ISSN: 2808-8336

Vol.01, No.02: April 2022, pp-1-11.

STILISTIKA

Journal of Indonesian Language and Literature

ANTOLOGI PUISI PELUKLAH AKU KARYA FRANS NADJIRA: KAJIAN EKOLOGI SASTRA

Monita Br Sinaga1*, I Gusti Ayu Agung Mas Triadyani2, dan I Ketut Sudewa3 Universitas Udayana

*) Surel: [email protected]

doi: https://doi.org/10.24843/STIL.2022.v01.i02.p01

Artikel dikirimkan: 07 Desember 2021; diterima: 07 Januari 2022

ANTHOLOGY OF POETRY PELUKLAH AKU BY FRANS NADJIRA: A STUDY OF LITERARY ECOLOGY

Abstract. This research uses the object of the poetry anthology Peluklah Aku which is studied from the point of view of literary ecology. The anthology of the poem Peluklah Aku is chosen as the object of research because in this book many symbols of nature are related to the study that the researcher is doing. The analysis in this study includes an analysis of the physical structure of poetry, an analysis of the inner structure of poetry, and the representation of nature contained in the anthology of the poem Peluklah Aku. The theory used is the literary ecology theory of Suwardi Endraswara and the structural theory of Herman Waluyo's poetry. The method used in collecting data is a literature study method with reading, listening, and note-taking techniques. The process of data analysis used the descriptive-analytical method with reading, listening, note-taking, and interpretation techniques. Presentation of data analysis using analytical descriptive techniques using a variety of scientific language, data analysis presentation techniques using a predetermined thesis writing format. Based on the analysis, the following findings were obtained. First, the poems that have been analyzed consist of different themes including the themes of social criticism, social protest, struggle, love, hope, messages, advice, death, and nostalgia. Second, the natural symbols used by the poet in his poems are not to give messages to protect the environment or related to the environment. Natural signs used by the poet in his poems are natural features that have similar characteristics to the situation or the message the poet wants to convey to the reader. This is done by the poet to disguise the true purpose and purpose of a poem being created.

Keywords: literary ecology; structural; social criticism; symbols of nature.

PENDAHULUAN

Ekologi merupakan suatu ilmu yang berkembang pada abad ke-20, tetapi kebanyakan terbatas pada penelitian tentang tumbuhan dan binatang daripada tentang manusia (Endraswara 2016:4). Karya sastra juga dapat membicarakan persoalan ekologi. Julian H. Steward (1930) memberikan kontribusi yang sangat penting berupa Metode Ekologi Budaya, hal ini berarti bahwa pengenalan lingkungan dan budaya tidak dapat dipisahkan satu sama lain, tetapi terlibat dalam dialektika yang disebut sebagai umpan balik atau timbal balik. Culler (Manshur, 2005:77) mengisyaratkan agar peneliti ekologi sastra selalu memburu tanda-tanda. Tanda-tanda dalam penelitian ekologi sastra dapat mengarahkan kepada informasi yang diinginkan peneliti dari data objek penelitian.

Endraswara (2016:18) mengatakan ekologi sastra memiliki dua ciri khusus yang memperhatikan adaptasi pada dua tataran: (1) berhubungan dengan sistem sastra yang beradaptasi dengan lingkungan totalnya. (2) sebagai konsep adaptasi sistemis, memperhatikan cara intuisi-intuisi dalam suatu sastra beradaptasi dan saling menyesuaikan diri. Dengan ciri khusus ekologi sastra tersebut dapat dilihat cara kemunculan, pemeliharaan, dan transformasi sebagai konfigurasi sastra. Sastra dapat dihubungkan dengan lingkungan, melalui sastra dapat tercipta lingkungan yang berhubungan erat dengan masyarakat terlebih kepada pengarang. Masalah yang terjadi di dalam masyarakat dapat diangkat seorang pengarang menjadi sebuah karya sastra.

Frans Nadjira adalah seorang penyair Bali yang aktif menulis puisi. Frans Nadjira lahir di Makassar, 3 September 1942 dan mulai menulis sejak tahun 1960. Frans disebut sebagai penyair pengembara oleh sahabatnya Nawir Sulthan karena telah mengembara dari waktu ke waktu demi kemaslahatan bangsa dan negaranya. Puisi-puisi yang beliau ciptakan akrab dengan simbol-simbol alam. Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini mencoba melihat kaitan antara lingkungan dan sastra yang terdapat dalam antologi puisi Peluklah Aku karya Frans Nadjira sebagai objek penelitian. Antologi puisi tersebut terdiri atas sembilan puluh dua halaman dengan lima puluh tiga sajak. Antologi puisi ini diterbitkan pertama kali pada Juni 2017 di Makassar. Buku ini dikenalkan kepada publik di Bentara Budaya Bali pada 25 September 2017.

Ragil Susilo (2017) membahas kajian ekologi sastra dalam artikelnya yang berjudul “Cinta Semanis Racun 99 Cerita dari 9 Penjuru Dunia Terjemahan Anton Kurnia” (www.pbindoppsudisma.com). Penelitian ini berfokus pada proses ekokritik yang terkait dengan antologi, epistemologi dan aksiologi. Penelitian ini juga berfokus pada kajian ekokritik sastra yang berkaitan dengan ecofeminism, ecopolitics, ecosocial, ecoculture, dan ecological imperialism.

Triadnyani (2018) menulis artikel berjudul “Maritim Traces in Frans Nadjira’s Poems” penelitian ini membahas jejak-jejak kemaritiman dan penggambarannya seperti laut, dan air. Dalam penelitian antologi puisi Frans Nadjira yang berjudul “Peluklah Aku” digunakan metode deskriptif analitis. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori citraan (imagery). Penelitian yang dilakukan oleh Triadnyani memiliki persamaan di bagian objek, yaitu antologi puisi “Peluklah Aku” karya Frans Nadjira dengan penelitian yang dilakukan penulis. Tema penelitian sama-sama membahas ekologi, tetapi memiliki perbedaan. Penelitian Triadnyani membahas kemaritiman yaitu lingkungan laut, sedangkan penelitian yang dilakukan penulis adalah membahas lingkungan alam dan lingkungan buatan di dalam puisi dan mengungkap makna puisi tersebut.

Antin Purnawati (2018) menulis skripsi yang berjudul “Hubungan Timbal Balik Manusia dengan Alam: Tinjauan Ekologi Sastra Terhadap Novel Sarongge Karya Osca Santoso dan

Implementasinya di SMA” (respositori.untidar.ac.id) Fakultas Pendidikan dan Keguruan Universitas Tidar. Skripsi ini membahas tentang kajian ekologi untuk diimplementasikan dalam pengajaran mata pelajaran bahasa indonesia SMA di kelas XII. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori ekologi sastra yang meliputi manusia dalam karya fiksi, alam dan lingkungan sebagai latar dalam karya fiksi, dan pengajaran sastra.

Devi Ariani (2018) dalam skripsinya yang berjudul “Kajian Lingkungan Budaya Banyumas dalam Novel Jatisaba Karya Ramayda Akmal (Tinjauan Ekologi Sastra)” Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Malang (umm.ac.id). penelitian ini menggunakan kajian ekologi sastra. Persamaan penelitian ini yaitu sama-sama menggunakan kajian ekologi sastra. Penelitian Devi lebih membuktikan dan menjelaskan fungsi lingkungan budaya daerah Banyumas. Kajian ekologi dalam penelitian yang dilakukan peneliti adalah untuk membuktikan pesan dan makn apa yang inigin disampaikan Frans Nadjira dalam puisi-puisi dengan diksi lingkungan yang diciptakan.

Maharani Yuniar (2018) dalam tesisnya yang berjudul “Analisis Ekologi Sastra pada Kumpulan Cerpen Terbaik Lomba Sastra Aksara 2016: Hunian Ternyaman dan Pemanfaatannya Sebagai Buku Pengayaan Pengetahuan di Sekolah Menengah Pertama” Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia menggunakan kajian ekologi sastra. Perbedaan penelitian ini terdapat pada objek dan metode pengumpulan data. Penelitian Maharani menggunakan metide penelitian kualitatif. Pengumpulan data menggunakan teknik triangulasi. Peneliti menggunakan metode studi pustaka dengan teknik baca, simak, catat, dan interpretasi.

Teori yang digunakan pada penelitian ini adalah teori struktural Waluyo. Teori ini lebih mudah dipahami dan diaplikasikan dalam menganalisis struktur yang terkandung dalam puisi. Menurut Waluyo (1987:106) unsur-unsur puisi terbagi menjadi dua macam, yaitu struktur fisik dan struktur batin. Struktur fisik terdiri atas diksi, imaji, kata konkret, dan majas. Struktur batin terdiri atas tema, perasaan, nada dan suasana, dan amanat.

Adapun puisi yang digunakan peneliti sebagai objek penelian adalah puisi yang termuat di dalam Antologi Puisi Peluklah Aku karya Frans Nadjira yang berjudul Tentang Puisi-Puisiku dan Tak Ada Yang Kuinginkan. Data-data tersebut termasuk ke dalam sumber data primer. Sumber data primer adalah data yang langsung dikumpulkan oleh peneliti dari sumber pertamanya. Analisis yang dilakukan peneliti meliputi analisis struktur fisik, struktur batin, dan representasi alam dalam puisi.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi Pustaka dengan teknik baca, simak, dan catat. Data-data yang sudah terkumpul kemudian diidentifikasi dan diklasifikasikan berdasarkan penting atau tidaknya data yang telah terkumpul.

Tahap selanjutnya adalah tahap analisis data. Metode deskriptif analitik adalah suatu metode yang digunakan untuk menggambarkan atau menganalisis suatu hasil penelitian dengan mendeskripsikan fakta-fakta yang akan dianalisis (Sugyono 2005:21). Kemudian, untuk menganalisis data yang sudah terkumpul akan dilakukan Teknik baca, simak, catat dan interpretasi.

Setelah data dianalisis, data disajikan dengan menggunakan metode deskriptif dengan menggunakan ragam bahasa ilmiah. Hasil analisis data akan ditulis dalam format skripsi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Struktur Fisik terdiri atas diksi yang di dalamnya terdapat makna kias dan lambang, imaji, kata konkret, dan bahasa figuratif. Pada puisi Tentang Puisi-puisiku ditemukan diksi yang terdiri dari makna kias dan lambang sebagai berikut. Makna kias dalam puisi ini cukup sulit dipahami karena mengandung diksi lambang dan tanda-tanda. Pembaca harus menafsirkan makna dari kata per kata di dalam puisi untuk mengerti maksud dari puisi tersebut. Secara keseluruhan makna puisi di atas adalah menggambarkan seseorang yang sedang menyuarakan pendapatnya tentang sebuah negeri yang diimpikan dan sudah tertulis di dalam sajak-sajak yang dia ciptakan. Lambang atau tanda yang terdapat dalam puisi yang berjudul Tentang Puisi-puisiku adalah sebagai berikut.

  • 1.    Ritual hutan: memiliki makna sebuah upacara atau seremonial yang dilakukan untuk menyampaikan ucapan terima kasih kepada Tuhan melalui hutan yang telah memberikan sumber kehidupan kepada manusia. (https://www.cnnindonesia.com)

  • 2.    Kaldera: memiliki makna kawah gunung berapi yang sangat luas, terjadi karena peledakan atau runtuhnya bagian puncak gunung berapi (KBBI edisi V, 2016)

  • 3.    Kepundan: memiliki arti kawah gunung berapi (KBBI edisi V, 2016)

  • 4.    Sepasang batu: di dalam puisi ini sepasang pengantin diibaratkan sebagai sepasang batu, karena meskipun terjadi pernikahan yang diimpikan tidak akan pernah terjadi.

  • 5.    Hujan asam berwarna hitam: hujan asam diartikan sebagai segala macam hujan denga pH di bawah 5,6. Hujan secara alami bersifat asam. Jenis asam di dalam hujan ini sangat bermanfaat karena membantu melarutkan mineral di dalam tanah yang dibutuhkan oleh tumbuhan dan binatang. Secara alami hujan asam dapat terjadi akibat semburan dari gunung berapi. (id.m.wikipedia.org)

  • 6.    Amben papan: memiliki arti balai yang terbuat dari papan, bisa berupa tempat tidur atau bangku.

Pengimajian atau imaji terdiri atas imaji visual, imaji auditif, dan imaji taktil. Imaji yang terdapat dalam puisi yang berjudul Tentang Puisi-puisiku adalah sebagai berikut. Imaji Visual: Bait pertama baris kedua dan keempat //ia memiliki sikat kunci yang bisa membuka//, //setiap geraknya dipinjam dari ritual hutan//. Bait ketiga baris pertama, kelima, dan keenam //di pesta pernikahan sepasang batu//, //di bawah terik matahari yang telanjang//, //di bawah hujan asam berwarna hitam//. Bait keempat baris ketiga //mereka menggeliat riang//. Bait kelima baris ketiga //wajah mereka ditumbuhi jamur dan lumut kering//. Imaji Auditif: Bait kedua baris ketiga dan keempat //kau tahu sajak-sajakku melahirkan anak-anak bisu tuli//, //di saat negeri ini menangisi dirinya yang menderita anemia//. Bait ketiga baris ketiga dan keenam //bicara tentang masa depan sebuah negeri//, //di bawah hujan asam berwarna hitam//. Imaji Taktil: Bait pertama baris keempat //rintihnya dipinjam dari nyeri luka kaldera//. Bait ke tujuh //terbangun di pagi berhujan// //merancang kata untuk sampai di tempat yang tak diketahui// //dunia yang kau percaya dan impikan// //beku dalam sajak-sajakku//.

Kata konkret dalam puisi yang berjudul Tentang Puisi-puisiku terdapat di dalam bait pertama. Diksi yang digunakan penyair di bait pertama dapat menjelaskan makna dari puisi tersebut. //jangan larut di air mata puisi-puisiku// //ia memiliki seikat kunci yang bisa membuka ruang rahasia di hatimu// //setiap geraknya dipinjam dari ritual hutan// //rintihnya dipinjam dari nyeri luka kaldera//. Kata-kata di dalam setiap baris puisi di atas menjelaskan bahwa harapan yang sangat dalam namun terasa sangat tidak mungkin untuk dicapai.

Bahasa figuratif (majas) yang terdapat dalam puisi adalah sebagai berikut. Baris: //jangan larut di air mata puisi-puisiku// //setiap geraknya dipinjam dari ritual hutan// //rintihnya dipinjam dari nyeri luka kaldera// //di saat negeri ini menangisi dirinya yang menderita anemia//, pada baris tersebut ditemukan majas personifikasi. Majas personifikasi adalah majas yang mengibaratkan sifat manusia ke dalam benda-benda atau makhluk yang bukan manusia. Majas ini juga berarti membuat benda mati seolah-olah bernyawa atau dapat bergerak. Jangan larut di air mata puisi-puisiku baris ini menyatakan supaya tidak larut di dalam kata-kata puisi yang diciptakan penyair. Dapat juga diartikan supaya pembaca tidak hanya diam saja ketika selesai membaca puisi tersebut. Setiap geraknya dipinjam dari ritual hutan, rintihnya dipinjam dari nyeri luka kaldera baris ini juga menyatakan bahwa setiap kata yang tersusun di dalam puisi tersebut memiliki makna yang kuat tentang harapan sebuah negeri yang indah. Pada baris puisi di atas dapat juga ditafsirkan dengan makna yang berbeda oleh pembaca sesuai dengan pengalaman yang pernah dialami. Di saat negeri ini menangisi dirinya yang menderita anemia baris ini menyatakan bahwa keadaan sebuah negeri yang sedang tidak baik-baik saja. Baris: //di tengah pernikahan sepasang batu//, pada baris ini ditemukan

majas hiperbola. Majas hiperbola adalah majas yang melebih-lebihkan makna suatu kata, bahkan cenderung memiliki makna yang tidak masuk akan karena terlalu dibesar-besarkan. Di tengah pernikahan sepasang batu baris ini mengandung majas hiperbola karena maknanya tidak masuk akal, tidak mungkin batu memiliki jenis kelamin dan bisa membuat acara pesta pernikahan.

Pada puisi yang berjudul Tak Ada Yang Kuinginkan, ditemukan diksi yang terdiri atas makna kias dan lambang sebagai berikut. Secara keseluruhan makna kias yang terdapat puisi di atas adalah sebuah ungkapan hati seseorang kepada pujaan hatinya, ungkapan hati bahwa tak ada yang diinginkan si aku selain pujaan hatinya dan mengingatkan bahwa masa lalu yang pernah dilalui oleh seseorang dengan pujaan hatinya itu benar-benar masa yang membuat mereka saling melengkapi satu sama lain. Dibuktikan dengan pengulangan larik puisi pada baris tak ada yang kuinginkan selain dirimu, dibuktikan juga dengan larik puisi pada baris // di hutan rimbun yang kau sebut mimpi// //kita berlari sepanjang malam// //jadi bulan jadi taman dengan bangku-bangku hijau// //tempat kita berpelukan// //peluklah aku karena tak ada yang kuinginkan selain dirimu//. Lambang atau tanda yang terdapat di dalam puisi ini adalah sebagai berikut.

  • 1.    Bunga Randu: bunga randu disebut juga kapuk randu atau kapuk (ceiba petandra) adalah pohon tropis yang berasal dari Amerika Selatan bagian utara, Amerika Tengah dan Karibia. Di indonesia biasanya buah pohon kapuk ini digunakan masyarakat sebagai perlengkapan tidur, bisa berupa bantal atau kasur. (https://id.m.wikipedia.org)

  • 2.    Andalusia Granada:  Andalusia adalah sebuah komunitas otonomi Spanyol.

Andalusia adalah wilayah otonomi paling padat penduduknya dan kedua terbesar dari tujuh belas wilayah yang membentuk spanyol, Granada juga merupakan nama kota yang terletak di Spanyol.

  • 3.    Punggung Lorca: Federico Garcia Lorca adalah seorang penyair dan dramawan Spanyol, yang juga dikenang sebagai seorang pelukis, panis, dan komponis. Ia mewakili anggota generasi angkatan 27 yang dibunuh oleh kaum partisan nasionalis pada usia 38 tahun pada awal perang saudara Spanyol.

  • 4.    Ruang Isolasi: menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi V (2016) ruang isolasi adalah sebuah tempat yang digunakan untuk melakukan pemisahan suatu hal dari hal lain untuk memencilkan manusia dari manusia lain; pengasingan; pemencilan; pengucilan.

Pegimajian atau imaji yang terdapat di dalam puisi yang berjudul Tak Ada Yang Kuinginkan adalah sebagai berikut. Imaji visual: Bait pertama bait kedua, //jendela terbuka di musim kemarau//

Bait kedua baris pertama, kedua, keempat, dan kelima //di hutan rimbun yang kau sebut mimpi//, //kita berlari sepanjang malam//, //berlayar di laut tak bertepi//, dan //menatap langit sepanjang hari//. Bait ketiga baris ketiga, //kepada air mata kepada orang-orang yang berlari ketika hujan turun//. Bait kelima baris lima dan sepuluh, //lanskap pohon zaitun yang mengabur di malam gelap//, //sebuah meja tempat menulis sajak-sajak tanpa kata.//. Bait keenam baris ketiga //terbit bersama matahari pagi hari terbenam senja hari//. Bait ketujuh baris keempat, //berbaring menatap langit//. Bait kedelapan baris kelima, //menjadi ladang-ladang kabut//. Imaji auditif: Bait kedua baris ketiga, //kita menukik seperti burung-burung angin//. Bait kedelapan baris keenam, //permainan air dan desau angin di kejauhan//. Imaji taktil: Bait keempat baris kedua, //kecupan demi kecupan//. Bait keenam baris pertama dan kelima, //sepi bicara sentuhan melebihi kata//, //tempat kita berpelukan//. Bait ketujuh baris kedua, //merasakan dingin lantai yang menyentuh jidat tua kita//

Kata konkret yang terdapat di dalam puisi yang berjudul Tak Ada Yang Kuinginkan berada di bait keenam, //sepi bicara sentuhan melebihi kata// //melebihi kedalaman laut redup matamu// //terbit bersama matahari pagi terbenam senja hari// //jadi bulan jadi taman dengan bangku-bangku hijau// //tempat kita berpelukan// //tempat hujan dan daun gugur menyapa kita sepanjang hari//.

Kata-kata pada setiap baris puisi mengandung makna bahwa tak ada yang diinginkan si Aku selain seorang pujaan hatinya, si Aku ingin menghabiskan hari-harinya mulai dari mahari terbit sampai terbenam kembali bersama pujaan hatinya.

Bahasa figuratif (majas) adalah sebagai berikut. Baris: //melalui cahaya yang mengetuk pintu-pintu rindu tak terkunci// //perjalanan angin lambai rindu// //matahari terlepas dari pelukan bunga randu// //tempat hujan dan daun gugur menyapa kita sepanjang hari// //terpesona mendengar percakapan daun dan langit terbuka//, pada baris tersebut ditemukan majas personifikasi. Majas personifikasi adalah majas yang mengibaratkan sifat manusia ke dalam benda-benda atau makhluk yang bukan manusia. Majas ini juga berarti membuat benda mati seolah-olah bernyawa atau dapat bergerak. Melalui cahaya yang mengetuk pintu-pintu rindu tak terkunci baris ini memiliki makna bahwa si aku dalam puisi ingin menyampaikan kerinduan dan keinginan hatinya kepada pujaan hatinya melalui sajak-sajak pendek yang dia tulis, cahaya yang mengetuk pintu-pintu rindu bermakna sajak-sajak pendek yang dituliskan si aku akan sampai kepada pujaan hatinya melalui orangorang yang membaca sajak pendek tersebut. Perjalanan angin lambai rindu memiliki makna bahwa setiap tulisan yang dituliskan di aku kepada pujaan hatinya bisa sampai melalui suara pembaca. Matahari terlepas dari pelukan bunga randu memiliki makna bahwa rindu si aku terus bertahan mulai pagi hari sampai menjelang siang dan terik matahari sudah tinggi. Tempat hujan dan daun gugur menyapa kita sepanjang hari memiliki makna bahwa si aku menceritakan kenangan yang pernah dialami bersama pujaan hatinya di sebuah

taman yang berhujan dan berguguran daunnya. Terpesona mendengar percakapan daun dan langit terbuka memiliki makna bahwa kenangan yang terjadi antara si Aku dan pujaan hatinya berlangsung lama dan yang menjadi saksi hubungan mereka adalah alam seperti daun dan langit terbuka maksudnya adalah siang hari.

Analisis Struktur Batin terdiri atas tema, nada dan suasana, perasaan, dan amanat. Struktur batin yang terdapat dalam puisi Tentang Puisi-puisiku adalah sebagai berikut. Tema yang terdapat dalam puisi yang berjudul Tentang Puisi-puisiku adalah Kritik sosial. Dibuktikan dengan kata-kata di dalam bait keempat,kelima, dan keenam. Nada yang terdapat dalam puisi Tentang Puisi-puisiku adalah nada serius dan persuasif. Suasana yang tercipta ketika puisi tersebut adalah pembaca merasa bahwa makna tersirat dalam adalah ajakan untuk mulai bangkit menjadikan negeri sesuai sila kelima yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Bersemangat untuk menyampaikan hak suara. Perasaan yang tercipta dari pembacaan puisi yang berjudul Tentang Puisi-puisiku adalah perasaan terasing. Dibuktikan dengan kata-kata di dalam bait kedua dan bait empat. Amanat yang terdapat dalam puisi yang berjudul Tentang Puisi-puisiku adalah jangan lagi larut di dalam ketakutan, harus berjuang untuk kebaikan negeri tercinta, berani menyampaikan hak suara. Struktur batin yang terdapat dalam puisi Tak Ada Yang Kuinginkan adalah sebagai berikut. Tema yang terdapat dalam puisi Tak Ada yang Kuinginkan adalah cinta. Dibuktikan dengan kata-kata di dalam bait pertama, bait ketujuh, dan kedelapan. Nada yang terdapat dalam puisi Tak Ada yang Kuinginkan adalah kesederhanaan dan ketulusan. Suasana yang terdapat dalam puisi tersebut adalah penuh haru, karena si Aku sangat menginginkan kekasih hatinya untuk tetap berada di sisinya. Perasaan yang terdapat di dalam puisi Tak Ada yang Kuinginkan adalah perasaan penuh cinta. Dibuktikan dengan pengulangan kata tak ada yang kuinginkan selain dirimu. Amanat yang terdapat di dalam puisi Tak Ada yang Kuinginkan adalah mencintailah dengan tulus, pengorbanan cinta yang tulus membuahkan hal yang baik, jangan menyia-nyiakan orang yang mencintai kita.

Representasi Alam yang terdapat dalam puisi Tentang Puisi-puisiku dan Tak Ada Yang Kuinginkan adalah sebagai berikut. Isi puisi ini menggunakan diksi-diksi alam. Penyair merepresentasikan pesan yang ingin disampaikan melalui simbol alam dalam pilihan kata puisi yang diciptakan. Isi dari puisi ini menyampaikan pesan bahwa keinginan yang ingin dicapai hanya akan terwujud jika diusahakan. Puisi ini juga berisi pesan untuk tidak takut menyampaikan pendapat tentang sesuatu, memiliki rasa toleransi dan semangat nasionalisme yang tinggi. Media alam yang digunakan penyair dalam puisi ini adalah ritual hutan, kaldera, sepasang batu, kepundan, terik matahari, hujan asam, jamur, lumut kering, dan hujan. Isi puisi ini menceritakan tentang ungkapan hati penyair kepada pujaan hatinya. Menceritakan tentang istilah bagaimana pengorbanan yang telah

dilakukan seseorang untuk mempertahankan haknya. Penyair juga ingin pujaan hatinya mengerti dan mau menjalani hubungan yang baik dengannya sampai tua dan berambut putih. Penyair menggunakan simbol alam yang menggambarkan sikap atau sifat yang sesuai dengan pesan yang ingin disampaikan penyair. Media alam yang digunakan penyair dalam puisi ini adalah musim kemarau, malam, burung-burung, laut, langit, angin, hujan, bunga randu, pohon zaitun, siang, senja, taman, daun, dan ladang-ladang kabut.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai Puisi-puisi Karya Frans Nadjira diperoleh temuan sebagai berikut. tema-tema yang berbeda di antaranya ada tema kritik sosial dan protes sosial pada puisi yang berjudul Tentang Puisi-puisiku, Tema cinta pada puisi Tak Ada yang Kuinginkan. Simbol alam yang digunakan penyair dalam puisi-puisinya bukan untuk memberikan pesan untuk menjaga lingkungan dan sebagainya yang berhubungan dengan lingkungan, melainkan tanda-tanda alam yang digunakan penyair dalam puisi-puisinya adalah ciri-ciri alam yang memiliki sifat yang mirip dengan keadaan atau pesan yang ingin disampaikan penyair kepada pembaca. Hal itu dilakukan dilakukan penyair guna menyamarkan maksud dan tujuan sebenarnya sebuah puisi diciptakan. Seperti puisi yang berjudul Tentang Puisi-puisiku, di dalam puisi tersebut menggunakan diksi alam yang berhubungan dengan gunung api yang meegluarkan lahar panas, maksud dari penggunaan diksi tersebut adalah sebuah keinginan yang menggebu-gebu di hati penyair yang ingin disampaikan agar rasa pesan yang hendak disampaikan terasa oleh pembaca dan pesan puisi dapat tersampaikan. Simbol alam juga digunakan penyair sebagai istilah untuk mengungkapkan isi hati penyair kepada orang yang disayanginya. Terdapat 2 judul puisi yang peneliti analisis yang ditujukan kepada orang terkasih penyair yaitu puisi yang berjdul Tak Ada yang Kuinginkan dan puisi yang berjudul Peluklah Aku.

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis sampaikan ke-hadirat Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan Kuasa-Nya, jurnal ini dapat penulis selesaikan dengan baik. Penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. I G. A. A. Mas Triadnyani, S.S., M.Hum. dan Dr.Drs. I Ketut Sudewa, M.Hum., selaku pembimbing skripsi penulis yang telah bersedia meluangkan waktu untuk membimbing penulis. Penulis juga sampaikan terima kasih kepada keluarga tercinta, bapak Pdt. Tumpak Sinaga dan ibu Rusmida Sagala yang selalu memberikan dukungan, motivasi, doa, dan perhatian baik secara moral maupun finansial sehingga penulis dapat menyelesaikan jurnal skripsi ini.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2020. Buku Pedoman Penulisan Usulan Penelitian Dan Skripsi. Denpasar: Fakultas

Sastra Dan Budaya Universitas Udayana.

Dewi, E. P. 2016. Cintra Pantai Bali Dalam Delapan Sajak Antologi Puisi Impian Usai Karya Wayan Sunarta: Kajian Bentuk Dan Isi. Denpasar: Skripsi.

Endraswara, S. 2016. Metodologi Penelitian Ekologi Sastra, Konsep, Langkah, Dan Penerapan.

Yogyakarta: CAPS (Center For Academic Publishing Service).

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). (2016). [online].

Manshur, F. M. 2005. Sastra: Teori Dan Metode. Ciamis: Program Pascasarjana Institut

Agama Islam Darussalam.

Nadjira, F. 2017. Peluklah Aku. Makassar: De Lo Macca.

Pradopo, R. D. 1987. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Siswanto, W. 2013. Pengantar Teori Sastra. Malang: Aditya Media Publishing.

Siswantoro, 2016. Metode penelitian sastra. Yogyakarta: pustaka pelajar.

Sugyono. 2005. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

Sugyono. 2012. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

Sugyono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, Dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Triadnyani. 2018. Maritim Traces In Frans Nadjira's Poem's (Prosiding konferensi Internasional

Kesusastraan) XXVII, 366-377.

Waluyo, H. J. 1987. Teori Dan Apresiasi Puisi. Jakarta: Erlangga.

Wicaksono, a. et al., 2018. Tentang Sastra (Orkestrasi Teori dan Pembelajarannya). Yogyakarta: Garudawacha.

PROFIL PENULIS

Monita Br Sinaga adalah mahasiswa Program Studi Sastra Indonesia angkatan 2017. Pada tahun 2018, pernah menjadi Ketua Himpunan Mahasiswa Sastra Indonesia. Aktif mengikuti kegiatan kampus baik akademik maupun nonakademik. Pada tahun 2019, pernah mengikuti kuliah umum mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Udayana bersama mahasiswa dari Universitas Melbourne Australia. Pada tahun 2021, pernah mengikuti kegiatan pengabdian berbasis kebudayaan di Desa Sikunang, Dieng, Jawa Tengah dan mengikuti kegiatan konferensi pemuda seluruh Indonesia mengenai isu pendidikan, ekonomi, lingkungan sosial, dan budaya di Bali.

Dr. I G. A. A. Mas Triadnyani, S.S., M.Hum. adalah dosen Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana. Menyelesaikan S1, S2, dan S3 di Universitas Indonesia. Menulis berbagai artikel tentang kajian sastra dan budaya di berbagai jurnal, prosiding, dan buku. Kumpulan puisinya yang telah terbit: Mencari Pura

dan Aku Lihat Bali. Saat ini menjabat sebagai Ketua BIPA FIB Universitas Udayana (20202024) dan Ketua HISKI Komisariat Bali (2020-2024).

Dr. Drs. I Ketut Sudewa, M.Hum. adalah dosen Program Studi Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana. Saat ini menjabat sebagai koordinator Program Studi Sastra Indonesia (2017-2021). Menulis berbagai artikel tentang kajian sastra dan budaya di berbagai jurnal, prosiding, dan buku. Mengajar mata kuliah untuk mahasiswa S1 dan S2. Menjadi dosen pembimbing skripsi, tesis, dan disertasi untuk mahasiswa di Prodi Sastra Indonesia dan Prodi Kajian Budaya.

11