PREVALENCE AND RISK FACTORS OF TRYPANOSOMIASIS IN HORSES IN EAST SUMBA DISTRICT
on
Buletin Veteriner Udayana Volume 15 No. 5: 737-746
pISSN: 2085-2495; eISSN: 2477-2712 Oktober 2023
Online pada: http://ojs.unud.ac.id/index.php/buletinvet https://doi.org/10.24843/bulvet.2023.v15.i05.p06
Terakreditasi Nasional Sinta 4, berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi No. 158/E/KPT/2021
Prevalensi dan Faktor Risiko Trypanosomiasis pada Kuda di Kabupaten Sumba Timur
(PREVALENCE AND RISK FACTORS OF TRYPANOSOMIASIS IN HORSES IN EAST SUMBA DISTRICT)
Umbu Yabu Anggung Praing1, Ida Ayu Pasti Apsari2, Nyoman Sadra Dharmawan3*
-
1Mahasiswa Program Magister Kedokteran Hewan, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Denpasar, Bali, Indonesia;
-
2Laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, Jl. PB.
Sudirman, Denpasar, Bali, Indonesia;
-
3Center for Studies Animal Diseases Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Denpasar, Bali, Indonesi.
*Corresponding Author: nsdharmawan@unud.ac.id
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi dan faktor risiko trypanosomiasis pada kuda di Sumba Timur. Sampel yang digunakan berupa darah dari 286 ekor kuda yang diambil di Wilayah Barat dan Timur Kabupaten Sumba Timur. Pengambilan sampel darah dilakukan melalui vena jugularis. Diagnosa trypanosomiasis dilakukan dengan pemeriksaan preparat ulas darah tipis yang diwarnai Giemsa 10%. Faktor risiko trypanosomiasis dipelajari dengan menyebar kuisioner yang dibuat khusus kepada para peternak. Hasil penelitian menunjukkan 2,10% sampel positif Trypanosoma evansi. Distribusi kejadiannya menyebar di Kecamatan Lewa (3,65%), Kecamatan Kota Waingapu (1,72%), dan Kecamatan Pahunga Lodu (7,4%). Peluang terjadinya infeksi trypanosomiasis berdasarkan nilai OR adalah: umur kuda lebih dari 5 tahun (OR=3,185), ketersediaan/asal air minum (OR=2,821), cara pemeliharaan digembalakan (OR=2,179), jenis kelamin betina (OR=1,256), lokasi/asal kuda di wilayah barat (OR=1,022), lalu-lintas ternak yang padat (OR=0,979), dan pengetahuan peternak tentang surra (OR=0,222). Secara statistik faktor risiko tersebut tidak berbeda nyata (P>0,05). Dengan demikian, perlu dilakukan survailens aktif dan pengendalian trypanosomiasis pada kuda di Kabupaten Sumba Timur. Perlu juga dilakukan penelitian lanjutan dengan metode diagnostik yang lain, seperti card agglutination test (CATT).
Kata kunci: Prevalensi; faktor risiko; trypanosomiasis; kuda; Sumba Timur.
Abstract
This study aims to determine the prevalence and risk factors for trypanosomiasis in horses in East Sumba. The samples used were blood from 286 horses taken in the West and East Regions of East Sumba Regency. Blood sampling was carried out through the jugular vein. Diagnosis of trypanosomiasis is made by examining thin blood smears stained with 10% Giemsa. The risk factors for trypanosomiasis were studied by distributing specially designed questionnaires to farmers. The results showed that 2.10% of the samples were Trypanosoma evansi positive. The distribution of incidents spread to Lewa District (3.65%), Kota Waingapu District (1.72%), and Pahunga Lodu District (7.4%). The probability of trypanosomiasis infection based on the OR value is horse age more than 5 years (OR=3.185), availability/origin of drinking water (OR=2.821), method of rearing (OR=2.179), female sex (OR=1.256), location/origin of horses in the western region (OR=1.022), heavy livestock traffic (OR=0.979), and farmer's knowledge of surra (OR=0.222). Statistically these risk factors were not significantly different (P>0.05). Therefore, it is necessary to carry out active surveillance and control of trypanosomiasis in horses in East Sumba District. Further research is also needed with other diagnostic methods, such as the card agglutination test (CATT).
Keywords: Prevalence; risk factors; trypanosomiasis; horse; East Sumba.
PENDAHULUAN
Trypanosomiasis atau penyakit surra merupakan infeksi protozoa yang disebabkan oleh agen parasit darah pada ternak. Salah satu genus Trypanosoma penting yang berperan sebagai penyebab trypanosomiasis adalah Trypanosoma evansi. Menurut Desquesnes et al. (2013), T. evansi memiliki distribusi geografis yang luas dengan tingkat infeksi tinggi pada inang. Genus ini ditularkan secara mekanik melalui gigitan vektor lalat tabanidae. Trypanosoma evansi ditemukan pada plasma darah serta cairan limfe ternak yang terinfeksi (Coen et al., 2001). Infeksi T. evansi dipengaruhi oleh kondisi geografis, keberadaan vektor, metode pemeliharaan serta kondisi fisiologis ternak (Ndiha et al., 2018). Kejadian trypanosomiasis menjadi penting pada unta dan kuda di Afrika dan Asia, sebab berdampak pada menurunnya produktivitas, kerugian ekonomi serta kematian (Tehseen et al., 2016).
Trypanosomiasis berdampak signifikan pada ternak, termasuk kuda yang mengakibatkan kerugian ekonomi berupa pertumbuhan tubuh lambat, penurunan produksi susu, ternak tidak bisa dipekerjakan optimal, penurunan kesuburan, aborsi, dan terjadi kematian. Hal tersebut menjadi salah satu hambatan dalam pengembangan peternakan kuda dan ternak lainnya (Direktorat Kesehatan Hewan, 2014). Kuda bagi masyarakat Sumba memiliki fungsi sosial, ekonomi serta budaya (Praing et al., 2019). Kuda yang menjuarai event pacuan kuda memiliki nilai jual yang tinggi (Alfiani et al., 2016). Berdasarkan penelitian yang dilakukan antara tahun 2010 dan 2016 di Sumba Timur, dampak kerugian ekonomi akibat wabah Surra mencapai Rp 25,7 miliar (Dewi et al., 2020).
Trypanosoma evansi lebih sering menginfeksi kuda, sapi, kerbau, babi, dan anjing serta bersifat endemik di Indonesia. Kerbau diasumsikan lebih rentan terkena surra dibandingkan dengan sapi. Surra
bersifat asimptomatis sehingga terdeteksi setelah infeksi berjalan kronis (Direktorat Kesehatan Hewan, 2014). Sapi dan kerbau dapat bertindak sebagai reservoir. Kerbau menunjukkan parasitemia lebih lama dan lebih tinggi dibandingkan sapi sehingga kerbau diduga merupakan sumber penularan yang potensial bagi ternak sapi maupun kuda (Mastra, 2011). Gejala pada infeksi kronis berupa demam, anoreksia, rambut kusam, oedema pada ventral abdomen, dan kekuningan pada membran mukosa (Direktorat Kesehatan Hewan, 2014). Berdasarkan data publikasi tentang wabah trypanosomiasis di Pulau Sumba, penyakit ini belum terdokumentasikan dengan baik. Beberapa penelitian telah dilakukan mengenai prevalensi typanosomiasis pada populasi kuda. Namun, masih diperlukan pemahaman menyeluruh berkaitan dengan prevalensi dan faktor risiko dalam rangka megontrol dan mencegah penyakit ini.
METODE PENELITIAN
Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian observasional untuk mengetahui prevalensi, distribusi, dan faktor risiko infeksi T. evansi pada kuda di Kabupaten Sumba Timur. Penelitian dilakukan dengan mengambil sampel darah kuda yang dipelihara rakyat, baik yang diikat atau yang dilepas bebas pada padang penggembalaan di Wilayah Barat dan Timur, Kabupaten Sumba Timur. Lokasi pengambilan sampel darah kuda di Wilayah Barat, meliputi Kecamatan Lewa, Katala Hamu Lingu, Kota Waingapu dan Pandawai; di Wilayah Timur, meliputi Kecamatan Kahaungu Eti, Rindi, Pahunga Lodu, Ngadu Ngala dan Wula Waijelu.
Penentuan prevalensi trypanosomiasis pada kuda dilakukan dengan pemeriksaan preparat ulas darah. Faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya trypanosomiasis pada kuda dipelajari dengan menggunakan kuesioner yang dibuat khusus dan disebar kepada para peternak. Data yang diperoleh
dianalisis untuk mengetahui korelasi berbagai faktor terhadap kejadian penyakit. Faktor risiko yang diamati meliputi: umur kuda, jenis kelamin kuda, cara pemeliharaan, lokasi/asal kuda, ketersediaan/asal air minum, lalu lintas ternak, dan pengetahuan peternak tentang penyakit surra trypanosomiasis.
Pemeriksaan T. evansi
Sampel darah kuda yang diperoleh dibuat preparat ulas darah tipis, sesuai metode yang lazim digunakan. Selanjutnya diwarnai dengan pewarnaan Giemsa. Preparat diperiksa di bawah mikroskop yang dihubungkan dengan monitor untuk mendeteksi adanya agen T. evansi pada seluruh bidang pemeriksaan (Desquesnes et al., 2022). Pemeriksaan preparat ulas darah dilakukan di Laboratorium Tipe C Dinas Peternakan Kabupaten Sumba Timur.
Faktor Risiko Kejadian Trypanosomiasis
Faktor risiko kejadian trypanosomiasis pada kuda di Sumba Timur dipelajari dengan menyebar kuesioner yang dibuat khusus kepada peternak. Peternak yang menjadi objek penelitian dikunjungi untuk dilakukan wawancara dan pengambilan data menggunakan kuesioner yang telah disiapkan dan telah dilakukan proses pengujian sebelum digunakan. Kuesioner dibuat sedemikian rupa secara terperinci dan terstruktur, mengacu pada Sana et al. (2022).
Analisis Data
Prevalensi infeksi T. evansi pada kuda di Kabupaten Sumba Timur ditetapkan dengan point prevalence berdasarkan hasil pemeriksaan preparat ulas darah. Data yang diperoleh disajikan secara deskriptif dalam bentuk Tabel dan Gambar. Analisis data menggunakan SPSS IMB Versi 25. Penentapan signifikansi data dengan uji Chi Square. Faktor risiko dianalisis dengan penentuan odds ratio/OR (Kirkwood & Sterne, 2003).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Prevalensi Trypanosomiasis pada Kuda di Kabupaten Sumba Timur
Secara lengkap hasil pemeriksaan preparat ulas darah terhadap kejadian trypanosomiasis pada kuda di Kabupaten Sumba Timur disajikan pada Tabel 1 dan Gambar 1. Dari Tabel 1, diketahui bahwa prevalensi trypanosomiasis pada kuda di Kabupaten Sumba Timur adalah 2,10% (6/286). Penyakit ini terdistribusi di tiga kecamatan, yaitu Kecamatan Lewa (3,65%), Kota Waingapu (1,72%), dan Pahunga Lodu (7,4%). Dari Gambar 1, terlihat dengan jelas agen penyebab trypanosomiasis pada keenam kuda yang positif tersebut adalah T. evansi. Sementara, Gambar 2 merupakan peta penyakit yang menunjukkan wilayah penyebaran trypanosomiasis di tiga kecamatan.
Hasil penelitian ini mendukung laporan peneliti sebelumnya yang menyatakan trypanosomiasis masih tetap ada di Pulau Sumba. Menurut Center for Indonesian Veterinary Analytical Studies/CIVAS (2014), penyakit ini hampir ditemukan di seluruh Indonesia dan bersifat sporadis. Trypanosomiasis dapat muncul kapan saja tergantung pada faktor lingkungan, kondisi immunitas hewan dan populasi lalat sebagai vektor.
Prevalensi trypanosomiasis pada penelitian ini, sebesar 2,10%, lebih rendah jika dibandingkan dengan laporan Nurcahyo et al. (2019) yang menyatakan prevalensi trypanosomiasis pada kuda di Pulau Sumba sebesar 13,3%. Juga, lebih rendah bila dibandingkan dengan laporan Ndiha et al. (2018) yang melaporkan trypanosomiasis di Kabupaten Sumba Timur sebesar 8%. Hasil penelitian ini mendekati laporan Mursalim et al. (2017) yang menyatakan infeksi T. evansi pada kuda di Tempat Pemotongan Hewan Kecamatan Kelara, Kabupaten Jeneponto, Provinsi Sulawesi Selatan sebesar 3,07% (2/65).
Trypanosomiasis ditemukan menyebar di seluruh dunia. Büscher et al. (2019), melaporkan saat ini banyak ditemukan bukti tentang kuda yang terinfeksi trypanosomiasis di Brasil, Etiopia, India, Israel, Yordania, Mongolia, Nigeria, Pakistan, Asia Tenggara, Sudan, Venezuela, dan diberbagai tempat lainnya. Infeksi T. evansi dilaporkan endemik pada kuda di Semenanjung Malaysia, prevalensinya mencapai 13,9% (Elshafie et al., 2013). Sumbria et al. (2017) melaporkan di Punjab India prevalensi T. evansi pada kuda sebesar 12,23%.
Prevalensi kejadian trypanosomosis pada kuda di Paraguay dengan penyebab T. evansi adalah 9,20% (Yamazaki et al., 2022). Sebuah studi tentang prevalensi dan karakterisasi molekuler spesies Trypanosoma yang menginfeksi kuda di wilayah Lahore, Pakistan dilaporkan oleh Sabir et al. (2018). Dari hasil penelitiannya terungkap bahwa prevalensinya pada kuda; keledai; dan bagal, berturut-turut adalah 4,33% (13/300); 1,33% (4/300); dan 2,33% (7/300). Hasil ini bersesuaian dengan hasil penelitian kami di Kabupaten Sumba Timur, yaitu sebesar 2,10% (6/286).
Perbedaan angka prevalensi dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Selain perbedaan metode diagnostik yang digunakan dan lokasi tempat pengambilan sampel, faktor terpenting lainnya adalah keberadaan dan populasi vektor lalat. Kondisi lingkungan yang sesuai dengan perkembangan vektor, seperti kelembaban dan suhu yang ideal bagi pertumbuhan lalat, musim, kepadatan, dan cara pemeliharaan hewan akan menjadi faktor penentu meningkatnya kasus trypanosomiasis (Sumbria et al., 2017; Algehani et al., 2021; Okello et al., 2022).
Penyebaran kejadian trypanosomiasis pada penelitian ini ditemukan di tiga kecamatan, yaitu Kecamatan Lewa, Kecamatan Kota Waingapu, dan Kecamatan Pahunga Lodu. Kecamatan Lewa merupakan daerah pertanian yang memiliki hutan luas. Wilayah ini relatif
datar dan tersedia mata air serta sungai. Kondisi alam dengan kelembaban tersebut dapat mendukung perkembangan lalat sebagai vektor. Di Kecamatan Pahunga Lodu, termasuk wilayah kering yang berada di pesisir pantai. Namun, sebagian wilayah ini merupakan daerah pertanian yang juga memiliki hutan dan mata air. Sementara, di Kecamatan Kota Waingapu merupakan wilayah padat yang ramai dengan lalu lintas ternak.
Faktor Risiko Trypanosomiasis pada Kuda di Kabupaten Sumba Timur
Pada penelitian ini, faktor risiko yang diamati adalah umur, jenis kelamin, cara pemeliharaan, asal kuda, lalu-lintas ternak, asal air minum (keberadaan sungai), dan pengetahuan peternak, seperti terlihat pada Tabel 2. Fesseha et al. (2022) dan Selim et al. (2022) melaporkan bahwa faktor risiko yang berpengaruh terhadap kejadian trypanosomiasis diantaranya adalah umur, jenis kelamin, kepadatan kawanan hewan, riwayat pengobatan, manajemen, musim, lalu lintas ternak, akses terhadap ketersediaan air/sungai.
Pada Tabel 2, diketahui bahwa faktor umur, jenis kelamin, akses terhadap ketersediaan air/sungai, cara pemeliharaan, asal kuda, lalu-lintas ternak, dan pengetahuan peternak, secara statistik tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap kejadian trypanosomiasis pada kuda di Kabupaten Sumba Timur. Hasil penelitian ini ada yang sejalan dengan laporan Yamazaki et al. (2022) yang melakukan penelitian mengenai faktor risiko trypanosomosis pada kuda di Paraguay. Yamazaki et al. (2022) melaporkan tidak ada perbedaan yang signifikan terkait prevalensi trypanosomiasis berdasarkan umur dan lokasi asal hewan.
Namun, hal yang berbeda disampaikan Elshafie et al. (2013) yang melaporkan jenis kelamin, bangsa, tujuan pemeliharaan (untuk olah raga berkuda atau untuk dikembangbiakan) secara statistik berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kejadian infeksi T. evansi. Elshafie et al. (2013), melaporkan kuda betina memiliki
risiko yang lebih tinggi terinfeksi T. evansi dibandingkan kuda jantan. Perbedaan jenis kelamin ini diakibatkan oleh karakteristik biologisnya. Seiring menurunnya sistem kekebalan kuda betina selama kehamilan dapat berperan dalam meningkatkan kerentanan terhadap penyakit tersebut. Hal ini sejalan dengan pernyataan Dia et al. (1997) yang melaporkan unta betina umur 5-10 tahun memiliki risiko terinfeksi T. evansi lebih tinggi dibandingkan unta jantan.
Analisis OR kejadian trypanosomiasis di Kabupaten Sumba Timur pada penelitian ini, memperlihatkan kuda betina mempunyai peluang 1,256 kali terinfeksi dibandingkan kuda jantan. Kuda dewasa diatas 5 tahun pada penelitian ini memiliki kemungkinan 3,185 kali lebih besar terinfeksi dibanding kuda yang berumur di bawah 5 tahun. Hal ini kemungkinan berkaitan dengan daya jelajah yang lebih luas pada kuda dewasa diatas 5 tahun, yang meningkatkan peluang terinfeksi dibandingkan dengan kuda berumur dibawah 5 tahun. Selain itu, juga berkaitan dengan infeksi berulang pada kuda yang memilik umur di atas 5 tahun.
Pada penelitian ini, kuda yang memiliki akses terhadap keberadaan sungai untuk kebutuhan air minum, memiliki peluang 2,821 kali lebih besar terinfeksi dibandingkan dengan yang tidak memiliki akses. Hal ini berkaitan dengan kondisi lingkungan yang berada pada sekitar aliran sungai merupakan tempat yang ideal untuk perkembangan vector. Selain itu, di sekitar aliran sungai merupakan tempat ternak kerbau dan sapi, sebagai reservoir T. evansi, berkumpul. Ketika ternak dari berbagai kawanan berkumpul pada sumber air/sungai, kondisi ini mendukung terjadinya perpindahan penyakit dari ternak yang terinfeksi ke ternak sehat.
Pada penelitian ini, cara pemeliharaan dengan digembalakan berpeluang 2,179 kali lebih besar menderita trypanosomiasis dibandingkan dengan kuda yang tidak digembalakan. Hal ini berkaitan dengan metode pemeliharaan ternak di Kabupaten
Sumba Timur yang dilakukan secara ekstensif tradisional. Kuda dilepaskan merumput bebas pada padang savana dan kawanan ternak akan terkonsentrasi pada satu wilayah yang memiliki ketersediaan pakan hijauaan yang cukup. Kondisi seperti ini memungkinkan terjadinya transmisi penyakit dari ternak sakit ke ternak sehat.
Sementara asal lokasi kuda pada penelitian ini, menunjukkan bawa kuda dari Wilayah Barat Kabupaten Sumba Timur berpeluang 1,022 kali lebih besar terinfeksi dibandingkan yang berasal dari Wilayah Timur. Hal ini berkaitan dengan kondisi demografi wilayah, dimana pada Wilayah Barat merupakan daerah pertanian dengan kondisi lingkungan yang relatif lembab, terdapat mata air/sungai serta hutan yang merupakan lingkungan ideal untuk perkembangan vector, sehingga meningkatkan peluang terjadinya infeksi T. evansi.
Pada penelitian ini, kuda yang berasal dari lokasi dengan lalulintas ternak padat berpeluang 0,979 kali lebih besar terinfeksi dibandingkan kuda pada lalulintas ternak tidak padat. Mobilitas tinggi/perpindahan dari satu tempat ke tempat lain dapat meningkatkan risiko terinfeksi T. evansi. Kuda milik peternak yang tidak tahu Surra, berpeluang 0,222 kali lebih besar terinfeksi T. evansi dibandingkan dengan kuda yang dipelihara peternak yang tahu Surra. Ini berkaitan dengan sikap peternak, dimana peternak yang memiliki pengetahuan terhadap penyakit Surra lebih waspada. Mereka akan melakukan pencegahan, pengendalian, pelaporan dan penanganan untuk meminimalisir kejadian penyakit tersebut, karena kuda yang dipelihara memiliki nilai sosial ekonomi dan budaya. Dongga (2014), menyatakan bahwa sikap peternak memiliki hubungan yang nyata dengan pengendalian penyakit Surra.
Pola pemeliharaan kuda di Kabupaten Sumba Timur pada umumnya dilakukan secara ekstensif yakni dengan cara ternak dilepas liarkan di padang savana. Pada
pagi hari kuda dibiarkan merumput bersama ternak lainnya seperti sapi dan kerbau, pada sore hari dimasukkan ke dalam kandang koloni. Namun, ada pula peternak yang membiarkan ternaknya merumput selama berbulan-bulan, hanya dalam waktu tertentu saja dimasukkan ke dalam kandang. Kuda yang digembalakan secara bersamaan dapat menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya infeksi T. evansi, dimana sapi dan kerbau dapat bertindak sebagai reservoir T. evansi (Ndiha et al., 2018).
Menurut Sumbria et al. (2017), faktor risiko infeksi T. evansi pada kuda yang paling berpengaruh di Punjab, India adalah spesies. Dengan menggunakan metode card agglutination test (CATT/T. evansi) dan indirect ELISA (iELISA), dilaporkan spesies berpengaruh nyata, dalam hal ini keledai/bagal mempunyai resiko terinfeksi 2,81 kali lebih tinggi dibandingkan dengan kuda. Selain itu, kuda betina memiliki risiko seropositif terhadap T. evansi 3,13 kali lebih tinggi, terutama pada peternakan yang dikelola dengan tidak baik (OR=3.18) dan di antara hewan yang digunakan untuk tujuan komersial (OR=2.51).
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi kejadian infeksi T. evansi pada kuda di Kabupaten Sumba Timur adalah 2,10%. Distribusi kejadian infeksi T. evansi tersebut menyebar di Kecamatan Lewa (3,65%); Kecamatan Kota Waingapu (1,72%); dan Kecamatan Pahunga Lodu (7,4%). Ditinjau dari peluang terjadinya trypanosomiasis berdasarkan OR faktor risiko yang diamati adalah: umur kuda lebih dari 5 tahun (OR=3,185), ketersediaan/asal air minum (OR=2,821), cara pemeliharaan digembalakan
(OR=2,179), jenis kelamin betina (OR=1,256), lokasi/asal kuda di Wilayah Barat (OR=1,022), lalu-lintas ternak yang padat (OR=0,979), dan pengetahuan peternak tentang Surra (OR=0,222).
Saran
Perlu terus dilakukan survailens aktif dan pengendalian kejadian infeksi T. evansi pada kuda di Kabupaten Sumba Timur. Lebih lanjut, diperlukan studi lanjut untuk mempelajari kejadian trypanosomiasis pada kuda di Sumba Timur dengan metode diagnostik yang lebih spesifik dan sensitif, misalanya dengan menggunakan CATT. Serta perlu penelitian lanjutan untuk mendalami studi epidemiologi berkaitan dengan
kemungkinan faktor risiko yang belum diketahui yang dapat berperan pada kejadian infeksi T. evansi pada kuda di Sumba Timur.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Kepala Dinas Peternakan Kabupaten Sumba Timur beserta jajarannya yang telah membantu dan memfasilitasi peneliti dalam proses pengambilan sampel penelitian di lapangan. Ucapan yang sama juga ditujukan kepada semua pihak yang turut mendukung sehingga penelitian ini dapat terselesaikan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Alfiani VN, Komar SB, Hilmia N. 2016.
Evaluasi konformasi tubuh
menggunakan rumus Thomas pada kuda lokal Sumba. J. Univ. Padjajaran. 5(3): 1-10.
Algehani AMG, Jaber FA, Khan A, Alsulami MN. 2021. Review on trypanosomiasis and their prevalence in some country on the Red Sea. Braz. J. Biol. 83: e251671.
Büscher P, Gonzatti MI, Hébert L, Inoue N, Pascucci I, Schnaufer A, Suganuma K, Touratier L, Reet NV. 2019. Equine trypanosomosis: enigmas
and diagnostic challenges. Parasites Vectors. 12: 234.
CIVAS. 2014. Trypanosomiasis (Surra).
Center for Indonesian Veterinary
Analytical Studies.
https://civas.net/2014/02/25/trypanoso miasis-surra/3/. Aksesed Wednesday, 7 December 2022, 4:56 PM.
Coen PG, Luckins AG, Davison HC, Woolhouse MEJ. 2001. Trypanosoma evansi in Indonesian buffaloes: evaluation of simple models of natural immunity to infection. Epidemiol. Infect. 126: 111-122.
Desquesnes M, Holzmuller P, Jittapalapong S, Dargantes A, Lai DH, Lun, ZR. 2013. Trypanosoma evansi and surra: a review and perspectives on transmission, epidemiology and control, impact, and zoonotic aspects. BioMed Res. Int. 2013: 1-20.
Desquesnes M, Gonzatti M, Sazmand A, Thevenon S, Bossard G, Boulange A, Gimonneau G, Truc P, Herder S, Ravel S, Sereno D, Jamonneau V, Jittapalopong S, Jacquiet P, Solano P, Berthier D. 2022. A review on the diagnosis of animal trypanosomoses. Parasite Vectors. 15(1): 64.
Dewi RS, Damajanti R, Wardhana AH, Mulatsih S, Puisi ON, Steeneveld W, Hogeveen H. 2020. The economic losses of surra outbreak in Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur-Indonesia. Trop. Anim. Sci. J. 43(1): 77-85.
Dia ML, Diop C, Aminetou M, Jacquiet P, Thiam A. 1997. Some factors affecting the prevalence of Trypanosoma evansi in camels in Mauritania. Vet. Parasitol. 72: 111-120.
Direktorat Kesehatan Hewan. 2014.
Manual penyakit hewan mamalia.
Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian.
Dongga RED. 2014. Adopsi teknologi pengendalian penyakit surra oleh peternak kuda di Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur. Bul. Vet.r Udayana. 6(1): 49-57.
Elshafie EI, Sani RA, Hassan L, Sharma R, Bashir A, Abubakar IA. 2013. Seroprevalence and risk factors of Trypanosoma evansi infection in horses
in Peninsular Malaysia. Res. Vet. Sci. 94: 285-289.
Fesseha H, Eshetu E, Mathewos M, Tilante T. 2022. Study on bovine trypanosomiasis and associated risk factors in Benatsemay District, Southern Ethiopia. Environ. Health Insights. 16: 1-10.
Kirkwood BR, Sterne JAC. 2003. Essential medical statistics. UK: Blackwell Publishing Ltd.
Mastra IK. 2011. Seroprevalensi trypanosomiasis di Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Bul. Vet. 23(79).
Mursalim MF, Ris A, Ardiyanti H. 2017. Deteksi Trypanosoma evansi pada kuda di Tempat Pemotongan Hewan Kecamatan Kelara Kabupaten
Jeneponto. J. Agrisitem. 13(2): 88-96.
Ndiha MRM, Apsari IAP, Dwinata IM. 2018. Prevalensi dan intensitas infeksi Trypanosoma evansi pada kuda di Desa Kabaru, Kecamatan Rindi, Kabupaten Sumba Timur. Bul. Vet. Udayana. 10(1): 70-75.
Nurcahyo W, Yowi MRK, Hartati S, Prastowo J. 2019. The prevalence of horse trypanosomiasis in Sumba Island, Indonesia and its detection using card agglutination tests. Vet. World. 12(5): 646-652.
Okello I, Mafie E, Eastwood G, Nzalawahe J, Mboera LEG, Onyoyo S. 2022. Prevalence and Associated Risk Factors of African Animal
Trypanosomiasis in Cattle in Lambwe, Kenya. Hindawi J. Parasitol. Res. 5984376: 1-12.
Praing UYA, Suatha IK, Sampurna IP. 2019. Keragaman morfometri kuda pacu sandalwood (Equus caballus) di Pulau Sumba. Indon. Med. Vet. 8(1): 106-118.
Sabir N, Chaudhry ZI, Aslam A, Muhammad K, Shahid M, Hussain A, Khan SA, Ahmad I. 2018. A study on prevalence and molecular
characterization of trypanosomal
species infecting equines in Lahore
region, Pakistan. J. Parasit Dis. 42(1): 96-101.
Sana K, Monia L, Ameni BS, Haikel H, Imed BS, Walid C, Bouabdella H, Bassem BHM, Hafedh D, Samed B, Makram O, Atef BH, Mohsen B, Taib K, Ammar J, Chedia S, Habib JM. 2022. Serological survey and associated risk factors' analysis of
Trypanosomiasis in camels from Southern Tunisia. Parasite Epidemiol. Cont. 16: e00231.
Selim A, Alafari HA, Attia K, AlKahtani MDF, Albohairy FM, Elsohaby I. 2022. Prevalence and animal level risk factors associated with Trypanosoma evansi infection in dromedary camels. Sci. Rep. 12: 8933.
Sumbria D, Singla LD, Kumar R, Bal MS, Kaur P. 2017. Comparative
seroprevalence and risk factor analysis of Trypanosoma evansi infection in equines from different agro-climatic zones of Punjab (India). Rev. Sci. Tech. Off. Int. Epiz. 36(3): 971-979.
Tehseen S, Jahan N, Desquesnes M, Shahzad MI, Qamar MF. 2016. Field investigation of Trypanosoma evansi and comparative analysis of diagnostic tests in horses from Bahawalpur, Pakistan. Turk. J. Vet. Anim. Sci. 41: 288-293.
Yamazaki A, Suganuma K, Kayano M, Acostac TJ, Saitoh T, Valinotti MFR, Sanchez AR, Inoue N. 2022. Risk factors for equine trypanosomosis and hematological analysis of horses in Paraguay. Acta Trop. 233: 106543.
Tabel 1. Hasil pemeriksaan preparat ulas darah kejadian trypanosomiasis pada kuda di Kabupaten Sumba Timur
Asal Sampel (Kecamatan) |
Jumlah Sampel |
Hasil Pemeriksaan Preparat Ulas Darah | ||
Positif |
Negatif |
Prevalensi | ||
Lewa |
82 |
3 |
79 |
3,65 |
Katala Hamu |
7 |
0 |
7 |
0 |
Lingu | ||||
Kota Waingapu |
58 |
1 |
57 |
1,72 |
Pandawai |
45 |
0 |
45 |
0 |
Kahaungu Eti |
20 |
0 |
20 |
0 |
Rindi |
17 |
0 |
17 |
0 |
Pahunga Lodu |
27 |
2 |
25 |
7,4 |
Ngadu Ngala |
5 |
0 |
5 |
0 |
Wula Waijelu |
25 |
0 |
25 |
0 |
Total |
286 |
6 |
280 |
2,10 |
Tabel 2. Nilai odds-ratio (OR) faktor umur kuda, asal air minum, cara pemeliharaan, jenis kelamin, asal kuda, lalulintas ternak, dan pengetahuan peternak.
Faktor Resiko |
Negatif |
Positif |
P |
OR | ||
N |
% |
N |
% | |||
Umur kuda: | ||||||
Kurang 5 tahun |
172 |
61,4 |
2 |
33,3 |
0,185ns |
3,185 |
Lebih 5 tahun |
108 |
38,6 |
4 |
66,7 | ||
Asal air minum: | ||||||
Bukan dari sungai |
101 |
36,1 |
1 |
16,7 |
0,347ns |
2,821 |
Dari sungai Cara Pemeliharaan: |
179 |
63,9 |
5 |
83,3 | ||
Tidak digembalakan |
85 |
30,4 |
1 |
16,7 |
0,480ns |
2,179 |
Digembalakan Jenis Kelamin: |
195 |
69,6 |
5 |
83,3 | ||
Jantan |
108 |
38,6 |
2 |
33,3 |
0,795ns |
1,256 |
Betina Asal Kuda: |
172 |
61,4 |
4 |
66,7 | ||
Barat |
188 |
67,1 |
4 |
66,7 |
0,980ns |
1,022 |
Timur Lalu-lintas ternak: |
92 |
32,9 |
2 |
33,3 | ||
Tidak Padat |
92 |
32,9 |
2 |
33,3 |
0,980ns |
0,979 |
Padat Pengetahuan Peternak: |
188 |
67,1 |
4 |
66,7 | ||
Tidak Tahu Surra |
86 |
30,7 |
4 |
66,7 |
0,085ns |
0,222 |
Tahu Surra |
194 |
69,3 |
2 |
33,3 |
nstidak berbeda nyata (P>0,05)
Gambar 1. Hasil pemeriksaan sampel ulas darah, positif Trypanosoma evansi (tanda panah hitam). a. Asal Wilayah Barat, Kecamatan Lewa, kuda betina, umur > 5 tahun. b. Asal Wilayah Barat, Kecamatan Lewa, kuda betina, umur > 5 tahun. c. Asal Wilayah Barat, Kecamatan Lewa, kuda betina, umur > 5 tahun. d. Asal Wilayah Barat, Kecamatan Kota Waingapu, kuda betina, umur < 5 tahun. e. Asal Wilayah Timur, Kecamatan Pahunga Lodu, kuda jantan, umur > 5 tahun. f. Asal Wilayah Timur, Kecamatan Pahunga Lodu, kuda jantan, umur < 5 tahun.
Gambar 2. Peta penyebaran kejadian trypanosomiasis pada kuda di Kabupaten Sumba Timur.
746
Discussion and feedback