INHIBITION OF WHITE GALANGAL EXSTRAC (Alpinia galanga L.) ON THE GROWTH OF Escherichia coli O157:H7 and Staphylococcus epidermidis.
on
SIMBIOSIS X (2): 234-249 http://ojs.unud.ac.id/index.php/simbiosis
Program Studi Biologi FMIPA UNUD
eISSN: 2656-7784
September 2022
DAYA HAMBAT EKSTRAK LENGKUAS PUTIH (Alpinia galanga L.) TERHADAP PERTUMBUHAN Escherichia coli O157:H7 dan Staphylococcus epidermidis
INHIBITION OF WHITE GALANGAL EXSTRAC (Alpinia galanga L.) ON THE GROWTH OF Escherichia coli O157:H7 and Staphylococcus epidermidis.
Deny Christine Sidabutar1, Ida Bagus Gede Darmayasa1, Junita Hardini1
-
1 Program Studi Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana Bukit Jimbaran
Email : [email protected] , email korespodensi: [email protected]
ABSTRAK
Escherichia coli O157:H7 dan Staphylocccus epidermidis merupakan bakteri yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia. Upaya pengendalian alternatif sangat penting dilakukan karena penggunaan antbiotika dapat menimbulkan efek samping yang merugikan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan ekstrak lengkuas putih (Alpinia galanga L.) dalam menghambat pertumbuhan E. coli O157:H7 dan S. epidermidis. Pada pengujian ini, menggunakan ekstrak lengkuas putih yang dimaserasi dengan tiga pelarut pada tingkat kepolaran berbeda (etanol 96%, n-heksan dan etil asetat). Kemampuan ekstrak lengkuas putih dalam menghambat bakteri uji, dilakukan dengan metode Kirby Bauer (kertas cakram). Konsentrasi ekstrak lengkuas yang diujikan adalah 0%; 5% ; 10% ; 15%; 20% (b/v), kontrol (ciprofloxacin) dan MIC (Minimum Inhibition Concentration). Penentuan toksisitas ekstrak maka dilakukan uji LC50. Sedangkan penentuan golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak lengkuas, dilakukan uji senyawa fitokimia melalui metode skrinning fitokimia. Hasil penelitian menunjukkan ekstrak lengkuas putih dengan pelarut Etanol 96% dan n-heksan mampu menghambat bakteri uji. Penghambatan terhadap E. coli O157:H7 paling efektif pada pelarut n-heksan dengan konsentrasi ekstrak 20% (diameter zona hambat 20,2 mm). sedangkan terhadap S. epidermidis adalah pelarut n-heksan dengan konsentrasi 20% (diameter zona hambat 23,5 mm). LC50 terhadap E. coli O157:H7 dengan pelarut etanol 96% dan n-heksan masing-masing 11,2% dan 10,4%. Sedangkan LC50 S. epidermidis dengan pelarut etanol 96% dan n-heksan masing-masing 9,9% dan 9,3%. Secara kualitatif, ekstrak tanaman lengkuas putih mengandung golongan senyawa flavonoid, saponin, terpenoid, dan tannin.
Kata Kunci: Daya hambat, Escherichia coli O157:H7, Lengkuas putih, Staphylococcus epidermidis.
ABSTRACT
Escherichia coli O157:H7 and Staphylocccus epidermidis are bacteria that can cause disease in humans. Alternative control efforts are very important because the use of antibiotics can cause adverse side effects. This study aims to obtain extracts of white galangal (Alpinia galanga L.) in inhibiting the growth of E. coli O157:H7 and S. epidermidis. In this test, white galangal extract was macerated with three solvents at different polarity levels (96% ethanol, n-hexane and ethyl acetate). The ability of white galangal extract in inhibiting bacteria was tested using the Kirby Bauer method (paper disc). The concentration of galangal extract tested was 0%; 5% ; 10% ; 15%; 20% (w/v), control (ciprofloxacin) and MIC (Minimum Inhibition Concentration). To determine the toxicity of the extract, the LC50 test was carried out. Meanwhile, to determine the class of compounds contained in the galangal extract, phytochemical tests were carried out using the phytochemical screening method. The results showed that white galangal extract with 96% ethanol as solvent and n-hexane was able to inhibit the test bacteria. Inhibition against E. coli O157:H7 was most effective in n-hexane solvent with an extract concentration of 20% (inhibition zone diameter 20.2 mm). while for S.
DOI: https://doi.org/10.24843/JSIMBIOSIS.2022.v10.i02.p10
234
epidermidis was n-hexane solvent with a concentration of 20% (inhibition zone diameter 23.5 mm). LC50 against E. coli O157:H7 with 96% ethanol and n-hexane as solvents 11.2% and 10.4%, respectively. Meanwhile, the LC50 of S. epidermidis with 96% ethanol and n-hexane solvents were 9.9% and 9.3%, respectively. Qualitatively, white galangal plant extract contains a class of flavonoid compounds, saponins, terpenoids, and tannins.
Keywords: Ihibition, Escherichia coli O175:H7, Staphylococcus epidermidis.
PENDAHULUAN
Escherichia coli O157:H7 dan Staphylocccus epidermidis merupakan bakteri yang menyebabkan infeksi pada manusia. Bakteri E. coli starin O157:H7 sangat berbahaya karena menghasilkan toksin Shiga-toxin merupakan toksin virulensi (O’Loughlin and Browned, 2001). Toksin ini dapat menyebabkan Hemorrhagic Colitis, yaitu terjadinya radang usus besar yang dapat mengakibatkan pendarahan dan menyebabkan gagal ginjal akut hingga akhirnya dapat menimbulkan kematian (Chad et al., 2012).
Staphylococcus epidermidis merupakan satu dari sekian macam dari bakteri yang dapat menimbulkan jerawat. Jerawat disebabkan oleh hiperproliferasi epidermis sehingga terjadi inflamasi, sumbatan pori, aktivitas bakteri dan produksi minyak pada wajah yang berlebih (Athikomkulchai et al., 2008). Pengobatan jerawat dilakukan dengan antibiotik tetrasiklin, doksisiklin, klindamisin, dan eritromisin. Pengobatan tersebut bertujuan untuk menghambat inflamasi dan mematikan bakteri (Nakatsuji et al., 2009).
Saat ini, pengembangan antibiotik dari bahan alami sedang dibutuhkan. Lengkuas mengandung senyawa antibakter dan karena itulah lengkuas berpotensi menjadi antibiotik alami. Tanaman lengkuas mempunyai beberapa kandungan senyawa, seperti tanin,
saponin, terpenoid, dan flavonoid (Yuharmen, 2002).
Rimpang lengkuas putih dapat digunakan sebagai obat alternatif untuk mengobati rematik, bau mulut, radang selaput lendir hidung, pilek, batuk, infeksi tenggorokan dan demam (Oonmetta et al., 2006). Lengkuas putih juga untuk berbagai proses antibakteri, aktivitas terapeutik, antioksidan, antianalgesik, antiinflamantori, antialergi dan antikanker (Chudiwal et al., 2010).
Menurut Prasetyo (2016) bahwa senyawa yang terkandung dalam lengkuas putih berupa tanin, saponin, terpenoid, dan flavonoid yang memiliki aktivitas sebagai antibakteri. Senyawa tersebut memiliki komponen bioaktif yang dapat menghambat pertumbuhan bekteri. Hiala dkk., (2019) melaporkan ekstrak lengkuas dengan pelarut etanol pada konsentrasi 20% memiliki daya hambat bagi E. coli dengan zona hambat berdiameter 25,6 mm. Lain halnya hasil penelitian Muhammadiah (2020) bahwa ekstrak lengkuas putih dengan pelarut etanol dengan konsentrasi 40% memiliki daya hambat bagi Staphylococcus aureus dengan zona hambat berdiameter 28,6 mm. Polaritas pelarut yang digunakan dalam menarik senyawa aktif yang ada pada simplisia menentukan kemampuannya dalam menghambat bakteri yang diujikan. Menurut Huliselan dkk., (2015) hasil dari senyawa bioaktif yang terkandung pada simplisia
dipengaruhi oleh adanya perbedaan jenis pelarut yang digunakan. Berdasarkan hal tersebut, penelitian dengan topik daya hambat ekstrak lengkuas putih (Alpinia galanga L.) terhadap pertumbuhan E. coli O157:H7 dan S. epidermidis pun dilakukan.
MATERI DAN METODE Peremajaan dan Reidentifikasi
Penelitian ini menggunakan bakteri uji E. coli O157:H7 yang berasal dari stok kultur Laboratorium Mikrobiologi, Program Studi Biologi, F Mipa, Universitas Udayana, dan bakteri S. epidermidis yang disolasi dari stok kultur Laboratorium Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Denpasar, Bali.
Peremajaan bakteri dilakukan dengan cara mengambil 1 loop bakteri uji kemudian distreak pada media Eosin Methylen Agar (EMBA) untuk E. coli O157:H7 dan media Manitol salt Agar (MSA) untuk bakteri S. epidermidis. Koloni yang tumbuh pada media setalah diikubasi pada suhu 37oC selama 24 jam, kemudian dilanjutkan mereidentifikasi dengan mengamati bentuk koloni dan warna koloni, sedangkan pada mengamatan mikroskopis, diawali dengan melakukan pewarnaan gram lalu dilakukan diamati bentuk selnya dengan menggunakan mikroskup pembesaran 100 kali dan mencatat hasil pewarnaan gram (Nurhari, 2009). Untuk meyakinkan bahwa bakteri tersebut merupakan bakteri E. coli O157:H7 dan S. epidermidis, maka dilakukan uji biokimia yang meliputi uji gula gula (glukosa, laktosa, manitol, maltosa, sukrosa) dan uji indol, Triple Sugar Iron Agar (TSIA) serta uji sitrat.
Masing-masing koloni E. coli O157:H7 dan S. epidermidis yang sudah
tumbuh diambil 1 ose koloni dari media NA diinokulasi ke tabung reaksi berisi Nutrient broth. Selanjutnya proses inkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC. Proses pengenceran dilakukan dengan tahapan yaitu mengambil dan memasukkan 1 mL sampel ke dalam tabung reaksi 9 mL yang didalamnya sudah terdapat larutan fisiologis NaCl agar bisa mendapatkan faktor pengenceran sebanyak 10-1. Pengenceran sampel dilakukan dengan tahapan yang sama hingga dapat memperoleh tingkat pengenceran sebanyak 10-8. Setiap tingkat pengenceran kemudian dituang sebanyak 1 mL pada cawan petri dan dihomogenkan dengan media NA dan dibiarkan hingga memadat. Setelah media NA sudah memadat, proses inkubasi dilakukan dengan waktu 24 jam dan suhu 37oC. Tahap selanjutnya adalah menghitung koloni mikroba yang sudah tumbuh dengan menggunakan counter. Kerapatan sel E. coli O157:H7 adalah 265x108 CFU/ mL dan S. epidermidis adalah 239x108 CFU/ mL.
Uji Daya Hambat Ekstrak Kasar Lengkuas Putih Terhadap E. coli O157:H7 dan S. epidermidis
Penentuan daya hambat ekstrak kasar lengkuas putih terhadap bakteri E. coli O157:H7 dan S. epidermidis menggunakan metode kertas cakram. Metode ini dilakukan dengan cara disiapkan cawan Petri, kemudian dituangkan media Nutrient Agar dan dibiarkan hingga memadat. Diinokulasi 1 mL suspensi bakteri E. coli O157:H7 dan S. epidermidis. Kemudian didiamkan selama 30 menit, lalu kertas cakram steril berdiameter 6 mm didedahkan dengan 50 µL ekstrak lengkuas putih konsentrasi 0%, 5% (b/v), 10% (b/v), 15% (b/v), 20%
(b/v) dan ciprofloxacin konsentrasi 0,1% sebagai kontrol positif. Semua paper disc yang sudah mendapat perlakuan dikeringkan selama 5 menit agar ekstrak lengkuas putih meresap pada paper disc. Tahapan selanjutanya adalah meletakkan paper disc di atas lempengan agar yang terisi suspensi bakteri. Kemudian proses inkubasi selama 24 jam dengan suhu 37oC. Jika sudah selesai proses inkubasi, tahapan selanjutnya adalah proses pengukuran diameter zona bening di area paper disc menggunakan jangka sorong. Setelah proses-proses tersebut dijalankan, diperolehlah hasil dari diameter zona hambat ekstrak lengkuas putih. (Susiloningsih, 2003).
Uji Letal Concentration 50 (LC50)
Pengujian LC50 dilakukan dengan menggunakan metode cawan tuang. Ekstrak lengkuas yang konsentrasinya bervariasi antara 11 sampai 15%, selanjutnya sebanyak 1 mL diinokulasikan ke dalam masing-masing suspensi bakteri E. coli O157:H7 dan S. epidermidis. Campuran tersebut didiamkan selama 1 jam, lalu diambil sebanyak 1 mL selanjutnya dimasukkan ke dalam cawan petri dan tuangkan media NA 15 mL dan digoyang secara simultan. Setelah media membeku cawan Petri selanjutnya diinkubasi suhu 37oC. selama 24 jam. Jumlah koloni bakteri dihitung menggunakan colony counter. Percobaan diulang sebanyak 3 kali untuk memperoleh hasil yang representatif. Hasil yang diperoleh kemudian diplot pada kurva yang menunjukkan hubungan antara konsentrasi ekstrak lengkuas dengan kerapatan sel mikroba uji dan ditentukan persamaan regresinya (Kurnilia, 2019).
Pengujian Senyawa Fitokimia
Hasil yang menunjukkan kemampuan daya hambat, selanjutnya dilakukan pengujian senyawa fitokimia dengan menggunakan metode skrinning fitokimia. Tahapan proses mengidentifikasi senyawa flavonoid, yang pertama adalah menimbang 0,5 g ekstrak lengkuas putih, selanjutnya menambahkan aquadest sebanyak 5 mL, lalu menyaring dan memanaskannya selama 3 menit. Tambahkan filtrat 5 tetes H2SO4. Proses mengidentifikasi senyawa tanin yang pertama adalah menimbang 0,5 g ekstrak lengkuas putih, selanjutnya menambahkan 5 mL aquadest dan langsung menyaringnya. Selanjutnya, menambahkan filtrat yang sudah didapat dengan beberapa tetes FeCl3 1%. Tahapan proses mengidentifikasi senyawa saponin, yang pertama adalah menimbang 0,5 g ekstrak lengkuas putih, selanjutnya memanaskannya selama 3 menit dengan tambahan air secukupnya. Tahapan selanjutnya adalah mendinginkan larutan yang kemudian dikocok selama 10 menit. Proses identifikasi senyawa terpenoid adalah dengan menimbang 0,5 g ekstrak lengkuas putih kemudian menambahkan asam asetat dengan asam sulfat yang pekat.
Analisis Data
Semua data yang telah diperoleh akan dianalisa secara kuantitatif memanfaatkan prosedur Analysis of Varians (ANOVA) bertaraf 5%. Dalam analisis ini akan dilaksanakan Duncan Multiple Range Test bertaraf 5% jika antar perlakuan yang diujikan berpengaruh secara nyata bagi variabel yang diamati.
HASIL
Reidentifikasi Bakteri Escherichia coli
O157:H7 dan Staphylococcus
epidermidis
Pengujian konfirmasi terhadap kedua bakteri melalui pewarnaan gram yang diamati secara mikroskopis menggunakan mikroskop dengan perbesaran 1000x, diperoleh hasil sebagai berikut: E. coli O157:H7 berbentuk batang (bacill), tersusun secara tunggal dengan warna merah, dan termasuk Gram negatif (Gambar 1). Sedangkan S. epidermidis berbentuk bulat (coccus), tersusun secara berkelompok atau bergerombol dengan warna ungu, dan termasuk Gram positif seperti ditampilkan pada (Gambar 2).
Gambar 1. Hasil pewarnaan Gram
E. coli O157:H7 Ket. Tanda panah : bentuk sel
O157:H7 pada pengujian glokosa, laktosa, mannitol, maltose, sukrosa, TSI dan Indol memberikan hasil positif sedangan pada uji biokimia sitrat diperoleh hasil negative, selengkapnya disajikan pada tabel 1. Untuk uji konfermatif bakteri S. epidermidis diperoleh hasil seperti ditampilkan pada tabel 2.
Tabel 1. Hasil Uji Biokimia dan Uji Gula-gula pada Escherichia coli O157:H7
No |
Uji |
Hasil |
1 |
Glukosa |
+ |
2 |
Laktosa |
+ |
3 |
Manitol |
+ |
4 |
Maltosa |
+ |
5 |
Sukrosa |
+ |
6 |
Sitrat |
- |
7 |
TSIA |
+ |
8 |
Indol |
+ |
Tabel 2. Hasil Uji Katalase, Koagulase | ||
dan Uji Manitol pada Staphylococcus | ||
epidermidis | ||
No |
Uji |
Hasil |
1 |
Manitol |
- |
2 |
Katalase |
+ |
3 |
Koagulase |
- |
bakteri
Gambar 2. Hasil pewarnaan Gram
S. epidermidis
Ket. Tanda panah: bentuk sel bakteri
Hasil uji biokimia dari kedua bakteri yang digunakan sebagai bakteri uji menunjukkan bahwa bakteri E. coli
Daya Hambat Ekstrak Kasar (crude exctract) Lengkuas Putih Terhadap Escherichia coli O157:H7 dan Staphylococcus epidermidis
Tabel 3. menunjukkan daya hambat tertinggi ekstrak kasar lengkuas putih terhadap bakteri E. coli O157:H7 ditemukan pada ekstrak dengan konsentrasi 20% (b/v) yang dimaserasi dengan pelarut n-heksan. Rata-rata diameter zona hambat sebesar 20,2 mm. Daya hambat terendah terhadap bakteri E. coli O157:H7 terjadi pada perlakuan dengan pelarut etanol 96% pada konsentrasi 15% (b/v) dengan diameter
zona hambat sebesar 8,3 mm. Sedangkan konsentrasi 10% (b/v) dan 5% (b/v)
ekstrak kasar, baik yang dimaserasi dengan pelarut n-heksan maupun etanol 96% belum menunjukkan adanya tanda-tanda pembentukan zona bening di sekitar kertas cakram. Begitu juga pada semua konsentrasi ekstrak kasar lengkuas putih yang dimaserasi dengan pelarut semi polar (etil asetat), tidak menunjukkan terbentuknya daya hambat. Untuk kontrol negatif dengan menggunakan kertas cakram yang hanya didedahkan masing-masing pelarut, juga tidak terbentuk zona hambat sedangkan kertas cakram yang didedahkan ciprofloxacin sebagai kontrol positif menghasilkan diameter zona hambat 31,8 mm, data selengkapnya disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Daya Hambat Ekstrak Kasar (crude exctract) Lengkuas Putih terhadap E. coli O157:H7
Konsentrasi Ekstrak (b/v) |
Diameter zona hambat (mm) | ||
Etanol |
Jenis Pelarut Ekstrak N-heksan |
Etil Asetat | |
0% |
0± 0a |
0± 0a |
0± 0a |
5% |
0± 0a |
0± 0a |
0± 0a |
10% |
0± 0a |
0± 0a |
0± 0a |
15% |
9,0 ± 0,04b |
9,1 ± 0,05b |
0± 0a |
20% |
22,9± 0,04c |
23,5± 0,03c |
0± 0a |
K+ (0,1%) |
32,6 ± 0,05d |
32,6 ± 0,05d |
32,6 ± 0,05d |
Keterangan :
Nilai-nilai pada Tabel 4.3 standar deviasi merupakan rata-rata dari 3 kali ulangan. Nilai-nilai yang diikuti oleh huruf pada kolom maupun baris yang sama merupakan rata-rata yang tidak berbeda nyata (p>0,05) berdasarkan uji jarak berganda Duncan, setelah dilakukan analisis sidik ragam (Anova)
Ekstrak kasar lengkuas putih yang dimaserasi dengan n-heksan dan etanol 96% memberikan kontribusi terhadap terbentuknya diameter zona hambat di sekitar kertas cakram. Diameter zona hambat tertinggi ekstrak kasar lengkuas putih terhadap bakteri S. epidermidis diperoleh
pada perlakuan dengan pelarut n-heksan pada konsentrasi 20% (b/v), dengan rata-rata
diameter zona hambat sebesar 23,5 mm. Daya hambat terendah terhadap bakteri S. epidermidis diperoleh pada perlakuan dengan pelarut etanol 96% pada konsentrasi 15%(b/v), dengan rata-rata diameter zona hambat sebesar 9,0 mm. Konsentrasi ekstrak 5% (b/v) dan 10% (b/v) yang dimaserasi dengan etanol dan n-heksan, belum menunjukkan adanya daya hambat. Begitu juga pada semua konsentrasi ekstrak yang dimaserasi dengan ethil asetat sebagai pelarut semi polar tidak terbentuk zona bening di sekitar kertas cakram. Kertas cakram yang hanya didedahkan masing-masing pelarut sebagai kontrol negatif, juga tidak memberikan kontribusi terhadap
terbentuknya zona hambat sedangkan kertas cakram yang didedahkan ciprofloxacin sebagai kontrol positif menghasilkan diameter zona hambat 32,6 mm, data selengkapnya disajikan pada Tabel 4
Tabel 4 Daya Hambat Ekstrak Kasar (crude exctract) Lengkuas Putih terhadap S.
epidermidis
Konsentrasi Ekstrak (b/v) |
Diameter zona hambat (mm) | ||
Etanol |
Jenis Pelarut Ekstrak N-heksan |
Etil Asetat | |
0% |
0± 0a |
0± 0a |
0± 0a |
5% |
0± 0a |
0± 0a |
0± 0a |
10% |
0± 0a |
0± 0a |
0± 0a |
15% |
9,0 ± 0,04b |
9,1 ± 0,05b |
0± 0a |
20% |
22,9± 0,04c |
23,5± 0,03c |
0± 0a |
K+ (0,1%) |
32,6 ± 0,05d |
32,6 ± 0,05d |
32,6 ± 0,05d |
Keterangan :
Nilai-nilai pada Tabel 4.4 standar deviasi merupakan rata-rata dari 3 kali ulangan. Nilai-nilai yang diikuti oleh huruf pada kolom maupun baris yang sama merupakan rata-rata yang tidak berbeda nyata (p>0,05) berdasarkan uji jarak berganda Duncan, setelah dilakukan analisis sidik ragam (Anova).
Minimum Inhibitory Concentration (MIC) Ekstrak Kasar lengkuas Putih Terhadap Bakteri Uji.
Ekstrak kasar lengkuas putih yang
dimaserasi dengan pelarut etanol dan n-heksan pada konsentrasi 15% (b/v) selanjutnya diencerkan sampai konsentrasi 11% (b/v). Hal ini bertujuan untuk menentukan konsentrasi minimum dari ekstrak tersebut dalam menghambat bakteri yang diujikan. Pada Tabel 5 dan 6 dapat dilihat bahwa konsentrasi 11%(b/v), di kedua ekstrak yang dimaserasi dengan etanol dan n-heksan menunjukkan adanya diameter zona hambat masing-masing sebesar 7,3 mm dan 7,2 mm terhadap E. coli O157:H7 serta diameter zona hambat sebesar 7,0 mm dan 7,8 mm terhadap S. epidermidis (Gambar 8 dan 9). Walaupun terdapat variasi data dari ekstrak kasar lengkuas putih yang dimaserasi dengan menggunakan dua pelarut yang memiliki sifat tingkat kepolaran berbeda, secara umum daya hambat yang ditunjukkan berbanding lurus dengan terjadinya peningkatan konsentrasi yang diberikan. Daya hambat tertinggi pada pengujian MIC terhadap bakteri E. coli O157:H7 , ditunjukkan pada konsentrasi 14% (b/v) dikedua pelarut yang digunakan yaitu diameter zona hambat sebesar 8,2 mm dan 8,1 mm. Sementara terhadap S. epidermidis, pada pengujian MIC didapat juga pada konsentrasi 14% (b/v) yaitu diameter zona hambat masing-masing sebesar 8,1 mm dan 8,7 mm.
Tabel 5 Hasil MIC pada Escherichia | ||
coli O157:H7 | ||
Konsentrasi Ekstrak (b/v) |
Diameter zona hambat (mm) | |
Jenis Pelarut Ekstrak Etanol N-heksan | ||
11% |
7,0 ± 0,05a |
7,8 ± 0,05bc |
12% |
7,8 ± 0,05bc |
7,9 ± 0,02bc |
13% |
7,9 ± 0,03bc |
8,3 ± 0,02c |
14% |
8,1 ± 0,02c |
8,7 ± 0,02cd |
Keterangan :
Nilai-nilai pada Tabel 5 standar deviasi merupakan rata-rata dari 3 kali ulangan. Nilai-nilai yang diikuti oleh huruf pada kolom maupun baris yang sama merupakan rata-rata yang tidak berbeda nyata (p>0,05) berdasarkan uji jarak berganda Duncan, setelah dilakukan analisis sidik ragam (Anova).
Tabel 6 Hasil MIC pada Staphylococcus epidermidis
Konsentrasi Ekstrak (b/v) |
Diameter zona hambat (mm) | |
Jenis Pelarut Ekstrak | ||
Etanol |
N-heksan | |
11% |
7,0 ± 0,05a |
7,8 ± 0,05bc |
12% |
7,8 ± 0,05bc |
7,9 ± 0,02bc |
13% |
7,9 ± 0,03bc |
8,3 ± 0,02c |
14% |
8,1 ± 0,02c |
8,7 ± 0,02cd |
Keterangan :
Nilai-nilai pada Tabel 6 standar deviasi merupakan rata-rata dari 3 kali ulangan. Nilai-nilai yang diikuti oleh huruf pada kolom maupun baris yang sama merupakan rata-rata yang tidak berbeda nyata (p>0,05) berdasarkan uji jarak berganda Duncan, setelah dilakukan analisis sidik ragam (Anova).
Uji LC50 (Lethal Concentration 50%)
Nilai LC50 ditentukan dengan persamaan regresi sehingga diperoleh nilai tingkat kepercayaan tertinggi seperti yang disajikan di Gambar 3, 4, 5, dan 6. Hal itu diperkuat dengan perhitungan persamaan regresi. Nilai LC50 untuk E. coli O157:H7 dengan perlakuan pelarut etanol 96% dan n-heksan berturut-turut sebesar 11,2% dan 10,4%. Sedangkan Nilai untuk S. epidermidis dengan perlakuan pelarut etanol 96% dan n-heksan berturut-turut sebesar 9,9% dan 9,3%. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak lengkuas lebih toksik terhadap S. epidermidis karena konsentrasi yang diperlukan lebih kecil untuk menghambat 50% populasi dibandingkan dengan yang diperlukan untuk menghambat 50% populasi E. coli O157:H7.

Gambar 3. Hasil LC50 pada E. coli O157:H7 dengan Pelarut Etanol

Gambar 6. Hasil LC50 pada S. epidermidis dengan Pelarut N-heksan
1
O

Konsentrasi Ekstrak pelaπιt N-IIcksan
Gambar 4. Hasil LC50 pada E. coli
O157:H7 dengan Pelarut N-heksan
LC 50 Staplivlococcu-S epidermidis
-
-= 250 » γ=-T1365x + 232.95
5 200 - R*∙αS952
Q ISO
3 50 -------------------- •
≡ 0
OH 5% 10% ISH
Konsentrasi Ekstrak pelarut Etanol
Gambar 5. Hasil LC50 pada S.
epidermidis dengan Pelarut Etanol
Hasil Uji Senyawa Fitokimia Ekstrak Kasar Lengkuas Putih
Peneliti dalam melakukan pengujian senyawa fitokimia ekstrak lengkuas putih memanfaatkan metode kualitatif dan hasilnya adalah dari ke empat golongan senyawa yang diujikan yaitu flavonoid, tannin, saponin dan terpenoid, semuanya memberikan hasil positif (Tabel 7). Hal ini menunjukkan ekstrak kasar lengkuas putih yang dimaserasi dengan Etanol 96% dan n-heksan memiliki beberapa golongan senyawa, yaitu terpenoid, tannin, flavonoid, dan saponin.
Tabel 7. Pengujian Senyawa Fitokimia Ekstrak Lengkuas Putih
PEMBAHASAN
Pengamatan secara mikroskopis E. coli O157:H7 yang diawali dengan pewarnaan Gram didapat ciri bakteri berbentuk batang (bacill), susunan
No |
Uji |
Hasil | |
Etanol 96% |
N-heksan | ||
1 |
Flavonoid |
+ |
+ |
2 |
Tanin |
+ |
+ |
3 |
Saponin |
+ |
+ |
4 |
Terpenoid |
+ |
+ |
tunggal, dan berwarna merah (Gambar 1), sedangkan S.epidermidis teramati ciriciri bakteri berbentuk bulat (coccus), susunan berkelompok atau bergerombol, berwarna ungu (Gambar 2). Berdasarkan hasil pengamatan secara mikroskopis ke dua bakteri tersebut menunjukkan adanya kesesuaian dengan yang dilaporkan oleh Sabudi dan Hendrayana (2017) pengamatan secara mikroskopis bakteri E. coli O157 berbentuk batang (bacill) dan berwarna merah. Menurut Services (2015) pengamatan secara mikroskopis bakteri S. epidermidis berukuran sekitar 0,5-1,5μm tersusun seperti buah anggur.
Hasil pewarnaan Gram yang telah dilakukan pada koloni yang diduga sebagai E. coli O157:H7 didapatkan bahwa, koloni tersebut termasuk di dalam kelompok bakteri Gram negatif. Pada pengamatan secara mikroskopis dengan pembesaran 1000x, dinding sel bakteri teramati berwarna merah karena menyerap zat warna kedua atau warna pembanding kedua. Sesuai dengan pernyataan Hidayat (2011) bahwa, bakteri Gram negatif lebih banyak terdapat lipid sehingga pada saat dilakukan pencucian menggunakan alkohol lipid beserta warna dasar akan ikut larut dan menyebabkan pori-pori mudah membesar. Bakteri yang telah kehilangan warna dasar yaitu kristal violet akan membuat bakteri tidak berwarna sehingga sel bakteri akan terwarnai dengan zat warna kedua yaitu safranin. Hasil pewarnaan Gram yang telah dilakukan pada koloni yang diduga sebagai S. epidermidis termasuk dalam kelompok bakteri Gram positif. Pada pengamatan secara mikroskopis dengan pembesaran 1000x, dinding sel bakteri teramati warna ungu karena mempertahankan zat pewarna pertama
yaitu kristal violet. Menurut Cambell et al., (2008) bahwa, penyebab dari tingginya aktivitas kristal violet dan ion adalah struktur dari dinding sel bakteri gram positif, yaitu tebalnya lapisan peptidoglikan. Sedangkan, penyebab dari bertahannya zat warna pertama atau kristal violet (ungu) adalah karena terbentuknya suatu senyawa yang sulit larut dalam alkohol. Senyawa yang sulit larut dalam alkohol pun terbentuk mengakibatkan zat warna pertama yaitu warna ungu tetap bertahan.
Hasil uji biokimia dan gula-gula terhadap koloni yang diduga E. coli O157:H7 adalah positif, yaitu pada proses uji glukosa, sukrosa, laktosa, maltosa, manitol, uji TSIA, uji indol, ditandai dengan warna hijau yang berubah menjadi menjadi kuning pada media, sedangkan hasil negatif terdapat pada uji sitrat, ditandai dengan media yang tetap berwarna hijau atau tidak mengalami perubahan warna sama sekali (Tabel 1). Pendapat yang mendukung hasil pengujian tersebut dikemukakan oleh Mahon et al., (2015) bahwa bakteri yang dapat melakukan fermentasi karbohidrat, mengalami perubahan warna pada media, yaitu dari ungu menjadi kuning. Penyebab perubahan warna dapat terjadi adalah karena reaksi antara indikator Phenol red dengan keadaan asam. Dari reaksi tersebut, terbentuklah asam yang kemudian berubah menjadi CO2 dan H2 sehingga membuat gas yang dapat terlihat dari tabung Durham.
Uji TSIA hasilnya adalah bahwa bakteri mampu melakukan fermentasi pada gula baik glukosa, laktosa, dan sukrosa. Hal ini ditandai dengan dihasilkannya warna kuning pada media TSIA. Menurut Sakila (2013), hasil positif uji TSIA ditandai dengan warna
kuning yang terdapat di lempeng kuning pada dasar agar. Gas positif yang terbentuk merupakan hasil dari proses fermentasi antara H2 dan CO2 yang ditandai dengan media agar yang pecah atau terangkat. Hasil dari uji sitrat adalah, warna media tidak mengalami perubahan atau tetap berwarna hijau seperti semula. Hal ini menandakan bahwa sumber karbon dan energi tidak digunakan oleh bakteri. Menurut Mahon et al. (2015), bakteri yang menggunakan sitrat akan menghilangkan asam dari medium yang dapat mengakibatkan perubahan warna medium yang semula berwarna hijau berubah menjadi warna biru serta juga mengakibatkan meningkatnya pH. Hasil uji indol diperoleh hasil positif yang ditandai dengan permukaan biakan yang di dalamnya terbentuk motif cincin dengan warna merah muda. Hal ini menunjukan bakteri yang teridentifikasi mempunyai enzim triptonase yang memiliki kemampuan menghidrolisis asam amino berjenis triptofan.
Hasil uji biokimia dan uji gula-gula S. epidermidis terhadap koloni yang diduga S. epidermidis adalah, yang pertama yaitu uji katalase hasilnya positif, sedangkan uji manitol dan uji koagulase hasilnya adalah. Uji katalase bertujuan untuk mengerti akan hal mengenai sifat bakteri dalam memproduksi enzim katalase. Pada uji katalase kali ini, hasilnya adalah positif karena pada pengujian ini gelembung-gelembung gas terbentuk. Uji manitol pada bakteri S. epidermidis menunjukkan hasil negatif yang teridentifikasi sebagai S. epidermidis. Staphylococcus epidermidis termasuk ke dalam salah satu bakteri yang tidak memiliki kemampuan untuk melakukan fermentasi gula atau manitol. Dimana bakteri ini bersifat
anaerob fakultatif atau bakteri yang dapat bertumbuh melaui respirasi aerobik atau melalui fermentasi (Services, 2015). Hasil uji koagulase menunjukkan bahwa bakteri yang diujikan merupakan bakteri S. epidermidis, karena pada uji ini didapat negatif karena serum pada tabung tidak mengalami tahap penggumpalan. Menurut Osman et al., (2017) bahwa bagi setiap species Staphylococcus yang merespon koagulase negatif, termasuk bakteri yang menghasilkan infeksi oportunistik terhadap manusia dan hewan.
Pelarut etanol 96% dan n-heksan sebagai kontrol negatif pada hasil pengujian tidak menunjukkan zona hambat di sekitar paper disc. Hal ini disebabkan adanya kemungkinan bahwa kedua pelarut tersebut mudah menguap sehingga saat diujikan tidak memberikan pengaruh yang berarti terhadap kemampuan dalam menghambat kedua bakteri yang diujikan. Sedangkan kontrol positif (ciprofloxacin) pada konsentrasi 0,1% mampu menghasilkan diameter zona hambat sebesar 31,8 mm terhadap E. coli O157:H7 dan sebesar 32,6 mm terhadap S. epidermidis. Hal ini ada dugaan bahwa bakteri yang diujikan memiliki sifat dan struktur yang berbeda. Menurut Fauzia dkk., (2005) bahwa, Ciprofloxacin adalah antibiotik sintetik yang masuk ke dalam golongan fluoroquinolin terhadap bakteri gram negatif serta gram positif. Penyebab dari adanya efek antibakteri ciprofloxacin adalah karena enzim DNA topoisomerase yang mengalami gangguan.
Daya hambat yang paling tinggi terhadap bakteri E. coli O157:H7 dan S. epidermidis adalah perlakuan pelarut n-heksan dengan konsentrasi 20% yaitu diameter zona hambatnya sebesar 20,2
mm dan 23,5 mm. Jika dibandingkan dengan ekstrak kasar lengkuas putih yang dimaserasi dengan pelarut etanol pada kedua bakteri yang diujikan jauh lebih rendah kemampuannya dalam membentuk zona hambat. Hal ini, ada dugaan sifat senyawa aktif yang terambil oleh kedua pelarut berbeda. Menurut Poetry et al., (2019) bahwa kertas cakram yang di sekitarnya terbentuk suatu zona hambat mengindikasikan terjadinya pertumbuhan bakteri yang terhambat dan disebabkan oleh adanya pengaruh senyawa aktif yang terkandung di ekstrak Lengkuas. Perbedaan besar atau kecilnya suatu daya hambat dari pelarut yang berbeda karena senyawa aktif yang telah larut dalam setiap pelarut mengalami perbedaan. Perlu diketahui juga bahwa faktor dari adanya hambatan pada sel adalah karena tingkat kepolarannya. Menurut Dewi (2010), menurunnya tingkat polaritas pelarut menyebabkan hambatan pada bakteri Gram positif lebih efektif dibandingkan dengan bakteri Gram negatif.
Minimum Inhibitory Concentration (MIC) adalah tingkat pengenceran tertinggi atau konsentrasi terendah suatu ekstrak mampu dalam menghambat tumbuhnya suatu mikroorganisme. Penetapan nilai MIC penting dalam pengujian suatu ekstrak tanaman karena memberikan informasi tentang potensi aktifitas antimikroba dari ekstrak tersebut. Nilai MIC juga dapat dijadikan acuan untuk mengevaluasi resistensi mikroorganisme terhadap suatu ekstrak (Sen and Batra, 2012).
Nilai MIC ekstrak lengkuas putih terhadap uji bakteri E. coli O157:H7 yang paling tinggi pada perlakuan pelarut n-heksan dengan konsentrasi 14% berdiameter zona hambat sebesar 8,2 mm
dan MIC terendah perlakuan dengan pelarut n-heksan pada konsentrasi 11% dengan diameter zona hambat sebesar 7,2 mm. Sedangkan nilai MIC ekstrak lengkuas putih tertinggi terhadap uji bakteri S. epidermidis pada perlakuan pelarut n-heksan pada konsentrasi 14% dengan diameter zona hambatnya sebesar 8,7 mm dan MIC terendah perlakuan dengan pelarut etanol 96%, diameter zona hambatnya sebesar 7,0 mm. Setelah penelitian dilakukan, terlihat bahwa kemampuan ekstrak rimpang lengkuas putih dalam menghambat E. coli O157:H7 dan S. epidermidis akan lebih besar dayanya jika menggunakan pelarut n-heksana daripada menggunakan pelarut etanol 96%. Diameter zona hambatnya bakteri Gram positif lebih besar daripada bakteri Gram negatif. Oleh karena itu, ekstrak lengkuas putih dinilai lebih efektif dalam menghambat bakteri Gram positif. Penyebab dari adanya perbedaan aktivitas ini salah satunya karena struktur dan bahan penyusun dinding sel bakteri berbeda. Menurut Allison and Gilbert (2004) bahwa pada bakteri Gram negatif lapisan peptidoglikannya lebih tipis daripada milik bakteri Gram positif yang lebih tebal. Karena mempunyai lapisan membran luar tambahan, komponen dari susunan dinding sel bakteri Gram negatif lebih kompleks, yang dimana hal itu membuat dinding sel Gram positif lebih mudah menembus dibanding Gram negatif. Efeknya adalah, dinding sel bakteri Gram positif lebih mudah hancur jika dibandingkan dengan bakteri Gram negatif karena adanya senyawa antibakteri yang dimiliki oleh ekstrak lengkuas putih. Peran ekstrak lengkuas putih disini adalah merusak dinding sel bakteri tersebut dengan bantuan senyawa antibakteri yang dimilikinya.
Faktor dari ukuran daerah hambat adalah laju pertumbuhan suatu mikroorganisme, kemampuan serta laju difusi bahan aktif medium, kepekaan mikroorganisme akan reaksi zat aktif, jenis media, kepadatan inokulum, temperatur inkubasi, potensi dari bahan antibakteri (Siswadi, 2002). Daerah zona hambat yang terbentuk di area kertas cakram menandakan terjadinya hambatan dalam pertumbuhan bakteri yang dinilai karena efek yang diberikan senyawa aktif pada ekstrak lengkuas putih.
Lethal Concentration 50% (LC50) merupakan suatu konsentrasi yang mengakibatkan kematian 50% mikroba (Bannet, 2003). Tujuan dari pengujian toksisitas terhadap bakteri E. coli O157:H7 dan S. epidermidis adalah untuk mengetahui toksisitas akut ekstrak lengkuas putih melalui penentuan LC50. Hasil uji toksisitas ekstrak lengkuas putih terhadap bakteri E. coli O157:H7 dan S. epidermidis memperlihatkan, jumlah E. coli O157:H7 dan S. epidermidis yang mati meningkat dengan meningkatnya konsentrasi ekstrak. LC50 pada E. coli O157:H7 dengan perlakuan pelarut etanol 96% dan n-heksan berturut-turut sebesar 11,2% dan 10,4%. Sedangkan LC50 untuk S. epidermidis dengan perlakuan pelarut etanol 96% dan n-heksan berturut-turut sebesar 9,9% dan 9,3%. Iswantini (2010) yang menguji lengkuas dengan pelarut etanol terhadap larva udang diperoleh hasil LC50 adalah pada konsentrasi 14%. Sedangkan Penelitian Try (2009) menggunakan lengkuas merah dengan pelarut etanol dan n-heksan untuk membunuh larva Artemiasalina diperoleh hasil LC50 berturut-turut yaitu 14,02 ppm dan 7,39 ppm.
Pengujian senyawa fitokimia ektrak rimpang lengkuas dilakukan secara
kualitatif. Berdasarkan Tabel 5, ektrak rimpang lengkuas positif mengandung flavonoid, terpenoid, tanin dan saponin. Hasil positif pada uji flavonoid ditandai dengan perubahan warna menjadi kuning. Warna ekstrak yang berubah menjadi kuning karena penambahan H2SO4 bertanda bahwa terdapat senyawa flavonoid pada ektrak rimpang lengkuas. Penambahan asam sulfat pekat saat pengujian flavonoid adalah untuk membentuk senyawa flavonoid (pembentukan garam flavilium) yang ditandai dengan berubahnya warna kuning pada larutan. Menurut Markham (1998) flavonoid masuk ke dalam golongan senyawa fenol, jika senyawa ini bereaksi dengan asam nantinya warna kuning akan terbentuk, yang diakibatkan karena gugus aromatik yang mengalami sistem konjugasi.
Hasil dari pengujian saponin adalah positif yang ditandai dengan timbulnya busa stabil yang terbentuk. Menurut Burger et al., (1998) busa tersebut terbentuk karena tegangan permukaan pada cairan yang menurun. Penurunan tegangan tersebut diakibatkan oleh sabun (sapo) yang ikatan hidrogen pada air dapat rusak karenanya. Senyawa pada sabun mempunyai dua bagian yang sifat kepolarannya berbeda dan mengakibatkan timbulnya busa saat dikocok. Pengujian tanin hasilnya adalah positif. Hal itu ditandai berubahnya warna ekstrak menjadi hijau tua atau hijau kehitaman. Larutan FeCl3 1% yang bertambah, diperkirakan karena bereaksi dengan salah satu gugus hidroksil yang terdapat di dalam senyawa tanin. FeCl3 sebagai pereaksi secara luas digunakan dalam proses identifikasi senyawa fenol termasuk tanin (Robinson, 1995). Keberadaan gugus fenol ditandai dengan
warna hijau kehitaman atau biru tua yang terjadi setelah proses penambahan FeCl3, sehingga jika pada pengujian dengan FeCl3 hasilnya positif, kemungkinan terdapat senyawa tannin, mengingat tanin adalah senyawa polifenol. Uji terpenoid adalah positif ditunjukkan oleh warna ungu pekat yang terbentuk. Uji terpenoid dilakukan dengan menambah asam sulfat pekat ini yang bertujuan dalam pemutusan ikatan gula terhadap senyawa. Apabila ikatan gula dapat lepas, terbentuknya terpenoid bebas di sampel akan ditunjukkan dengan perubahan warna menjadi ungu.
Hasil uji fitokimia ekstrak rimpang lengkuas tersebut sejalan dengan penelitian Oirere et al., (2015) bahwa kandungan metabolit sekunder lengkuas adalah flavonoid, saponin, tanin, terpenoid dan steroid. Lebih lanjut Prasetyo (2016) menyatakan metabolit sekunder terkandung dalam rimpang lengkuas putih seperti flavonoid, terpenoid, tannin, dan saponin diduga mempunyai aktivitas sebagai antibakteri.
KESIMPULAN
-
1. Ekstrak rimpang lengkuas putih dengan pelarut etanol 96% dan n-heksan mampu menghambat pertumbuhan bakteri E. coli O157:H7 dan S. epidermidis.
-
2. Penghambatan pertumbuhan bakteri E. coli O157:H7 paling efektif adalah perlakuan pelarut n-heksan pada konsentrasi 20% dengan diameter zona hambat 20,2 mm. Pada bakteri S. epidermidis paling efektif adalah perlakuan pelarut n-heksan pada konsentrasi 20% dengan diameter zona hambat 23,5 mm. LC50 E. coli O157:H7 dengan pelarut etanol 96% dan n-heksan masing-
masing sebesar 11,2% dan 10,4%. Sedangkan LC50 S. epidermidis dengan pelarut etanol 96% dan n-heksan masing-masing sebesar 9,9% dan 9,3%.
-
3. Golongan senyawa yang terkandung dalam ekstrak rimpang lengkuas adalah flavonoid, tanin, saponin dan terpenoid.
DAFTAR PUSTAKA
Allison, D., and Gilbert, P. 2004. Pharmaceutical Microbiology (7th ed). Blackwell Science Massachusets. USA.
Athikomkulchai,S.,
Watthanachaiyingcharoen, R., Tunvichien, S., Vayumhasuwan, P., Karnsomkiet, P., Sae-Jong, P. 2008. The Development of Anti-Acne Products from Eucalyptus globulus and Psidium guajava Oil. Journal Health Res 22(3): 109-113.
Burger, I., Burger, B. V., Albrecht, C. F., Spicies, H. S. C., and Sandor, P. 1998. Triterpenoid, Saponin from Bacium gradivlona Var. Obovatum Phytochemistry.
49(1): 2087-2089.
Cambell, N. A., Reece, J. B., and Urry, L. A. 2008. Biologi Edisi Kedelapan Jilid 2. Erlangga. Bogor
Chad, I., Leibowitz, C. S., Kurosawa, S. 2012. Shiga Toxins and the Pathophysiology of Hemolytic Uremic Syndrome in Human and Animal. Toxin Journal 4: 12611287.
Chudiwal, A. K., Jain, D. P., Somani, R. S. 2010. Alpinia galanga Willd – An overview on phyto-pharmacological properties.
Indian Journal of Natural Products and Resources chu1(2): 143-149.
Dewi, F. K. 2010. Aktivitas antibakteri ekstrak etanol buah mengkudu (Morinda citrifolia Linnaeus)
terhadap bakteri pembusuk
daging segar. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
(Skripsi) Tidak dipublikasikan.
Fauziah, L. 2008. Studi Dimerisasi Asam. Universitas Indonesia Press. Depok.
Hiala, M. A., Aspatria, U., Riwu, R. R. 2019. Uji Efektivitas Ekstrak Lengkuas (Alpinia galanga) Sebagai Antibakteri Escherichia coli. Journal of Community
Health 1(2): 11-15.
Hidayat, H. 2011. Karakterisasi Molekuler BAL Dengan Gen 16S Rrna Penghasil Enzim Protease yang Berpotensi sebagai Probiotik Dari Fermentasi
Markisa Kuning di Sumatera Barat. Padang. Universitas
Andalas. (Tesis) Tidak
dipublikasikan.
Huliselan, Y. M., Runtuwene, M. R. J., Wewengkang, D. S. 2015.
Aktifitas Antioksidan Ekstrak Etanol, Etil Asetat, dan n-Heksan dari Daun Sesewanua (Clerodendron Squamatum
Vahl.) Jurnal Ilmiah Farmasi 4(3): 155-163.
Iswantini, D., Darusman, L. K., Fitriyani, A. 2010. Uji In Vitro Ekstrak Air dan Etanol dari Buah Asam Gelugur, Rimpang Lengkuas, dan Kencur sebagai Inhibitor Aktivitas Lipase Pankreas. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia 14(1): 15-20.
Kurnilia, K. W. 2019. Pemanfaatan Minyak Jelantah yang
Dikombinasi Dengan Minyak Atsiri Bunga Cananga odorata dan Daun Cymbopogon citratus untuk Membuat Sabun Padat Antiseptik. (Skripsi). Tidak dipublikasikan.
Mahon, C., Lehman, D., Manuselis, G. 2015. Texbook of diagnostic microbiologi 4th ed. Saunders Elsevier. USA.
Markham, K. R. 1998. Cara Mengidentifikasi Flavonoid. ITB Press. Bandung
Muhammadiah, N. 2020. Kajian Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Rimpang Lengkuas Putih
(Alpinia galanga) dan Rimpang Lengkuas Merah (Alpinia
purpurata (Vielli) K. Schum) Terhadap Staphylococcus
aureus. Universitas Ngudi Waluyo. Ungaran. (Skripsi). Tidak dipublikasikan.
Nakatsuji, T., Kao, M. C., Fang, J. Y., Zouboulis, C. C., Zhang, L., Gallo R. L., Huang C. M. 2009. Antimicrobial property of lauric acid against P. acnes; its therapeutic potential for inflammatory acne vulgaris. Journal invest Dermatol 129(16): 2480-2488.
Nurhari. 2009. Mikrobiologi Uji IMVIC. http://www.scribd.com/doc//mik robiologi-uji-IMVIC-oGI-Nh. (Diakses 05 Januari 2021).
O’ Loughlin, E. V. and Browne, R.
2001. Effect of Shiga Toxin and Shiga- Like Toxins on Eukaryotic Cells. Microbes and Infection 3: 493-507.
Oonmetta-aree, J., Suzuki, T., Gasaluck,
P., Eumkeb, G. 2006. Antimicrobial Properties and Action of Galangal (Alpinia galanga Linn.) on
Staphylococcus aureus, LWT -Food Science and Technology 39(10): 1214–1220.
Oirere, E. K., Anusooriya, P., Raj, C. A., Gopalakrishnan, K. V. 2015. Phytochemical Analysis of NHexane Leaf Extract of Alpinia purpurata (Vieill.) K. Schum Using Uv-Vis, FTIR and GC-MS. International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences 7(8): 387-389.
Poetry, A., Fatimawali., Paulina, V. Y. Y. 2019. Uji Daya Hambat Ekstrak Rimpang Lengkuas Merah (Alpinia purpurata K.Schum) Terhadap Pertumbuhan Bakteri Klebsiella pneumoniae Isolat Sputum Pada Penderita
Pneunomia Resisten Antibiotik Seftriakson. Pharmacon. 8(1):
11- 21
Prasetyo, B. F., Wientarsih, I., Prioeryanto, B. 2008. Aktivitas Sediaan Gel Ekstra Batang Pohon Pisang Ambon dalam Proses Penyembuhan Luka pada Mencit. Jurnal Veterier. 11(2): 70-73.
Prasetyo, K. R. D. 2016. Uji Beda Daya Hambat Antara Ekstrak
Rimpang Lengkuas Merah
(Alphinia Purpurata K. Schum) Dengan Ekstrak Rimpang
Lengkuas Putih (Alphinia
Galanga W.) Terhadap Candida Albicans. (Skripsi). Tidak
dipublikasikan.
Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. ITB Press.
Bandung.
Sabudi, I. M. N. G., dan Hendrayana, M.
A. 2017. Identifikasi Bakteri Escherichia coli Serotipe O157 dengan Media Sorbitol Mac Concay Agar (SMAC) pada Buah Semangka Potong dari Pedagang Buah Kaki Lima di Kota Denpasar. E-Jurnal Medika. 6(7): 1-7.
Sakila, M. 2013. Identifikasi boraks dan kandungan E. coli pada jajanan bakso yang dijual di lingkungan universitas negeri gorontalo. Universitas Negeri Gorontalo. Gorontalo. (Skripsi). Tidak dipublikasikan.
Services, M. 2015. Uk Standards For Microbiology Investigations. Bacteriology. 55(5.2): 1–21.
Sen, A., and Batra, A. 2012. Evaluation of Antimicrobial Activity of Different Solvent Extracts of Medical Plant: Melia azedarach L. International Journal of Current Pharmaceutical
Reserch. 4(2): 67-73.
Siswadi, I. 2002. Mempelajari Aktivitas Antibakteri Ekstrak Buah Andaliman (Zanthoxilum
acanthopodium D.C) Terhadap Bakteri Patogen Perusak
Makanan. Institut Pertanian
Bogor. Bogor. (Skripsi). Tidak dipublikasikan.
Susiloningsih, T. 2003. Pengaruh Madu dari Berbagai Jenis Lebah Terhadap Penghambatan
Pertumbuhan Escherichia coli, Bacillus sereus dan Salmonella thypi. Universitas Udayana. Bali. (Skripsi). Tidak dipublikasikan.
Try, N. 2009. Isolasi, Identifikasi dan Uji Toksisitas Senyawa Flavonoid
Ekstrak Rimpang Lengkuas Merah (Alpinia purpurata L. Wild). Universitas Diponegoro. Semarang. (Skripsi). Tidak dipublikasikan.
Yuharmen, 2002. Uji Aktivitas Antimikroba Minyak Atsiri dan Ekstrak Methanol Lengkuas
(Alpinia galanga). Penelitian
Mandiri. Universitas Riau. Riau.
249
Discussion and feedback