MANAGEMENT OF PYOMETRA WITH FETAL MACERATION IN MIXBREED POMERIAN DOGS WITH OVARIOHYSTERECTOMY
on
Volume 15 No. 4: 656-666
Agustus 2023
DOI: 10.24843/bulvet.2023.v15.i04.p18
Buletin Veteriner Udayana
pISSN: 2085-2495; eISSN: 2477-2712
Online pada: http://ojs.unud.ac.id/index.php/buletinvet
Terakreditasi Nasional Sinta 4, berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi No. 158/E/KPT/2021
Laporan Kasus: Penanganan Pyometra Disertai Maserasi Fetus pada Anjing Mixbreed Pomerian dengan Ovariohysterectomy
(CASE REPORT: MANAGEMENT OF PYOMETRA WITH FETAL MACERATION IN MIXBREED POMERIAN DOGS WITH OVARIOHYSTERECTOMY)
Luh Komang Ayu Puteri Priharyanthi1*, I Gusti Agung Gde Putra Pemayun2, I Gusti Ngurah Sudisma2
-
1Mahasiswa Pendidikan Profesi Dokter Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Sanglah, Denpasar, Bali, Indonesia 80234;
-
2Laboratorium Bedah dan Radiologi Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Sanglah, Denpasar, Bali, Indonesia 80234;
*Email: ayuputeri39@gmail.com
Abstrak
Pyometra merupakan salah satu kondisi patologis dimana terdapat akumulasi massa purulen di dalam uterus yang diderita oleh hewan betina. Pyometra dapat terjadi pada hewan usia berapapun setelah estrus pertama. Tulisan ini melaporkan kasus seekor anjing mixbreed Pomerian betina berumur dua tahun dengan bobot badan 6,4 kg dengan anamnesa berupa penurunan nafsu makan dan pembesaran pada abdomen selama 3 bulan dengan adanya leleran vagina seminggu sebelum diperiksa. Setahun lalu anjing pernah diberi terapi depo-progestine dan diperlihara dengan dilepasliarkan. Pemeriksaan hematologi darah menunjukkan bahwa anjing mengalami leukositosis disertai anemia mikrostik hiperkromik, pencitraan USG menunjukkan adanya gambaran hypoechoic pada lumen uterus dan penebalan dinding uterus serta hasil radiografi nampak adanya gambaran radiopaque yang diduga adanya bagian-bagian tulang dari fetus yang hancur. Anjing kasus didiagnosa pyometra servik terbuka disertai maserasi fetus dengan prognosa fausta dan ditangani dengan ovariohysterectomy. Pascaoperasi diberikan antibiotik cefotaxime secara intravena (IV) selama dua hari. Pada hari dan dilanjutkan dengan cefixime secara oral selama 5 lima hari. Pada hari ketiga pasca operasi diberikan antiradang berupa dexametason secara oral selama tiga hari dan luka insisi pada abdomen dibersihkan dengan povidone iodine 10% kemudian ditaburkan serbuk enbatik setiap hari. Pada hari ketujuh pasca operasi luka sudah mengering dan tidak meradang, dan anjing sudah aktif kembali. Ovariohysterectomy merupakan jalan terbaik untuk melakukan sterilisasi pada anjing.
Kata kunci: Anjing; ovariohysterectomy; pyometra; servik; terbuka.
Abstract
Pyometra is a pathological condition in which there is an accumulation of purulent masses in the uterus which affects female animals. Pyometra can occur in animals of any age after the first estrus. This paper reports the case of a two-year-old female Pomerian mixbreed dog with a body weight of 6.4 kg with anamnesa of decreased appetite and enlargement of the abdomen for 3 months with vaginal discharge a week before being examined. A year ago the dog was given depo-progestine therapy and was kept in captivity by being released. Blood hematology examination showed that the dog had leukocytosis accompanied by hyperchromic microstic anemia, ultrasound imaging showed a hypoechoic appearance in the uterine lumen and thickening of the uterine wall and radiographic results showed a radiopaque image which was suspected of the presence of parts of the bone from the destroyed fetus. Dog cases diagnosed with open cervical pyometra accompanied by maceration of the fetus with a fausta prognosis and treated with ovariohysterectomy. Postoperatively given cefotaxime antibiotics intravenously (IV) for two days. on and followed by cefixime orally for 5 five days. On the third postoperative day, he was given an anti-inflammatory in the form of dexamethasone orally for three days and the incision in the abdomen was cleaned with 10% povidone iodine, then enbatic powder was sprinkled every day. On the seventh day after surgery the wound was dry and not inflamed, and the dog was active again. Ovariohysterectomy is the best way to sterilize dogs.
Keywords: Dog; ovariohysterectomy; pyometra; cervical; open
PENDAHULUAN
Anjing merupakan salah satu species hewan yang memiliki hubungan dekat dengan manusia. Dalam kehidupan sehari-hari, aktivitas manusia yang memelihara anjing akan sering melibatkan anjing didalamnya. Agar anjing dapat terus beraktivitas, pemilik anjing diharapkan rajin memeriksakan kesehatan anjingnya agar tidak terkena penyakit. Penyakit pada anjing dapat bermacam-macam, yaitu salah satunya adalah penyakit sistem reproduksi. Karakteristik penyakit sistem reproduksi berbeda-beda, mulai dari tanda klinis yang ditimbulkan, Adapun penyakit yang dapat mengganggu kesuburan hingga, penyakit yang dapat mengancam jiwa. Pada anjing betina, adapun beberapa perubahan klinis yang ditimbulkan akibat pernyakit sistem reproduksi seperti gangguan siklus estrus (ovarian remnant syndrome dan
pseudocyesis), gangguan vagina dan uterus (vaginitis, torsio uteri, cystic endometrial hyperplasia, dan pyometra), gangguan intrapartus dan pascapartus (dystocia, aglactia, puerperal tetany, metritis, dan aborsi) (Costa et al., 2019).
Pyometra merupakan salah satu kondisi patologis dimana terdapat akumulasi massa purulen di dalam uterus yang diderita oleh hewan betina. Pyometra dapat terjadi pada hewan usia berapapun setelah estrus pertama (Baithalu et al., 2010). Manifestasi pyometra pada anjing tergantung pada kondisi serviknya, pyometra
diklasifikasikan sebagai servik terbuka dan servik tertutup (Adamovich-Rippe et al., 2013). Ettinger dan Feldman (2010) menyatakan pyometra servik terbuka memiliki tanda klinis berupa distensi perut, pembesaran rahim dengan tidak adanya struktur fetus, adanya sanguinopurulen dalam lumen uterus, vaginal discharge, netrofilia, dan adanya riwayat coitus anjing. Pada pyometra servik tertutup biasanya muncul pada tahap akhir penyakit dan kematian pada hewan dapat terjadi dikarenakan toksemia dan kemungkianan disertai dengan peritonitis akibat ruptur uteri (Ukwueze dan Orajaka, 2014).
Pyometra sering dilaporkan disebabkan oleh faktor hormonal yaitu hormon progesteron dan estrogen. Hal ini disebabkan hormon progesteron
merangsang sekresi kelenjar endometrium serta menekan kontraksi myometrium, sedangkan hormon estrogen meningkatkan respon endometrium terhadap Progesteron (Kumar dan Saxena, 2018).
Pada pemeriksaan klinis, identifikasi hewan yang mengalami pyometra servik terbuka akan sulit dilakukan dengan perabaan terutama pada hewan yang obesitas. Dalam kasus pyometra servik tertutup, tingkat distensi uterus lebih besar, sehingga kemungkinan lebih mudah mengidentifikasi dengan perabaan bahkan dapat terlihat jelas adanya pembesaran. Diagnosa pyometra dapat dilakukan dengan pemeriksaan hematologi, pencitraan ultrasonografi (USG) dan radiografi (Bigliardi et al., 2004). Leukositosis yang ditandai dengan neutrofilia, limfopenia, dan monositosis merupakan gambaran darah yang khas pada kasus pyometra (Jena et al., 2013). Dalam diagnosa uterus dapat bervariasi tergantung dari jenis pyometra itu sendiri. Radiografi juga dapat digunakan dalam mendiagnosa pyometra namun sulit teridentifikasi pada pyometra servik terbuka (Pretzer, 2008).
Dalam penanganan pyometra, diagnosa cepat dan pengobatan tepat penting dilakukan dikarenakan hewan yang sakit berada dalam keadaan dehidrasi, septikemia dan kemungkinan dapat mengalami syok dan kematian akibat toksemia (Mahesh et al., 2014). Pemulihan dapat dilakukan dengan perawatan medis berupa induksi kontraksi dan pengosongan uterus baik dengan penggunaan prostaglandin atau penghambat reseptor progesterone (Hagman et al., 2006). Penggunaan antibiotik spektrum luas diberikan untuk menghambat pertumbuhan dan perkembangan bakteri (Yoon et al., 2017). Dalam kasus berat, terutama pada kasus pyometra servik tertutup penanganan dengan prosedur pembedahan sebaiknya dilakukan. Prosedur pembedahan yang
dapat dilakukan adalah ovariohysterectomy yang bertujuan untuk mengangkat ovarium dan uterus. Prosedur pembedahan ini dapat menyelesaikan kondisi septik dari hewan yang mengalami pyometra jenis servik terbuka maupun servik tertutup. Dari penjabaran tersebut, berikut akan dibahas mengenai penanganan kasus pyometra pada anjing melalui serangkaian pembedahan laparo-ovariohysterectomy.
METODE PENELITIAN
Sinyalemen dan Anamnesa
Anjing kasus merupakan anjing mixbreed Pomerian berwarna coklat dengan corak kehitaman dengan jenis kelamin betina, berusia 2 tahun, dengan bobot badan 6,4 kg. pemilik melaporkan bahwa anjing mengalami penurunan nafsu makan selama seminggu, terjadi pembesaran pada bagian perut kurang lebih selama 3 bulan dan seminggu sebelum diperiksa terdapat leleran berwarna coklat pada vagina anjing kasus. Setahun lalu anjing pernah diberi terapi depo-progestine dan anjing dipelihara dengan dilepasliarkan.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan kondisi pasien secara keseluruhan meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi serta status present. Dalam inspeksi dilakukan pengamatan berupa habitus hewan, membrane mukosa, kondisi luar tubuh, ekspresi pasien. Pemeriksaan palpasi dilakukan pada daerah abdomen untuk mengetahui adanya respon sakit, capillary refill time (CRT), serta adanya pembengkakan pada limfonodus yang dapat diindikasikan adanya peradangan. Auskultasi dilakukan pada thorak untuk memeriksa organ sirkulasi dan respirasi. Dan terakhir yaitu status present meliputi pemeriksaan suhu, laju respirasi, denyut jantung dan pulsus.
Pemeriksaan Hematologi Rutin
Pemeriksaan hematologi rutin dilakukan untuk memastikan keadaan fisiologis pasien. Sampel darah diambil di vena
jugularis dan ditampung ke dalam tabung Ethylene Diamine Tetra Acetate (EDTA) agar tidak terjadi pembekuan darah, kemudian diperiksa menggunakan mesin automatic blood count.
Pemeriksaan Ultrasonografi
Pada pemeriksaan ultrasonografi, kucing terlebih dahulu di cukur pada bagian abdomen, dilanjutkan dengan pemberian gel ultrasonic secukupnya. Probe diletakkan pada bagian abdomen dan digerakkan untuk mengamati organ yang berada di abdomen tepatnya pada bagian hypogastrium.
Pemeriksaan Radiografi
Pemeriksaan radiografi berupa X-ray digunakan sebagai pengambilan gambar asal suatu obyek menggunakan sinar-X. Pemeriksaan radiografi sebagai analisis kualitatif untuk mengetahui komposisi mineral dari suatu batuan. Pencitraan radiografi berupa X-ray dilakukan dengan posisi ventro dorsal (VD) dan lateral kanan.
Diagnosa dan Prognosa
Dari hasil hematologi lengkap, ultrasonografi (USG) dan radiografi didapatkan diagnosa definitif adalah pyometra serviks terbuka beserta maserasi fetus dengan prognosis fausta ditangani dengan laparo-ovariohysterectomy.
Preoperasi
Anjing kasus dipuasakan makan 12 jam dan puasa minum 4 jam. Premedikasi yang diberikan berupa atropine sulfat dengan dosis 0,02 mg/kg BB secara subkutan. Anjing kasus diberi terapi cairan berupa NaCl fisiologis 0,9%. Sepuluh menit pasca pemberian premedikasi, dilanjutkan pemberian anestesi dengan kombinasi ketamine 5 mg/kg BB dan xylazine dosis 1 mg/kg BB secara intravena. Anjing kasus dibaringkan dengan posisi rebah dorsal. Daerah inisisi dicukur dan disterilisasi dengan menggunakan alcohol 70% dan antiseptik berupa povidone iodine 10%. Tubuh anjing kasus kemudian ditutup
dengan kain drape dan hanya memperlihatkan daerah yang akan diinsisi.
Operasi
Tindakan pembedahan yang dilakukan berupa Laparo-ovariohysterectomy. Insisi dilakukan pada daerah ventral midline abdomen kurang lebih 2 cm dari posterior umbilicus dengan panjang ±10 cm. insisi dimulai dari kulit, subkutan, linea alba kemudian peritoneum (Gambar 4A). Setelah rongga abdomen terbuka, dilakukan eksplorasi rongga abdomen dilanjutkan dengan identifikasi cornua uteri dan ovarium. Insisi cornua uteri dan ovarium dimulai pada satu sisi. Prosedur dimulai dengan menjepit ligamen suspensory dengan arteri klem di antara area ligasi (Gambar 4B) dan pengikatan dilakukan dengan menggunakan benang absorbable (Assucryl, 2-0). Pemotongan ligamen dilakukan pada area yang dijepit dengan arteri klem dilanjutkan pengecekan pendarahan (Gambar 4C). Prosedur yang sama dilakukan pada cornua uteri sisi satunya. Pada saat operasi, anestesi dipertahankan dengan kombinasi ketamin-xylazine secukupnya.
Corpus uteri didentifikasi dengan mengangkat cornua uteri yang telah di insisi kemudia dikeluarkan dari ruang abdomen (Gambar 4D). Ligamen penggantung uterus dipotong. Penjepitan area insisi corpus uteri dilakukan dengan menggunakan arteri klem diantara tempat ligasi. Ligasi dilakukan pada sisi kiri dan kanan dilanjutkan ligasi seluruh corpus uteri. Corpus yang telah diligasi dipotong kemudian dilakukan pengecekan
pendarahan. Jika terjadi pendarahan, dapat dilakukan dengan menekan tempat pendarahan dengan tampon. Setelah tidak terjadi pendarahan, uterus yang diinsisi diangkat (Gambar 4E) dilanjutkan reposisi sisa uterus ke dalam rongga abdomen dan pembilasan ruang abdomen menggunakan campuran antibiotik berupa cefotaxime (R/Cefotaxime sodium) dan larutan NaCl fisiologis 0,9%.
Penutupan rongga abdomen dilakukan dengan penjahitan linea alba dengan pola
sederhana terputus menggunakan benang absorbable (Assucryl, 2-0). Penjahitan dilanjutkan pada subkutan dengan pola sederhana menerus menggunakan benang absorbable (One Med Chromic Catgut, 20) (Gambar 4F), dan kulit dengan pola sederhana terputus menggunakan benang non-absorbable (One Med Silk braided, 20). Selama prosedur penjahitan, luka di bilas dengan campuran antibiotik dan NaCl fisilogis 0,9%. Luka diberikan povidone iodine 10% dan enbatik serta ditutup dengan plester steril.
Pascaoperasi
Pascaoperasi anjing kasus diberikan antibiotik cefotaxime (R/Cefotaxime sodium) dengan dosis 20 mg/kg BB per 12 jam secara intravena melalui cairan infus selama dua hari. Pemberian antibiotik dilanjutkan dengan cefixime (R/Cefixime trihydrate) dengan dosis 5 mg/kg BB per 12 jam secara oral selama lima hari. Pada hari ketiga pasca operasi diberikan dexametason (R/Dexaharsen) dengan dosis 0,1 mg/kg BB per 12 jam selama tiga hari. Pergerakan anjing dibatasi dengan menempatkan anjing kasus pada kandang. Perawatan luka dilakukan setiap hari menggunakan antiseptik povidone iodine 10% dan enbatik dan luka ditutup menggunakan plester steril.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Berdasarkan pemeriksaan fisik
menunjukkan anjing kasus memiliki suhu rektal 38,8oC dengan frekuensi detak jantung 88 kali/menit, pulsus 84 kali/menit, dan laju napas 40 kali/menit. Pemeriksaan membran mukosa anjing berwarna merah muda pucat dengan Capillary Refill Time (CRT) 3 detik dengan turgor lambat. Saat pemeriksaan, anjing kasus terlihat depresi dan lemah (lethargic) dengan posisi selalu tertelungkup. Perut anjing telihat membesar dengan dominan membesar pada abdomen kanan. Saat dipalpasi, abdomen teraba keras.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah hematologi lengkap, ultrasonografi (USG), dan radiografi. Hasil hematologi menunjukkan bahwa anjing kasus mengalami leukositosis (Tabel 1).
Pada ultrasonografi (USG) menunjukkan adanya penebalan pada dinding uterus diikuti dengan pembesaran pada lumen uterus disertai gambaran hypoechoic. Pada gambaran USG juga terdapat gambaran hyperechoic yang melayang di lumen uterus (Gambar 1).
Hasil pemeriksaan radiografi menunjukkan bahwa terjadi pembesaran pada uterus anjing kasus serta terdapat gambaran radiopaque dalam lumen uterus, gambaran tersebut diduga berisi segmen tulang fetus yang telah hancur (Gambar 2).
Pengamatan kondisi anjing kasus dilakukan selama tujuh hari, dimulai hari ke-0 yaitu setelah dilakukan operasi hingga hari ke-7 pasca operasi. Hasil pengamatan disajikan pada tabel 2. sebagai berikut:
Pembahasan
Anjing kasus merupakan mixbreed Pomerian yang berusia 2 tahun yang didiagnosa pyometra. Pyometra pada anjing sering dilaporkan terjadi pada usia diatas enam tahun dan juga dapat mempengaruhi anjing yang lebih muda dengan umur rata-rata sekitar dua tahun (Baithalu et al., 2010). Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan klinis didapatkan bahwa anjing kasus mengalami penurunan nafsu makan, dan pembesaran abdomen tanpa adanya leleran pada vagina. Dalam laporan Smith (2006) menyatakan tanda klinis pyometra meliputi penurunan nafsu makan, depresi, polydipsia, lethargic, dan distensi abdomen serta ada/tidaknya vaginal discharge. Anjing dengan pyometra dibedakan atas adanya vaginal discharge (servik terbuka) atau tanpa adanya vaginal discharge (servik tertutup) (Kumar dan Saxena, 2018).
Shah et al. (2017) menyatakan parameter darah anjing yang menderita pyometra akan menunjukkan leukositosis, neutrofilia, limfositopenia serta anemia normokromik dan normositik. Hasil
pemeriksaan darah lengkap pada anjing kasus tidak sejalan dengan laporan Shah et al. (2017) dengan hasil menunjukkan leukositosis dengan limfositosis. Dharmawan (2002) menyatakan peningkatan kadar limfosit terjadi pada penyakit yang bersifat kronis dan sering diikuti dengan penurunan neutrofil. Hasil yang berbeda juga dilaporkan oleh Verma et al., (2021) yang menyatakan hasil pemeriksaan darah masih dalam batas normal pada anjing yang didiagnosa maserasi fetus disertai pyometra. Pada pemeriksaan USG, uterus anjing kasus menunjukkan penebalan dinding dan pembesaran lumen ditandai adanya gambaran hypoechoic. Hal ini sejalan dengan yang dilaporkan Pretzer (2008) yang juga menyatakan bahwa diagnosa pyometra paling baik dilakukan dengan pencitraan USG. Dalam pencitraan USG juga terlihat adanya gambaran hyperechoic yang melayang pada lumen uterus sehingga pencitraan radiografi dilakukan untuk identifikasi gambaran hyperechoic tersebut.
Dari hasil pencitraan radiografi ditemukan bentukan uterus tubuler dan didalamnya diduga terdapat pertulangan fetus yang telah hancur. Pada temuan ini anjing kasus didiagnosa mengalami pyometra disertai maserasi fetus. Maserasi fetus diitandai dengan kematian pada fetus akibat kontaminasi infeksi bakteri atau infeksi menular lainnya yang masuk melalui vagina ke dalam uterus (Singh, et al., 2019). Penyebab pyometra beserta maserasi fetus yang terjadi pada anjing dalam kasus ini disebabkan keadaan uterus yang telah terinfeksi bakteri sebelum masa kebuntingan akibat terapi progesterone dan estrogen berupa pemberian depo-progestine. Smith (2006) menyatakan bahwa pyometra pada anjing disebabkan dari stimulasi estrogen dan progesteron. Progesteron menyebabkan proliferasi endometrium dan sekresi kelenjar uterus dan penurunan kontraksi myometrium yang memudahkan bakteri autolitik masuk ke dalam lumen uterus (Verma et al., 2021). Vasetska dan Mass (2017) menyatakan
bahwa anjing yang diberikan terapi hormon depo-progestine selama masa estrus dapat memicu kondisi patologis sistem reproduksi seperti hiperplasia
endometrium, ovarium polikistik dan pyometra pada kucing dan anjing. Kematian fetus pada anjing kasus disebabkan dari perkembangan bakteri pada lumen uterus sejalan dengan perkembangan fetus dan pada akhirnya fetus terkontaminasi oleh bakteri tersebut. Maserasi fetus ditandai dengan kematian pada fetus akibat kontaminasi infeksi bakteri atau infeksi menular lainnya yang masuk melalui vagina ke dalam uterus (Singh et al., 2019).
Pada kasus ini prognosis yang diberikan adalah fausta. Hal ini dipertimbangkan dari lamanya kehadiran pyometra, respon terhadap pengobatan dan kejadian kekambuhan yang telah dilaporkan sebelumnya (Verma et al., 2021).
Penanganan kasus pyometra dan maserasi fetus dapat dilakukan secara operatif maupun non operatif. Pada kasus ini penanganan dilakukan secara operatif yaitu dengan ovariohysterectomy. Tindakan ovaryhyterectomy dilakukan pada kasus-kasus seperti pyometra, metritis, mumifikasi dan maserasi fetus (Mahla et al., 2016; Mayhew et al., 2012). Pada kasus ini penanganan operasi mengalami sedikit kendala. Hal ini disebabkan ukuran uterus yang mengalami pembesaran sehingga insisi abdomen diperpanjang ±5 cm ke arah caudal sehingga uterus dapat dikeluarkan dari ruang abdomen. Uterus yang telah berhasil diangkat, diinsisi yang bertujuan untuk identifikasi massa purulen dan bentuk tulang pada lumen uterus. Dari hasil insisi pada dinding uterus didapatkan adanya massa purulen berwarna hijau kecoklatan semi solid (Gambar 5A) dan fragmentasi tulang fetus (Gambar 5B). Temuan kasus pyometra disertai maserasi fetus pada anjing juga pernah dilaporkan sebelumnya (Verma et al., 2021; Basera et al., 2020).
Pasca operasi infus dipertahankan selama 2 hari untuk stabilitas kondisi anjing
kasus. Pemberian antibiotik secara intravena diberikan selama 2 hari berupa Cefotaxime. Cefotaxime merupakan antiobiotik golongan sefalosporin generasi ketiga yang bekerja dengan menghambat sintesis dinding sel bakteri. Pemberian pengobatan dilanjutkan dengan antibiotik oral selama 5 hari berupa cefixime. Cefixime merupakan antibiotik golongan yang sama dengan cefotaxime. Anti radang diberikan bersamaan dengan pemberian oral antibiotik berupa dexametason. Dexametason merupakan anti radang steroid golongan glukortikoid bertujuan mengurangi peradangan pada luka jahitan. Pengamatan kesembuhan luka dan kondisi anjing kasus dilakukan selama tujuh hari. Pada hari pertama hingga ketiga pasca operasi, anjing kasus menunjukkan perbaikan kondisi dengan masih terdapat peradangan pada luka. Pada hari ketiga hingga ke kelima kondisi hewan membaik dan mulai aktif, dengan progess peradangan luka berkurang. Pada hari ketujuh hewan telah tampak membaik sepenuhnya dengan peningkatan nafsu makan serta luka sudah tampak menyatu dan tidak terjadi peradangan.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Seekor anjing mixbreed Pomerian betina berumur 6 tahun dengan bobot badan 6,4 kg. berdasarkan pemeriksaan fisik, hematologi, ultrasonografi, dan radiografi anjing kasus diagnosa pyometra servik terbuka disertai maserasi fetus. penanganan dilakukan dengan laparo-
ovariohysterectomy. Pada hari ketujuh pasca operasi luka sudah mengering dan tidak meradang, dan anjing sudah aktif kembali.
Saran
Dalam melakukan sterilisasi pada anjing sebaiknya hindari pemberian terapi progesterone dan estrogen baik secara oral maupun suntikan dikarenakan dapat memicu pyometra sehingga jalan terbaik untuk melakukan sterilisasi pada anjing
adalah dengan melakukan
ovariohysterectomy.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terimakasih kepada seluruh staf Laboratorium Bedah dan Radiologi Veteriner Rumah Sakit Hewan Pendidikan Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana dalam memfasilitasi, membimbing, dan
mendukung penulis dalam studi ini sampai dengan selesai.
DAFTAR PUSTAKA
Adamovich- Rippe KN, Mayhew PD, Runge JJ, Culp WTN, Steffey Mayhew KN, Hunt GB. 2012. Evaluation of laparoscopic assisted ovario
hysterectomy for treatment of canine pyometra. Vet. Surg. 42: 572-578.
Baithalu RK, Maharan BR, Mishra C, Sarangi L, Samal L. 2017. Canine pyometra. Vet. World. 3(7): 340-342.
Basera A, Yadav BK, Singh AK, Agrawal JK, Saxena A. 2020. A rare case of maceration with pyometra in labrador retriever bitch: a surgical approach. Int. J. Sci. Environ. Technol. 9(4): 573-576.
Bigliardi E, Prmigiani E, Cavirani S, Luppi A, Bonati L, Corradi A. 2004. Ultrasonography and cystic hyperplasia-pyometra complex in the bitch. Reprod. Dom. Anim. 39: 136-140.
Costa AS, Silva MEM, dos Santos TR, Bisinoto MB, Tsuruta SA, Borges SBA, Barbosa SPF, Aves AE, Mundim AV, Headly AS, Saut JPE. 2019. A retrospective study of reproductive disorders in female dogs from the city of Uberlândia, Minas Gerais, Brazil. Semina: Ciências Agrárias, Londrina. 40(5): 2299-2308.
Dharmawan NS. 2002. Pengantar patologi klinik veteriner. Hematologi Klinik. Denpasar. Universitas Udayana Press. Pp. 58-60.
Ettinger SJ, Feldman EC. 2010. Textbook of veterinary internal medicine. 2nd Ed. St.
Louis, Missouri: Saunders. Pp. 45424552.
Hagman R, Kindahl H, Lagerstedt AS.2006. Pyometra in bitches induces elevated plasma endotoxin and prostaglandin F2α metabolite levels. Acta Vet. Scandinavica. 47(1): 1-14.
Jena B, Rao KS, Reddy KCS, Raghavender KBP. 2013. Physiological and haematological parameters of bitches affected with pyometra. Vet. World. 6(7): 409-412.
Kumar A, Saxena A. 2018. Canine pyometra: current perspectives on
causes and management – a review. Indian J. Vet. Sci. Biotech. 14(1): 52-56.
Mahesh R, Devi Prasad V, Devarathnam J, Sumiran N, Kamalakar G, Suresh Kumar RV. 2014. Successful management of a critical case of pyometra in a bitch: a case report. Res. J. Anim. Vet. Fishery Sci. 2(8): 21-23.
Mahla AS, Shinde S, Sachan V, Chaudhari RK, Kumawat BL, Verma AK, Das GK. 2016. A rare case of foetal maceration in bitch and its successful
management. Theriogenol. Insight-An Int. J. Reprod. All Anim. 6(1): 41-44.
Mayhew PD, Freeman L, Kwan T, Brown DC. 2012. Comparison of surgical site infection rates in clean and clean-contaminated wounds in dogs and cats after minimally invasive versus open surgery: 179 cases (2007–2008). J. Am. Vet. Med. Assoc. 240(2): 193-198.
Pretzer SD. 2008. Clinical presentation of canine pyometra and mucometra: a review. Theriogenol. 70: 359-363.
Shah SA, Sood NK, Wani BM, Rather MA, Beigh AB, Amin U. 2017. Haemato-biochemical studies in canine pyometra. J. Pharm. Phytochem. 6(4): 14-17.
Singh G, Dutt R, Kumar S, Kumari S, Chandolia RK. 2019. Gynaecological problems in she dogs. Haryana Vet. 58: 8-15.
Smith FO. 2006. Canine pyometra. Theriogenol. 66: 610-612.
Ukwueze CS, Orajaka CF. 2014. Medical management of open cervix pyometra in a bitch: a case report. J. Agric. Vet. Sci. 7(11): 75-78.
Vasetska AI, Mass AA. 2017. The use of hormone containing contraceptive drugs and their effects on the reproductive system of dogs and cats. J. Vet. Med. Biotechnol. Biosafety. 3(1): 21-25.
Verma AK, Tripathi A, Patel A, Singh AK, Shukla M, Singh V. 2021. An unusual case of fetal maceration in a she dog. Haryana Vet. 60(SI): 106-107.
Yoon HY, Byun JY, Park KH, Min BS, Kim JH. 2017. Sterile pyometra in two dogs. Immune Net. 17(2): 128-131.

Gambar 1. Hasil pencitraan USG menunjukkan adanya penebalan dinding dan pembesaran lumen uterus (panah hitam).

Gambar 2. Hasil Pencitraan Radiografi posisi lateral kanan (A), dan ventro dorsal (B) menunjukkan adanya pembesaran uterus diserta gambaran tulang fetus yang hancur (tanda panah).

Gambar 3. Preoperasi anjing kasus sebelum Tindakan pembedahan.
Gambar 4. Pembukaan rongga abdomen (A), penjepitan ligament dengan menggunakan arteri klem (B), insisi ligament suspensory yang telah diligasi (C), identifikasi corpus uterus (D). pengeluaran uterus yang telah dieksisi (E), penutupan rongga abdomen secara berturut-turut
(F).
Gambar 5. Massa purulen dalam lumen uterus (A), pertulangan yang telah hancur (B)
Tabel 1. Hasil pemeriksaan darah menunjukkan anjing kasus mengalami leukositosis. | ||||
Parameter |
Hasil |
Nilai Normal |
Satuan |
Keterangan |
WBC |
30,4 |
6-17 |
x103/µL |
Meningkat |
Lymph# |
21,6 |
0,8-5,1 |
x103/µL |
Meningkat |
Mid# |
2,7 |
0-1,8 |
x103/µL |
Meningkat |
Gran# |
6,1 |
4-12,6 |
x103/µL |
Normal |
Lymph % |
71 |
12-30 |
% |
Meningkat |
Mid % |
8,8 |
2-9 |
% |
Normal |
Gran % |
20,2 |
60-80 |
% |
Menurun |
RBC |
5,73 |
5,5-8,5 |
x106/µL |
Normal |
HGB |
13,1 |
12-18 |
g/dL |
Normal |
MCHC |
44,2 |
32-36 |
g/dL |
Meningkat |
MCH |
22,9 |
19,5-24,5 |
Pg |
Normal |
MCV |
51,8 |
60-77 |
fL |
Menurun |
RDWCV |
11,9 |
11-15,5 |
% |
Normal |
RDWSD |
24,3 |
35-56 |
fL |
Menurun |
HCT |
29,7 |
37-55 |
% |
Menurun |
PLT |
405 |
200-500 |
103/µL |
Normal |
MPV |
8,2 |
6,7-11,1 |
fL |
Normal |
PDW |
15 |
0-50 |
fL |
Normal |
PCT |
0,332 |
0-2,9 |
% |
Normal |
P-LCR |
6,3 |
13-43 |
% |
Menurun |
Keterangan: WBC (White Blood Cell), Lymph (Lymphocyte), Gran (Granulocyte), RBC (Red Blood Cell), HGB (Haemoglobin), HCT (Haematocrit), MCV (Mean Corpuscular Volume), MCH (Mean Corpuscular Haemoglobin), MCHC (Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration), PLT (Platelet), MPV (Mean Platelet Volume), PDW (Platelet Distribution Width), PCT (Procalcitonin), P-LCR (platelet large cell ratio).
Tabel 2. Hasil pengamatan luka anjing kasus dari hari ke-0 hingga hari ke-7 pasca operasi
Hari ke- |
Hasil Pengamatan Terapi |
0 |
Anjing kasus masih lemas Antibiotik (R/cefotaxime sulfate) 20 mg/kg secara pasca operasi, belum mau intravena dan terapi cairan berupa larutan NaCl makan dan minum, luka fisiologis 0,9%. Luka diberikan antiseptik povidone jahitan masih basah. iodine 10% dan enbatik. Daerah jahitan ditutup dengan plester steril |
1 |
Anjing kasus masih lemah, Antibiotik (R/cefotaxime sulfate) 20 mg/kg secara belum mau makan dan intravena dan terapi cairan berupa larutan NaCl minum. luka jahitan lebih fisiologis 0,9%. Luka diberikan antiseptik povidone kering dari hari ke-0 iodine 10% dan enbatik. Daerah jahitan ditutup dengan plester steril |
2 |
Anjing sudah mulai aktif, Antibiotik (R/cefotaxime sulfate) 20 mg/kg secara mau makan dan minum, intravena dan terapi cairan berupa larutan NaCl luka jahitan mengalami fisiologis 0,9%. Luka diberikan antiseptik povidone peradangan ditandai iodine 10% dan enbatik. Daerah jahitan ditutup kemerahan dan dengan plester steril kebengkakan |
3 |
Anjing kasus sudah aktif, Antibiotik (R/cefixime tryhidrate) 5 mg/kg secara mau makan dan minum, oral dan antiradang (R/dexaharsen) 0,1 mg/kg peradangan luka jahitan secara oral. Luka diberikan antiseptik povidone |
masih memerah dan membengkak |
iodine 10% dan enbatik. Daerah jahitan ditutup dengan plester steril. | |
4 |
Anjing kasus aktif, mau makan dan minum, kemerahan dan kebengkakan luka jahitan berkurang dan terlihat menyatu. |
Antibiotik (R/cefixime tryhidrate) 5 mg/kg secara oral dan antiradang (R/dexaharsen) 0,1 mg/kg secara oral. Luka diberikan antiseptik povidone iodine 10% dan enbatik. Daerah jahitan ditutup dengan plester steril. |
5 |
Anjing kasus aktif, mau makan dan minum, kemerah dan kebengkakan pada luka berkurang dan terlihat menyatu. |
Antibiotik (R/cefixime tryhidrate) 5 mg/kg secara oral dan antiradang (R/dexaharsen) 0,1 mg/kg secara oral. Luka diberikan antiseptik povidone iodine 10% dan enbatik. Daerah jahitan ditutup dengan plester steril. |
6 |
Anjing kasus aktif, mau makan dan minum, kengekakan dan kemerahan pada luka menghilang dan terlihat menyatu. |
Antibiotik (R/cefixime tryhidrate) 5 mg/kg secara oral. Luka diberikan antiseptik povidone iodine 10% dan enbatik. Daerah jahitan ditutup dengan plester steril. |
7 |
Anjing kasus aktif, mau makan dan minum, kemerahan dan kebengkakan luka jahitan menghilang dan telah menyatu. |
Antibiotik (R/cefixime tryhidrate) 5 mg/kg secara oral. Luka diberikan antiseptik povidone iodine 10% dan enbatik. Daerah jahitan ditutup dengan plester steril. |
666
Discussion and feedback