STILISTIKA

Journal of Indonesian Language and Literature

ISSN: 2528-4940

Vol. 02, No.02: April 2023, pp-14-27

ARKETIPE DALAM NOVEL RE: KARYA MAMAN SUHERMAN ANALISIS PSIKOLOGI ANALITIK CARL GUSTAV JUNG

Andi Widian Prabowo1*, I G.A.A. Mas Triadnyani2, dan I Wayan Cika3 Universitas Udayana,

*) surel korespondensi: andiwidianprabowo@gmail.com doi: https://doi.org/10.24843/STIL.2023.v02.i02.p02

Artikel dikirim: 01 Juli 2022 ; diterima: 01 Agustus 2022

ARCHETYPES IN THE NOVEL RE: BY MAMAN SUHERMAN: CARL GUSTAV JUNG'S ANALYSIS OF PSYCHOLOGY

Abstract . The world of prostitution is not solely caused by the abyss of poverty. However, it is caused by the turmoil of the human unconscious on the causality of his personality. Re is the main character in the novel Re by Maman Suherman who represents the complex world of playing games. The arena that Re is involved in, featuring various interesting characters is reviewed in more depth. Problems in tracing the personality of the characters in Maman Suherman's novel Re. The theory used is Carl Gustav Jung's Psychoanalysis. Data was collected using a literature study method with reading, listening, and note-taking techniques. Data analysis was carried out by interpretive descriptive method. The results are based on research, the incident utilizes the background as the main strength with detailed specifications. The whole is not fully interwoven in the relationship between elements. The psychological character of Re displays the archetype of the audience, the great mother, and the hero which is manifested in her psychic causality. The character of Re shows the personality of the collective unconscious (persona, shadow, anima and animus), Herman reflects the persona of an intelligent student, and Mami Lani is a representation of the persona of a blind heart.

Keywords: Re, Personality, Archetype

PENDAHULUAN

Pelbagai upaya mencari permaknaan mendalam terhadap karya sastra merupakan wilayah kajian utama para pemerhati sastra untuk menciptakan kehidupan bersastra yang lebih baik. Melalui teks sastra, pembaca diajak menelusuri sebuah ruang yang ditinggalkan peradaban, dengan balutan kisahan yang apik. Fenomena sosial, politik, psikologis, dan hukum dirangkum dalam realitas teks-teks sastra yang mumpuni. Karya sastra tidak hanya merefleksikan keadaaan sosiologis, namun juga melampaui realitas tersebut. Hubungan sastra dengan masyarakat pendukung nilai- nilai kebudayaan tidak dapat dipisahkan, karena sastra menyajikan kehidupan dan sebagian besar terdiri atas kenyataan sosial (masyarakat), walaupun karya sastra meniru alam dan dunia subjektif manusia (Wellek dan Warren,1990:109).

Ratna (2008:336-337) juga mengatakan bahwa hubungan karya sastra dengan masyarakat, baik sebagai negasi dan inovasi, maupun afirmasi, jelas merupakan hubungan yang hakiki.

Menurut Sumardjo dan Saini (dalam Rokhmansyah, 2014:2) Sastra merupakan ungkapan pribadi manusia berupa pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat keyakinan dalam suatu bentuk gambaran konkret yang membangkitkan pesona dengan alat bahasa. Karya sastra adalah objek manusiawi, fakta kemanusiaan atau fakta kultural sebab merupakan hasil ciptaan manusia (Faruk, 2014:77). Karya sastra merupakan ungkapan seseorang yang digambarkan secara konkret sehingga memberikan pemahaman kepada orang lain. Karya sastra biasanya dituangkan dalam bentuk fiksi seperti novel, cerpen, puisi, dan roman. Novel mengisahkan sisi kehidupan manusia atas permasalahan kehidupan seseorang atau beberapa orang tokoh dalam adegan kehidupan dengan menggunakan alur cerita. Novel yang dibahas dalam tulisan ini adalah novel Re: karya Maman Suherman. Novel Re: (2014) merupakan novel keempat karya Maman Suherman. Maman Suherman atau lebih dikenal dengan panggilan “Kang Maman” lahir di Makasar pada tanggal 10 November 1965, lulusan dari Jurusan Kriminologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia. Bertumbuh sebagai jurnalis selama 15 tahun (19882003), dari reporter hingga menjadi pemimpin redaksi di Kelompok Kompas Gramedia.

Membaca novel Re: seolah sedang menikmati suguhan teks jurnalistik yang dibalut dengan kisahan apik melalui karakter tiap tokohnya. Sebagaimana yang diungkapkan penulisnya, bahwa novel Re: diangkat dari kisah nyata selama pergelutan hidup Maman semasa menyelesaikan kuliahnya. Seperti yang diungkapkan Maman dalam catatan penulisnya "Karena diangkat dari skripsi, tentu sebagian besar lokasi, tempat, dan peristiwa dalam cerita ini bukan fiksi semata" (2014:151). Meskipun demikian, teks yang sudah dikultuskan menjadi sebuah karya sastra berbentuk novel tersebut, haruslah dipahami secara utuh sebagai hakikat karya. Artinya, meskipun terdapat embel-embel realita kehidupan penulisnya, namun hal-hal terkait permaknaan tetaplah mengikuti realitas karya sastra. Hakikat sebuah karya memanglah berangkat dari realitas pertama yakni dunia asli pengarangnya yang didapat melalui pengalaman empirisnya, realitas tersebut menjadi modal awal untuk diberangkatkan ke dalam realitas kedua yakni realitas karya sastra. Permainan imajinasi dan sifat fiksional menjadi dominan pada realitas kedua di atas. Karena itulah, novel Re: memberikan cakrawala harapan yang lebih kompleks.

Pembaca diajak untuk menikmati alur cerita yang linear dan tidak kaya akan perumpamaan-perumpamaan yang rumit. Begitu khasnya seolah membaca sajian

jurnalistik dengan kekuatan bahasa yang lugas dan komunikatif. Keunikan semacam ini memberikan kemudahan sekaligus kesulitan dalam menafsirkan aspek-aspek kesusastraan didalamnya. Kehidupan “malam” yang dijalani tokoh Re, merupakan sebuah arketipe yang dapat ditelusurui sebab-musababnya. Re tidak serta merta terjun ke dunia “gelap” tersebut. Perjalanan hidup tokoh Re, menarik secara karya, namun tragis di kisah nyata. Karena hal itulah, tulisan ini berusaha mengungkap aspek-aspek psikologis tokoh dalam novel Re: karya Maman Suherman.

Berdasarkan latar belakang di atas maka tulisan ini berfungsi untuk memaparkan kepribadian tokoh dalam novel Re karya Maman Suherman. Adapun kajian pustaka yang dijadikan sebagai rujukan dalam tulisan ini pertama, tulisan Vivi Safitri (2015) berjudul “Analisis Kejiwaan Tokoh pada novel Re: Karya Maman Suherman”. Fokus pembahasan dalam tulisan Vivi Safitri membicarakan perihal aspek kejiwaan yang dialami oleh tokoh Re dalam menjalani dunia prostitusi. Teori yang digunakan ialah psikologi kognitif dari George Kelly. Jika Safitri dengan teori psikologi George Kelly mengungkapkan siklus yang dialami tokoh Re, maka dalam penelitian ini digunakan arketipe untuk mementukan pola serta model kepribadian dalam novel tersebutKedua, skripsi yang berjudul "Analisis Struktur Novel Re: Karya Maman Suherman" (2017) karya Caroline. Tulisan Caroline mendeskripsikan unsur-unsur struktural yang memuat tema, tokoh, alur, dan latar dalam novel Re: karya Maman Suherman. Perbedaannya secara kuat mengarah pada kekompleksan analisis. Skripsi tersebut hanya membahas aspek strukturalnya saja, namun tidak diungkapkan aspek simbolik lain yang terdapat dalam novel Re:. Persamaannya terletak pada objek kajian yakni sama-sama menganalisis novel Re: karya Maman Suherman. Ketiga, tesis berjudul "Citra Perempuan dan Politik Seksualitas dalam Novel Re: dan Perempuan Karya Maman Suherman (Sebuah Pendekatan Feminisme)” (2018) karya Karlina. Karlina menggunakan dua karya dari Maman Suherman yakni Re (2014) dan Perempuan (2016). Kedua novel tersebut saling berpaut satu sama lain. Fokus penelitian bertujuan untuk menemukan penggambaran perempuan yang dikontruksi untuk menjadi submissive, wife berdasarkan perannya sebagai istri dan ibu. Berdasarkan hal tersebut, diperlukan sebuah pemahaman di awal bahwa, fokus kajian psikologi sastra memanglah bergelut dengan dunia psikis, keadaan jiwa, sikap, dan aspek- aspek batin yang dialami oleh tokoh cerita. Oleh karena itu, persamaan sifat atau karakter yang dialami tokoh bersifat mutlak. Hal yang dapat dipetik untuk diinterpretasikan lebih lanjut ialah hubungan kausalitas (sebab-akibat) aspek kejiwaan tersebut. Oleh karena itulah, lahir kekayaan interpretasi dari masing- masing kritikus. Adapun tinjauan yang kuat dari aspek teori

dan argumentasi digunakan sebagai dasar pijakan guna mengembangkan analisis terkait arketipe kepribadian ke depannya dalam penelitian ini.

Teori yang digunakan untuk mengupas kepribadian tokoh dalam novel Re adalah teori psikologi analitik Gustav Jung. Teori tersebut digunakan dikarenakan relevansi yang ditemukan dalam novel Re. Berikutnya metode dan tekni yang digunakan ialah studi pustaka dengan tekni interpretasi. Cara kerja secara konkretnya ialah membaca novel Re sebagai sumber primer dan data pendukung lainnya (sekunder) kemudian dilakukan teknik simak dan catat guna mengelompokkan sesuai korpus data yang dibutuhkan. Analisis pada akhirnya bertumpu pada kekuatan interpretasi atas simbol yang dijewantahkan dalam novel.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Memasuki ranah analisis mendalam terkait kepribadian dalam novel Re karya Maman Suherman, perlu disadari bahwa karya sastra dan psikologi memiliki kaitan yang erat. Sebuah karya tidak serta merta lahir begitu saja. Karya sastra muncul ke permukaan masyarakat melalui proses adaptasi kultural yang panjang. Penulis memikirkan matang-matang konsep cerita beserta aspek penokohan sehingga karya yang dihasilkan mampu terbaca dengan baik. Teori psikologi sastra pada dasarnya bertujuan untuk menyampaikan pesan yang disampaikan dalam sebuah karya sastra dengan tepat sasaran. Sebagaimana yang diungkapkan Endraswara, bahwa kajian psikologi sastra juga dapat menitikberatkan pada pengaruh karya tersebut secara psikologis (2008:103). Lebih lanjut, Endraswara mengungkapkan langkah-langkah dalam menganalisis sebuah karya berdasarkan pendekatan psikologi. Langkah tersebut ialah, pertama pendekatan psikologi sastra menekankan kajian keseluruhan baik berupa unsur intrinsik maupun ekstrinsik. Kedua, di samping tokoh dan watak, perlu dikaji pula masalah tema karya. Ketiga, konflik perwatakan tokoh perlu dikaitkan dengan alur cerita (2008:104).

Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dipahami posisi sentral karya sastra dan juga psikologi dalam mengungkap isi cerita yang dibuat oleh pengarang. Struktur novel Re karya Maman Suherman, menjadi modal untuk dijadikan sebagai instrumen guna bertolak ke arah analisis yang komprehensif dengan teori psikologi analitik Carl Gustav Jung. Hal paling dasar dalam memahami teori Jung ialah memulai dengan asumsi bahwa tingkah laku manusia senantiasa disebabkan oleh hubungan kausalitas ras dan teologi (masa depan). Istilah kepribadian dalam pemahaman psikoanalitik Jung ialah psike.

Menurut Jung kepribadian manusia diawali dengan kesadarannya mengenai dua sisi dirinya. Jung menyadari ada sisi dominan, yang tampak pada suatu waktu

pada dirinya semasa hidupnya (Septriani, 2017:81). Oleh karena itu, manusia dapat menjadi introvet atau ekstrovet karena kepribadian tidaklah mutlak. Mengapa demikian, karena hal tersebut disebabkan oleh dinamika kausalitas pembentuk kepribadian manusia sehingga menjadikan manusia memiliki ketidaksadaran. Menjadi mudah dipahami setelah pemaparan di atas yakni kunci dari psikoanalisis Jung ialah tentang hakikat kesadaran dan ketidaksadaran. Keduanya saling mengisi satu sama lain. Kesadaran berfungsi sebagai penyesuaian dengan dunia luar (eksternalisasi), sedangkan ketidaksadaran berfungsi sebagai penyesuaian dengan dunia dalam (internalisasi). Ketidaksadaran yang dimiliki oleh manusia tidak hanya bersifat pribadi melainkan juga bersifat kolektif. Untuk memahami hal tersebut perlu dipahami tingkatan kepribadian menurut Jung berikut ini.

  • 1.    Kesadaran

Kesadarab adalah hal yang dapat dirasakan oleh ego (pusat kesadaran utuh) Kesadaran dalam psikoanalisis Jung hanya berperan kecil, karena menurut Jung kesadaran merupakan bagian kecil saja dari kepribadian.

  • 2.    Kesadaran Personal

Ketidaksadaran personal adalah pengalaman yang terlupakan. Ketidaksadaran ini diperoleh oleh seseorang selama hidupnya.

  • 3.    Ketidaksadarab Kolektif

Ketidaksadaran kolektif adalah ketidaksadaran yang mengakar dari masa leluhur. Ketidaksadaran ini diperoleh dari generasi terdahulu. Ketidaksadaran kolektif terdiri atas, Persona, Bayangan, Anima, dan Animus. Mathew (2013:129-137).

Menuju perbincangan mendalam terkait bagaimana memosisikan psikologi analitik Jung dalam sebuah karya tentunya membutuhkan pendalaman berpikir dan integrasi tafsir yang utuh. Sebagaimana pandangan Jung (dalam Manneke Budiman (2021) bahwa psike bukan hanya sumber produktivitas tetapi juga selalu menyatakan dirinya dalam semua aktivitas dan pencapaian akal budi manusia. Imajinasi puitik adalah suatu fenomena psikis, meski merupakan bagian dari wilayah ilmu sastra dan estetik. Melihat apa yang diungkapkan Jung di atas, memberikan secerca pemahaman bahwa sebagaimana seorang penyair meramu kata-kata dengan sentuhan estetika tentunya tidak jauh dari dunia psiko. Kinerja pikiran berjalan selaras dengan hasrat yang dimiliki oleh penyair untuk mengeksplorasi ketaksadaran dalam dirinya. Karena itu seniman sebagai instrumen dari proses-proses arketipal dikehendaki oleh ketaksadaran. Cara kerja demikian dapat ditelaah dari proses kreatif pengarang. Mengapa demikian?, pengarang merupakan seorang kreatif dengan kemampuan nalar yang absah. Ketika proses membuat sebuah karya, dengan tidak sadar ia telah

mengaktifkan imaji-imaji arketipal dalam dirinya. Imaji yang telah aktif tersebut secara simultan membantu pengarang melahirkan sebuah karya sastra. Tidak heran apabila karya yang dihasilkan tersebut kaya akan simbol-simbol yang perlu diinterpretasi oleh para pembaca.

Berdasarkan modal pengetahuan di atas, berikut dipaparkan temuan-temuan serta analisis kepribadian dalam novel Re karya Maman Suherman. Deskripsi difokuskan pada tokoh utama Re. Hal itu disebabkan beberapa alasan sebagai berikut. Pertama tokoh Re mengisyaratkan banyaknya temuan arketipe dalam kepribadiannya. Kedua, Cerita bergerak dan berpusat pada Re, sehingga segenap peristiwa senantiasa melibatkan Re sebagai pondasi utama dalam sajian cerita. Ketiga, Kompleksitas analisis Jung sejalan dengan kepribadian Re dalam novel karya Maman Suherman tersebut. Namun demikian, sejalan dengan judul dalam skripsi ini, maka dipaparkan tokoh lain yang memiliki arketipe meskipun minim. Hal tersebut digunakan untuk memperkaya analisis. Fokus analisis akan dijabarkan ke dalam kausalitas kesadaran dan ketidaksadaran. Keduanya dideskripsikan ke dalam subbab persona, shadow, anima, dan animus.

  • 1.    Persona

Persona adalah kepribadian yang ditunjukkan seorang kepada dunia atau lingkungannya karena tuntutan sosial. Re adalah sosok yang menampilkan persona perempuan matang dalam berpikir. Meskipun status sosialnya sebagai pelacur, Re memiliki sisi kepedulian yang tinggi. Terbukti ketika Sinta sahabatnya meninggal, ia merasa bersedih hati. Re tidak rela kehilangan teman kosnya tersebut. Persona yang ditampilkan Re beragam. Apabila ia bertemu orang yang baru kenal ia judes, namum ketika dekat, Re berubah menjadi perempuan yang anggun dan manja. Perhatikan kembali kutipan berikut. "Halo Mbak Re. Re selalu menanggapi dingin. Sangat dingin. Kadang dia tidak mengacuhkan kehadiranku, kadang melengos, atau pura-pura tidak mendengar" (Hlm.61). Kutipan di atas menjadi bukti bagaimana persona yang ditampilkan Re saat baru pertama kali bertemu Herman. Sikapnya dingin dan ketus. Re cenderung bersikap introvert ketika bertemu Herman. Pendekatan demi pendekatan dilakukan Herman untuk mendapatkan hati dan perhatian Re. Alhasil kesabaran Herman mampu meluluhkan sikap dingin Re. Berkat kesabaran itulah, Herman dapat mengetahui sisi terdalam dari Re, dan pembaca dapat menikmatinya dalam sajian novel Re.

Persona lain yang ditampilkan oleh Re ialah rasa kepedulian yang tinggi. Sikap empati Re sebagai perempuan yang baik hati seolah kontradiksi dengan sematan status pelacurnya yang menyakitinya. Kepedulian tersebut tampak ketika ia

“memberikan” anaknya (Melur) kepada Bu Aminah. Re tidak ingin anaknya mengalami nasib sebagaimana dirinya. Karena itulah, ia menitipkan anaknya pada orang yang tepat. Seorang guru SD yang menurutnya mampu mendidik Melur agar sejarah hidupnya lebih baik darinya. Kasih sayang Re ditampilkan dalam pemberian-pemberian hadiah berupa mainan dan perlengkapan Menur sehari-hari. Sejumlah uang pun tidak tanggung-tanggung diberikan kepada Bu Aminah untuk mencukupi kebutuhan sekolah Menur. Pekerjaannya sebagai pelacur dapat dikatakan sebagai persona kedua dari Re. Dihadapan orang-orang ia dipandang najis akan pekerjaannya. Namun dibalik itu semua, Re adalah pribadi yang anggun dan baik hati.

  • 2.    Bayangan (shadow)

Bayangan adalah represi yang menampilkan kualitas-kualitas yang tidak diketahu keberadaannya dan berusaha disembunyikan dari diri sendiri dan orang lain. Bayangan yang ditampilkan dalam novel Re tampak pada sosok Re. Ia seolah dibayang-bayangi oleh sejarah kelam keluarganya. Sepeninggal ibunya, Re silih berganti mengalami petaka. Nini merupakan satu-satunya keluarga yang dimiliki sekarang, Namun Nini lebih membenci Re setelah kematian ibunya. "Makian anak haram makin sering didengarnya. Cap sebagai cucu pembawa musibah juga ditempelkan ke jidatnya" (Hlm. 79). Akibat hiruk-pikuk masalah yang menimpa dirinya, Re di sekolah menjadi anak yang aneh. Ia lebih senang sendiri. Beban psikologisnya di rumah ia lampiaskan di sekolah. Re berubah menjadi anak yang pendiam. "Sakit hati yang ia pendam di rumah sering ia lampiaskan di sekolah, tidak peduli pada hukuman dan skors yang harus ia terima. Teman-temannya pun makin menjauh darinya" (Hlm.79).

Kehamilan Re membuat dirinya takut untuk bertemu dengan Nininya. Alhasil ia memilih kabur dengan modal seadanya. Ia pergi ke Kota Bandung. Setelah dari Bandung, Re berniat untuk pindah ke Jakarta untuk mengadu nasibnya. Di Jakarta inilah nasib Re benar-benar di adu. Hingga akhirnya ia bertemu dengan Mami Lani. Sosok perempuan yang dapat dikatakan sebagai malaikat sekaligus iblis di kehidupan Re. Pertemuan Re dengan Mami Lani di salah satu hotel berlokasi di Matraman membuat kesan pertama Re kagum dengan Mami Lani karena mengulurkan tangan baiknya kepada Re. Namun, belakangan diketahui bahwa hal itu adalah trik yang dilakoni Mami Lani untuk menjerat "barang antik" yang disukainya. Re tergolong ke lingkup yang demikian, hal tersebut sudah tentu karena pesona yang dimiliki oleh Re. "Kelak Re: tahu bahwa penghuni kos itu, sama statusnya dengan barang antik yang dijual Mami. Ya barang jualan mami juga. Lonte...seperti yang pernah kudengar dari mulut Nini..."(Hlm.82). Fakta menarik dari kehidupan Re ialah dunia pelacuran tidak

selamanya disebabkan oleh jurang kemiskinan. Re terlahir dari keluarga terhormat. Hal baru disuguhkan dalam cerita Re, yakni kurangnya kasih sayang dan perhatian orang tua juga menyebabkan orang dapat terjerumus dalam lembah hitam tersebut. Sebagaimana yang diungkap dalam kutipan berikut.

"Re terlahir dari keluarga menak Sunda yang terpandang. Ia dibesarkan di rumah kakeknya yang berhalaman luas di daerah pinggiran Kota Bandung. Mereka hidup berkecukupan dari hasil pertanian dan peternakan warisan keluarga sang kakek" (Hlm.73).

Pertanyaan tersebut membuka jalan atas ruang yang tidak terjamah oleh anasir sosial masyarakat. Pertama, Re merupakan keturuan ningrat. Kakeknya adalah seorang pejuang kemerdekaan. Kedua, Re memiliki modal biologis yang mapan. Ketika ruang lingkup sosial Re yang terbatas. Bagaimana arketipe yang dimiliki oleh Re sebagai sosol pelacur dapat di tarik faktor ketaksadaran kolektif yang dialami oleh Re. Untuk membaca hal itu ditarik sejarah hidup Re tentang sosok-sosok ibu gung, hero, dan bayangan yang dimiliki oleh Re. Ibu Re diketahui hamil di luar nikah. Kehamilan tersebut dapat dimaknai sebagai hubungan kausalitas antara hidup kakek Re yang jarang pulang ke rumah sehingga minimnya perhatian kepada ibu Re. Kerinduan sosok ayah menjadi penyebab ibu Re beriskap pendiam, Ia tidak memiliki penutan yang menjaganya. Bayangan Re diperoleh dari sosok kakek dan ibunya. "Kamu itu pejuang tangguh, seperti akimu" Tutur Re menirukan kalimat mamahnya sambil tersenyum tipis campur haru" (Hlm.75). Kutipan di atas merupakan imaji ketidaksadaran kolektif (shadow) bahwa Re memiliki bayangan kakeknya. Kakek Re merupakan sosok pejuang di masa kolonial. Sebagaimana sosok pejuang, darah untuk membela harkat dan martabat senantiasa menggebu dalam jiwa tiap pejuang.

  • 3.    Anima

Anima adalah sisi feminim pada pria yang dapat berupa penjiwaan seperti wanita. Anima dapat dilihat dari sosok Herman. Herman merupakan mahasiswa jurusan Kriminologi yang tengah sibuk menyelesaikan tugas akhirnya. Perjalanan menempuh tugasnya membuat ia bertemu dengan Re. Sebagai seorang laki-laki, sisi maskulinitas Herman tidak dapat diragukan, ia jatuh hati ketika melihat Re. Hal tersebut menjadi wajar sebab Re merupakan sosok wanita yang anggun secara fisik dan jelita secara hati. Karena itulah, wajar apabila Herman menyukai wanita seperti Re. Namun, demikian Herman memiliki sisi anima sisi feminim dalam dirinya. Terbutik dalam kutipan berikut.

"Aku menuju Terminal Cililitan, yang terletak di pertemuan Jalan Dewi Sartika dan Jenderal Sutoyo, Jakarta Timur. Dari sana menggunakan bis menuju

Baranang Siang, Bogor, Kemudian naik angkot ke Leuwiliang. Sore sekitar pukul 16.00-an aku sampai di rumah Bu Marlina" (Hlm.145).

Kutipan di atas mengiyaratkan adanya sisi anima dalam diri Herman. Perjalanan jauh yang ditempuh Herman dilakukan sepenuh hati. ia ingin menyampaikan amanah Re meskipun tuntutan pekerjaannya yang menumpuk. Kasih sayangnya pada Re serta Menur seolah menjadi penyemangat tersendiri dalam perjalanannya. Sebagai laki-laki dan mahasiswa yang sibuk dengan tugas akhirnya, tentu tidak ingin membuang waktu untuk segera menyelesaikan studinya. Namun tidak bagi Herman, ia muncul sebagai sosok ibu bagi Menur. Ketidakhadiran Re dalam kehidupan Menur, digantikan oleh sosok Herman yang dengan senang hati memberikan kasih sayang kepadanya. Sosok yang tidak ragu memasangkan pita kepada Menur, sosok yang tidak canggung menggendong, mencium, dan memperbaiki rambut Menur. Sosok tersebut selayaknya dilakukan oleh seorang ibu kepada anaknya.

Sisi anima Herman tidak hanya ketika Menur kecil. Herman menjalankan amanah Re untuk menjaga Menur. Pada bagian akhir cerita dikisahkan bahwa Menur datang ke pemakaman ibunya. Ketika datang, Herman memberikan secarik kertas kepada Menur yang berisikkan kasih sayang Re kepada anaknya. Poin penting dalam peristiwa tersebut ialah keberhasilan Herman menjaga amanah Re. Sebagaimana Re pernah berpesan kepada Herman bahwa nasib anaknya harus lebih baik dari sejarah keluarganya, lebih baik dari Re dan Ibu Re. Perhatikan kutipan berikut. "Tak satupun kalimat yang keluar dari mulut perempuan yang dibelakang namanya tertera tiga gelar kesarjanaan. Ia memperoleh gelar S1 dari Universitas negeri tempatku kuliah dulu, gelar MBA dan PhD dari salah satu universitas terbaik di Tokyo, Jepang” (Hlm.145).

Kutipan di atas menjadi bukti bahwa Herman adalah sosok ibu yang penuh dedikasi menjaga anaknya. Herman berhasil mendidik Menur dan menyekolahkannya hingga jenjang pendidikan tinggi. Herman menyadari bahwa Menur harus lebih baik nasibnya daripada ibu dan neneknya. Warisan sejarah kelam atau bayang-bayang keluarganya yang buruk seyogyanya jangan sampai terjadi kepada Menur. Satu-satunya bayangan yang diwariskan ialah kecerdasan dan ketangguhan biologis kakek, ibu, dan Re dalam diri Menur.

  • 4.    Animus

Animus adalah sisi maskulin pada wanita yang berkaitan dengan proses berpikir dan bernalar. Animus mempengaruhi proses berpikir seorang wanita yang sebenarnya tidak dimiliki oleh seorang wanita. Imaji animus tampak pada sosok Re dan Mami Lani. Pertama sisi animus pada sosok Re. Re dapat dikatakan sebagai

perempuan yang memiliki ketangkasan selayaknya kaum pria. Kehidupan kerasnya telah membentuk kepribadian tangguh dalam diri Re. Masalah ketangguhan hati dapat dilihat dalam kutipan berikut.

"aku tak mau kotori kamu, seperti aku tak hendak kotori Melur dengan keringatku. Masa depan terbentang indah di hadapanmu. Tak kan kunodai, meski lewat mimpi tuk jadi teman hidupmu" (Hlm.152).

Kutipan di atas membantu analisis untuk menemukan sisi animus dari Re. Selayaknya penjebaran dalam bab sebelumnya, diketahui bahwa terdapat jalinan kasih antara Re dan Herman. Lebih lengkap baca kembali bagian terkait kisah cinta Re dan Herman. Bagian ini membahas sisi ketangguhan hati Re, apabila ditelaah lebih dalam maka memunculkan animus atau aspek maskulinitas. Sebagai seorang perempuan, Re seharusnya tidak mampu memendam rasa kepada Herman. Sikapnya luluh dan manja selayaknya kodrat wanita. Seperti ketika ia berjalan bersama Herman, seringkali ia bersandar di pundak Herman. Namun, kali ini Re seolah berjiwa laki-laki sejati yang tidak ingin melihat kekasihnya bersedih hati. Re menaggguhkan hatinya untuk rela tidak hidup bersama Herman. Re mementingkan kehidupan indah yang menanti Herman. Petikan kutipan “tak kan kunodai, meski lewat mimpi tuk jadi teman hidupmu” adalah pengorbanan yang hakiki.

Kedua adalah sisi animus dari Mami Lani. Mungkin sisi animus Mami Lani berbeda dengan Re. Mami Lani dapat dikatakan sebagai perempuan yang keras dan kasar. Rela melakukan tindakan apapun, termasuk pembunuhan sadis untuk memuaskan hasratnya. Manifestasi animus Mami Lani dapat dilihat dari sepak terjangnya mengelola bisnis “pelacuran”. Cara-cara tidak manusiawi pun dilakukan oleh Mami Lani seperti membubuh dengan silet dan meninggalkan silet di tubuh korbannya. Perhatikan kutipan berikut. "dia anak emas Mami, paling banyak langganannya. Ya, Mami pasti nggak rela kalau dia pergi. Mulutnya aja bilang ya, tapi mana ada sih nenek sihir mau melepas orang yang berada di bawah kuasanya dan sangat menguntungkannnya" (Hlm.36).

Kutipan di atas memberikan bukti bagaimana sisi maskulinitas Mami Lani. Sosoknya memangkah perempuan namun perbawa dan kuasanya melampaui laki-laki. Mami Lani mampu merubah kepribadiannya menjadi malaikat sekaligus iblis dalam satu masa. Seperti yang terjadi kepada Re. Pada mulanya Re dibantu untuk biaya persalinan dan tempat tinggal. Selama tiga bulan Re hidup dengan Mami Lani, Re menyangka ia adalah malaikat yang datang untuk menjaga Re. Namun, belakangan diketahui bahwa Re harus melunasi hutang-piutangnya. Hutang yang dimaksud ialah repakan biaya yang dikeluarkan oleh Mami Lani selama ia

menampung Re di rumahnya. Alhasil satu-satunya cara untuk membayar hutang tersebut ialah dengan menjadikannya Re sebagai pelacur lesbian. Kedok “lesbian” didengungkan kepada Re dengan dalih tidak akan terkena penyakit atau hamil karena berhubungan sesama perempuan.

Berdasarkan analisis tipe kepribadian di atas, diketahui bahwa para tokoh dalam novel Re dipengaruhi oleh kausalitas kesadaran dan ketidaksadaran yang membentuk kepribadiannya. Re merupakan tokoh yang kompleks dari segi psikoanalisis karena manifestasi tingkah laku yang ditampilkan dalam novel memiliki tendensi anasir psikonalisis yang utuh. Tokoh lain seperti Herman dan Mami Lani mengalami hal serupa (jalinan kesadaran dan ketidaksadaran) dalam terciptanya perilaku. Arkhetipe adalah suatu bentuk pikiran (ide) universal yang mengandung unsur emosi yang besar. Re sebagai tokoh utama memiliki arketipe perempuan yang bijaksana dan anggun. Marwah kecantikan wajah dan hati tercermin dalam tingkah laku Re. Meskipun status sosialnya sebagai pelacur, Re memiliki sisi kecerdasan dalam memaknai hidup. Arketipe pahlawan juga dimanifestasikan Re dalam menempuh hidup di lembah hitam pelacur lesbian. Nilai tanggung jawan diemban Re dengan sungguh-sungguh. Arketipe ibu agung tampak dalam diri (self) Re ketika mengurus anaknya, Menur. Sebagaimana diketahui bahwa Re hamil di luar nikah, dan menitipkan anaknya ke Bu Aminah (Guru SD). Re tidak lepas tangan, ia tetap memberikan kebutuhan anaknya, mulai dari mainan hingga masalah finansial. Bagi Re, pekerjannya sekarang hanya untuk mencukupi kebutuhan anaknya, ia sadar bahwa anaknya tidak boleh hidup dalam alur sejarah yang sama dengan dirinya dan ibunya. Harapan besar menanti Melur kedepan. Arketipe demikian dikemas Re dalam persona perempuan pelacur lesbian. Pekerjaannya tersebut seolah menjadi topeng yang ditampilkan hanya untuk orang-orang terjauhnya. Tanpa mengenal lebih dekat orang-orang tidak akan mengetahui bagaimana sisi baik seorang Re.

SIMPULAN

Berdasarkan analisis di atas, maka dapat ditarik suatu simpulan sebagai berikut. Kepribadian tokoh dalam novel Re karya Maman Suherman pada dasarnya ditentukan oleh arketipe atau suatu bentuk pikiran (ide) universal yang mengandung unsur emosi yang besar. Tokoh Re mendominasi arketipe dan tipe kepribadian dalam sudut pandang psikoanalitik Jung. Arketipe yang dimiliki oleh Re ialah kebijaksanaan, ibu agung, dan pahlawan (hero). Arketipe tersebut berjalin bekelindalan dalam perilaku Re sehari-hari. Selain itu adapula arketipe yang tampak pada diri Herman (ksatria) dan Mami Lani (diktator). Segenap pembagian tersebut berangkat dari analisis tipe kepribadian dalam novel Re. Tipe kepribadian yang

dimaksud terbagi menjadi empat yakni persona, bayangan (shadow), anima, dan animus. Persona tampak pada perilaku Re yang cuek, anggun, manja dalam kehidupan sehari-hari sebagai pelacur. Herman sebagai mahasiswa kriminologi yang cerdas, dan Mami Lani sebagai muchikari yang sadis. Bayangan tampak pada alur sejarah keluarga Re. Sikap Re seolah sejalan dengan kehidupan para pendahulunya (nenek moyang). Kakek Re merupakan seorang yang suka bergonta ganti pasangan, Ibu Re hamil di luar nikah, keduanya terjadi dalam diri Re. Bayang-bayang tersebut menjadi ketidaksadaran kolektik dalam diri Re. Anima tampak ketika Herman menampilkan sisi feminimnya saat menjenguk dan mengurus Menur (anak Re). Terakhir, animus adalah sisi maskulinitas yang termanifestasi dalam sikap Re yang tangguh dalam menempuh kehidupan malam sebagai pelacur lesbian. Pun Mami Lani menampilkan hal serupa, yakni sisi maskulinitas dengan sikap tegas dan sistem keotoriterannya.

UCAPAN TERIMA KASIH

Pertama-tama penulis ingin memanjatkan puji syukur ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas kurnia-Nya artikel ini dapat diselesaikan dengan baik. Penulis juga ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada Dr. I G.A.A. Mas Triadyani, S.S. M. Hum. selaku Koordinator Program Studi Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya dan bapak Drs. I Wayan Teguh, M. Hum. selaku PA selama 5 tahun yang telah memberikan fasilitas dan bantuan kepada penulis untuk menyelesaikan artikel ini.

DAFTAR PUSTAKA

Adinegoro, Aditya. 2017. Pulau Buru Tanah Air Beta: Sebuah Kajian Postmemory. Tesis. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Arikunto, Suharsimi. 2013. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Caroline, Joanata. 2017. Analisis Struktur Novel Re: Karya Maman Suherman. (disertasi). Universitas Jenderal Soedirman.

Damono, Sapardi Djoko. 1979. Sosiologi Sastra: Pengantar Ringkas. Jakarta: Pusat Pembinaan Dan Pengembangan Bahasa.

Depdiknas. 2008. Kamus besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa. Jakarta: PT Gramedia Pustaka.

Endraswara, Suwardi. 2008. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Media Pressindo. Faruk. 2014. Pengantar Sosiologi Satra. Edisi Revisi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Hall, Calvin S. dan Gardner Lindzey. 1993. Teori-Teori Psikodinamik (Klinis). Yogyakarta: Kanisius.

Hall, Calvin.S. 1995. Freud Seks, Obsesi, Trauma dan Katarsis. Jakarta: Delaprasta.

Harbunangin, Buntje. 2016. Art & Jung Seni Dalam sorotan Psikologi Analitis Jung. Jakarta: Antara Publishing.

Karlina, Elsa Mulya. 2018. Citra Perempuan dan Politik Seksualitas dalam Novel Re dan Perempuan Karya Maman Suherman (Sebuah Pendekatan Feminisme Skripsi. Semarang: UNDIP.

Kartika, Hana Dhevi. 2020. Struktur Dan Makna Novel Re: Karya Maman Suherman.

Disertasi. Surabaya: Universitas Airlangga.

Kartono, Kartini. 1996. Psikologi Umum. Bandung: Mandar.

Mathew, H Olson. 2013. Pengantar Teori-Teori Kepribadian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Moleong, Lexy J. 2007. Metode Penelitian Kualitatif. Edisi Revisi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Nurgiyantoro, Burhan. 1998. Teori Pengkajian Fiksi. Cetakan kelima.Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Pradopo, Rachmat Djoko. 1995. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ratna, Nyoman Kutha. 2003. Paradigma Sosiologi Sastra. Yogyakarta: pustaka pelajar

Ratna, Nyoman Kutha. 2008. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Ratna, Tejdo. 2016. Carl Gustav Jung (Psikoanalitik) Bahan kuliah tanggal 1 April 2016.

Teori-Teori Kepribadian 1 (Carl Gustav Jung) dalam https://adoc.pub/carl-gustav-jung-psikoanalitik.html

Rokhmansyah, Alfian. 2014. Studi dan Pengkajian Sastra : Perkenalan Awal Terhadap Ilmu Sastra. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Saryono. 2009. Pengantar Apresiasi Sastra. Malang: Universitas Negeri Malang.

Sayuti, Suminto. 2000. Berkenalan Dengan Prosa. Yogyakarta: Gama Media Semi, Atar.

1993. Metode Penelitian Sastra. Bandung: Angkasa.

Semi, Atar. 1988. Kritik Sastra. Bandung: Angkasa.

Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi. (Ed) 1987. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES.

Stanton, Robert. 2012. Teori Fiksi Robert Stanton (Terjemahan Sugihastuti dan Rosi Abi Al Irsyad). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa (Pengantar Penelitian Wahana Kebudayaan Secara Linguistis). Yogyakarta: Duta Wacana University Press.

Suherman, Maman. 2016. RE. Kepustakaan Populer Gramedia: Jakarta.

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Bisnis : Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.

Bandung: Alfabeta.

Susilawati dkk. 2016. Bahan Ajar Materi Kuliah Psikologi Kepribadian I Denpasar: Universitas Udayana.

Teeuw, A. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra : Pengantar Teori Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya.

Utomo, A. L., & Sumartini, S. 2019. Konflik Tokoh Utama Dalam Novel Re: Karya Maman Suherman: Kajian Psikologi Sastra. Jurnal Sastra Indonesia, 8(1), 40-46.

Vivi, Safitri. 2015. Analisis Kejiwaan Tokoh-tokoh pada Novel Re: Karya Maman Suherman. Disertassi. Sumatra Barat: STKIP PGRI.

Wellek, Rene dan Austin Warren. 1990. Teori Kesusastraan. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

PROFIL PENULIS

Andi Widian Prabowo adalah mahasiswa Prodi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Udayana angkatan tahun 2017. Sebelumnya, ia bersekolah di SDN Rejosari 1 Wonodadi, Blitar, SMP Negri 2 Ngantru, Tulungagung, dan lulus dari SMKN 1 Udanawu Blitar pada tahun 2015.

Prof. Dr. I Wayan Cika, M.S adalah dosen Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya Universita Udayana. menyelesaikan S1 Sastra Indonesia di FIB Unud 1981. S2 dan S3 Sastra/Filologi, Program Pascasarjana Unpad Badung diselesaikan tahun 1987 dan 2003. Pernah menjabat sebagai Ketua Jurusan Sastra Indonesia FIB Unud, Kepala Unit Program Belajar Jarak Jauh Universitaa Terbuka (UPBJJ-UT) tahun 2006--2010. Sekretaris Pusat Kajian Bali Unud tahun 2011-2012, Dekan FIB Unud tahun 2011-2015, Anggota Dewas Undiksha, Singaraja tahun 2018-sekaramg, Ketua Unit Lontar Unud (ULU)-sekarang, dosen pengajar dan pembimbing mahasiswa S1, S2, S3 Linguistik dan Kajian Budaya Universitas Udayana sampai sekarang.

Dr. I G.A.A. Mas Triadnyani, S.S., M.Hum adalah dosen Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya Universita Udayana. Menyelesaikan S1, S2, dan S3 di Universitas Indonesia. Menulis berbagai artikel tentang kajin sastra dan budaya di berbagai jurnal, prosiding dan buku. Kumpulan puisinya yang telah terbit: Mencari Pura dan Aku Lihat Bali. Saat ini menjabat sebagai Ketua BIPA FIB Universitas Udayana (2020-2024) dan Ketua HISKI Komisariat Bali (2020-2024).

27