PEMBERIAN LATIHAN STABILISASI PADA TERAPI DASAR MICRO WAVE DIATHERMY LEBIH EFEKTIF UNTUK MENGURANGI NYERI DARIPADA WILLIAM FLEXION PADA TERAPI DASAR MICRO WAVE DIATHERMY PADA PASIEN SPONDYLOARTHROSIS LUMBAL
on
ISSN: 2302-688X
Sport and Fitness Journal
Volume 5, No.2, Juli 2017: 58-68
PEMBERIAN LATIHAN STABILISASI PADA TERAPI DASAR MICRO WAVE DIATHERMY LEBIH EFEKTIF UNTUK MENGURANGI NYERI DARIPADA WILLIAM FLEXION PADA TERAPI DASAR MICRO WAVE DIATHERMY PADA PASIEN SPONDYLOARTHROSIS LUMBAL
Jhon Roby Purba1, Ketut Tirtayasa2, S. Indra Lesmana3, Made Muliarta4, I D P Sutjana5, Muh. Irfan6
-
1 Program Studi Magister Fisiologi Olahraga Universitas Udayana, Bali
-
2, 4, 5 Bagian Ilmu Faal, Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Bali.
-
3, 6 Fakultas Fisioterapi, Universitas Esa Unggul, Jakarta.
ABSTRAK
Latar belakang: Spondyloarthrosis lumbal merupakan nyeri punggung bawah yang ditimbulkan akibat adanya degenerasi pada discus, facet joint pada lumbal, sehingga terjadi penekanan pada foramen intervertebralis yang akan menimbulkan osteofit dimana ini menyebabkan iritasi maka akan menimbulkan inflamasi jaringan atau dapat juga terjadi penekanan pada kauda equine. Pada kondisi lain nyeri juga dapat disebabkan karena adanya spasme pada otot akan menyebabkan iskemik, iskemik menyebabkan nyeri. Tujuan: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyatakan latihan stabilisasi pada terapi dasar micro wave diathermy lebih efektif dalam mengurangi nyeri daripada william flexion pada terapi dasar micro wave diathermy pada pasien spondyloarthrosis lumbal. Metode: Dilakukan penelitian true experimental, randomized pre and post test two group design pada Bulan Maret sampai April 2016. Dari 24 sampel usia 40-60 tahun pasien spondyloarthrosis lumbal di RSUD Dr. H.Kumpulan Pane Tebing Tinggi yang memenuhi kriteria inklusi dibagi dua kelompok perlakuan secara random sama banyak. Kelompok I diberi latihan stabilisasi pada terapi dasar dan kelompok II diberi latihan WFE terapi dasar. Pelatihan dilakukan 6 minggu dengan frekuensi 3x seminggu dan repetisi latihan 3x pengulangan pada setiap latihan. Sebelum dan setelah 6 minggu pelatihan semua sampel diukur nilai nyeri dengan menggunakan Visual Analog Scale. Hasil: Hasil analisis didapatkan terjadi penurun skor nyeri pada Kelompok I nilai awal 52,50 dan nilai akhir 20,83 dengan selisih nilai 31,67 dengan nilai p<0,05 dan penurunan nilai skor nyeri pada Kelompok II nilai awal 52,50 dan nilai akhir 29,17 dengan selisih nilai 23,33 dengan nilai p<0,05. Artinya pada Kelompok I dan Kelompok II terjadi penurunan nyeri secara signifikan. Dari uji Mann whitney perbandingan rerata penurunan nyeri setelah perlakuan pada kedua kelompok berbeda secara bermakna (p<0,05). Simpulan: Simpulan dari hasil penelitian ini bahwa latihan stabilisasi pada terapi dasar micro wave diathermy lebih efektif mengurangi nyeri daripada latihan william flexion pada terapi dasar micro wave diathermy pada pasien spondyloarhtrosis lumbal.
Kata kunci : Spondyloarthrosis Lumbal, Latihan Stabilisasi, William Flexion, Terapi Dasar Micro Wave Diathermy.
STABILIZATION EXERCISES ON MICRO WAVE DIATHERMY BASIC THERAPY IS MORE EFFECTIVE IN DECREASING PAIN THAN WILLIAM FLEXION ON MICRO WAVE DIATHERMY BASIC THERAPY MICRO WAVE DIATHERMY IN SPONDYLOARTHROSIS LUMBAL PATIENTS
ABSTRACT
Background: Spondyloarthtrosis lumbal is a kind of low back pain which caused by degeneration of discus, facet joint on lumbal. This degeneration causes a pressure on foramen
invertebralis that causes tissue inflammation or it also caused because the spasm muscle that will causes ischemic, and at last ischemic causes pain. To decrease pain in spondyloarthrosis lumbal patient, we can use Stabilization Exercise and william flexion exercise at basic therapy. Objective: The purpose of this research is to declare that giving the stabilization exercise on micro wave diathermy basic therapy more effective in decreasing pain than William flexion exercise on micro wave diathermy basic therapy in spondyloarhtrosis lumbal patient. Method: This research was a true experimental, randomized pre and post test two group design in March to April 2016. From 24 samples of 40-60 years old spondyloarthtrosis lumbal patient in RSUD Dr.H..Kumpulan Pane Tebing Tinggi based in the inclusion criteria, were divided to two groups and get randomly treatment. Group I with stabilization exercise after micro wave diathermy basic therapy and group II with William Flexion Exercise after micro wave diathermy basic therapy. Training conducted over six weeks, 3 times per week and 3 times repetition on each training section. Before and after 6 weeks training, all of the sample measured the pain score using Visual Analog scale. Result: The analysis result show that the decreasing pain score that happened on group I, the initial value 52,50 and final value 20,83 with difference value 31,67 and significantly difference (p <0,05) and decreasing pain score value on group II, the initial value 52,50 and the final value 29,17 with difference value 23,33 in significantly (p <0,05). It means on group I and group II got a significantly decreased of pain. Based on Mann Whitney Test, the average comparison of the decreasing pain after the treatment on both group significantly difference (p <0,05). Conclusion: The conclusion from this research is that stabilization on basic therapy micro wave diathermy is more effective to decrease pain than william flexion exercise on basic micro wave diathermy on spondyloarthrosis lumbal patient.
Keyword : Spondyloarthrosis Lumbal, Stabilization Exercise, Wiliam Flexion Exercise, Basic Therapy.
PENDAHULUAN
Seiring dengan pertambahan usia maka akan diikuti oleh berbagai masalah penyakit. Adapun penyakit yang mengikuti dengan pertambahan usia biasanya penyakit-penyakit degenerasi. Proses degenerasi dipengaruhi oleh aktivitas sehari hari, sebab aktivitas sehari hari dapat memicu terjadinya keluhan pada lumbal/pinggang, yaitu karena trauma, kesalahan posisi duduk, kesalahan posisi saat mengangkat barang, posisi membungkuk, gerakan-gerakan dengan cara memutar lumbal/pinggang kekanan dan kekiri secara cepat, sehingga menyebabkan spondyloarthrosis lumbal. Keluhan-keluhan yang sangat mengganggu aktivitas bukan pada masalah kekakuan sendinya atau keterbatasan gerakannya melainkan hanya pada keluhan nyeri.
Pada spondyloarthrosis lumbal, akan terjadi degenerasi diskus yang akan diikuti penipisan discus kemudian mengeras, sehingga otot akan menyebabkan facet menyempit kemudian akan terjadi
pengelupasan chondrum dan mengakibatkan penebalan tulang subchondral yang mengakibatkan osteofit pada tepi sendi yang akibatnya terjadi penyempitan foramen intervertebralis sehingga terjadi iritasi radix, hal inilah yang menyebabkan nyeri.1
Spasme otot sering sekali menyebabkan rasa nyeri akibat iskhemik oleh karena otot yang berkontraksi secara static itu menekan pembuluh darah sehingga aliran darah akan terhambat. Di samping itu kontraksi juga meningkatkan metabolisme, sehingga terjadi penimbunan asam laktat, lebih lanjut, sensari nyeri akan menyebabkan ”nocisensoricreflex spasm” dan iskemik menyebabkan nyeri dimana keadaan ini biasa disebut “visious civile”. Keadaan ini akan berlanjut dengan timbulnya ketegangan otot yang tidak normal (tightness) dan kekakuan (contracture) pada otot tonik. Hal inilah yang menyebabkan nyeri. Keadaan di atas banyak ditemukan dan biasa diartikan dengan istilah medis sebagai spondyloarthrosis lumbal.2
Pembebanan berlebihan pada facet menyebabkan jarak antar facet menyempit, sehingga menyebabkan terjadinya pengelupasan dari rawan sendi (chondrium) yang diikuti oleh adanya penebalan tulang subchondral dan kerusakan unicant joint. Kemudian akan timbul osteofit pada tepi facet maupun unicant joint. Osteofit ini akan menekan otot-otot disekitarnya, ligament, kapsul ligament, radix, sampai dengan foramen intervertebralis. Akibat degenerasi diskus tersebut, di mana diskus menjadi tipis, rapuh, dan mengeras, mengakibatkan pula tekanan pada corpus meningkat sehingga timbul osteofit pada tepi corpus, yang dapat mengiritasi duramater dan membuat penurunan mobilitas.toleransi jaringan terhadap suatu tegangan. Selain itu, jaringan ikat seperti ligament dan kapsul ligament menjadi kendur, instabil, sehingga menjadi hipermobile, apabila terjadi pergerakan dari pinggang akan menimbulkan iritasi jaringan, kemudian cidera, karena cidera menjadi inflamasi. Manifestasi dari inflamasi yang timbul adalah nyeri. Karena rasa nyeri tersebut menimbulkan guarding spasm yang membuat auto immobilization pada pinggang pula akan berdampak pada otot, membuat otot menjadi spasm/tightness, maka efeknya akan timbul kekakuan sendi (stiffness) yang berlanjut dengan terjadinya capsular pattern kesegala arah. Apabila kondisi pada jaringan-jaringan tersebut terus menerus terjadi, maka mengakibatkan terjadinya penjepitan mikrovasuler dan hiperaktifitas sistim simpatis yang terus menerus, sehingga menimbulkan hipoksia, hiponutrisia, menjadi guarding spasm yang berlanjut menjadi iskemik. Iskemik kembali akan menimbulkan nyeri, spasm, autoimobilisasi, yang pada akhirnya akan terjadi gangguan fungsional.2
Spondyloarthrosis lumbal banyak terjadi pada pria dan wanita yang berusia 4050 tahun. Insidensi terbesar adalah wanita, hal ini diakibatkan karena pengaruh post menopausal syndrome.3 Adapun faktor – faktor yang memudahkan terjadinya degenerasi vertebra lumbal adalah faktor
usia, stress akibat aktivitas dan pekerjaan, peran herediter dan adaptasi fungsional.4 Sedangkan faktor penyebab spondyloarthrosis lumbal adalah usia, cedera yang berulang, bad posture.5
Untuk mengatasi masalah pada spondyloarthrosis lumbal diperlukan penanganan khusus dengan fokus perhatian pada wilayah punggung bawah, fisioterapi merupakan profesi yang sangat kompeten dalam mengatasi permasalahan gerak dan fungsi tubuh. Modalitas fisioterapi yang diberikan pada spondyloarthrosis lumbal biasanya hanya bertujuan untuk mengurangi nyeri dan rileksasi pada pasien, sedangkan untuk meningkatkan aktivitas fungsional belum didapatkan modalitas yang tepat. Penanganan yang umum dilakukan oleh seorang fisioterapi di klinik atau rumah sakit adalah dengan pemberian micro wave diathermy (MWD) biasanya ditambah latihan William flexion.
Penggunaan micro wave diathermy dengan daya 60 Watt selama 10 menit, 3 kali seminggu selama 2 minggu berturut-turut (total 6 sesi terapi) ternyata dapat mengurangi nyeri punggung bawah secara bermakna.6
William’s flexion exercise (WFE ) adalah jenis latihan terdiri dari 6 bentuk gerakan yang dirancang membuka foramen intervertebralis dan sendi facet, mengulur otot fleksor hip dan ekstensor lumbal, menguatkan otot abdominalis dan otot gluteal serta meningkatkan mobilitas jaringan ikat bagian posterior lumbosakral joint. Latihan fleksi lumbal lebih sesuai untuk mengurangi nyeri dan peningkatan LGS lumbal pada kasus NPB.7 Efek program WFE dikontrol dengan menggunakan kontraksi aktifitas EMG pada nyeri punggung bawah mekanik kronik usia 50 tahun ke bawah yang mempunyai lordosis pada lumbal yang berlebihan. Latihan-latihan ini dilakukan dalam posisi terlentang di lantai atau permukaan datar. Adapun tujuan dari William Flexion Exercise adalah untuk mengurangi nyeri, memberikan stabilitas lower trunk melalui perkembangan secara
aktif pada otot abdominal, gluteus maximus, dan hamstring, untuk menigkatkan fleksibilitas / elastisitas pada group otot fleksor hip dan lower back (sacrospinalis), serta untuk mengembalikan/ menyempurnakan keseimbangan kerja antara grup otot postural fleksor dan ekstensor. Latihan ini dapat menyeimbangkan antara kelompok otot postural fleksor dan ekstensor.8
Manfaat Latihan William flexion exercise adalah mengurangi tekanan beban tubuh pada sendi facet, meregangkan otot dan fascia (meningkatkan ekstensibilitas jaringan lunak) di daerah dorsolumbal, dan untuk mengoreksi postur tubuh yang salah.9
Program latihan stabilisasi telah menjadi metode pengobatan yang paling populer di tulang belakang karena telah menunjukkan efektivitas dalam beberapa aspek yang terkait dengan rasa sakit dan trauma. Namun, beberapa penelitian telah melaporkan bahwa program latihan tertentu mengurangi rasa sakit dan kecacatan pada kronis tetapi tidak sakit punggung akut rendah, meskipun dapat membantu dalam pengobatan nyeri punggung akut dengan mengurangi tingkat kekambuhan.10
Efek latihan stabilisasi akan mengembangkan kerja otot-otot dynamic muscular corset. Dengan terjadinya kontraksi yang terkoordinasi dan bersamaan (Co-Contraction) dari otot-otot tersebut akan memberikan rigiditas celender untuk menopang trunk, akibatnya tekanan intradiskal dan kissing spine berkurang dan akan mengurangi beban kerja dari otot lumbal, sehingga jaringan tidak mudah cidera, ketegangan otot lumbal yang abnormal berkurang.11 Dengan terjadinya pelemasan otot diharapkan akan terjadi perbaikan muscle pump yang berakibat meningkatkan sirkulasi darah pada jaringan otot punggung. Dengan demikian suplai makanan dan oksigen di jaringan otot menjadi lebih baik, nyeri yang ditimbulkan karena spasme akan berkurang. Selain itu teraktivasinya otot core yang berfungsi sebagai otot stabilisator tulang belakang akan
membuat otot global muscle yang tadinya spasme menjadi rileks, dengan demikian didapatkan pula stabilitas tulang belakang yang baik dan posisi tulang belakang dalam keadaan netral.11 Dengan stabitas tulang belakang yang baik seseorang akan lebih mudah dalam melakukan aktivitas fungsional dikarenakan latihan stabilisasi akan membuat tekanan intadiskal dan terkuncinya facet (kissing spine) menjadi berkurang pada saat gerakan ekstensi karena latihan ini memberikan efek peregangan pada lumbal yang akan membuat pasien lebih mudah dalam melakukan gerakan dan aktivitas fungsional.
Dalam melakukan Latihan Stabilisasi dan William Flexion pada terapi dasar micro wave diathermy waktu yang diperlukan dalam penelitian ini adalah 3 kali dalam satu minggu selama 6 minggu. Karena akan mendapatkan hasil yang maksimal dalam mengurangi nyeri. Sehingga penelitian yang dilakukan selama 6 minggu. Berdasarkan uraian diatas penulis sebagai profesi fisioterapis mencoba untuk melakukan penelitian dengan judul pemberian Latihan Stabilisasi Pada Terapi Dasar Lebih Efektif Untuk Mengurangi Nyeri Daripada William Flexion Pada Pasien Spondyloarthrosis Lumbal.
Tujuan penelitian ini adalah : 1) Untuk mengetahui Latihan stabilisasi pada terapi dasar dapat mengurangi nyeri pada pasien Spondyloarhtrosis Lumbal. 2) Untuk mengetahui Latihan William’s flexion exercise pada terapi dasar dapat mengurangi nyeri pada pasien Spondyloarhtrosis Lumbal.. 3) Mengetahui Latihan stabilisasi lebih efektif untuk mengurangi nyeri pada terapi dasar dari pada William’s flexion exercise pada pasien Spondyloarhtrosis Lumbal.
MATERI DAN METODE
Penelitian ini dilakukan di RSUD H. Kumpulan Pane Tebing Tinggi pada bulan Maret – April 2016. Penelitian ini bersifat eksperimental study Pre And Post Test
Group Design. Penelitian ini dilakukan untuk melihat latihan stabilisasi pada terapi dasar micro wave diathermy lebih efektif untuk mengurangi nyeri daripada william flexion exercise pada terapi dasar micro wave diathermy pada pasien spondyloarthrosis lumbal usia 40 – 60 tahun. Nilai nyeri diukur dengan skala VAS (Visual Analog Scale).
-
B. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien yang datang ke RSUD H. Kumpulan Pane Tebing Tinggi. Sample dipilih berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi secara random dengan teknik random sampling, kemudian dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok perlakuan (Latihan Stabilisasi pada Terapi Dasar Micro Wave Diathermy) dan Kelompok perlakuan (William Flexion Exercise pada Terapi Dasar Micro Wave Diathermy). Sample Penelitian ini didapat dari rumus pocock berjumlah 24 orang, yang dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok perlakuan I dan Kelompok perlakuan II, yang mana setiap kelompok terdiri dari 12 orang.
Kelompok Perlakuan I
Kelompok I diberikan latihan stabilisasi pada terapi dasar micro wave diathermy, 3 kali dalam seminggu selama 6 minggu untuk mengetahui pengurangan nyeri.
Kelompok Perlakuan II
Kelompok I diberikan latihan stabilisasi pada terapi dasar micro wave diathermy, 3 kali dalam seminggu selama 6 minggu untuk mengetahui pengurangan nyeri.
-
C. Cara Pengumpulan Data
Sebelum diberikan latihan baik Kelompok I dan Kelompok II, dilakukan terlebih dahulu wawancara pengukuran nyeri, untuk mengetahui nyeri yang dirasakannya. Kemudian dilakukan pemeriksaan nyeri dengan menggunakan test kompresi posisi ekstensi untuk mengetahui nilai skor nyeri.
Prosedur Pengukuran Nyeri
Untuk mengukur nyeri maka digunakan visual analog scale (VAS). Sebelumnya
melakukan pemeriksaan nilai nyeri peneliti menjelaskan terlebih dahulu mengenai VAS yang akan digunakan untuk mengukur nyeri. Selanjutnya pasien diminta untuk menunjuk angka seberapa besar derajat nyeri yang dirasakan. Setelah pasien menunjukkan nilai nyeri, penilaian dilakukan dengan mengkategorikan skala nyeri yang ditunjuk oleh pasien.
Data yang diperoleh dianalisis dengan uji statistik berikut :
-
1. Analisis Deskriptif: untuk menganalisis usia, jenis kelamin, tinggi badan, berat badan, indeks massa tubuh, aktivitas yang sering dilakukan dan nyeri.
-
2. Uji normalitas data dengan Shapiro Wilk Test,untuk mengetahui dat berdistribusi normal atau tidak. Apabila Nilai p lebih besar dari 0,05 ( p>0,05), maka data
berdistribusi normal.
-
3. Uji homogenitas data dengan Leven’s test, untuk mengetahui sebaran data bersifat homogen atau tidak. Apabila Nilai p lebih besar dari 0,05 (p>0,05), maka data
bersifat homogen.
-
4. Analisis komparasi sebagai berikut:
-
a. Uji Hipotesis I dengan menggunakan uji parametrik (Wilcoxon match pair test) untuk mengetahui pengurangan nyeri sebelum dan sesudah latihan stabilisasi pada terapi dasar micro wave diathermy (Kelompok Perlakuan).
-
b. Uji Hipotesis II dengan menggunakan uji parametrik (Wilcoxon match pair test) untuk mengetahui pengurangan nyeri sebelum dan sesudah William Flexion Exercise pada terapi dasar micro wave diathermy (Kelompok Perlakuan).
-
c. Uji komparasi data pada kedua kelompok setelah perlakuan dengan menggunakan uji non parametrik (Mann-whitney test) karena data tidak berdistribusi normal. Uji ini bertujuan untuk membandingkan rerata hasil pengurangan nyeri kedua kelompok setelah perlakuan.
HASIL PENELITIAN
Analisis Deskriptif Karakteristik Subjek Penelitian
Karakteristik subjek penelitian yang meliputi: umur, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, indeks massa tubuh dan aktivitas yang sering dikerjakan. Karakteristik dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Gambaran karakteristik demografi subjek penelitian (n = 12)
Karakteri stik |
Rentangan |
Klp I (%) |
Klp II (%) |
Umur |
42 – 49 |
6 (50%) |
5 (41,7%) |
(thn) |
50 – 55 |
6 (50%) |
7 (58,3%) |
Jenis |
Perempuan |
9 (75%) |
10 (83,3%) |
kelamin |
Laki – Laki |
3 (25%) |
2 (16,7%) |
Tinggi |
145 – 153 |
7 (58,3%) |
5 (41,7%) |
Badan(c |
154 – 162 |
4 (33,3%) |
4 (33,3%) |
m) |
163 – 170 |
1 (8,4%) |
3 (25%) |
Berat |
45 – 56 |
6 (50%) |
7 (58,3%) |
Badan(k |
57 – 68 |
5 (41,6%) |
4 (33,3%) |
g) |
69 – 80 |
1 (8,4%) |
1 (8,4%) |
Indeks |
18,5 – 22,9 |
5 (41,6%) |
4 (33,3%) |
Massa |
23,0 – 24,9 |
1 (8,4%) |
5 (41,7%) |
Tubuh |
25,0 – 29,9 |
6 (50%) |
3 (25%) |
(Kg/m2) | |||
Aktivitas |
Duduk |
3 (25%) |
3 (25%) |
yang |
Berdiri |
6 (50%) |
7 (58,4%) |
sering |
Membungkuk |
2 (16,7%) |
1 (8,3%) |
dikerjakan |
Mengangkat |
1 (8,3%) |
1(8,3%) |
Pada pembahasan Tabel diatas, persentase umur pada subjek penelitian ini data karakteristik usia dewasa produktif terbanyak 54,2% rerata usia 49,25±3,76. Dari keseluruhan peserta memiliki rentang usia 42 – 55 tahun, rerata usia 49,25 tahun (SD=3,76). Rentang usia 50 -55 tahun memiliki proporsi terbanyak yaitu 13 orang (54.2%), terdapat 6 orang (25%) pada Kelompok I dan 7 orang (29,2%) pada Kelompok II. Rentang usia 42 – 49 tahun sebanyak 6 orang (25%) pada Kelompok I dan 43 – 48 tahun sebanyak 5 orang (20,8) pada Kelompok II. Karakteristik berdasarkan tinggi badan, berat badan dan indeks massa tubuh didapat hasil dari 24 peserta nilai tertinggi dari tinggi badan yaitu 145 – 153 cm sebanyak 12 orang (50%), peserta nilai tertinggi berat badan yaitu 45 – 55 kg sebanyak 12 orang (50%), dan peserta nilai
tertinggi indeks massa tubuh yaitu 18,5 – 22,9 (normal) dan 25,0 – 29,9 (Obesitas I) sebanyak 9 orang (37,5%). Adapun dari aktivitas pekerjaan berdiri terbanyak 13 orang (54,2%), terdapat 6 orang (25%) pada Kelompok I dan 7 orang (29,2%) pada Kelompok II. Karakterisitik subjek berdasarkan aktivitas yang sering dikerjakan seperti : duduk 6 orang (25%), berdiri 13 orang (54,2%) membungkuk 3 (12,5%), dan mengangkat 2 orang (8,3%).
Uji Nornalitas
Uji normalitas data menggunakan Saphiro Wilk Test. Apabila nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 (p > 0,05), maka data terdistribusi normal. Data dapat dilihat pada tabel 2.
Hasil uji normalitas data skor nyeri Kelompok Perlakuan I sebelum dan sesudah pelatihan didapatkan nilai p<0,05 sehingga dinyatakan data berdistribusi tidak normal.
Hasil uji normalitas data skor nyeri Kelompok Perlakuan II sebelum dan sesudah pelatihan didapatkan nilai p<0,05 sehingga dinyatakan data berdistribusi tidak normal. Uji normalitas data beda rerata selisih skor nyeri Kelompok Perlakuan I dan II nilai p<0,05 sehingga dinyatakan berdistribusi tidak normal (Tabel 2).
Tabel 2. Hasil Uji Normalitas
Nilai |
P Normalitas Data | |
Nyeri |
(Shapiro Wilk Test) Kel I Kel II |
Keterangan |
pre test |
0,011 |
0,006 |
Tidak Normal |
pre test |
0,000 |
0,012 |
Tidak Normal |
Selisih |
0,010 |
0,000 |
Tidak Normal |
Uji Homogenitas
Untuk mengetahui sebaran data bersifat homogen atau tidak, maka diuji homogenitas data dengan menggunakan Lavene Test. Apabila nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 (p > 0,05), maka data bersifat homogen. Data dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Uji Homogenitas Pengurangan Nyeri
Variabel
p Homogenitas (Levene’s Test)
Keterangan
Pre test Kel I
Pre Test Kel II
0,401
Homogen
Pada Uji Homogenitas (Levene’s test) data pengurangan nyeri menunjukan pada kelompok I dan II sebelum perlakuan nilai p = 0,401 (p>0,05) sehingga dinyatakan data homogen.
Uji Hipotesis I
Uji Hipotesis I bertujuan untuk membuktikan bahwa latihan stabilisasi pada terapi dasar micro wave diathermy dapat mengurangi nyeri pada pasien
spondyloarhtrosis lumbal setelah data dinyatakan homogen dan berdistribusi tidak normal maka dipakai uji hipotesis non parametrik (wilcoxon ranks test).
Tabel 4. Uji Hipotesis Latihan Stabilisasi Pada Terapi Dasar Micro Wave Diathermy
Pada Pasien Spondyloarthrosis Lumbal
Nyeri Klp I |
N |
Rerata±SB |
P |
Pre Test |
12 |
52,50±7,53 |
0,002 |
Pre Test |
12 |
20,83±2,88 |
Dilihat pada tabel 4 diketahui bahwa pada Kelompok Perlakuan I menggunakan non parametrik dengan Willcoxon signed rank test sebelum perlakuan didapat nilai skor rerata nyeri 52,50±7,53 setelah perlakuan nilai skor rerata nyeri 20,83±2,88, kelompok perlakuan I yang dianalisis dengan didapat p=0,002 (p<0,05). Hasil tersebut menyatakan secara signifikan pelatihan Latihan Stabilisasi pada terapi dasar dapat menurunkan nyeri pada penderita Spondyloarthrosis lumbal.
dilanjutkan dengan uji hipotesis non parametrik (wilcoxon ranks test).
Tabel 5. Uji Hipotesis William Flexion Exercise Pada Terapi Dasar Micro Wave Diathermy Pada Pasien Spondyloarthrosis Lumbal
Nyeri Klp I |
N |
Rerata±SB |
P |
Pre Test |
12 |
52,50±7,53 |
0,002 |
Pre Test |
12 |
20,83±2,88 |
Dilihat pada tabel 5 diketahui bahwa pada Kelompok Perlakuan II menggunakan non parametrik dengan Willcoxon signed rank test sebelum perlakuan didapat nilai skor rerata nyeri 52,50±6,21, setelah perlakuan nilai skor rerata nyeri 29,17±6,68, kelompok perlakuan II yang dianalisis dengan didapat p=0,001 (p<0,05). Hasil tersebut menyatakan secara signifikan pelatihan William Flexion Exercise pada terapi dasar dapat menurunkan nyeri pada penderita Spondyloarthrosis lumbal.
Uji Hipotesis III
Uji Hipotesis III bertujuan untuk membuktikan latihan stabilisasi pada terapi dasar micro wave diathermy lebih efektif untuk mengurangi nyeri daripada william flexion exercise pada terapi dasar micro wave diathermy pada pasien spondyloarthrosis lumbal.
Tabel 6. Rerata penurunan nyeri pada penderita Spondyloarthrosis lumbal setelah perlakuan Kelompok I dan Kelompok II
Klp |
N |
Rerata±SB |
p Man Whitney |
Post Kel I |
12 |
20,83±2,88 |
0,001 |
Post Kel II |
12 |
29,17±6,68 |
Uji Hipotesis II
Uji Hipotesis II untuk membuktikan bahwa William Flexion Exercise pada terapi dasar micro wave diahtermy dapat mengurangi nyeri pada pasien spondyloarhtrosis lumbal setelah data dinyatakan homogen dan tidak normal maka
Pada tabel 6, nilai skor rerata nyeri setelah perlakuan pada Kelompok Perlakuan I 20,83±2,88 dan nilai skor rerata nyeri setelah Perlakuan Kelompok II 29,17±6,68 yang dianalisis dengan nilai p = 0,001 (P<0,05) yang artinya terdapat perbedaan secara signifikan antara Kelompok I dan
Kelompok II dalam pengurangan nyeri pada penderita Spondyloarthrosis lumbal.
PEMBAHASAN
Penelitian yang dilakukan pada 742 orang sampel yang berobat di poliklinik Neurologi RSCM selama bulan Mei 2002, diketahui bahwa dari 742 orang pengunjung poliklinik nyeri tersebut ditemukan 116 orang penderita NPB dengan persentase 15,6%. Dari jumlah ini 76 diantaranya mewakili kelompok jenis kelamin wanita dengan proporsi 65,5% dan penderita pria terdiri dari 40 orang (34,5%). Dan dari penderita nyeri punggung bawah ternyata kelompok umur antara 40-60 tahun (umur produktif) menduduki persentase paling tinggi dibanding kelompok umur lainnya. Jumlah penderita nyeri punggung bawah di sini mendapat urutan kedua (15,6%) sesudah sefalgia yang mencapai 258 penderita dengan persentase 34,8%.12
Menurut Tarwaka umur seseorang berbanding langsung dengan kapasitas fisik sampai batas tertentu dan mencapai puncaknya pada umur 25 tahun.13 Pada umur 50-60 tahun kekuatan otot akan menurun sebesar 25%, kemampuan sensoris-motoris menurun sebanyak 60% dan kemampuan kerja fisik seseorang yang berumur 60 tahun ke atas tinggal mencapai 25% dari umur orang yang berumur 25%.
Penelitian lainnya mendapatkan bahwa penderita nyeri punggung banyak terjadi pada pekerja atau karyawan yang bekerja dalam posisi duduk lama, berdiri lama dan pekerjaan berat lainnya seperti pekerjaan yang banyak aktivitas membungkuk secara berulang, mengangkat dan menurunkan beban berat dengan cara yang salah.14
Indeks Massa Tubuh menggambarkan status gizi seseorang. Dengan demikian berdasarkan rerata Indeks Massa Tubuh pada kedua kelompok sampel dikategorikan bahwa status gizi sampel penelitian dalam kategori obesitas derajat I.14
Seseorang dikatakan obesitas bila mempunyai Indeks Massa Tubuh ≥ 30 kg/m2. Obesitas merupakan salah satu faktor
terjadinya kelemahan otot punggung karena otot punggung lemah akibat berat badan yang berlebihan.15
Faktor resiko NPB lain juga diketahui meningkat seiring dengan bertambahnya usia dan obesitas IMT > 25 kg/m2, kebiasaan merokok, kurang aktivitas, serta kerja berat.16
Pemberian MWD dapat mengurangi nyeri melalui modulasi sensorik dan spinal, pada level sensorik aplikasi MWD dapat menimbulkan panas sehingga menimbulkan dilatasi pembuluh darah, dilatasi pembuluh darah kan meningkatkan sirkulasi darah lokal sehingga terjadi peningkatan penyerapan kembali irritan nyeri (allogenasam laktat), sehingga nyeri akan berkurang.17
Pemberian MWD juga dapat mengurangi penekanan pada ujung saraf polimodal sehingga nyeri akan berkurang. Juga diperoleh peningkatan kelenturan jaringan, karena terjadi peningkatan kadar air dan GAG (Gliko Aminoglikans) pada matriks jaringan. Pada level spinal sensoris panas ringan dari penggunaan MWD akan menimbulkan stimulasi afferen II/IIIA (Adan Aγ) dimana pada posterior horn cell (PHC) diperoleh blok terhadap impuls noxious. Perangsangan pada serabut saraf afferen tersebut berakibat terhadap pengurangan nyeri atau efek sedatif, sehingga nyeri yang dirasakan akan berkurang. Adanya efek panas pada MWD dapat mengakibatkan sirkulasi darah meningkat sehingga terjadi absorbsi zat sisa radang dan sisa metabolisme yang akan menurunkan irritasi nosicensorik sehingga penurunan nyeri.17
Latihan Stabilisasi pada terapi dasar dapat mengurangi nyeri pada penderita Spondyloarthrosis Lumbal.
Berdasarkan tabel 4 pada Kelompok I nilai rerata pengurangan nyeri sebelum perlakuan 52,50±7,53 dan setelah perlakuan 20,83±2,88 dan nilai pengurangan nyeri sebesar 31,67 (60,32%) dengan p value 0.002 (p<0,05), sehingga Kelompok I terjadi nilai pengurangan nyeri. Dengan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan signifikan terhadap pengurangan
nyeri pada pemberian Latihan Stabilisasi pada terapi dasar sehingga aktivitas yang dikerjakan sehari-hari tidak terganggu pada penderita Spondyloarthrosis lumbal.
Latihan Stabilisasi adalah kemampuan untuk mengontrol posisi gerak dari trunk sampai pelvis yang digunakan untuk melakukan gerakan secara optimal dalam proses perpindahan, kontrol tekanan dan gerakan saat aktivitas sehari-hari.18 Latihan Stabilisasi merupakan salah satu komponen penting mengurangi nyeri, memberikan kekuatan lokal dan keseimbangan untuk memaksimalkan efisien gerakan.
Menurut Peterson bahwa pelatihan Latihan stabilisasi efektif mengurangi nyeri serta meningkatkan aktivitas fungsional dan secara teoritis memberi pengaruh dalam penurunan spasme otot, peningkatan ekstensibilitas, stabilitas dan penguatan otot19. Richardson melaporkan bahwa kelemahan otot inti dikaitkan dengan nyeri punggung bawah yang dipengaruhi oleh derajat asimetri dari kekuatan dan fleksibilitas otot punggung bawah dan panggul.20
William Flexion Exercise pada terapi dasar micro wave diathermy dapat mengurangi nyeri pada penderita Spondyloarthrosis Lumbal.
Berdasarkan tabel 5 pada Kelompok II nilai rerata pengurangan nyeri sebelum perlakuan 52,50±6,21 dan setelah perlakuan 29,17±6,68 dan nilai pengurangan nyeri sebesar 23,33 (44,43%) dengan p value 0.001 (p<0,05), sehingga Kelompok II terjadi nilai pengurangan nyeri. Dengan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan signifikan terhadap pengurangan nyeri pada pemberian William Flexion Exercise pada terapi dasar sehingga aktivitas yang dikerjakan sehari-hari tidak terganggu pada penderita Spondyloarthrosis lumbal.
Terapi dasar pelatihan William’s Flexion Exercise pada kelompok II adalah program latihan dengan tujuan untuk mengurangi tekanan oleh beban tubuh pada sendi facet dan meregangkan otot dan fascia di daerah dorsolumbal, serta bermanfaat
mengkoreksi postur tubuh yang salah. William’s Flexion Exercise juga dapat meningkatkan stabilitas lumbal karena secara aktif melatih otot-otot abdomen, gluteus maksimus dan hamstring. William’s Flexion Exercise juga dapat meningkatkan tekanan abdominal yang mendorong kolumna vertebralis ke arah belakang, yang akan membantu mengurangi hiperlordosis lumbal dan mengurangi tekanan pada diskus intervertebralis. Secara teoritis, William’s Flexion Exercise dapat mengurangi nyeri dengan cara mengurangi gaya kompresi pada sendi facet dan meregangkan fleksor hip dan ekstensor lumbal. Adanya peregangan otot di daerah lumbal maka terjadi penguluran golgi tendon dan muscle spindel, sehingga didapatkan rileksasi di area tersebut. Rileksnya otot-otot punggung bawah dapat mengurangi spasme otot, dan akan mengembalikan fungsi otot di daerah punggung bawah sehingga otot akan bekerja sesuai fungsinya, dengan demikian akan dapat meningkatkan aktivitas fungsional pada pasien nyeri punggung bawah.21
Penelitian tentang pengaruh William’s Flexion Exercise terhadap mobilitas lumbal dan aktivitas fungsional pada pasien NPB miogenik subakut dan kronik, didapatkan hasil bahwa pelatihan William’s Flexion Exercise secara bermakna dapat mengurangi nyeri sehingga dapat meningkatkan mobilitas lumbal dan aktivitas fungsional pasien nyeri punggung bawah.22
Pemberian Latihan Stabilisasi pada terapi dasar micro wave diathermy lebih efektif dalam mengurangi nyeri dari pada William Flexion Exercise pada terapi dasar micro wave diathermy pada penderita Spondyloarthrosis lumbal.
Pada Kelompok perlakuan I yang mendapatkan Pelatihan Latihan stabilisasi pada terapi dasar di dapat nilai rerata setelah perlakuan 20,83±2,88 Visual Analog Scale, sedangkan pada Kelompok perlakuan II yang mendapatkan Pelatihan William Flexion Exercise pada terapi dasar di dapat nilai rerata setelah perlakuan 29,17±6,68 Visual analog scale, analisis statistik dengan uji
Mann-whitney test setelah perlakuan didapatkan hasil p value 0,001 (p<0,05),
sehingga dapat disimpulkan ada perbedaan signifikan terhadap pengurangan nyeri pada pelatihan stabilisasi dan terapi dasar pada penderita spondyloarthrosis lumbal.
Latihan Stabilisasi mempunyai kemampuan untuk mengkontrol posisi dan gerakan pada bagian pusat tubuh,23 karena target utama latihan ini adalah otot yang letaknya dalam dari perut, yang terkoneksi dengan tulang belakang, panggul dan bahu. Latihan stabilisasi bermanfaat untuk memelihara kesehatan punggung bawah, statik stabilisasi dan dinamik trunk serta mencegah terjadinya cedera (pada punggung dan ekstremitas bawah) terutama dalam mengurangi nyeri dan meningkatkan aktivitas. Dengan pelatihan Latihan stabilisasi keseimbangan otot abdominal dan paravertebrae akan membentuk suatu hubungan yang lebih baik karena terjadi koaktivitas otot dalam dari trunk bawah sehingga dapat mengurangi nyeri, mengontrol selama terjadinya pergerakan perpindahan berat badan, aktivitas fungsional dari ekstremitas seperti meraih dan melangkah.24
SIMPULAN
-
1. Latihan Stabilisasi pada terapi dasar micro wave diathermy dapat mengurangi nyeri pada pasien Spondyloarthrosis Lumbal.
-
2. Latihan William Flexion pada terapi dasar micro wave diathermy dapat mengurangi nyeri pada pasien Spondyloarthrosis Lumbal.
-
3. Latihan Stabilisasi pada terapi dasar wave diathermy lebih efektif mengurangi nyeri daripada Pelatihan William Flexion pada terapi dasar wave diathermy pada penderita Spondyloarthrosis Lumbal.
SARAN
-
1. Latihan stabilisasi dan Terapi Dasar wave diathermy dapat digunakan untuk mengurangi nyeri pada pasien Spondyloarthrosis Lumbal.
-
2. William Flexion dan Terapi dasar wave diathermy dapat digunakan untuk mengurangi nyeri pada pasien Spondyloarthrosis Lumbal.
-
3. Bagi para profesional yang berkecimpung dalam bidang kesehatan seperti Fisioterapis, Tenaga medis lainnya, yang menangani masalah yang diakibatkan spondyloarthrosis lumbal untuk
memberikan terutama
DAFTAR PUSTAKA
-
1. Regan, JJ. 2010. Paint for Spondyloarthrosis Lumbalis, USA.
-
2. Smith, SE., Bruce, 2009 Low Back Pain, Pedreth WL, ed, Occupational Therapy Practice Skills for Physical Dysfunction, 2nd Edition. St. Louis; the CV Mosby Company.
-
3. Kuntono, HP. 2000. Management Nyeri
Punggung Bawah, Temu Ilmiah Tahunan Fisioterapi. XIV. Semarang.
-
4. Kimberly, David, EF. 2009. Current
Reviews in Musculoskeletal Medicine: Lumbar Spondylosis: Clinical
Presentation and Treatment Approaches. Virginia: Virginia Mason Medical
Center.
-
5. Thompson, MD., Jon, C. 2008, Netter’s Concise Atlas of Orthopedic Anatomy, 1st edition, Saunder Elsevier.
-
6. Mariani, ES., Handoyo, R., Pudjonoko, D. 2002. Pengurangan nyeri dan
perbaikan fungsional pada NPB
mekanik, perbandingan efek terapi laser berdaya rendah dengan MWD. Jakarta: M. med Indonesia.
-
7. Borestein, Wissel. 2004. Low back pain Medical diagnosis and comprehensive management. Philadelphia: WB
Saunders Company.
-
8. Williams, PC. 1987. Lesions of the lumbosacral spine & William Fexion Exercise for Back Pain: chronic
traumatic (postural) destruction of the intervertebral disc, New York.
-
9. Syafi’i. 2012. Pengaruh Latihan Williams Flexion Exercise (Stretching)
Terhadap Tingkat Nyeri Punggung
Bawah. Makasaar.
-
10. Ferreira. 2006. Core Training:
Stabilizing the Confusion. National Strength and Conditioning Association: 29 (2): 10-11.
-
11. Kisner, Carolyn, Colby, Lynn Allen. 2007. Therapeutic Exercise Foundation and Techniques Third.
-
12. Purba, JS. 2006. Nyeri Punggung Bawah. Studi Epidemiologi,
Patofisiologi dan Penganggulangan, BNS: 7 (2).
-
13. Tarwaka, Bakri, S., Sudiajeng, L. 2004. Ergonomi untuk Keselamatan,
Kesehatan Kerja dan Produktivitas. Surakarta: UNIBA Press.
-
14. Adiatmika, IPG. 2002. Pengukuran Kesegaran Jasmani. Denpasar: Udayana University Press.
-
15. Soetojo, 2009. The Effect Obesity for Indeks Massa Tubuh. Post Graduate Airlangga University.
-
16. Mette, et all. 2010. Risk Factors for Low Back Pain in a Cohort of 1389 Pain AmongThai and Myanmar Migrant Seafood Processing Factory Fworkers in Samut Sakorn Province, Thailand. Industrial Health. 48: 283–291.
-
17. Alfitriyati, 2012, Pengaruh
Penambahan pemberian Ultra sound terhadap intervensi Microwave
Diathermy dan Latihan William Flexion pada pengurangan rasa nyeri akibat Spondyloarthrosis Lumbal. Medan: Poltekkes YRSU Dr. Rusdi. Medan.
-
18. Irfan, M. 2010. Prolaps Uteri. Diakses Retrieved 24/12/14. Available from: http://050285.wordpress.com.
-
19. Peterson, T. 2002. The effect of Mc Kenzie therapy as compared wiht that of intensive strengthening training for the treatment of patients with subacut or chronic low back pain: A randomized controlled trial. Diperoleh tanggal 12 maret 2015. Available from:http:/www. ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/.
-
20. Richardson, C. 2002. The Relation Between Transversus abdominis
muscles, sacroilic joint mechanics, and low backpain, Spine. The spine journal, hal 399-405.Smith,S.E, Bruce, 2009 Low Back Pain, Pedreth WL, edOccupational Therapy Practice Skills for Physical Dysfunction, 2nd Edition. St. Louis;
-
21. Hills, EC. 2006. Mechanical Low back pain. Retrieved 24/12/14. Available
from http: //www.emedicine.com.
Diakses 20 Jan 2015.
-
22. Kurniawan, H. 2004. Pengaruh William’s Flexion Exercise Terhadap Mobilitas Lumbal Dan Aktivitas Fungsional Pada Pasien-Pasien Dengan Nyeri Punggung Bawah (NPB) Mekanik Subakut Dan Kronis. Semarang:
Program Studi Rehabilitasi Medik
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.
-
23. Brandon, Raphael. 2009. Core stability training and Core stability program. [Cited 2014 Jan, 11]. Available from: http://www.sportinjurybulletin.com/arch ive/core-stability.html
-
24. Panjabi, MM. 2013. The Stabizing
system of the Spine. Part I. Function,
Dysfunction, Adaptation, and
Enchancement. Journal of Spinal
Disorder.
68
Discussion and feedback