleh Ida I Gusti Agung Gede Rai. Geguritan Nala Damayanti merupakan salah satu karya sastra tradisional Bali yang cerita Nala Damayantinya pernah diterbitkan oleh Pustaka Balimas Denpasar berjudul Kisah Putri Damayanti di kutip dari cerita hindu (Mahabharata) tahun 1958 oleh I Gusti Alit Deli. Di dalam geguritan ini menonjolkan mengenai keteladanan seorang wanita yang dijadikan sebagai tokoh wanita ideal. Geguritan Nala Damayanti menceritakan kisah Damayanti yang mengalami penderitaan disebabkan oleh suaminya sendiri yaitu Prabhu Nala yang kalah bermain judi melawan Puskarapati. Pengkajian geguritan ini menampilkan tokoh perempuan yang menampilkan nilai-nilai luhur dalam bertindak, berkata dan berpikir dan juga di dalamnya mengalami banyak cobaan dan perjuangan yang dilakukan dalam kehidupan pernikahannya.

Proses perempuan dalam berjuang di kehidupannya sudah terjadi sejak lama. Perempuan dikatakan selalu menghadapi perjuangan di dalam kehidupan pernikahannya, seperti berjuang untuk mendapatkan hak asuh anak, berjuang untuk memposisikan dirinya sama seperti laki-laki untuk menghidupi keluarga diistilahkan sebagai pencari nafkah, berjuang untuk mempertahankan kembali pernikahannya dan sebagainya. Hal inilah yang menyebabkan laki-laki yang tidak baik terhadap istrinya atau kurang bertanggung jawab terhadap anak istrinya. Misalkan penelantaran yang digambarkan pada geguritan Nala Damayanti seorang perempuan yang ditinggalkan suaminya dan mengalami banyak cobaan dan perjuangan namun tetap mencari suaminya meski diabaikan. Dari segi wacana, suatu perhatian feminis Dale Spender (dalam Selden, 1996) menganggap bahwa wanita secara mendasar ditindas oleh bahasa pria. Dari pernyataan tersebut memperlihatkan bahwa laki-laki lebih kuat dari segalanya, menyebabkan kondisi perempuan yang terlihat lebih lemah. Dihadirkannya tokoh perempuan yang digambarkan dalam geguritan Nala Damayanti merupakan hal menarik untuk diteliti sebagai tokoh perempuan dalam pendekatan feminisme, terutama bagaimana perjuangan tokoh perempuan dan perempuan sebagai tokoh teladan yang tercermin dalam geguritan Nala Damayanti. Dasar pemikiran feminis dalam penelitian sastra adalah upaya pemahaman kedudukan peran perempuan seperti yang tercermin dalam karya sastra (Soeharto, 2002:15).

Penelitian yang mengkaji analisis feminisme sudah dilakukan oleh beberapa peneliti. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, ditemukan beberapa pustaka yang relevan dengan penelitian ini. Adapun pustaka tersebut dipaparkan sebagai berikut.

Ni Nyoman Karmini (2012) dalam jurnal yang berjudul Analisis Feminisme Dalam Geguritan Saci. Jurnal tersebut mendeskripsikan mengenai permasalahan kehidupan yang dialami oleh tokoh perempuan dalam geguritan Saci. Tokoh perempuan yang menggambarkan tentang kehidupannya, perempuan yang dijadikan pusat, dijadikan objek penceritaan yang menyangkut objek, kondisi dan pengalamannya. Tidak hanya itu, penggambaran perempuan yang berpendidikan, mampu menentukan sikap, mampu mengambil keputusan, mampu mempertahankan citra diri dan setia, yang bertolak belakang dengan anggapan stereotip bahwa perempuan sangat lemah, hanya sibuk dengan urusan domestik dan hanya menerima saja. Selain itu dalam jurnal ini juga memaparkan konsep gender, teori feminism, teori dekonstruksi dan keterikatan geguritan Saci pada konvensi geguritan. Hal ini berkaitan dengan penelitian geguritan Nala Damayanti yang sama-sama menggambarkan permasalahan seorang tokoh perempuan tentang kehidupannya yang menyangkut objek, kondisi dan pengalamannya, dan penggambaran tokoh perempuan yang mampu mengambil keputusan, mempertahankan citra diri dan setia, sama halnya bertolak belakang dengan anggapan bahwa perempuan lemah. Jurnal ini sama-sama menggunakan teori feminism di dalamnya dan sama-sama menggunakan karya sastra Bali purwa berupa geguritan dalam analisisnya. Diah Ayu Kusumaningrum (2017) dalam penelitian yang berjudul Bias Gender Dalam Novel Surga Yang Tak Dirindukan Karya Asma Nadia (Sebuah Kajian Feminisme). Penelitian tersebut mendeskripsikan mengenai aspek-aspek ketidakadilan gender yang dialami oleh tokoh perempuan dalam novel tersebut. Bentuk-bentuk ketidakadilan gender yang dialami oleh tokoh perempuan tersebut adalah marginalisasi perempuan, subordinasi, stereotip yang dibagi menjadi dua yaitu dominasi laki-laki terhadap perempuan dan perempuan selalu dinomorduakan. Sedangkan bentuk ketidakadilan gender lainnya berupa kekerasan, yang dibagi menjadi tiga yaitu kekerasan psikologis batin, kekerasan refresif, dan kekerasan alienatif. Terakhir adalah bentuk ketidakadilan gender pada beban yang lebih banyak. Selain itu, penelitian ini juga memaparkan mengenai gender, sistem patriarki, teori feminism dan teori struktural. Hal ini berkaitan dengan penelitian geguritan Nala Damayanti yang samasama menggambarkan ketidakadilan gender yang dialami oleh tokoh perempuan, ketidakadilan gender tersebut dalam bentuk marginalisasi, subordinasi maupun stereotip dan bentuk ketidakadilan lainnya berupa kekerasan psikologis batin, kekerasan represif maupun kekerasan alienatif. Penelitian ini sama-sama menggunakan kajian feminisme dalam kajian penelitian karya sastranya. Perbedaannya, penelitian tersebut menggunakan karya sastra modern berupa novel, sedangkan penelitian ini menggunakan karya sastra Bali purwa berupa geguritan yang berjudul geguritan Nala Damayanti.

Dalam tahap penyediaan data, metode yang digunakan yaitu metode simak yaitu menyimak karya sastra dengan membacanya berulang-ulang (Sudaryanto, 1993:2). Metode ini digunakan untuk lebih memahami naskah secara mendalam. Kemudian dilanjutkan dengan teknik terjemahan yaitu menerjemahkan geguritan Nala Damayanti dari naskah yang menggunakan bahasa Bali dilanjutkan dengan menerjemahkannya ke dalam bahasa Indonesia. Hal ini dilakukan untuk mempermudah pembaca memahami isi dan naskah. Adapun teknik terjemahan yang dilakukan yaitu dibedakan menjadi dua bentuk yaitu terjemahan yang harfiah dan idiomatik.

Teknik pencatatan juga berperan untuk membantu penelitian ini. Teknik pencatatan yaitu mengumpulkan data-data yang berkaitan dengan data penelitian. Teknik pencatatan dilakukan dengan tujuan agar data didapatkan lebih terjamin kebenarannya serta untuk menghindari kelupaan sebagai akibat terbatasnya kemampuan ingatan. Teknik pencatatan dalam tahap penyediaan data ini digunakan secara bersamaan dengan teknik penerjemahan sehingga akan lebih memudahkan dalam memahami teks geguritan Nala Damayanti.

Tahap Analisis data merupakan tahap pengolahan data. Metode yang digunakan dalam tahap ini adalah metode kualitatif karena bersifat kualitatif. Metode kualitatif memberikan perhatian terhadap data ilmiah, data dalam hubungannya dengan konteks keberadaannya. Metode kualitatif dianggap sebagai multi metode sebab penelitian pada gilirannya melibatkan sejumlah besar gejala sosial yang relevan (Ratna, 2004:47).

Teknik yang digunakan pada tahap ini adalah teknik deskriptif analisis. Secara etimologi deskriptif dan analisis berarti menguraikan. Meskipun demikian, analisis tidaklah semata-mata menguraikan melainkan juga memberikan pemahaman dan penjelasan secukupnya (Ratna, 2004:53).

Metode yang digunakan dalam tahap penyajian hasil analisis data ini adalah metode informal. Metode informal adalah cara penyajian melalui kata-kata biasa (Ratna, 2004:50).

Selain itu, dalam tahap penyajian hasil analisis data akan dibantu dengan teknik induktif dan deduktif. Teknik induktif merupakan suatu proses penalaran yang bergerak dari beberapa ke semua, dan sebagian ke seluruh, dari kasus-kasus khusus menuju suatu generalisasi (dari khusus ke umum). Sedangkan deduktif beranjak dan penerapan suatu prinsip umum menuju suatu kesimpulan khusus (dari umum ke khusus) (Tarigan, 1984:111-112).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bagian ini memaparkan hasil penelitian analisis feminism dalam Geguritan Nala Damayanti. Analisis penelitian ini dibagi menjadi beberapa uraian sebagai berikut. 1.    Analisis feminisme dalam Geguritan Nala Damayanti

analisis feminisme dalam kisah tokoh Perempuan yaitu Damayanti sebagai perempuan yang tertindas, mengalami ketidakadilan gender dalam bentuk marginalisasi yang menganggap perempuan cenderung memiliki sifat tabah dan sabar sehingga perempuan harus dilindungi dan tidak cocok mendapat pekerjaan

atau kegiatan yang berat, kemudian bentuk subordinasi yang beranggapan bahwa perempuan berpendapat dan tampil untuk memimpin, berakibat memunculkan sikap yang menempatkan perempuan pada posisi yang tidak penting. Bentuk stereotip yang beranggapan laki-laki lebih kuat dan perempuan yang lemah. Kemudian bentuk kekerasan seperti pemerkosaan, kekerasan batin, kekerasan represif atau perampasan hak perempuan untuk dilindungi dan hak untuk menjadi seorang istri, kekerasan alienatif yang memandang laki-laki yang benar dan perempuan salah. Kisah Tokoh Damayanti sebagai tokoh perempuan teladan, dalam setiap kata dan perbuatan selalu dijadikan panutan, tidak melupakan norma-norma yang dapat menurunkan martabat sebagai perempuan, hormat kepada orang tuanya dan tetap percaya dan berdoa kepada tuhan. Damayanti yang begitu satia brata (setia terhadap suami) walaupun menghadapi banyak cobaan dan rintangan bahaya dalam hidupnya, tetapi perjuangannya tetap kokoh, kuat iman dan pendiriannya, melakukan segala cara demi kembali suami kepadanya.

  • 2.    Nilai-nilai yang terkandung dalam Geguritan Nala Damayanti

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, nilai-nilai yang terkandung dalam Geguritan Nala Damayanti dapat diuraikan sebagai berikut.

  • 2.1    Nilai Etika

Dalam geguritan Nala Damayanti menunjukkan tokoh perempuan sebagai tokoh teladan. Seorang istri yang ideal, hal ini ditunjukkan oleh tokoh Damayanti. Tokoh utama yang menampilkan nilai-nilai luhur dalam bertindak, berkata dan berpikir. Tokoh Damayanti yang sangat hormat kepada ayahnya, walaupun Damayanti sedang ditimpa perasaan berat karena sedang jatuh cinta dengan Prabhu Nala, karena menjalin hubungan yang jauh. Tindakannya tersebut dilakukan dengan senang hati dan bertujuan untuk menghibur ayahnya agar ayahnya tidak memikirkan Damayanti terlalu berat dan Damayanti tidak ingin menyusahkan orang tuanya. Damayanti bertindak agar tidak terlalu merendahkan martabat kebangsawanannya karena menemui kusir, maka dari itu ia pergi bersama inang pengasuhnya. Tokoh Damayanti yang taat akan norma-norma, jika norma tersebut dilanggar maka akan rendah martabat kewanitaannya. Ia juga berpikir ingin menghindari keburukan di masyarakat.

  • 2.2    Nilai Estetika

Tokoh Damayanti yang kukuh terhadap pendiriannya, tetap setia terhadap Prabhu Nala, sekalipun ada dewa yang ingin meminangnya tetapi tetap setianya kepada Prabu Nala. Tokoh Damayanti perempuan bijaksana dalam melakukan tindakannya walaupun dalam situasi mendesak, mampu menguasai dirinya. Untuk memilih suami yang dikehendaki, Damayanti memuja Catur Dewata sehingga tampaklah Prabhu Nala sesungguhnya. Para Dewata yang menguji kesetiaan pasangan tersebut, apakah cintanya didasari dengan rasa cinta suci atau tidak.

  • 2.3    Nilai Agama

Prabhu Nala karena teledor melakukan upacara suci dan dirasuki pikirannya oleh Kali. Dengan godaan itu, Prabhu Nala menjadi bingung, timbul hasratnya untuk bertindak mengikuti nafsu sehingga upacara suci tidak berlangsung dengan baik. Prabhu Nala dalam keadaan jiwanya yang tidak seimbang, sulit mengendalikan pikirannya. Sehingga semua nasihat yang ditunjukkan kepadanya tidak pernah didengar. Bahkan nafsunya semakin meningkat seperti dalam acara perjudian, taruhannya sangat besar sampai negaranya ikut dijadikan taruhan. Setelah Prabhu Nala menderita akibat berjudi, lalu ia terlunta-lunta di hutan. Di dalam hutan ia dapat menolong ular yang lumpuh akibat kutukan Maharsi. Karena pertolongannya ia diberikan bisa (racun) agar bisa melumpuhkan kekuatan Kali di dalam tubuhnya. Prabhu Nala mendapat hikmah ajaran karma phala yaitu segala perbuatan selalu mendatangkan hasil. Akibat menolong nagaraja akhirnya Prabhu Nala terlepas dari godaan Kali didalam tubuhnya. Tokoh Damayanti juga dinasehati agar jangan berkecil hati dalam menghadapi rintangan penderitaan dan jangan berhenti berdoa kepada tuhan.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil uraian mengenai Geguritan Nala Damayanti analisis feminisme dan nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : Geguritan melukiskan kehidupan masyarakat Bali dengan unsur-unsur cerita yang membentuknya seperti plot, penokohan, setting, gaya dan lain-lainnya, disamping terikat oleh unsur puisi seperti diksi berupa pilihan kata, imaji berupa daya bayang, gaya bahasa, dengan memakai bentuk tembang dalam penyajiannya. Inilah yang menyebabkan geguritan hendaknya dinyanyikan memakai pupuh yang terdapat di dalamnya (Bagus, 1991:37). Analisis feminisme dalam kisah tokoh Perempuan yaitu Damayanti sebagai perempuan yang tertindas, mengalami ketidakadilan gender dalam bentuk marginalisasi, subordinasi, stereotip hingga bentuk kekerasan yang

dialaminya. Kisah Tokoh Damayanti sebagai tokoh perempuan teladan, dalam setiap kata dan perbuatan selalu dijadikan panutan, tidak melupakan norma-norma yang dapat menurunkan martabat sebagai perempuan, hormat kepada orang tuanya dan setia terhadap suaminya. Selain itu, nilai-nilai yang terdapat dalam geguritan ini pun terdapat nilai etika, nilai estetika, dan nilai agama.

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa/Ida Sang Hyang Widhi Wasa karena hanya atas karunia-Nya, jurnal ini dapat diselesaikan dengan baik. Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Drs. I Wayan Suteja, M.Hum. sebagai pembimbing I dan Drs. Dr. I Wayan Suardiana, M.Hum. sebagai pembimbing II. Beliau selaku pembimbing skripsi yang telah sabar dan bersedia meluangkan waktu untuk membimbing penulis. Bimbingan beliau berdua banyak memberikan sumbangsih yang sangat berjasa demi kelancaran penulisan jurnal penulis. Tak luput juga penulis ucapkan terima kasih kepada keluarga orang tua tercinta, bapak I Made Dwijaya Putra Atmaja, ibu Ni Ketut Naniek Ary Suharmini, serta ketiga adik penulis Vina Dewi Putri, dan Vita Mei yang selalu memberikan dukungan, doa, kasih sayang, perhatian dan motivasi, baik secara moral maupun finansial sehingga penulis dapat menyelesaikan jurnal ini, serta teman-teman terdekat penulis Dewik, Nia, dan Laksmi yang selalu memberikan semangat.

DAFTAR PUSTAKA

Agastia, Ida Bagus Gede.1980. Geguritan Sebuah Bentuk Karya Sastra Bali. (Makalah untuk Sarasehan Sastra Daerah Pesta Kesenian Bali II di Denpasar).

Bagus, I Gusti Ngurah. 1991. Fungsi Nilai Sosial geguritan Dalam Masyarakat Bali. Denpasar: Universitas Udayana.

Bagus, I.G.N. dan I Ketut Ginarsa. 1978. Kembang Rampe Kesusastraan Bali Purwa. Buku I. Balai Penelitian Bahasa, Singaraja

Karmini, Ni Nyoman. 2012. Analisis Feminisme Dalam Geguritan Saci, jurnal seni budaya. Volume 27, Nomor 2, P141-154.

Kusumaningrum, Diah Ayu. 2017. Bias Gender Dalam Novel Surga Yang Tak Dirindukan Karya Asma Nadia (Sebuah Kajian Feminisme) (penelitian). Diponegoro. Universitas Diponegoro.

Mayun, Ida Bagus. 1987/1988. Pengungkapan isi dan latar belakang nilai budaya naskah kuno “Damayanti“. Jakarta. Departemen pendidikan dan kebudayaan.

Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Teori, Metode, Dan Teknik Penelitian Sastra (Dari Strukturalisme Hingga Postrukturalisme, Perspektif Wacana Naratif). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Selden, Raman. 1996. Contemporary Literary Theory. Lexington : The University Press of Kentucky.

Sudaryanto, 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa: Pengantar Penelitian Wahana Kebudayaan Secara Linguistik. Yogyakarta: Muhammadiyah University Press.

Suharto,Sugihastuti. 2002. Kritik Sastra Feminis: Teori Dan Aplikasinya. Yogyakarta: Pustaka Belajar.

Tarigan, Henry Guntur. 1984. Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa.

Tim Penyusun Kamus Bali-Indonesia. 1991. Kamus Bali-Indonesia. Denpasar : Dinas Pengajaran Propinsi Daerah Tingkat I Bali.

PROFIL PENULIS

Ni Putu Vivi Ary Anggreni adalah mahasiswa Program Studi Sastra Bali angkatan 2018. Pada tahun 2018, pernah menjadi anggota bidang I penalaran individu keilmuan dan penelitian Himpunan Mahasiswa Sastra Bali.

Drs. I Wayan Suteja, M.Hum., meraih gelar sarjana pada tahun 1984. Gelar magister humaniora diperoleh pada tahun 2011 di Universitas Udayana. Menjadi anggota Lembaga Bahasa, Aksara, dan Sastra Bali-UNUD tahun 2019. Pengalaman penelitian yang berjudul “Wacana Sad Kerthi Dalam Kakawin Purwaning Gunung Agung Karya Ida Padanda Made Sidemen DI Dinas Kebudayaan Provinsi Bali. Sampai saat ini menjadi dosen di Prodi Sastra Bali, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Udayana. Dr. Drs. I Wayan Suardiana, M.Hum., lahir di Kelating, Tabanan 13 Januari 1966. Meraih gelar sarjana pada tahun 1991 di Program Studi Sastra, Fakultas Ilmu Budaya. Melanjutkan S2 dan tamat pada tahun 1999 bidang ilmu humaniora/filologi, Fakultas Ilmu Budaya. Melanjutkan S3 dan tamat pada tahun 2009 bidang ilmu linguistik (Konsentrasi Wacana Sastra). Mendapat penghargaan Satya Lancana Karya Satya XX tahun 2018 oleh Institusi Pemberi Penghargaan Presiden Republik Indonesia. Sampai saat ini menjadi dosen di prodi Sastra Bali, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Udayana.

36