LOWER URINARY TRACT INFECTION CAUSES POST-RENAL AZOTEMIA IN MIXED PERSIAN CATS
on
Volume 15 No. 4: 647-655
Agustus 2023
DOI: 10.24843/bulvet.2023.v15.i04.p17
Buletin Veteriner Udayana
pISSN: 2085-2495; eISSN: 2477-2712
Online pada: http://ojs.unud.ac.id/index.php/buletinvet
Terakreditasi Nasional Sinta 4, berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi No. 158/E/KPT/2021
Laporan Kasus: Infeksi Saluran Kemih Bawah Penyebab Azotemia Post-Renal pada Kucing Persia Campuran
(CASE REPORT: LOWER URINARY TRACT INFECTION CAUSES POST-RENAL AZOTEMIA IN MIXED PERSIAN CATS)
Ni Kadek Nila Pridayanti1, Made Suma Anthara2, Sri Kayati Widyastuti3
-
1Praktisi di Jl. Raya Besakih, Undisan, Tembuku, Bangli, Bali Indonesia, 80671; 2Laboratorium Farmakologi Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, Jl.
PB. Sudirman, Denpasar, Bali, Indonesia 80234;
-
3Laboratorium Ilmu Penyakit Dalam Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Udayana, Jl. PB. Sudirman, Denpasar, Bali, Indonesia 80234.
*Email: nilaprida1199@gmail.com
Abstrak
Azotemia adalah peningkatan konsentrasi senyawa nitrogen nonprotein dalam darah, yang terdiri dari urea dan kreatinin. Azotemia dapat dikategorikan menjadi mekanisme prerenal, renal, dan postrenal. Azotemia postrenal merupakan kondisi urologi yang disebabkan oleh gangguan saluran kemih bawah. Infeksi saluran kemih bawah mencegah pengumpulan dan pengeluaran urin normal dari tubuh. Tulisan ini melaporkan kasus Seekor kucing jantan ras persia campuran bernama Abu umur 1,5 tahun berwarna rambut dark grey, dengan bobot badan 4,19 kg dibawa ke klinik dengan tanda klinis berupa lesu dan lemas (lethargic), frekuensi urinasi tinggi namun urin sedikit (polakiuria), kencing berdarah (hematuria), nyeri saat urinasi (stranguria), dan distensi vesica urinaria (VU) dan penurunan nafsu makan. Pemeriksaan radiografi menunjukkan pembesaran ukuran pada VU. Pemeriksaan urinalisis menggunakan uji dipstick menunjukkan protein +1, eritrosit +2 (50), leukosit +2 (75), pH 7, dan berat jenis (BJ) 1,040. Pemeriksaan sedimentasi didapatkan hasil berupa urin berwarna kemerahan, buih berwarna putih, adanya endapan, dan bau pesing. Pemeriksaan mikroskopis menunjukkan adanya kristal magnesium ammonium fosfat (struvite). Pemeriksaan hematologi rutin terjadi peningkatan neutrofil (neutrofilia) diartikan sebagai respon inflamasi secara akut. Pemeriksaan biokimia darah menunjukkan peningkatan pada kreatinin dan Blood Urea Nitrogen (BUN). Pengujian Symmetric Dimethylarginine Assay (SDMA) diperoleh hasil 19 μg/dL. Kucing di diagnosa azotemia postrenal akibat infeksi saluran kemih bawah. Terapi yang diberikan adalah terapi cairan, antibiotik, multivitamin, pergantian diet pakan, dan pembilasan dengan bantuan kateter urin. Enam minggu pasca sembuh, analisis biokimia sebagai parameter azotemia kembali kebatas nilai normal. Deteksi azotemia postrenal dengan penilaian cepat dan akurat penting untuk kesembuhan pasien.
Kata kunci: Azotemia postrenal; biokimia; infeksi saluran kemih bawah; kucing
Abstract
Azotemia is an increase in the concentration of non-protein nitrogenous compounds in the blood, which consist of urea and creatinine. Azotemia can be categorized into prerenal, renal, and postrenal mechanisms. Postrenal azotemia is a urological condition caused by lower urinary tract disorders. Lower urinary tract infections prevent the normal collection and excretion of urine from the body. This paper reports the case of a mixed-breed Persian male cat named Abu, aged 1.5 years, with dark gray hair, weighing 4.19 kg, brought to the clinic with clinical signs of lethargy and weakness (lethargic), high frequency of urination but little urine (pollakiuria), bloody urine (hematuria), pain during urination (stranguria), and urinary bladder distension (VU) and decreased appetite. Radiographic examination shows enlargement of the size of the VU. Urinalysis examination using a dipstick test showed protein +1, erythrocytes +2 (50), leukocytes +2 (75), pH 7, and urine specific gravity (USG) 1.040. Sedimentation examination obtained results in the form of reddish urine, white froth, the presence of sediment, and the smell of urine. Microscopic examination revealed crystals of magnesium ammonium
phosphate (struvite). Routine hematological examination shows an increase in neutrophils (neutrophilia) interpreted as an acute inflammatory response. Blood biochemical examination showed an increase in creatinine and Blood Urea Nitrogen (BUN). The Symmetric Dimethylarginine Assay (SDMA) test yielded 19 μg/dL. The cat was diagnosed with postrenal azotemia due to lower urinary tract infection. The therapy given is fluid therapy, antibiotics, multivitamins, changing the feed diet, and rinsing with the help of a urinary catheter. Six weeks after recovery, biochemical analysis as azotemia parameters returned to normal values. Detection of postrenal azotemia with prompt and accurate judgment is important for patient recovery.
Keywords: Biochemistry; cat; lower urinary tract infection; postrenal azotemia.
PENDAHULUAN
Kucing merupakan hewan kesayangan yang banyak mendapat perhatian untuk dipelihara dan dikembangbiakan (Mariandayani 2012). Sebagai hewan kesayangan yang mempunyai daya tarik tersendiri, perkembangan populasi pecinta kucing yang cepat juga meningkatkan tingginya kesadaran masyarakat akan kesehatan kucing. Salah satu penyakit yang umum terjadi pada kucing yaitu infeksi saluran kemih. Kejadian infeksi saluran kemih pada kucing telah dilaporkan antara 3% dan 19 % (Byron 2019). Infeksi saluran kemih merupakan penyebab penting penyakit infeksi saluran kemih bawah atau feline lower urinary disease (FLUTD).
Feline Lower Urinary Tract Disease merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan kondisi disfungsi dari sistem perkemihan dan uretra (Azhar et al., 2022). Salah satu simptom dari FLUTD yaitu polakiuria tanpa disertai poliuria, adanya stranguria dan hematuria (Jordan 2022). Kucing yang mengalami infeksi saluran kemih bawah menurut laporan Kojrys et al. (2017) dari 385 ekor kucing mengalami feline idiopathic cystitis (FIC) 60,7%, obstruksi uretra akibat plug 17,4%, infeksi bacterial saluran urinasi 7,8%, mengalami urolitiasis 13% dan terjadi hyperplasia 1%. Sebagian besar kejadian infeksi saluran kemih bawah diikuti dengan adanya obstruksi. Faktor predisposisi kasus infeksi saluran kemih bawah meliputi jenis kelamin, bobot, dan lingkungan. Kucing jantan lebih rentan dibandingkan dengan kucing betina karena kucing jantan memiliki uretra yang lebih Panjang dan
terdapat bagian yang menyempit sehingga dapat menimbulkan penyumbatan urin dari kandung kemih keluar tubuh (Danastri et al., 2022). Selain faktor jenis kelamin, terdapat umur dewasa, dan pemberian pakan kering dan air minumyang terbatas dalam waktu yang lama (Caesar et al., 2021).
Kondisi infeksi saluran kemih bawah menyebabkan azotemia pada kucing (Gulersoy dan Ekici 2020). Azotemia adalah peningkatan konsentrasi zat yang mengandung nitrogen dalam darah, terutama blood urea urine (BUN) dan kreatinin (Palm 2018). Azotemia berkembang jika pengumpulan urin, retensi dan ekskresi dicegah karena mekanisme dari tubulus distal ke ginjal. Azotemia dapat dikategorikan menjadi mekanisme prerenal, renal, dan postrenal. Azotemia prerenal terjadi ketika penurunan perfusi ginjal menyebabkan penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR). Azotemia renal terjadi ketika nefron rusak secara langsung disebabkan oleh penyakit pada parenkim ginjal. Azotemia postrenal berkembang karena obstruksi saluran kemih yang menyebabkan adanya penumpukan, retensi dan gangguan ekskresi urin dari tubuh (Fischer et al., 2009). Kondisi azotemia postrenal akan hilang setelah dilakukan perbaikan terhadap gangguan yang dialami (Latimer, 2011; Prudenta et al., 2021).
Adapun tujuan dan manfaat laporan kasus ini adalah untuk mendiagnosa kejadian infeksi saluran kemih bawah penyebab azotemia postrenalis pada kucing Persia campuran, dan mengetahui
keberhasilan terapi sehingga dapat menambah wawasan pembaca.
METODE PENELITIAN
Rekam Medis
Sinyalemen dan Anamnesis
Seekor kucing jantan ras persia campuran bernama Abu umur 1,5 tahun berwarna rambut dark grey, dengan bobot badan 4,19 kg dibawa ke klinik dengan keluhan kucing mengalami kesakitan setiap mencoba untuk buang air kecil (stranguria), frekuensi urinasi tinggi namun urin sedikit (polakiuria) sehingga sering bolak-balik ke litter box, tidak nafsu makan dan minum, palpasi daerah abdomen sakit sejak satu hari sebelum dibawa ke klinik. Dari keterangan pemilik kucing diberikan pakan komersial (Cat Choize® Cat Food, PT. Perfect Companion Indonesia, Jakarta Barat) dan tidak ada penggantian pakan, minum tidak dikontrol.
Pemeriksaan Klinis
Pemeriksaan klinis mencangkup pemeriksaan keadaan secara menyeluruh, dan status preasent yang dilakukan secara inspeksi, palpasi, dan auskultasi terhadap pasien. Status preasent meliputi pemeriksaan suhu, laju respirasi, denyut jantung dan pulsus. Secara inspeksi diamati kondisi hewan secara keseluruhan yakni habitus hewan, membran mukosa, dan kondisi kulit hewan. Palpasi dilakukan di daerah caudal abdomen pada kandung kemih untuk mengetahui adanya respon sakit, capillary refill time (CRT), serta daerah limfonodus untuk mengetahui adanya pembengkakan yang menandakan terjadinya peradangan. Auskultasi
dilakukan pada thorak untuk memeriksa organ sirkulasi dan respirasi.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Hematologi Rutin
Pemeriksaan hematologi rutin dilakukan untuk memastikan keadaan fisiologis pasien. Sampel darah diambil di vena jugularis dan ditampung ke dalam tabung Ethylene Diamine Tetra Acetate (EDTA) agar tidak terjadi pembekuan darah,
kemudian diperiksa menggunakan mesin automatic blood count.
Pemeriksaan Biokimia Darah
Pemeriksaan biokimia darah digunakan untuk menilai kesehatan hewan yang menunjukkan fungsi suatu organ dalam keadaan normal atau abnormal. Sampel darah diambil kemudian diperiksa menggunakan mesin blood chemistry analyzer dan Symmetric Dimethylarginine Assay (SDMA).
Pemeriksan Urinalisis
Pemeriksaan fisik urin digunakan untuk mengidentifikasi zat-zat yang secara normal dan tidak normal dalam urin. Beberapa pemeriksaan urinalisis dilakukan seperti pemeriksaan makroskopis bertujuan melihat penampakan warna dan kekeruhan urin. Pemeriksaan mikroskopis digunakan untuk mengamati sel dan benda berbentuk partikel menggunakan sedimen urin. Pemeriksaan kimia dengan menggunakan uji disptik mencangkup glukosa, protein, bilirubin, urobilinogen, pH, berat jenis, hemoglobin, bend aketon, nitrit dan leukosit.
Pemeriksaan radiografi
Pemeriksaan radiografi berupa X-ray digunakan sebagai pengambilan gambar asal suatu obyek menggunakan sinar-X. Pemeriksaan radiografi sebagai analisis kualitatif untuk mengetahui komposisi mineral dari suatu batuan. Pencitraan radiografi berupa X-ray dilakukan dengan posisi right lateral recumbency.
Diagnosis dan Prognosis
Berdasarkan anamnesa dan tanda klinis yaitu stranguria, polakiuria, lethargic, hematuria, palpasi daerah caudal abdomen terjadi pembesaran dan distensi pada vesica urinaria, serta pemeriksaan penunjang berupa urinalisis ditemukan protein +1, eritrosit +2 (50), leukosit +2 (75), pH 7, dan berat jenis urin 1,040. pemeriksaan
mikroskopis sedimen urin ditemukan
kristal magnesium amonium fosfat (struvite), pemeriksaan radiografi
menunjukkan pembesaran vesica urinaria
dan terjadi penyumbatan uretra saat dilakukan pemasangan kateter.
Pemeriksaan biokimia darah menunjukkan peningkatan BUN dan kreatinin, maka dapat disimpulkan kucing kasus mengalami azotemia post-renal akibat infeksi saluran kemih bawah dengan prognosa fausta.
Terapi
Penanganan awal pada hari pertama dilakukan dengan pemberian terapi cairan berupa Ringer’s Lactate secara intravena. Selanjutnya stabilisasi terapi cairan menggunakan sodium klorida 0,9% selama 8 hari perawatan. Penanganan urin dilakukan pemasangan kateter urin dengan ukuran 1.0 x 130 mm (Vet Care Pro®, Yogyakarta, Indonesia). Pemasangan kateter urin bertujuan untuk memudahkan pengeluaran urin dan pembilasan kandung kemih. Saat pemasangan kateter urin terjadi sumbatan di uretra, dengan bantuan dorongan kateter bisa masuk. Pembilasan dilakukan setiap 2 kali sehari dengan larutan NaCl steril. Terapi simptomatik pada kucing kasus diberikan antibiotik ciprofloxacin (Ciprofloxacin HCL 500 mg, Hexpharm Jaya, Bekasi, Indonesia) dengan dosis 15 mg/kg BB, PO, q12h selama delapan hari. Injeksi kombinasi vitamin, mineral dan asam amino (Viamin34®, Samyang Aniphaarm Co., LTD, Seoul, Korea Selatan) 1 ml secara intravena. Kucing diberikan suplemen kapsul yang mengandung N-acetyl D-glucosamine, L-Theanine, Quercetin (Cystaid Plus®, Vet Plus, Amerika Serikat) sebanyak satu kali sehari. Manajemen diet kucing diberikan pakan khusus untuk memperbaiki gangguan perkencingan (Royal Canin Urinary S/O®, PT. Royal Canin Indonesia) diberikan selama satu bulan serta pemberian air minum secara ad libitum.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Berdasarkan pemeriksaan fisik yang telah dilakukan kucing kasus menunjukkan kondisi dalam keadaan lesu dan lemas (lethargic), kencing berdarah (hematuria),
frekuensi urinasi tinggi namun urin sedikit (polakiuria), membran mukosa mata dan mukosa mulut masih normal, dan capillary refill time (CRT) dan turgor normal. Palpasi dilakukan di daerah caudal abdomen pada kandung kemih menunjukkan kesakitan (stranguria), mengalami pembesaran dan distensi. Adapun hasil pemeriksaan status praesens kucing kasus disajikan pada Tabel 1 sebagai berikut.
Pemeriksaan Penunjang
Hasil hematologi rutin yang disajikan pada Tabel 2 secara umum menunjukkan hasil normal. Namun terjadi neutrofilia yang ditunjukkan dengan nilai kadar neutrofil 14,50 K/μL yang mengalami peningkatan, serta kondisi sel eritrosit mengalami bentuk mikrositik. Peningkatan neutrofil (neutrofilia) diartikan sebagai respon inflamasi secara akut.
Hasil pemeriksaan biokimia darah yang disajikan pada Tabel 3 menunjukkan kucing Abu mengalami peningkatan kadar kreatinin dan BUN (Blood Urea Nitrogen). Peningkatan kadar kreatinin dan BUN memicu kondisi azotemia.
Pemeriksaan Symmetric
Dimethylarginine Assay (SDMA) diperoleh nilai 19 μg/dL dan termasuk kategori diatas normal. Kisaran referensi interval SDMA untuk kucing adalah 0-14 μg/dL (International Renal Interest Society/IRIS).
Hasil pemeriksaan urin menggunakan uji dipstick (Krulab®, Covetrus, Dublin, North America) menunjukkan hasil protein +1, eritrosit +2 (50), leukosit +2 (75), pH 7. Hasil berat jenis urin didapatkan 1,040. Pemeriksaan makroskopis urin terlihat berwarna kemerahan, buih berwarna putih, adanya endapan, dan bau menyengat (bau pesing). Warna merah pada urin menandakan adanya peradangan dan obstruksi kandung kemih, ureter, dan uretra dengan air kemih yang mengandung hemoglobin. Warna urin keruh disebabkan adanya akumulasi epitel, lipid, leukosit, dan eritrosit dalam jumlah banyak. Urin berbau pesing disebabkan oleh pemecahan urea dan kadar eritrosit yang terdapat pada urin. Pemeriksaan secara mikroskopis terhadap
sedimen urin didapatkan hasil berupa adanya kristal magnesium amonium fosfat (struvite) yang berbentuk seperti piramid (Gambar 2b).
Hasil pemeriksaan radiografi menunjukkan pembesaran ukuran pada kandung kemih (vesica urinaria) (anak panah putih). Pemeriksaan radiografi dilakukan dengan posisi right lateral recumbency (Gambar 2).
Pembahasan
Azotemia postrenal merupakan kondisi urologi yang disebabkan oleh gangguan saluran kemih bawah. Infeksi saluran kemih bawah mencegah pengumpulan dan pengeluaran urin normal dari tubuh (Fischer 2009). Azotemia karena penyebab postrenal bisa diobati ketika kerusakan intrinsik tidak terjadi pada ginjal (Gulersoy dan Ekici 2020). Tanda klinis kasus terkait dengan faktor penyebab yang menunjukkan kondisi lesu dan lemas (lethargic), frekuensi urinasi tinggi namun urin sedikit (polakiuria), dan kencing berdarah (hematuria). Palpasi dilakukan di daerah caudal abdomen pada kandung kemih menunjukkan kesakitan (stranguria), dan pembesaran dan distensi vesica urinaria (VU). Sebagian besar kasus dengan azotemia postrenal terjadi karena infeksi saluran kemih bawah menunjukkan distensi dan pembesaran kandung kemih, nyeri serta rasa tidak nyaman saat dipalpasi (Fischer 2009).
Pemeriksaan biokimia darah dilakukan menunjukkan peningkatan kreatinin dan kosentrasi urea pada darah yang disebut azotemia. Menurut Lee dan Drobatz (2003) evaluasi dari 223 ekor kucing jantan yang mengalami infeksi saluran kemih (obstruksi uretra) 69% mengalami azotemia dengan konsentrasi BUN berkisar 10 hingga 100 mg/dL. Peningkatan ini terjadi akibat akumulasi zat kimia yang beracun pada aliran darah terblokade pada uretra secara fisiologis harus dieksresi (Apritya, 2017). Peningkatan nilai kreatinin juga dihasilkan dari uji Symmetric dimethylarginine (SDMA). SDMA merupakan produk metilasi L-arginine, yang digunakan
sebagai biomarker untuk deteksi dini disfungsi ginjal pada kucing. Dalam studi terbaru yang dilakukan oleh Wilson et al. (2022) menunjukkan bahwa infeksi saluran kemih bawah (obstruksi uretra) merupakan penyebab potensial peningkatan SDMA pada kucing, dan etiologi postrenal harus dipertimbangkan ketika SDMA ditemukan meningkat. Peningkatan SDMA dengan infeksi saluran kemih bawah tidak disebabkan oleh fungsi ginjal yang berkurang secara permanen. Temuan analisis urin bervariasi pada kucing dengan azotemia postrenal. Hasil uji dipstick didapatkan hasil protein +1 dengan nilai 30 mg/dl. Reaksi +1 belum diketahui mengindikasikan proteinuria tanpa pengujian konfirmasi. Penyebab proteinuria bisa berasal dari nonglomerular akibat infeksi saluran kemih bawah dengan protein serum akibat eksudat inflamasi dan eritrosit ditambahkan di urin (Rizzi 2014). Berat jenis urin diangka 1,040 menunjukkan peningkatan konsetrasi zat terlarut total (elektrolit dan produk-produk metabolik seperti urea dan kreatinin di urin). Berat jenis urin dalam kondisi azotemia postrenal dalam rentang normal hingga abnormal.
Pemeriksaan sedimen urin ditemukan kristal magnesium ammonium phosphate (struvite). Morfologi struvit berbentuk seperti prisma, ukuran yang bervariasi, tidak berwarna, dan miliki antara 3-8 sisi (Apritya et al. 2017). Penelitian terbaru menunjukkan bahwa faktor terpenting dalam perkembangan kristal struvite adalah keasaman urin. Kristal struvite tidak terbentuk dalam urin asam (pH ≤ 6,5) namun dengan nilai netral hingga basa sesuai dengan kasus ini didapatkan pH 7 (Griffin dan Baker 2002; Rizzi 2014). Studi yang dilakukan oleh Julianta et al. (2022) Sebanyak 86,7% jenis urolit yang terbentuk ialah urolit struvit dan hanya 13,3% jenis urolit kalsium oksalat. Menurut Riesta dan Batan (2020) faktor utama yang mengatur kristalisasi mineral dan pembentukkan urolit adalah derajat saturasi urin dengan mineral-mineral tertentu dan faktor lainnya
seperti diet atau pakan, frekuensi urinasi, genetik, dan adanya infeksi saluran urinaria misalnya karena infeksi bakteri proteolitik yang mampu memproduksi enzim protease penghasil urease juga dapat menyebabkan terbentuknya struvite (magnesium, amonium, phosphate). Peningkatan tekanan atau distensi dan pembesaran pada kandung kemih dan proksimal uretra dalam waktu yang lama menyebabkan kerusakan mukosa. Kerusakan ini merangsang infiltrasi sel leukosit yang ditandai mengalami peningkatan leukosit (+2) pada urin. Hematuria pada kasus ini disebabkan karena urolith yang menyebabkan pergesekan antara kristal yang terbentuk di dalam vesica urinaria (Parrah et al.,2013). Hematuria sering terjadi pada kucing dengan infeksi saluran kemih bawah (Gulersoy dan Ekici 2020).
Penanganan awal kucing kasus diberikan infus ringer laktat secara intravena. Terapi cairan diberikan sebagai komponen dalam stabilisasi azotemia postrenal (da Cunha et al., 2016). Stabilisasi kondisi selanjutnya menggunakan infus cairan fisiologis/sodium klorida. Terapi cairan fisiologis diberikan untuk mengembalikan keseimbangan cairan tubuh hewan. Kucing kasus diberikan pengobatan dengan ciprofloxacin untuk mengatasi masalah infeksi saluran kemih. Ciprofloxacin adalah antibiotik golongan fluorokuinolon sistemik untuk bakteri Gram-negatif yang sering digunakan untuk mengobati infeksi saluran kemih (Plumb 2008). Antibiotik ciprofloxacin bekerja dengan cara menghambat sintesis DNA bakteri (Madania et al., 2021). Pemberian cystaid® yang mengandung N-Acetyl-D-Glukosamin, L-Theanine, dan Quercetin dihydrate adalah sebagai suplemen nutrisi yang menyediakan nutrisi khusus untuk pengelolaan fungsi saluran kemih bagian bawah pada kucing untuk menjaga kesehatan dan mengembalikan kerja dari kandung kemih. Pemberian Viamin® secara intravena sebagai terapi suportif yang berfungsi untuk membantu memperbaiki
kondisi tubuh saat dirawat karena mengandung vitamin, asam amino, dan mineral. Pemberian diet pakan yang sesuai penting untuk membantu mencegah timbulnya penyakit kembali. Pemberian pakan berupa urinary S/O (Royal Canin®) sebagai makanan diet memiliki fungsi untuk membuat saluran kemih yang dapat menghambat pembentukan kristal struvite karena mengandung magnesium rendah (Prasetyo dan Darmano, 2017).
Enam minggu pasca sembuh, kucing datang keklinik untuk melakukan pemeriksaan biokimia darah dan diperoleh hasil kadar BUN yaitu 21 mg/dL (normal 16-36), dan kreatinin 1.1 mg/dL (normal 0.8-2.4). Hasil analisis biokimia sebagai parameter azotemia kembali kebatas normal.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang dapat disimpulkan bahwa kucing kasus mengalami azotemia postrenal akibat infeksi saluran kemih bawah dengan prognosis fausta. Terapi cairan diberikan selanjutnya pemasangan kateter, pemberian antibiotik, multivitamin dan diet pakan dapat mendukung perbaikan kondisi kucing. Enam minggu pasca sembuh, analisis biokimia sebagai parameter azotemia kembali kebatas normal.
Saran
Deteksi azotemia postrenal membutuhkan perhatian terhadap riwayat dan pemeriksaan fisik dan hasil test diagnostik. Penilaian cepat dan akurat dari azotemia postrenal sangat penting untuk pengobatan yang tepat.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada instansi Estimo klinik dan Petshop dan seluruh staf Laboratorium Ilmu Penyakit Dalam Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana yang telah memberikan fasilitas, sarana,
serta masukan dalam penulisan laporan kasus ini.
DAFTAR PUSTAKA
Abdisa T. 2017. Review on practical guidance of veterinary clinical diagnostic approach. Int. J. Vet. Sci. Res. 3(2): 6-25.
Apritya D, Yunani R, Widyawati R. 2017. Analisis urin kasus urolithiasis pada kucing tahun 2017 di Surabaya. Agrovet. 6(1): 82-84
Azhar APN, Dewi K, Dwi L, Palestin P. 2022. Catheterization as a treatment for feline lower urinary tract disease (FLUTD) case in K and P Clinic Surabaya. J. Appl. Vet. Sci.
Technol. 3(1): 18-21.
Byron JK. 2019. Urinary tract infection. Veterinary Clinics: Small
Animal Practice. 49(2): 211-221.
Caesar GMOP, Widyarini S, Indarjulianto S, Nururrozi A, Raharjo S. 2021. Stasis urin pada kucing: evaluasi klinis dan laboratoris. J. Sain Vet. 39(1): 84-89.
da Cunha MGM, Raiser AG, Martins DB, dos Anjos Lopes ST, de Freitas GC, et al. 2016. Fluid therapy rate in postrenal page 2 of 4 azotemia stabilization in cats. SOJ. Vet. Sci. 2(2): 1-4.
Danastri MW, Widyastuti SK, Nindhia TS. 2022. Tingkat kejadian dan faktor risiko penyakit saluran kencing bagian bawah pada populasi kucing di Surakarta tahun 2017-2020. Indon. Med. Vet. 11(3): 313321.
Fischer J, Lane I, Stokes J. 2009. Acute postrenal azotemia: etiology,
clinicopathology, and
pathophysiology. Compendium Vet.
31(11): 520-30.
Griffin B, Baker HJ. 2002. Domestic cats as laboratory animals. Laboratory animal medicine. 2nd edition. Elsevier Science. USA. Pp. 459.
Gulersoy E, Ekici YE. 2020. Acute post renal azotemia in a cat. Alexandria J. Vet. Sci. 64(1): 1-4.
International Renal Interest Society [IRIS]. 2017. Treatment recommendations for
CKD in cats. London: Elanco Animal Health.
Jordan R, Febrianix A, YulliusV, Hermawan IP. 2022. Studi kasus: Feline lower urinary tract disease (flutd) pada kucing nobu di k and p clinic. VITEK: Bidang Kedokteran Hewan. 12(1): 4649.
Julianta TI, Arjentinia IPGY, Putriningsih PAS. 2022. Derajat keasaman dan berat jenis urin sebagai indikator kajian urolitiasis pada kucing. Bul. Vet.
Udayana. 14(1): 30-35.
Kojrys SL, Skupien EM, Snarska A, Krystkiewicz W, Pomianowski A. 2017. Evaluation of clinical signs and causes of lower urinary tract disease in polish cats. Vet. Med. 62(07): 386-393.
Latimer KS. 2011. Duncan and prasse’s veterinary laboratory medicine: clinical pathology 5th edition. John Wiley and Sons, Inc. UK. Pp. 276.
Lee JA, Drobatz KJ. 2003. Characterization of the clinical characteristics, electrolytes, acid-base, and
renalparameters in male cats with urethral obstruction. J. Vet. Emerg. Crit. Care. 13(4): 227-233.
Madania RN, Suartha IN, Erawan IGMK. 2021. Laporan kasus: penanganan batu kandung kemih (Cystolithiasis) pada anjing peking dengan flushing, pemberian kejibeling, asam tolfenamat dan ciprofloxacin. Indon. Med. Vet. 10(5): 783-793.
Mariandayani HN. 2012. Keragaman kucing domestik (felis domesticus) berdasarkan morfogenetik. J.
Peternakan Sriwijaya. 1(1).
Palm C. 2018. Acute azotemia. Textbook of Small Animal Emergency Medicine: Acute Azotemia. John Wiley and Sons, Inc. USA. Pp. 593-600.
Parrah JD, Moulvi BA, Gazi MA, Makhdoomi DM, Athar H, Din MU, Dar S, Mir AQ. 2013. Importance of urinalysis in veterinary practice: A review. Vet. World. 6(11): 640-646.
Plumb DC. 2008. Veterinary drug
handbook. 6th Edition. Blackwell
Publishing. USA. Pp. 197.
Prasetyo D, Darmono GE. 2017. Feline cystitis in himalayan cats: a case report. In 1st International Conference in One Health (ICOH 2017). Atlantis Press. Pp. 286-290.
Prudenta O, Mardasella A, Sahmiranda D, Ardianto Y, Aeka A. 2021. Gagal ginjal kronis pada kucing domestik rambut pendek. Media Kedokteran Hewan 32(1): 29-39.
Riesta BDA, Batan IW. 2020. Laporan kasus: cystitis hemoragika dan
urolithiasis pada kucing lokal jantan peliharaan. Indon. Med. Vet. 9(6): 870883.
Rizzi TE. 2014. Urinalysis in companion animals part 2: evaluation of urine chemistry and sediment. J. Tod. Vet. Prac. 86-91.
Wilson KE, Berent AC, Weisse CW, Szlosek D. 2022. Assessment of serum symmetric dimethylarginine and creatinine concentrations in cats with urethral obstruction. J. Feline Med.
Surg. 24(10): 1017-1025.
Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Status Praesens Kucing Abu | |||
Jenis Pemeriksaan |
Hasil Pemeriksaan |
Nilai Normal* |
Keterangan |
Jantung (kali/menit) |
140 |
140-220 |
Normal |
Pulsus (kali/menit) |
140 |
140-220 |
Normal |
CRT (detik) |
2 |
<2 |
Normal |
Frekuensi Nafas (kali/menit) |
32 |
20-30 |
Meningkat |
Suhu (oC) |
39,0 |
38,0-39,2 |
Normal |
Keterangan: CRT: Capillary Refill Time. *) Abdisa (2017)
Tabel 2. Hasil pemeriksaan hematologi rutin kucing kasus
Parameter |
Hasil |
Referensi Interval* |
Keterangan |
HCT (%) |
33,3 |
24,0-45,0 |
Normal |
HGB (g/dL) |
12,0 |
8,0-15,0 |
Normal |
MCV (fL) |
33,9 |
35.9-53.1 |
Menurun |
MCHC (g/dL) |
36,1 |
30,0-36,9 |
Normal |
WBC (K/μL) |
16,66 |
5,00-18,90 |
Normal |
NEU# (K/μL) |
14,50 |
2.30-10.29 |
Meningkat |
PLT (K/μL) |
223 |
175-500 |
Normal |
Keterangan: *) IDEXX VetAutoread Hematology Analyzer
RBC (Red Blood CelL), HCT (Hematocrit), HGB (Haemoglobin), MCV (Mean Corpuscular Volume), MCH (Mean Corpuscular Hemoglobin), MCHC (Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration), RDW (Red-Cell Distribution Width), WBC (White Blood Cell), NEU#: (Kadar Neutrofil), PLT (Platelet).
Tabel 3. Hasil pemeriksaan biokimia darah kucing kasus
Parameter |
Hasil |
Referensi Interval* |
Keterangan |
CREA (mg/dL) |
3.1 |
0.8 – 2.4 |
Meningkat |
BUN (mg/dL) |
63 |
16 – 36 |
Meningkat |
Keterangan: *) IDEXX VetAutoread Catalyst One, CREA (Creatinine), BUN (Blood Urea Nitrogen).
Gambar 1. Kucing Abu (Sumber: Dokumentasi pribadi)
Gambar 2b. Hasil pemeriksaan fisik urin (a); Terlihat adanya kristal magnesium amonium fosfat (struvite) (pembesaran objektif 4x) (b).
Gambar 2. Hasil radiografi kucing kasus pada posisi right lateral recumbency, terlihat adanya pembesaran pada kandung kemih (tanda panah putih).
655
Discussion and feedback