SIMBIOSIS XI (1): 1-14                  http://ojs.unud.ac.id/index.php/simbiosis

Program Studi Biologi FMIPA UNUD

eISSN: 2656-7784

Maret 2023

IDENTIFIKASI FORENSIK BERDASARKAN PEMERIKSAAN PRIMER DAN SEKUNDER SEBAGAI PENENTU IDENTITAS KORBAN: STUDI KASUS BANJIR BANDANG LUWU UTARA, SULAWESI SELATAN

FORENSIC IDENTIFICATION BASED ON PRIMARY AND SECONDARY XAMINATION AS DETERMINATION OF VICTIMS IDENTIFIERS: NORTH LUWU FLOOD CASE STUDY, SOUTH SULAWESI

Anastesya Hartika Nur Saputri1, I Ketut Junitha2*, Ida Bagus Made Suaskara1

1Program Studi Sarjana Biologi , 2Program Studi Doktor Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Udayana, Bukit Jimbaran, Bali, Indonesia - 80361

*Email: juneth@unud.ac.id.com

ABSTRAK

Identifikasi forensik dalam bencana massal dilakukan untuk menentukan identitas korban meninggal. Proses identifikasi menjadi penting dalam upaya memberikan ketenangan psikologis pada keluarga dengan adanya kepastian identitas korban. Metode identifikasi forensik terbagi menjadi pemeriksaan primer yaitu sidik jari, gigi, DNA dan pemeriksaan sekunder yaitu ciri-ciri medis dan properti. Studi kasus ini bertujuan untuk menentukan identitas korban dengan pemeriksaan berdasarkan data primer dan skunder dan proses pemeriksaan lanjutan dengan analisis DNA korban yang belum terindentifikasi akibat banjir bandang di Luwu Utara, Sulawesi Selatan. Penelitian dilaksanakan di posko DVI Biddokes Polda Sulawesi Selatan (RS. Hikmah Masamba) pada tanggal 16-23 Juli 2020 dan pemeriksaan lanjutan DNA korban dilaksanakan di Laboratorium Biologi Sel dan Molekuler Fakultas Kedokteran Universitas Udayana pada bulan Juni-Agustus 2021. Penelitian ini sudah mendapatkan ethical clearance dari Komisi Etik Universitas Udayana. Obyek penelitian ini adalah 40 orang korban banjir bandang, dimana 31 korban dapat teridentifikasi dengan pemeriksaann primer dan skunder, 6 korban tidak ditemukan dan 3 korban belum teridentifikasi. Tiga korban yang belum teridentifikasi dilakukan pemeriksaan lanjutan dengan analisis DNA menggunakan 10 lokus DNA mikrosatelit autosom. Hasil analisa menemukan, dari 10 lokus yang digunakan, 6 lokus berhasil teramplifikasi pada sampel nomor 3 alelnya cocok dengan sampel nomor 1 dan 2 yang merupakan saudara kandung. Sedangkan dua sampel DNA korban lainnya yaitu sampel 4 dan 5 hanya cocok pada satu lokus saja. Berdasarkan hasil tersebut diduga sampel no 3 dengan nomor kode korban PM.008 kemungkinan besar bersaudara dengan sampel nomor 1 dan 2 yang digunakan sebagai sampel pembanding.

Kata Kunci: ante mortem, banjir bandang, DNA, forensik, post mortem

ABSTRACT

Forensic identification in mass disasters is carried out to determine the identity of the deceased. The identification process is important in order to provide psychological peace to the family providing the certainty of the identity of the victims. Forensic identification methods are divided into primary examination namely fingerprints, teeth, DNA and secondary examination namely medical characteristics and properties. This case study aims to determine the identity of the victim by examination based on primary and secondary data and a further examination process with DNA analysis of victims who have not been identified due to flash floods in North Luwu, South Sulawesi. The research was carried out at the South Sulawesi Police Biddokes DVI post (RS. Hikmah Masamba) on 16-23 July 2020 and further examination of the victim's DNA was carried out at the Cell and Molecular Biology Laboratory, Faculty of Medicine, Udayana University in June-August 2021.This research has

received ethical clearance from the Udayana University Ethics Commission. The objects of this research were 40 victims of flash flood, of which 31 victims can be identified by primary and secondary examinations, 6 victims were not found and 3 victims have not been identified. Three victims who had not been identified were subjected to further examination by DNA analysis using 10 autosomal microsatellite DNA loci. The results of the analysis found that from the 10 loci used, 6 loci were successfully amplified in sample number 3, the alleles matched with the samples number 1 and 2. Meanwhile, the other two victims' DNA samples, namely samples number 4 and 5 only matched at one locus. Based on these results, it is suspected that sample no 3 with the victim code PM.008 is most likely brothers with samples number 1 and 2 that were used as comparisons samples.

Keyword: ante mortem, flash floods, DNA, forensic, post mortem

PENDAHULUAN

Identifikasi korban bencana massal (Disaster Victim Identification) diperlukan saat terjadi bencana yang menimbulkan korban jiwa dalam jumlah banyak. Proses identifikasi menjadi penting bagi keluarga dengan adanya kepastian identitas korban sehingga memberikan ketenangan psikologis (Prawestiningtyas dan Algozi, 2009). Salah satu bencana yang memperlihatkan pentingnya identifikasi korban oleh tim DVI (Disaster Victim Identification) yaitu bencana tanah longsor di Jeneponto, Sulawesi Selatan yang dikutip oleh Mirsan (2020), dimana DVI berhasil mengidentifikasi korban yang sudah berhari-hari terseret air sejauh 30 km dengan mencocokkan data post mortem dan data ante mortem.

Disaster Victim Identification (DVI) merupakan prosedur untuk mengidentifikasi korban meninggal akibat bencana (natural disaster dan unnatural disaster) secara ilmiah serta dapat dipertanggungjawabkan dan mengacu pada standar Interpol (International Criminal Police Organization). Proses DVI menggunakan berbagai teknik dan metode. Interpol telah menentukan pemeriksaan primer yang terdiri atas sidik jari, odontologi, dan DNA (Deoxyribo Nucleic Acid) serta pemeriksaan sekunder yang terdiri atas aksesoris, medis, dan fotografi. Menurut standar Interpol, identifikasi identitas disebut sah dan benar apabila telah berhasil diuji oleh minimal satu pemeriksaan primer atau dua pemeriksaan sekunder (Saparwoko, 2006).

Indonesia secara geologis dan geografis terletak di daerah yang rawan terhadap bencana. Lima tahun belakangan ini, angka kejadian bencana yang merenggut banyak nyawa semakin meningkat. Bencana itu seperti banjir, longsor, gempa, tsunami, gunung meletus, serta angin topan (Henky dan Safitry, 2012). Banjir secara umum merupakan suatu kejadian dimana air di dalam saluran meningkat dan melampaui kapasitas daya tampungnya. Terdapat bermacam-macam banjir berdasarkan penyebabnya yaitu banjir kiriman, banjir hujan ekstrim, banjir rob, banjir hulu, dan banjir bandang. Setiap jenis banjir tersebut memiliki karakteristik yang khas seperti banjir hujan ekstrim merupakan banjir yang disebabkan oleh hujan deras, banjir kiriman merupakan banjir yang disebabkan oleh kiriman air dari luapan sungai di tempat yang tinggi, banjir hulu merupakan banjir yang disebabkan oleh air yang berasal dari hulu, banjir rob merupakan1 banjir1 yang disebabkan oleh air laut1 pasang (Larsen, et.al.,2001).

Banjir bandang adalah banjir yang sifatnya cepat, pada umumnya membawa material tanah (berupa lumpur), kayu, dan batu. Kecepatan aliran banjir disertai material tersebut menyebabkan banjir bandang sifatnya merusak dan menimbulkan korban jiwa (Adi, 2013).

Kabupaten Luwu Utara, Provinsi Sulawesi Selatan, secara geografis terletak pada 01°53'19”- 02°55’'36” Lintang Selatan, dan 119°47'46”- 120°37'44” Bujur Timur. Secara geologi dilihat dari peta persebaran risiko bencana banjir, Luwu Utara merupakan salah satu daerah berpotensi banjir dengan tingkat risiko tinggi akibat pembentukannya dari sedimentasi dan erosi sekitar ribuan tahun menurut Ahli Pusat Studi Kebencanaan Universitas Hasanuddin yang telah melakukan kajian tentang Luwu Utara dan sekitarnya (Maulana, 2019).

Studi kasus ini menyajikan cara mengidentifikasi jenazah korban, menentukan pengaruh lama penemuan terhadap identifikasi, dan hasil pemeriksaan lanjutan jenazah yang tidak teridentifikasi terkait bencana alam yaitu banjir bandang yang terjadi di Luwu Utara, Sulawesi Selatan pada tanggal 13 Juli 2020.

MATERI DAN METODE

Metode Pengumpulan Data

Waktu dan Tempat Penelitian1

Penelitian dilakukan pada tanggal 16-23 Juli 2020 di RS. Hikmah Masamba, Luwu Utara sebagai posko DVI Biddokes Polda Sulawesi Selatan serta bulan Juni-Agustus 2021 di Laboratorium Biologi Sel dan Molekuler FK Universitas Udayana.

Materi Penelitian

Materi dalam penelitian ini adalah 34 korban yang berhasil ditemukan (31 teridentifikasi dan tiga belum teridentifikasi) dan dua terduga keluarga korban merupakan saudara kandung serta terduga keluarga lainnya tidak ditemukan.

Prosedur Pelaksanaan

Penentuan Identitas

Penentuan identitas terdiri dari 4 fase yaitu olah tempat kejadian perkara (TKP) bencana, post mortem, ante mortem, dan rekonsiliasi. Olah TKP bencana dilakukan oleh tim Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (BASARNAS) terdiri atas tiga tindakan yaitu mengamankan TKP, mengumpulkan korban dan properti, kemudian memberi label pada korban. Post mortem dilakukan oleh tim Disaster Victim Identification (DVI) berdasarkan Interpol yaitu pemeriksaan primer dan pemeriksaan sekunder. Pemeriksaan primer yang dilakukan yaitu sidik jari, gigi, dan DNA sedangkan pemeriksaan sekundernya yaitu ciri medis dan properti. Ante mortem dilakukan oleh tim DVI yakni mengumpulkan data dari keluarga atau orang terdekat korban berupa foto korban, ciri umum dan khusus korban, sidik jari dari KTP atau ijazah korban, serta sampel DNA orang tua maupun kerabat korban. Rekonsiliasi dilakukan pencocokan data post mortem dan ante mortem yang telah dikumpulkan sebagai penentu identitas korban. Korban dinyatakan teridentifikasi apabila terdapat satu pemeriksaan primer dan atau terdapat dua pemeriksaan sekunder.

Prosedur Pemeriksaan Lanjutan

Pemeriksaan lanjutan dilakukan dengan memeriksa DNA korban yang tidak teridentifikasi dan DNA terduga keluarga sebagai pembanding. Tahapan pemeriksaan DNA yaitu:

Ekstraksi DNA

Ekstraksi DNA dilakukan dengan GeneJET Genomic DNA Purification Kit. Sampel terdiri dari darah dan jaringan. Darah pada kain kasa ditambahkan dengan Phosphate Buffered Saline (PBS) 1x sebanyak 200 µL diatas cawan Petri kemudian dimasukkan ke dalam mikrotube 1,5 mL, sedangkan jaringan ditimbang sebanyak 20 mg kemudian digerus diatas mortar dan diberi 800 µL PBS 1x hingga homogen lalu dimasukkan ke dalam mikrotube 1,5 mL. Sampel darah ditambahkan 400 µL Lysis solution dan 20 µL Proitenase K solution, sampel jaringan ditambahkan 180 µL Digestion solution dan 20 µL Proitenase K solution kemudian kedua sampel di vortex. Selanjutnya kedua sampel di inkubasi pada suhu 56oC selama 10 menit untuk sampel darah dan 3 jam untuk sampel jaringan. Setelah inkubasi sampel darah di vortex sebanyak lima kali masing-masing 10 detik kemudian ditambahkan Ethanol absolute 200 µL lalu di vortex lagi, sedangkan sampel jaringan setelah inkubasi ditambahkan 20 µL RNase A solution lalu di vortex kemudian ditambahkan 400 µL Ethanol 50% dan di vortex lagi.

Lycate kedua sampel ditransfer ke masing-masing GeneJET Genomic DNA Purification column dengan collection tube, kemudian disentrifugasi selama 1 menit pada 8000 rpm. Setelah itu, masing-masing collection tube yang berisikan flow trough dibuang dan GeneJET Genomic DNA Purification column diletakkan ke dalam collection tube yang baru. Selanjutnya masing-masing sampel ditambahkan 500 µL Wash buffer I disentrifugasi selama 1 menit pada 9000 rpm lalu flow trough dibuang dan collection tube dipasang kembali. Setelah itu, ditambahkan 500 µL Wash buffer II disentrifugasi selama 5 menit pada 9000 rpm lalu collection tube yang berisikan flow trough dibuang dan GeneJET Genomic DNA Purifcation column ditransfer ke tabung sentrifugasi 1,5 mL. Kemudian sampel darah ditambahkan 100 µL Elution buffer dan di inkubasi dengan suhu ruang selama 2 menit, sedangkan sampel jaringan ditambahkan 50 µL Elution buffer tanpa inkubasi. Kedua sampel disentrifugasi selama 1 menit pada 9000 rpm, lalu GeneJET Genomic DNA Purification dibuang dan tersisa sampel DNA di tabung. Sampel disimpan dikulkas dengan suhu-20oC.

Kuantiifikasi DNA

Kuantifikasi DNA dilakukan menggunakan alat SimpliNano™ Spectrophotometer. Pengukuran konsentrasi dan kemurnian DNA dilakukan dengan meneteskan sampel sebanyak 1 µL ke plate sampel pada alat. Hasil nilai kemurnian berdasarkan absorbansi Å260/Å280 dan konsentrasi DNA (ng/μL) akan ditampilkan pada layar.

Elektroforesis Horizontal

Elektroforesis horizontal Gel Agarose 1,5% dilakukan selama 30 menit dengan tegangan 50 volt. Gel dibuat dengan cara agarosa ditimbang sebanyak 1,04 untuk 2 gel, dimasukkan ke dalam tabung erlenmeyer kkemudian nditambahkan 70 mL.Tris Borat EDTAA(TBE) 1x dan dipanaskan di microwave selama 2 menit. Setelah itu, ditambahkan 2 µL gel red lalu dihomogenkan dan dituang ke cetakan.

Polymerase Chain Reaction (PCR)

Amplifikasi sekuens DNA mikrosatelit dilakukan pada mesin PCR (merek?) menggunakan 10 pasang primer mikrosatelit lokus D19S433, FGA, D7S820, Amilogenin, D11S1984, D18S51, D16S539, D2S441, D8S1179, dan VWA Sebelum amplifikasi

dilakukan, larutan pereaksi PCR untuk 5 sampel dibuat dari PCR mix Go-Taq® Green 2x sebanyak 37,5 µL ditambahkan 25,5 µL H2O, dan 6 µL primer (F/R). Larutan divortex kemudian untuk masing-masing primer dibagi ke dalam 5 tube sebanyak 13,8 µL dan ditambahkan 1,2 µL sampel DNA dengan volume total 15 µL dalam microtube 200 µL.kKemudian divortex danndispin lalu dimasukkan ke dalam mesin PCR Applied Biosystem. PCR dilakukan sebanyak 30 kalissiklus yaitu pra denaturasi dengannsuhu 94ºC, denaturasi suhu 94ºC, annealing dengan suhu 54-62oC dan fase extension pada suhu 72ºC. Setelah 30 siklus berlangsung, dilanjutkan dengan post-extension DNA dengan suhu 72ºC dan diikuti tahap penyesuaian penyimpanan dengan suhu 22ºC. Produk hasil PCR disimpan dan siap digunakan (Arnila dkk., 2016).

Tabel 1.Primer yang digunakan dalam analisa mikrosatelit ( Krinken, et al. 2002) Suhu

Lokus

anneling (0C)

Forward

Reverse

∏1 QQzHzI

CCTGGGCAAC

TAGGTTTTTA

D19S433

54

AGAATAAGAT

AGGAACAGGTGG

Γ⅛2Q1 1 70

D8S1179

54

TTTTTGTATTTCA

CGTAGCTATAATT

TGTGTACATTCG

AGTTCATTTTCA

TWI Λ

VWA

56

CCCTAGTGGAT

GGACAGATGATAAAT

AAGAATAATC

ACATAGGATGGATGG

TOI AQxHQ D16S539

56

GATCCCAAGC

ACGTTTGTGT

TCTTCCTCTT

GTGCATCTGT

T01 1 Q1 Q2∕1

GGGTGACAGA

ACACCTGGA

D11S1984

58

GCAAAATTCT

TCTTGGACTCA

pro A

GCCCCATAGG

TGATTTGTCTGT

FGA

60

TTTTGAACTCA

AATTGCCAGC

TTTGTTCATG

GGAAACTGAA

D18S51

60

AAAGGTCTCC

TGAGTTCAAGAT

D7Q20Π

D7S820

CCAATATTT

CCTTAAAATC

60

GGTGCAATTC

TGAGGTATC

CTGATGGTTGG

GTCAGTTCAATT

Amelogenin

62

CCTCAAGCCTGTG

ACTTAGAGAAAT

Γ⅛7QΛ4 1

D2S441

TGCACCCAA

ATTGGAGCTAA

57

CATTCTAACAA

GTGGCTGTG

Elektroforesis Vertikal

Elektroforesis vertikal dilakukan dengan metode Sodium Dodecyl Sulfate -Polyacrilamide Gel Electrophoresis (PAGE) 10%. Matriks PAGE 10% untuk 2 gel dibuat dengan cara mencampurkan 5 mL poliakrilamid, 1,5 mL buffer Tris Borat EDTA (TBE) 10x, 8,498 mL air steril, 126 µL Amonium Persulphate (APS) 10% dan 12,6 µL Tetramethylenediamine (Temed) pada gelas beker dan dihomogenkan. Setelah campuran tersebut homogen, campuran gel dituangkan pada cetakan hingga penuh dan dipasang cetakan sisir pada bagian atas. Kemudian diinkubasi pada suhu ruangan. Setelah gel memadat, cetakan dilepas dari penyangga dan cetakan gel dipasang pada electrophoresis chamber yang telah diisi buffer TBE 1x. Selanjutnya cetakan sisir diangkat. Hasil PCR dimasukkan ke dalam sumur-sumur yang telah ditentukan sebanyak 1-3 µL. Satu sumur disi dengan 100 bp DNA ladder sebagai standar ukuran fragmen DNA. Running electrophoresis dilaksanakan dengan tegangan 50 volt, 400 Ampere, selama 3 jam.

Visualisasi

Visualisasi DNA dengan pewarnaan gel red dengan merendam gel pada 15 µL gel red dalam 100 mL TBE 1x, kemudian dishaker selama 10 menit. Setelah itu gel dicuci dengan air dan dilakukan visualisasi pada mesin visualisasi macrovue. Pengukuran jarak migrasi pita-pita DNA amplikon dilakukan dengan memplot pada kertas semilog untuk menentukan panjang DNAmsebagai alel dalamnsatuan panjang basa (pb).

Metode Pengolahan Data

Data yang didapat berupa data deskriptif kualitatif meliputi dokumen tim DVI dan gambar yang dipotret pribadi oleh penulis dan fotografi forensik, melalui observasi langsung di posko DVI saat terlibat dalam Operasi DVI Biddokes Polda Sulsel Bencana Banjir Bandang Luwu Utara, Sulawesi Selatan serta data kuantitatif meliputi hasil analisis DNA.

HASIL

Bencana banjirybandang Luwu Utara terjadi pada tanggalk13 Juli 2020 melibatkan tim DVI Biddokes Polda Sulawesi Selatan melalui posko DVI yang bertempat di RS. Hikmah Masamba, Luwu Utara. Setelah posko DVI dibuka pada tanggal 16 Juli 2020, semua korban yang ditemukan dievakuasi ke posko DVI oleh tim BASARNAS dan diadakan proses identifikasi oleh tim DVI. Data korban banjir bandang Luwu utara berdasarkan tanggal ditemukan selama posko DVI Selatanddapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Jumlah korban akibat banjir bandang Luwu Utara Tanggal Penemuan Jumlah Korban 14 Juli 2020**11

15 Juli 2020**9

16 Juli 2020*2

17 Juli 2020*4

18 Juli 2020*3

19 Juli 2020*4

20 Juli 2020*1

Total34

Keterangan : ** Teridentifikasi oleh PMI

* Teridentifikasi oleh DVI

Total korban yang didapatkan yaitu 34 korban yang terdiri dari 31 korban yang teridentifikasi dan tiga korban yang belum teridentifikasi (dilakukan pemeriksaan DNA).

Korban banjir bandang Luwu Utara ditemukan dalam rentang waktu satu hari hingga tujuh hari setelah bencana. Dalam rentang waktu tersebut, kondisi fisik jenazah yang ditemukan berbeda-beda. Perbedaan kondisi fisik korban banjir bandang Luwu Utara berdasarkan tanggal penemuan selama posko DVI Biddokes Polda Sulawesii Selatan dapat dilihatppada Tabel 3.

Saat posko DVI dinyatakan berakhir, terdapat tiga korban yang belum teridentifikasi karena tidak ada data ante mortem. Akan tetapi

dilakukan pemeriksaan lanjutan karena didapatkan data ante mortem yaitu terduga keluarga dari salah satu korban yang belum teridentifikasi. Pemeriksaan dilakukan dengan data sampel yang ada pada Tabel 4.

Tabel 3. Kondisi fisik korban meninggal dunia akibat banjir bandang Luwu Utara

angga            Foto                          Keterangan

Penemuan

Tabel 4. Daftar sampel pemeriksaan DNA

No.

Jenis Sampel

Kode Sampel

Tanggal pengambilan sampel

Keterangan

1.

Darah jari pada kain kasa

1

19 November 2020

Terduga

a.n Ms.H

keluarga

2.

Darah jari pada kain kasa

2

19 November 2020

Terduga

a.n Mr.S

keluarga

3.

Potongan daging PM B.008

3

17 Juli 2020

Korban

4.

Potongan daging PM B.013

4

19 Juli 2020

Korban

5.

Potongan daging PM B.014

5

19 Juli 2020

Korban

Pemeriksaan DNA dilakukan sesuai dengan prosedur penelitian yang dilakukan sesuai dengan prosedur penelitian yang ditetapkan terhadap seluruh sampel yang dimulai dari ekstraksi, kemudian uji kuantifikasi DNA dengan menggunakan SimpliNano™ Spectrophotometer. Uji kuantifikasi DNA bertujuan untuk mengetahui kemurniaan DNA hasil ekstraksi dari komponen kontaminasi dan mengetahui konsentrasi atau kadar DNA yang

diperoleh dalam satuan ng/µl (Ningsih dkk., 2016). Hasilluji kuantitas dapattdilihat padaaTabel 5.

Hasil uji kuantitas dengan menggunakan SimpliNano™ Spectrophotometer diperoleh konsentrasi DNA berkisar 1,2 - 7,0 ng/μL dan kemurniaan DNA berkisar 1,502 - 5,774 ng/µL seperti yang terlihat pada Tabel 5. Terdapat dua sampel memiliki nilai kemurnian dibawah 1,8 ng/µL, dua sampel memiliki nilai kemurnian diatas 2,0 ng/µL, dan satu sampel memiliki nilai kemurnian diantara 1,8-2,0 ng/µL. Hal ini menunjukkan bahwa hanya satu sampel (sampel empat) yang dapat dikatakan murni, sedangkan empat sampel lainnya masih belum murni. Menurut Mustafa dkk., (2016), molekul DNA dikatakannmurni apabila rasio absorbansinya berkisar antara 1,8 - 2,0 ng∕μL

.Tabel 5. Hasil kuantifikasi DNA hasil ekstraksi pada SimpliNano™ Spectrophotometer

Konsentrasii

Sampell DNA (ng/µL)   A260:A280l

1

1,5

1,502

2

1,2

5,774

3

6,3

2,265

4

6,3

1,916

5

7,0

1,759

Hasil ekstraksi kemudian di PCR. Hasil PCR di elektroforesis gel horizontal untuk melihat keberhasilan PCR yang ditunjukkan dengan adanya pita DNA. Hasil yang didapatkan tidak semua sampel berhasil teramplifikasi (pita DNA tidak jelas atau tipis) sehingga dilakukan re-PCR untuk beberapa sampel seperti pada Tabel 6.

Hasil yang berhasil di PCR maupun yang di re-PCR, divisualisasi menggunakan gel elektroforesis poliakrilamid 10% pada lokus D19S433, FGA, D7S820, Amilogenin, D11S1984, D18S51, D16S539, D2S441, D8S1179, dan VWA dapat dilihat pada Gambar 1 dengan hasil perhitungan pada kertas semilog dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 6. Sampel yang berhasil teramplifikasi, di Re-PCR, dan tidak berhasil teramplifikasi pada 10 lokus mikrosatelit

Lokus

Teramplifikasi

Re-PCR

Tidak teramplifikasi

Total teramplifikasi

D19S433

2

3

1

4

FGA

1

4

2

3

D7S820

3

2

1

4

Amelogenin

2

3

-

5

D11S1984

-

5

2

3

D18S51

2

3

1

4

D16S539

5

-

-

5

D2S441

3

2

-

5

D8S1179

5

-

-

5

VWA

5

-

-

5

Gambar 1. Hasil Visualisasi Amplikon Menggunakan Gel Elektroforesis Poliakrilamid 10% Pada Lokus D19S433, FGA, D7S820, Amilogenin, D11S1984, D18S51, D16S539, D2S441, D8S1179, dan VWA

Keterangan: Lajur M = Marker standar 100 bp ladder, Angka = kode sampel 1-5 dan ukuran alel pasang basa (bp)

Perolehan ragam alel hasil visualisasi amplikon menggunakan gel elektroforesis poliakrilamid 10% pada 10 lokus dapatt dilihat pada Gambar 1 yang kemudian disajikan dalam bentuk Tabel 7. Dapatt dilihat padaatabel tersebut, terdapat enam lokus yang menunjukkan cocok antara sampel sampel nomor satu dan atau dua (terduga keluarga) dengan sampel nomor tiga (korban) yang ditunjukkan oleh angka bold. Empat lokus tidak dapat menunjukkan cocok dikarenakan tidak ada ukuran alel yang sesuai antara kelima sampel.

Tabel 7. Hasil Perhitungan panjang DNA sebagaiialel dalam satuannbasa (bp) dengannmemplot padaakertas semilog

Lokus

Sampel

Keterangan

1

2

3

4

5

D19S433

197

201

-

189

181

-

FGA

189

197

-

-

181

-

D7S820

209

221

209

-

229

1 cocok 3

Amilogenin

100

112;104

104

108

116;108

2 cocok 3

D11S1984

220;190

190

-

-

194

-

D18S51

296

296

-

252

300

-

D16S539

165

165;157

165

161

161

1, 2 cocok 3

D2S441

62

62

62

65

65

1, 2 cocok 3

D8S1179

179

191

191

191

191

2 cocok 3

VWA

155

155

155

159

163

1, 2 cocok 3

PEMBAHASAN

Hasil penelitian berdasarkan Tabel 2, diketahui terdapat 34 korban yang ditemukan selama posko DVI. Dari 34 korban tersebut, hanya 31 korban dinyatakan teridentifikasi dan

diserahkan kepada keluarga yang berhak sedangkan tiga korban dinyatakan belum teridentifikasi.

Hari pertama dan kedua korban ditemukan paling banyak ditemukan sedangkan hari selanjutnya dimana semakin hari semakin sedikit ditemukan (Tabel 2). Hal ini dikarenakan hari pertama dan kedua korban masih terlihat dari permukaan tanah berlumpur akibat banjir bandang sedangkan hari selanjutnya berdasarkan wawancara dari Kepala BPBD Sulawesi Selatan terdapat sejumlah kendala salah satunya terbatasnya alat berat yang digunakan untuk membuka akses jalur yang tertimbun lumpur.

Kondisi 20 korban pada hari pertama dan kedua bencana ini memiliki kondisi fisikkpembusukan awall sehingga masih dapat dilakukan teknikkidentifikasi sederhana secara visual (fotografi) dan tetap dikonfirmasikk berdasarkan pemeriksaan sekunder yaitu ciri medis dan properti. Korban berikutnya sebanyak 14 korban ditemukan pada hari ketiga hingga hari ketujuh. Kondisi korban pada hari ketiga hingga hari ketujuh bencana ini memiliki kondisi fisik pembusukan lanjut sehingga tidak bisa dilakukan teknik identifikasi sederhana secara visual (fotografi) melainkan diidentifikasi berdasarkan kombinasii pemeriksaan primerr dan sekunder, yakni 10 jenazah diidentifikasii melalui kombinasi pemeriksaan primer gigii dan pemeriksaan sekunder ciri medissdan properti, satu jenazah diidentifikasi melalui kombinasii pemeriksaan primer sidik jari menggunakan alat Mambis dan pemeriksaan sekunder ciri medis, dan tiga jenazah dinyatakan belum teridentifikasi.

Tiga korban dinyatakan belum teridentifikasi dikarenakan tidak ada data ante mortem yang sesuai ketika pemeriksaan di posko DVI. Akan tetapi setelah penelusuran lanjutan ditemukan satu terduga keluarga korban sehingga dilakukan pemeriksaan lanjutan DNA untuk mengetahui DNA terduga keluarga dan DNA salah satu korban yang belum teridentifikasi memiliki kecocokan DNA atau tidak.

Pemeriksaan korban dilakukan berdasarkan kondisi korban. Jika kondisi korban dapat diidentifikasi melalui dua pemeriksaan sekunder, maka pemeriksaan primer bisa tidak dilakukan lagi dan jika korban tidak dapat diidentifikasi melalui pemeriksaan sekunder, maka dilanjutkan dengan minimal satu pemeriksaan primer. Hal ini sesuai dengan standar Interpol (Saparwoko, 2006).

Berdasarkan Tabel 3, dapat dilihat kondisi fisik korban dari hari ketiga hingga hari ketujuh sudah mengalami pembusukan. Pembusukan menurut (Putri dan Yudianto, 2016), terbagi menjadi lima tahap yaitu tahap pertama initial decay berlangsung selama 24-96 jam, tahap kedua putrefaction berlangsung selama 5-10 hari, tahap ketiga black putrefactionmberlangsung selama 10-25hhari, tahapp keempat butyric fermentationn stage berlangsung selamaa20-25 hari, dan tahap kelima dry or remains decay berlangsung 25-50 hari. Kecepatannmasing-masing tahap pembusukannjenazah berbeda-beda karenaadipengaruhi oleh banyak faktorr sepertii suhu lingkungan, kelembaban, dan media (Upayogi, 2009).

Kondisi fisik jenazah yang ditemukan pada hari ketiga dan keempat (48-96 jam) sudah masuk ke dalam tahap putrefaction. Tahap ini ditandai dengan kondisi jenazah mengalami pembengkakan akibat metabolisme aerob yang menghasilkan gas. Gas yang terdiri atas methane dan hydrogen sulphide mulai menimbulkan bau yang busuk. Perut kembung, bola

mata dan lidah menonjol, cairan keluar melalui lubanggtubuh, dan warnaakehijauan pada kulitt(Putri dan Yudianto, 2016).

Kondisi fisik jenazah pada hari kelima hingga hari ketujuh masuk ke dalam tahap black putrefaction. Tahap ini ditandai dengan kondisi fisik jenazah yang semakin berwarna kehitaman serta mengeluarkan bau yang sangat menyengat. Bagian tubuh jenazah semakin terbuka dan memudahkan lalat untuk masuk (Putri dan Yudianto, 2016).

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, tahap pembusukan menjadi lebih cepat kemungkinan karena salah satu faktor luar yaitu media tempat korban ditemukan mengandung airi dan tanah. Penggunaan media airr dan tanah sangatt berpengaruh terhadappproses pembusukan jenazah (Gennard, 2007).

Kondisi fisik jenazah berpengaruh terhadap proses identifikasi. Berdasarkan pengamatan secara langsung pada posko DVI saat melakukan identifikasi pada hari ketiga dan keempat lebih mudah dilakukan sedangkan identifikasi pada hari kelima hingga hari ketujuh mulai sulit untuk dilakukan. Hal ini dilihat dari kondisi korban yang semakin hari meningkatkan pembusukan.

Pemeriksaan DNA dilanjutkan terhadap tiga korban yang belum teridentifikasi serta terduga keluarga dilanjutkan dengan pemeriksaan DNA (Tabel 4). Pemeriksaan DNA dimulai dari ekstraksi DNA sampel. Hasil ekstraksi DNA sampel yanggbaik didukung olehhhasil uji kuantitas .DNA hasil ekstraksi yang diperoleh menunjukkan bahwa kebanyakan tidak murni karena molekul DNA dikatakan murni apabila rasio absorbansinya berkisarrantara 1,8–2,0 ng/µL (Fatchiyah, 2011). DNA sampel hasil ekstraksi masih mengandung kontaminan RNA dan protein. Sinaga (2017) menyatakan bahwa DNA dengan ratio absorbansi 260/280 di atas 2,0 terkontaminasi oleh RNA dan bila di bawah 1,8 menandakan adanya kontaminan oleh protein.

Konsentrasi DNA yang diperoleh berkisar antara 1,2-7,0 ng/µL. Konsentrasi terendah terdapatmpada sampel dua sedangkan konsentrasi tertinggi terdapat padaasampel nomor lima. Sampel nomor lima merupakan sampel jaringan diekstraksi dengan digerus keseluruhan sedangkan sampel nomor dua merupakan sampel darah yang diesktraksi dengan melarutkan bercak darah pada kain kasa sehingga darah masih kemungkinan tidak terlarut secara keseluruhan yang mengakibatkan sampel darah tidak terdisosiasi secara maksimal. Menurut Matasyoh et al. (2008), konsentrasi DNA hasil ekstraksi yang rendah dapat dipengaruhi oleh faktor presipitasi dan disosiasii jaringan atau darah yang kurang maksimal pada tahap proses pelarutan

Hasil ekstraksi kemudian dilakukan PCR. Hasil PCR di amplifikasi dengan elektroforesis gel Agarose untuk melihat keberhasilan PCR yang ditunjukkan dengan adanya pita DNA.Tidak semua hasil PCR yang dielektroforesis hasil yang baik. Apabila terlihat pita DNA yang tipis, maka dilakukan Repeat PCR (Re-PCR). Jumlah sampel teramplifikasi, di Re-PCR, dan tidak teramplifikasi bisa dilihat pada Tabel 6. Repeat PCR dilakukan pada sampel dengan template DNA dengan jumlah sedikit untuk memperbanyak DNA amplikon (Musambil et al., 2014). Keberhasilan PCR dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti suhu anneling saat melakukan PCR ataupun tahapan isolasi DNA sebelum melakukan PCR (Junitha dan Octavia, 2015; Wasdili dan Gartinah, 2018).

Sampel ekstraksi yang sudah di PCR maupun di Re-PCR selanjutnya di elektroforesis. Berdasarkan Gambar 1 pada lokus D11S1984, kotak putih terlihat muncul dua pita pada matrikkgel. Keadaanntersebut digambarkan oleh Murphy et al. (1996), bahwaajika terdapat dua atau lebih pita yang dimigrasikan dalam gel berarti pita tersebut dihasilkan oleh alel heterozigot. Selain itu, pada Gambar 1 lokus FGA kotak putih menunjukkan pita target sedangkan diluar kotak putih menunjukkan ghost band (bukan pita target). Keberadaan ghost band ini disebabkan suhu annealing yang digunakan lebih rendah daripada suhu optimal yang seharusnya (Shenghe et al., 2016).

Pita yang tidak terlihat pada Gambar 1 terdapat pada sampel nomor tiga pada lokus D19S433, FGA, D11S1984, D18S51, dan sampel nomor empat pada lokus FGA, D7S820, D11S1984. Sampel nomor tiga dan empat memiliki nilai diatas 2,0 ng/μL yaitu masing-masing 6,3 ng/μL. Butler (2009), menyatakan bahwa DNA yang diperlukan untuk PCR yaitu hanya berkisar diantara 0,5–2,0 ng/μL. Jika melebihi dari 2,0 ng/μL, maka akan menyebabkan kesulitan hingga kegagalaan pada saat amplifikasi DNA.

Elektroforesis vertikal bertujuan untuk menentukan panjang DNA sebagaii alel dalam satuan basa (bp) denganmmemplot pada kkertas semilog. Berdasarkan hasil pemeriksaan pada Gambar 1, didapatkan perhitungan pada kertas semilog yang disajikan pada Tabel 7. Hasil perhitungan tersebut membuktikan bahwa sampel DNA nomor satu dan dua kemungkinan besar bersaudara dengan sampel nomor tiga yaitu korban P.M B.008. Penentuan hubungan ini tidak dapat dibuktikan secara 100%. Hal ini sesuai dengan O’Connor (2011), yang mengatakan bahwa identifikasi menggunakan DNA saudara memiliki tingkat akurasi rendah, dimana nilai presentase tidak mendekati 100%.

Penggunaan saudara sebagai pembanding merupakan salah satu metode dalam identifikasi. Saudara dapat dijadikan sebagai pembanding apabila saudara memiliki pewarisan DNA dari ayah dan atau ibu. Saudara akan berbagi nol, satu, atau dua alel melalui keturunan pada lokus tertentu (Yudianto, et.al., 2021). Berdasarkan perhitungan pada Tabel 7, semua hubungan yang didapatkan pada lokus D7S820, D16S539, D2S441, D8S1179, vWA, dan Amilogenin yaitu berbagi satu alel. Menurut Yudianto et. al., (2021), secara statistik berbagi satu alel mencapai akurasi 50% sedangkan dua alel atau nol alel akurasinya 25%.

SIMPULAN

Penentuan identitas korban dilakukan dengan pemeriksaan primer dan atau sekunder, dimana 20 korban diidentifikasi dengan pemeriksaan sekunder, 11 korban diidentifikasi dengan pemeriksaan primer (10 primer gigi dan satu primer sidik jari) dan sekunder, serta tiga korban yang belum teridentifikasi diidentifikasi dengan pemeriksaan primer DNA. Kondisi fisik pembusukan awal masih dapat dilakukanmteknik identifikasi visual. (fotografi) tetapi tetap dikonfirmasi melalui pemeriksaan sekunder (ciri medis dan properti), sedangkan kondisi fisik pembusukan lanjut tidak dapat dilakukan teknik identifikasi visual (fotografi) melainkan diidentifikasi melalui kombinasi pemeriksaan primer (gigi, sidik jari, atau DNA) dan pemeriksaan sekunder. Hasil pemeriksaan lanjutan DNA terduga keluarga kemungkinan besar bersaudara dengan salah satu korban dengan nomor PM. 008.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis ucapkan terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada semua pihak yang telahhmembantu dan mendukung penyusunan hingga penyelesaian skripsi ini.

KEPUSTAKAAN

Adi, S. 2013. Karakterisasi Bencana Banjir Bandanghhdi Indonesia. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia. 15(1):42-51.

Arnila, G.A.P., I.K. Junitha, dan M. Pharmawati. 2016.. Variasi Genetik Masyarakat Soroh Pande di Kabupaten Gianyar Berdasarkan Tiga Lokus DNA Mikrosatelit Autosom. Jurnal Biologi. 20(1):1-5.

Azizah, A. 2009. Perbandingan Pola Pita AmplifikasimDNA Daun, Bunga Kelapa Sawit Normal dan Abnormal. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Butler, J.M. 2009. Fundamentalsmof Forensic DNA Typing. Academic Press. AS.

Fatchiyah. 2011. Pelatihanmanalisis fingerprinting DNA tanaman dengan metode RAPD. Laboratorium Sentral Ilmu Hayati Universitas Brawijaya. Malang.

Gennard, D. 2007. Forensic Entomology. JohnmiWiley and Sons Ltd. England.

Henky dan O. Safitry. 2012. Identifikasi Korban Bencana Massal: PraktiknnDVI Antara Teori dan Kenyataan. Jurnal Legal dan Sains Forensik. 2(1):5-7.

Hutchinson, F. 2001. DNA Band Size Semi-log Plotting. Cancer Research Center Science EducationnPartnership 06.26.01.

Junitha,  I.K., dan L.E. Octavia. 2015. Studi PendahuluannnnVariasi Genetik

MasyarakatttDayak di Kota Palangka Raya Kalimantan Tengah Berdasarkan Enam Lokus Mikrosatelit Autosom. Prosiding Seminar Nasional Biosains2.

Krenke, B.E., Tereba, A., Anderson, S. J., Buel, E., Culhane, S., Finis, C. J., Tomsey, C. S., Zachetti, J. M., Masibay, A., Rabbach, D. R., Amiott, E. A., and Sprecher, C. J. (2002). Validation of a 16-locus fluorescent multiplex system. J. Forensic Sci. 47(4): 773-785.

Larsen, M.C., M.T.V. Conde, and R.A. Clark. 2001. Landslide Hazards Associateddwith Flash-Floods, with Examplesmfrom the December, 1999 Disaster in Venezuela. Academic Publisher. Kluwer.

Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Polri (Lemdiklat). 2017. Disaster Victim Identification (DVI). Manajemen Bantuan Teknis Kepolisian, Sekolah Inspektur Polisi. Jakarta.

Matasyoh, G.L., N.F. Wachira, G.M. Kinyua, W.A. T. Muigai, and K.T. Mukiama. 2008. Leaf storage conditions and genomic DNA isolationnnefficiency in Ocimum gratissimum L. from Kenya. African Journal of Biotechnology. 7(5):557-564.

Maulana, A. 2019. Geological Constraints for Disaster MitigationnnnModel in South Sulawesi. Journal of Physics: Conference Series. 1341(2019):1-10.

Mirsan, A. 2020. Cara DVI Identifikasi Korban Longsor Jeneponto, Meski Sudah Terseret 30 km. Fajar.co.id. 16 Juni 2020.

Murphy, R.W., J. W. Sites, D. G. Buth dan C. H. Haufler. 1996. ProteinnnnnnnnI: Lysozyme Electrophoresis. Moleculer Systematic Sinaur Associate Inc. Massachusett, USA.

Musambil, M., F. Fathima, C.A. Mansoor, T.K. Jithesh, P.V. Mirshad, and P.G. Bhat. 2014. Triplet PrimeddRepeat PCR – an Approachable Diagnosis Method for Detecting TripletttRepeat Disorders – Friedreich Ataxia. Archives of Applied Science Research. 6(5):125-128.

Mustafa, H., I. Rachmawati, dan Y. Udin. 2016. Pengukuran Kosentrasi dannKemurnian DNA Genom NyamukkkkAnopheles barbirostris. Jurnal Vektor Penyakit. 10(1):7-10.

Ningsih, T. R., D.J. Wahyono, dan N.S.A. Gumilas. 2016. Deteksi Molekuler GennnLitik BRLF1 Epstein-Barr Virus pada Penderita KarsinomaiNasofaring. Jurnal Biosfera. 20(1):1-10.

O’Connor, K.L. 2011. Interpretation of DNA TypingggResults for Kinship Analysis. USCIS Working Group ondDNA Policy, National Institute of Standards and Technology. Washington, DC.

Peraturan Kapolri No.6. 2017. Susunan Organisasi dan Tata Kerja SatuanooOrganisasi Pada Tingkat Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Prawestiningtyas, E., dan A.M. Algozi. 2009. Identifikasi Forensik Berdasarkan PemeriksaanmmnPrimer dan Sekunder Sebagai Penentu Identitas Korbannpada Dua Kasus Bencana Massal. Jurnal Kedokteran Brawijaya. 25(2):87-94.

Putri, N.P.P.E., dan A. Yudianto. 2016. Pengaruh Tanahhidan Air Laut Terhadap Kualitas DNA dari Otot Psoas Jenazah melalui Metode STR. Jurnal Biosains Pascasarjana. 1(18):203-219.

Saparwoko., A. 2006. DVI in Indonesia. DVI Workshop. Bandung.

Shenghe, C., S. Wei, Z. Zhaoxi, L. Jingyang, D. Minjie, and S. Haiyan. 2016. A Weird DNA Band in PCRRand It’s Cause. Journal of Plant Science and MolecularmBreeding.

Sinaga, A., L.A.P. Putri, dan M.K. Bangun. 2017. Analisis Pola Pita Andaliman (Zanthoxylum Acanthopodium D.C) BerdasarkannnPrimer OPD 03, OPD 20, OPC 07, OPM 20, OPN 09. Jurnal Agroekoteknologi. 5(1):55-64.

Upayogi, I.N.T. 2019. Kajian Eksplanasi Taru Menyan Penetral BaumMayat. Jurnal FilsafatkiiIndonesia. 2(1):37-41.

Wasdili, F.A.Q., dan T. Gartinah. 2018. Penentuan Kualitas Isolasi DNA Salmonella typhimuriummdengan Metode Spektrofotometri dan Elektroforesis.PPINLITAMAS. 1(1):578-582.

Yudianto, A., F. Setiawan, and R. Sumino. 2021. PaternityTTest Through KinshipAAnalysis as Forensic Identification Technique. Journal of Medicine. 53(2):7-14.

Yudianto, A., F. Setiawan, and S.M.M. Nzilibili. 2021. Sibling Indices as Comparisons in Personal IdentificationmiProcess through Short Tandem Repeats [STR] Loci CSF1PO, THOI, TPOX, vWA of Maduranese Ethnic inmSurabaya. Journal of Tropical Biodiversity and Biotechnology. 6(2):1-6.

DOI: https://doi.org/10.24843/JSIMBIOSIS.2022.v11.i01.p01

14