POTENSI FILTRAT Trichoderma asperellum TKD DALAM MENGHAMBAT KONTAMINASI Aspergillus parasiticus PADA BIJI KACANG TANAH
on
SIMBIOSIS XI (1): 15-30 http://ojs.unud.ac.id/index.php/simbiosis
Program Studi Biologi FMIPA UNUD
eISSN: 2656-7784
Maret 2023
POTENSI FILTRAT Trichoderma asperellum TKD DALAM MENGHAMBAT KONTAMINASI Aspergillus parasiticus PADA BIJI KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.)
POTENCY OF Trichoderma asperellum TKD FILTRATE IN INHIBITING Aspergillus parasiticus CONTAMINATION IN PEANUT SEEDS (Arachis hypogaea L.)
Nasha Hadi Rahmadanty1, Ida Bagus Gede Darmayasa1*, Ni Made Susun Parwanayoni1 1 Program Studi Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana Bukit Jimbaran
Email Korespodensi: darmayasa@unud.ac.id
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi filtrat Trichoderma asperellum TKD dalam menghambat kontaminasi Aspergillus parasiticus pada biji kacang tanah (Arachis hypogaea L.). Perlakuan yang diberikan pada Aspergillus parasiticus dilakukan secara in vitro dan in vivo. Secara in vitro terdapat tiga jenis metode yaitu metode dual culture dan uji daya hambat filtrat T.asperellum TKD menggunakan metode sumur difusi dan metode koloni dengan konsentrasi 40% (v/v), 50%(v/v), 60%(v/v), 70%(v/v) dan 80%(v/v). Sedangkan secara in vivo, dilakukan pada biji kacang tanah yang ditambahkan filtrat T.asperellum TKD pada beberapa konsentrasi yang sama dengan perlakuan in vitro. Pengukuran secara in vitro ditentukan melalui PIRG (Percentage Inhibition of Radial Growth) dan diameter zona hambatan, sedangkan secara in vivo adalah jumlah populasi koloni A.parasiticus. Hasil penelitian menunjukkan filtrat T.asperellum TKD secara signifikan (P≤0,05) menghambat A. parasiticus. Persentase daya hambat T.asperellum TKD terhadap A.parasiticus secara in vitro dengan metode dual culture sebesar 60,65%. Filtrat T.asperellum TKD secara in vitro dengan menggunakan metode koloni dan sumur difusi mampu menghambat pertumbuhan A.parasiticus sebesar 57,51±3,22%. Pada metode koloni dan sumur difusi, konsentrasi 80% merupakan konsentrasi tertinggi dalam menghambat A.parasiticus yaitu masing-masing sebesar 83,00±1,60% dan 15,09±0,12 mm. Filtrat T.asperellum TKD dengan konsentrasi 80% yang ditambahkan pada biji kacang tanah mampu menurunkan populasi koloni A.parasiticus sebesar 88,3%.
Kata kunci : Aspergillus parasiticus, kacang tanah, Trichoderma asperellumTKD
ABSTRACT
This research aimed to determine the potency of Trichoderma asperellum TKD filtrate in inhibiting Aspergillus parasiticus contamination in peanut seeds. The treatment given to A. parasiticus was done in vitro and in vivo. In vitro there were three types methods, dual culture and the inhibition test of the T.asperellum TKD filtrate using the diffusion well and the colony method with concentrations of 40% (v/v), 50%(v/v), 60%(v/v),70%(v/v) and 80%(v/v). While in vivo, it was done on peanut seeds added T.asperellum TKD filtrate with some concentrations similar to the treatment given in vitro. Whereas in vivo, it was carried out on peanut seeds which were added to T.asperellum TKD filtrate at the same concentrations as in vitro treatment. The in vitro measurement was determined by PIRG (Percentage Inhibition of Radial Growth) and the diameter of the inhibition zone, while in vivo it was the
total population of A. parasiticus. The results showed that T.asperellum TKD filtrate significantly (P≤0.05) inhibited A. parasiticus. The percentage of inhibition power of T. asperellum TKD against A. parasiticus in vitro with the dual culture method was 60.65%. T.asperellum TKD filtrate in vitro using the colony and diffusion well method was able to inhibit the growth of A.parasiticus by 57.51 ± 3.22%. In the colony and diffusion well methods, the concentration of 80% was the highest concentration in inhibiting A. parasiticus, namely 83.00 ± 1.60% and 15.09 ± 0.12 mm, respectively. T.asperellum TKD filtrate with a concentration of 80% added to peanut seeds was able to reduce the population of A.parasiticus colonies by 88.3%.
Keywords : Aspergillus parasiticus, peanut, Trichoderma asperellum TKD
PENDAHULUAN
Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) merupakan salah satu spesies dari famili fabaceae. Kacang tanah ini termasuk komoditas pertanian berupa palawija yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan menempati urutan ketiga setelah jagung dan kedelai. Berdasarkan data Kementerian Pertanian Republik Indonesia Tahun 2016, produksi kacang tanah dalam bentuk biji kering pada tahun 2016 mengalami penurunan sekitar 7,43%. Penurunan produksi diperkirakan terjadi karena produktivitas turun sebesar 0,90%. Terjadinya penurunan tersebut dikarenakan oleh beberapa faktor salah satunya yaitu adanya kontaminasi aflatoksin yang disebabkan oleh jamur Aspergillus parasiticus (Sine, 2018). Senyawa aflatoksin yang dihasilkan oleh A.parasiticus tersebut dapat menimbulkan masalah serius bagi kesehatan manusia dan hewan karena bersifat toksigenik (Da Rocha et al., 2014). Meningkatnya peluang senyawa aflatoksin yang terkandung pada biji kacang tanah maka perlu dilakukan pengendalian yang baik agar peluang terjadinya kontaminasi senyawa aflatoksin oleh A.parasiticus dapat terminimalisir.
Upaya pengendalian pertumbuhan A. parasiticus dapat dilakukan secara
biologi dengan cara menggunakan jamur antagonis atau menggunakan metabolit yang dihasilkan untuk menghambat pertumbuhan A. parasiticus. Salah satu contoh jamur yang banyak dijadikan sebagai agen pengendalian yaitu jamur Trichoderma
asperellum TKD karena memiliki sifat antagonis bagi jamur patogen. Dalam
penelitian Darmayasa dkk. (2014), disebutkan filtrat T. asperellum TKD memiliki kemampuan berkompetisi tinggi dalam mengendalikan pertumbuhan jamur
Aspergillus flavus FNCC1609 yang dapat mengurangi populasi jamur patogen dan mereduksi senyawa toksin yang dihasilkan oleh jamur patogen tersebut. Sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai potensi filtrat T. asperellum TKD dalam menghambat kontaminasi A.parasiticus yang dapat menghasilkan senyawa aflatoksin pada biji kacang tanah sebagai bahan rujukan untuk para petani kacang tanah agar kacang tanah yang dihasilkan memiliki mutu dan kualitas yang baik serta dapat memenuhi standart mutu pangan yang ditetapkan oleh pemerintah.
MATERI DAN METODE
Tempat danWaktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi , Program Studi Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana pada bulan Januari hingga April 2021.
RancanganPenelitian
Penelitian secara in vitro menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 1 kontrol negatif dan 5 perlakuan. Dalam setiap perlakuan dilakukan pengulangan sebanyak 4 kali, sehingga menjadi 24 unit percobaan. Sedangkan penelitian secara in vivo juga menggunakan RAL dengan 6 perlakuan. Setiap perlakuan dilakukan pengulangan sebanyak 4 kali, sehingga diperoleh 24 unit percobaan.
Peremajaan dan Reidentifikasi T. asperellumTKD dan A. parasiticus
Jamur T. asperellum TKD dan A.parasiticus yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari stok kultur Laboratorium Mikrobiologi, Program Studi Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Udayana. Peremajaan jamur T. asperellum TKD dan A.parasiticus dilakukan dengan cara Uji Daya Hambat T. asperellum TKD terhadap A. parasiticus secara in vitro
Uji ini dilakukan menggunakan metode biakan ganda (dual culture). Uji daya hambat dilakukan dengan ulangan sebanyak 4 kali. Adapun cara kerjanya adalah biakan T. asperellum TKD dan A. parasiticus diambil menggunakan cork borer diameter 5 mm dan kedua koloni ditumbuhkan secara berdampingan dengan jarak 3 cm dalam satu cawan Petri yang telah berisi media PDA. Selain itu, biakan A. parasiticus ditumbuhkan pada cawan Petri yang telah berisi media PDA tanpa T. asperellum TKD yang akan digunakan sebagai kontrol. Kemudian cawan Petri yang telah berisi biakan
jamur diinkubasi pada suhu 28oC selama 5 hari. Untuk pengukuran laju diameter koloni jamur dengan cara mengukur koloni masing-masing jamur pada hari terakhir masa inkubasi. Untuk mengetahui daya hambat jamur dapat diketahui berdasarkan perhitungan PIRG (Percentage Inhibition of Radial Growth) sebagai berikut (Singh dan Vijay, 2011) :
PIRG (%) = -^p⅛00%
Keterangan : PIRG= Percentage Inhibition of Radial Growth (%)
R1= Diameter koloni A. parasiticus tanpa antagonis (kontrol)
R2 =Diameter koloni A. parasiticus dengan antagonis (dual culture)
Pembuatan Filtrat T.asperellumTKD
Cawan Petri steril disiapkan, kemudian media PDA dituangkan dan dibiarkan hingga memadat. Setelah media memadat, tepat ditengah cawan Petri ditanam koloni T. asperellum TKD, selanjutnya diinkubasi pada suhu 28oC selama 5 hari . Koloni T. asperellum TKD yang telah tumbuh diinokulasikan ke dalam botol berisi 100 mL media PDB yang telah disiapkan sebelumnya. Kemudian dilakukan inkubasi pada suhu 28oC di atas orbital shaker selama 21 hari. Setelah masa inkubasi berakhir kemudian dilakukan penyaringan menggunakan kertas saring (Whatman No.1), selanjutnya filtrat siap diujikan
pada perhitungan dengan menggunakan alat Hemasitometer. Adapun cara kerjanya adalah disiapkan suspensi spora, kemudian ditetesi sedikit pada petak hitung Hemasitometer dan ditutup dengan menggunakan cover glass, selanjutnya diamati secara mikroskopis dan dihitung menggunakan counter. Kerapatan spora dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut (Sriyanti et al., 2015).
i Spora pada semua kotak < λ λ λ i i
Kerapatan Spora = —— , , ,—;----x 100. 000 sel/ml
‘ 1 jumlah kotak '
Untuk mendapatkan filtrat fase chloroform methanol yaitu dengan menambahkan chloroform dan methanol dengan perbandingan 2:1 pada filtrat T. asperellum TKD yang telah dilakukan penyaringan, kemudian dikocok secara simultan dan dipisahkan dengan menggunakan soklet. Dari pemisahan tersebut didapatkan fase chloroform methanol yang selanjutnya dilakukan tahap evaporasi. Setelah tahap evaporasiselesai maka filtrat T. asperellum TKD siap diujikan pada metode sumur difusi (Darmayasa dkk., 2014).
Ose yang telah berisi biakan jamur kedalam cawan petri yang telah terisi media PDA (Potato Dextrose Agar), dan diinkubasi pada suhu 28oC selama 5 hari. Kemudian dilakukan langkah reidentifikasi dengan mengacu pada buku Fungi and Food Spoilage (Pitt dan Hocking, 1997) yang meliputi pengamatan secara makroskopis dan mikroskopis.
Pembuatan Suspensi Spora A. parasiticus
Cawan Petri steril disiapkan, kemudian dituangkan media PDA (Potato Dextrose Agar) dan dibiarkan hingga memadat. Setelah media memadat, tepat ditengah cawan Petri ditanam koloni A. parasiticus, selanjutnya diinkubasi pada suhu 28°C selama 4 hari. Koloni A. parasiticus yang telah tumbuh ditetesi air steril sebanyak 5 mL, kemudian diusap-usapkan ke permukaan koloni dengan menggunakan Spatula. Cairan yang telah berisi spora tersebut selanjutnya diambil menggunakan pipet Pasteur dan dimasukkan ke dalam botol steril. Untuk mengetahui kerapatan spora pada suspensi dilakukan perhitungan dengan menggunakan alat Hemasitometer. Adapun cara kerjanya adalah disiapkan suspensi spora, kemudian ditetesi sedikit pada petak hitung Hemasitometer dan ditutup dengan menggunakan cover glass, selanjutnya diamati secara mikroskopis dan dihitung menggunakan Counter. Kerapatan spora dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut (Sriyanti et al., 2015).
Sporapada semua kotak rxr∖rx i i
Kerapatan Spora = ——. . , ,—:----x 100.000 sel ml
r γ jumlah kotak '
Uji Daya Hambat Filtrat T. asperellum TKD terhadap Pertumbuhan Aspergillus parasiticus dengan Metode Koloni
Filtrat yang diperoleh dari hasil penyaringan T. asperellum TKD yang diinkubasi selama 21 hari pada media PDB tanpa penambahan chloroform dan methanol, akan diujikan
kemampuan daya hambatnya dengan menggunakan metode koloni. Adapun cara yang dilakukan adalah dengan menyiapkan cawan Petri steril selanjutnya diisi 1 mL konsentrasi
filtrat yang diujikan (40% v/v ; 50% v/v ; 60% v/v ; 70% v/v dan 80% v/v) sebagai perlakuan sedangkan untuk kontrol hanya diisi air steril sebanyak 1 mL. Kemudian dituangkan media PDA dengan suhu media 40oC dibiarkan hingga memadat. Setelah media PDA memadat, masing- masing cawan Petri tepat dibagian tengahnya diisi koloni jamur A. parasiticus dengan diameter 5 mm dan diinkubasi pada suhu 28oC selama 5 hari. Uji daya hambat filtrat T. asperellum TKD dilakukan sebanyak 4 kali pengulangan masing- masing setiap perlakuan. Untuk melihat persentase daya hambat dapat dilakukan dengan mengukur diameter koloni perlakuan dan kontrol kemudian dilakukan perhitungan dengan rumus sebagai berikut (Cahaya et al., 2017) :
Daya hambat (%) = ~^^~ x 100 %
Keterangan :
D1 = Diameter koloni A. parasiticus tanpa antagonis (kontrol) D2 = Diameter koloni A. parasiticus dengan antagonis (perlakuan)
Uji Daya Hambat Filtrat Trichoderma asperellum TKD Fase Chloroform Methanol terhadap Pertumbuhan Aspergillus parasiticus dengan Metode Sumur Difusi
Disiapkan cawan Petri steril yang belum terisi media, kemudian diambil 1 mL suspensi spora A. parasiticus yang telah disiapkan sebelumnya, kemudian dituangkan media PDA (Potato Dextrose Agar) sebanyak 15 mL dan dibiarkan hingga memadat. Tepat dipinggir cawan Petri dibuat sumur difusi sebanyak 6 sumur dengan menggunakan cork borer, kemudian diambil filtrat T. asperellum TKD fase Chloroform Methanol sebanyak 200 mikron menggunakan mikropipet dengan perbedaan konsentrasi filtrat yaitu konsentasi filtrat 40% (v/v) ; 50% (v/v) ; 60% (v/v) ; 70% (v/v) dan 80% (v/v) sebagai perlakuan sedangkan untuk kontrol hanya diisi dengan air steril sebanyak 200 mikron . Kemudian dilakukan inkubasi pada suhu 28°C selama 4 hari. Perlakuan uji antagonisme filtrat T. asperellum TKD terhadap pertumbuhan A. parasiticus dengan metode sumur difusi dilakukan sebanyak 4 kali pengulangan masing-masing setiap perlakuan. Pengaruh filtrat T. asperellum TKD terhadap pertumbuhan A. parasiticus dapat diketahui dengan mengukur zona bening di sekeliling lubang pada cawan Petri yang menunjukkan daerah hambatan pertumbuhan T. asperellum TKD. Diameter zona bening diukur secara vertikal dan horizontal dengan menggunakan penggaris. Untuk menghitung daya hambat filtrat T. asperellum TKD terhadap pertumbuhan A. parasiticus dapat menggunakan rumus berikut (Surjowardojo et al., 2016) :
Daya hambat = pι +p2
Keterangan :
D1 = Diameter vertikal zona bening (mm) D2 = Diameter horizontal zona bening (mm)
Prosedur Uji Filtrat T. asperellum TKD pada Biji KacangTanah
Prosedur yang dilakukan dalam pemberian perlakuan pada biji kacang tanah yaitu disiapkan biji kacang tanah yang telah disterilisasi untuk menghindari kontaminasi mikroorganisme dari lingkungan. Kemudian disiapkan 7 botol steril dan masing-masing botol diisi biji kacang tanah sebanyak 100 g. Setiap botol diberi perlakuan biji kacang tanah tanpa filtrat T.asperellum TKD dan A.parasiticus (kontrol negatif), biji kacang tanah dengan suspensi A.parasiticus sebanyak 1 mL (kontrol positif) dan biji kacang tanah dengan A.parasiticus dan filtrat T.asperellum TKD masing-masing dengan konsentrasi 40%, 50%, 60%, 70% dan
80%. Pemberian perlakuan dilakukan sebanyak 4 kali pengulangan masing-masing setiap perlakuan. Pemberian filtrat T. asperellum TKD pada biji kacang tanah dengan cara disemprotkan 3mL, kemudian ditambahkan suspense spora A. parasiticus sebanyak 1 mL. Setelah diberi perlakuan kemudian diinkubasi pada suhu 28oC selama 15 hari. Setelah masa inkubasi berakhir dilakukan perhitungan jumlah populasi A. parasiticus dengan Uji Angka Lempeng Total (ALT).
Analisis Data
Data yang diperoleh dalam penelitian ini berupa data kualitatif yang ditampilkan dalam bentuk gambar dan tabel, sedangkan data kuantitatif dilakukan dengan menganalisis data menggunakan analisis sidik ragam (ANOVA) dengan progam SPSS versi 24. Apabila data yang diperoleh memiliki beda nyata pada taraf uji 5 % (P ≤0,05) maka analisis data dilanjutkan dengan uji Duncan untuk mengetahui perbedaan setiap perlakuan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Reidentifikasi T. asperellum TKD
Berdasarkan hasil pengamatan karakteristik morfologi secara makroskopis, T. asperellum TKD yang telah ditumbuhkan pada media PDA dan diinkubasi dengan suhu 28ºC menunjukkan bahwa selama 5 hari masa inkubasi diameter koloni T.asperellum TKD mencapai 6,4 cm. Adapun ciri-ciri lainnya yaitu koloni berwarna putih bertekstur cattony, dibagian tengah berwarna hijau muda, setelah 5 hari masa inkubasi koloni berwarna hijau tua dengan sebalik koloni berwarna putih kehijauan, tidak memiliki garis radial, terdapat growing zone dan zonasi pada koloni (Gambar 1).
Gambar 1. Morfologi T. asperellum TKD secara makroskopis. Keterangan: (A) Tampak atas :
-
(a) Growing zone, (b) Zonasi, (B) Tampak bawah (sebalik koloni).
Penelitian ini didukung oleh hasil penelitian Darmayasa dan Oka (2016), bahwa Trichoderma asperellum TKD yang ditumbuhkan pada media MEA dengan masa inkubasi 4
hari menunjukkan diameter koloni mencapai 4,6 cm dengan warna koloni putih kehijauan dan berubah menjadi hijau tua setelah masa inkubasi diperpanjang, serta pertumbuhan koloni yang tidak beraturan dengan miselia yang cepat menyebar sehingga terlihat seperti bertumpuk-tumpuk. Dalam penelitian Antari et al. (2020), T.asperellum TKD memiliki miselium yang berwarna hijau dan pola pertumbuhan melingkar dan dengan batas yang cukup jelas.
Gambar 2. Struktur mikroskopis T. asperellum TKD perbesaran 400x. Keterangan : (a) Konidiofor ; (b) Fialid ; (c) Konidia.
Berdasarkan hasil pengamatan karakteristik morfologi T. asperellum TKD secara mikroskopis dengan perbesaran 400x, diperoleh struktur berupa hifa yang bersepta, memiliki konidia berbentuk globuse, tangkai fialid pendek berbentuk oval yang tersusun pada kelompok-kelompok yang berbeda dan konidiofor bercabang-cabang secara teratur (Gambar 2).
Hasil pengamatan mikroskopis T. asperellum TKD secara umum sesuai dengan buku panduan identifikasi jamur dari Pitt and Hocking (1997), bahwa, umumnya Trichoderma memiliki konidia yang berwarna hijau dan konidiofor bercabang dengan fialid yang berbentuk oval.
Reidentifikasi A. parasiticus
Berdasarkan hasil pengamatan karakteristik morfologi secara makroskopis, A. parasiticus yang telah ditumbuhkan pada media PDA dan diinkubasi dengan suhu 28ºC menunjukkan bahwa selama 5 hari masa inkubasi diameter koloni A. parasiticus mencapai 5,4 cm. Adapun ciri-ciri lainnya yaitu koloni awalnya berwarna hijau muda dibagian tepi koloni berwarna putih kekuningan, setelah 5 hari masa inkubasi koloni berwarna hijau tua dengan sebalik koloni berwarna kuning, memiliki tekstur koloni granular, tidak memiliki garis radial, terdapat growing zone dan zonasi pada koloni (Gambar 3).

Gambar 3. Morfologi A. parasiticus secara makroskopis. Keterangan: (A) Tampak atas :(a) Growing zone ;
-
(b) Zonasi, (B) Tampak bawah (sebalik koloni)
Berdasarkan hasil pengamatan ini, sesuai dengan buku panduan Pitt and Hocking (1997), bahwa A. parasiticus yang ditumbuhkan pada media MEA dengan masa inkubasi 5-7 hari pada suhu 28oC menunjukkan diameter koloni mencapai 5-6 cm dengan warna koloni hijau tua
kekuningan dengan misellium berwarna putih pada tepi koloni dan sebalik koloni seperti kaca (hialin). Hasil pengamatan mikroskopis A. parasiticus melalui pembesaran 400x diperoleh, struktur hifa yang bersepta, konidia berbentuk bulat, terdapat sterigma, vesikel berbentuk bulat berdiameter 22,13 µm, konidiofor hialin dan tunggal berdiameter 10,78 µm dan terdapat konidium (Gambar4).
Gambar 4. Struktur mikroskopis A. parasiticus perbesaran 400x. Keterangan : (a) Konidiofor ;
(b) Vesikel ; (c) Sterigma ; (d) Konidium ; (e) Konidia.
Secara umum hasil penelitian ini sesuai dengan laporan Klich and Pitt (1988) bahwa, A. parasiticus memiliki ciri-ciri hifa bersekat, konidiofor tegak dan transparan (hialin), vesikel berbentuk bulat dengan diameter 25-45 µm, sterigma terbentuk langsung pada vesikel dan berukuran (6-10)x(4,0-5,5) µm, konidia berbentuk bulat dan berwarna kuning berdiameter 3,6 µm.
Daya Hambat T. asperellum TKD terhadap A. parasiticus secara In Vitro
Tabel 1 menunjukkan bahwa hasil rata-rata diameter koloni A. parasiticus tanpa T. asperellum TKD(kontrol) jauh lebih besar jika dibandingkan dengan rata-rata
diameter koloni A. parasiticus dengan diberikan perlakuan (T. asperellum TKD) diperoleh hasil rata-rata persentase daya hambat sebesar 57,51±3,22 %(Tabel 1). Kemampuan daya hambat dari T. asperellum TKD terhadap pertumbuhan A.parasiticus masa inkubasi 5 hari suhu 28oC, disajikan pada Gambar 5.
Gambar 5. Daya hambat Trichoderma asperellum TKD. Keterangan : (A) Kontrol : A. parasiticus, (B) Perlakuan permukaan koloni : (a) A. parasiticus ; (b) T. asperellum TKD, (C) Perlakuan sebalik koloni : (a) A. parasiticus ; (b) T. asperellum TKD.
Tabel 1. Hasil daya hambat Trichoderma asperellum TKD terhadap Aspergillus parasiticus secara in vitro
Perlakuan |
Diameter Koloni A. parasiticus (cm) | ||
Perlakuan Kontrol |
Perlakuan T. asperellum TKD |
(%) | |
U1 |
5,40 |
2,30 |
55, 66 |
U2 |
6,00 |
2,42 |
59,66 |
U3 |
5,80 |
2,55 |
56,03 |
U4 |
6,10 |
2,40 |
60,65 |
Jumlah |
6,01 | ||
Rata-Rata |
5,82±0,31 |
2,47±0,07 |
57,51±3,22 |
Berdasarkan hasil daya hambat T. asperellum TKD terhadap A. parasiticus secara in vitro, persentase daya hambat tertinggi sebesar 60,65% sedangkan persentase daya hambat terendah sebesar 53,70% dengan hasil rata-rata persentase daya hambat sebesar 57,51±3,22% (Tabel 1). Kemampuan daya hambat T. asperellum TKD disebabkan adanya suatu mekanisme penghambatan terhadap pertumbuhan dari koloni A. parasiticus. Hal ini dapat dilihat dengan adanya perbedaan pertumbuhan dan ukuran diameter A.parasiticus antara kontrol (tanpa T. asperellum TKD) dengan perlakuan (T. asperellum TKD). Koloni A. parasiticus pada kontrol terlihat memiliki ukuran diameter yang lebih besar dan pertumbuhannya maksimal jika dibandingkan dengan koloni A. parasiticus dengan perlakuan yang memiliki ukuran diameter lebih kecil dan pertumbuhannya tidak maksimal (Gambar 5). Koloni A. parasiticus dengan perlakuan menandakan bahwa dalam pertumbuhannya mendapatkan tekanan dari koloni T.asperellum TKD, sehingga terjadi pertumbuhan yang tidak maksimal. Miselium T.asperellum TKD tumbuh dengan cepat jika dibandingkan dengan A. parasiticus, dimana sampai hari ke-5 masa inkubasi pertumbuhan T. asperellum TKD telah mendesak pertumbuhan A. parasiticus dan hampir menutupi setengah permukaan A. parasiticus (Gambar 5).
Penelitian ini juga membuktikan bahwa T. asperellum TKD mampu menghasilkan metabolit sekunder yang dapat menghambat pertumbuhan A. parasiticus. Hal ini disajikan pada Gambar 5, dimana di sekitar koloni T. asperellum TKD terdapat zona hambatan yang diduga penyebab terbentuknya metabolit sekunder atau senyawa aktif yang diekskresikan oleh T. asperellum TKD. Selain itu hifa dan spora dari A. parasiticus gagal mengalami pertumbuhan secara sempurna di sekitar zona hambatan dari koloni A. parasiticus. Sementara itu A. parasiticus dapat menghasilkan suatu toksin yang sangat kuat yaitu aflatoksin jika di dalam pertumbuhannya mengalami tekanan atau gangguan, tetapi tampaknya aflatoksin yang dihasilkan oleh A.parasiticus tidak dapat berperan banyak dalam mempertahankan pertumbuhannya untuk melawan pertumbuhan T. asperellum TKD.
Gambar 6. Daya hambat Trichoderma asperellum TKD terhadap Aspergillus parasiticus.
Keterangan : (A) A. parasiticus, (B) Zona hambatan , (C) T. asperellum TKD.
Daya Hambat Filtrat T. asperellum TKD terhadap A. parasiticus dengan Metode Koloni
Daya hambat filtrat T. asperellum TKD menggunakan metode koloni dengan masa inkubasi 5 hari menunjukkan adanya aktivitas penghambatan terhadap pertumbuhan A. parasiticus. Hasil persentase daya hambat filtrat T.asperellum TKD terhadap A. parasiticus dengan menggunakan beberapa konsentrasi yaitu 40%, 50%, 60%, 70% dan 80% yang di inkubasi selama 5 hari masing-masing sebesar 6,11±2,30%; 35,66±5,12%; 49,11±1,40%; 68,14±3,13%; dan 83,00±1,60% (Tabel 2). Selain itu pada perlakuan filtrat T.asperellum TKD dengan konsentrasi 70% dan 80%, koloni A. parasiticus terjadi kegagalan dalam pembentukan pigmen yang ditandai dengan tidak adanya pertumbuhan spora pada koloni A. parasiticus dengan konsentrasi tersebut sehingga koloni hanya berupa hifa berwarna putih (Gambar 7).
Berdasarkan hasil analisis statistik pada Tabel 2 diperoleh ada pengaruh perlakuan konsentrasi filtrat T. asperellum TKD terhadap terbentuknya diameter koloni A.parasiticus. Rata rata diameter koloni A. Parasiticus pada perlakuan filtrat konsentrasi 80% jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan diameter koloni pada kontrol (tanpa filtrat), secara statistik sangat berbeda nyata pada uji Duncan taraf P≤0,05. Begitu juga filtrat T. asperellum TKD pada konsentrasi 40%, 50%, 60% dan 70% secara signifikan berbeda nyata (P≤0,05) dengan kontrol. Hal ini membuktikan bahwa pada filtrat T. asperellum TKD mengandung senyawa aktif yang mampu menghambat pertumbuhan A. parasiticus.
Tabel 2. Persentase daya hambat filtrat T. asperellum TKD terhadap A. parasiticus dengan metode koloni
Perlakuan |
Rata-rata diameter koloni A. parasiticus setelah inkubasi (cm) |
Daya hambat (%) |
Kontrol |
5,50±0,13a |
0±0,00 |
40% |
5,16±0,11b |
6,11±2,30 |
50% |
3,54±0,27c |
35,66±5,12 |
60% |
2,80±0,14d |
49,11±1,40 |
70% |
1,75±0,15e |
68,14±3,13 |
80% |
0,94±0,11f |
83,00±1,60 |
Keterangan : Nilai pada tabel diatas yang diikuti notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan nilai rata-rata yang berbeda nyata (P≤0,05) berdasarkan uji Duncan setelah dianalisis sidik ragam (ANOVA).
Perlakuan filtrat T.asperellum TKD dengan konsentrasi 70% dan 80% tidak menunjukkan pertumbuhan spora atau terjadi kegagalan dalam pembentukan pigmen pada koloni A. parasiticus, hal tersebut dapat terjadi dikarenakan tingginya konsentrasi filtrat T.asperellum TKD yang digunakan. Maka semakin besar perlakuan konsentrasi filtrat T.asperellum TKD yang diberikan membuktikan bahwa memiliki persentase penghambatan yang tinggi juga terhadap A.parasiticus. Sehingga dapat dikatakan semakin tinggi konsentrasi, maka jumlah metabolit sekunder baik enzim atau antibiotika yang diekskresikan semakin besar. Menurut Darmayasa et al. (2014), T. asperellum TKD dapat menekan pertumbuhan jamur patogen yang dapat menyebabkan terjadinya kegagalan dalam pembentukan pigmen jamur patogen pada media di cawan Petri.
Gambar 7. Daya hambat filtrat T. asperellum TKD terhadap A. parasiticus.
Keterangan : (A) A . parasiticus tanpa filtrat (kontrol) , (B) konsentrasi filtrate 40%,
(C) konsentrasi filtrat 50%, (D) konsentrasi filtrat 60%, (E) konsentrasi filtrat 70%, (F) konsentrasi filtrat 80%.
Adanya kemampuan daya hambat filtrat T.asperellum TKD terhadap pertumbuhan A.parasiticus yang ditumbuhkan pada media PDA disebabkan oleh adanya pengaruh metabolit sekunder dan enzim-enzim yang terkandung di dalam filtrat T.asperellum TKD tersebut sehingga berpotensi dalam menekan bahkan membunuh pertumbuhan jamur A.parasiticus. Menurut Narraswati et al. (2017) terdapat beberapa jenis metabolit sekunder yang dihasilkan oleh Trichoderma sp. diantaranya yaitu polyketides, isonitriles dan peptaibols. Dimana metabolit sekunder jenis peptaibols bekerja secara sinergis dengan enzim hidrolitik seperti β-glukanase dalam menghambat pertumbuhan jamur patogen, salah satunya A.parasiticus.
Daya Hambat Ekstrak Filtrat T. asperellum TKD terhadap A. parasiticus dengan Metode Sumur Difusi
Daya hambat ekstrak methanol : chloroform filtrat T. asperellum TKD menggunakan metode sumur difusi dengan masa inkubasi 5 hari menunjukkan adanya
aktivitas penghambatan terhadap pertumbuhan A. parasiticus. Adanya zona hambatan berupa zona bening yang diberikan filtrat dengan beberapa konsentrasi, mengindikasikan terdapat senyawa atau metabolit sekunder yang diekskresikan oleh T. asperellum TKD yang berpotensi dalam menekan pertumbuhan A.parasiticus. Spora A.parasiticus yang berada di sekitar zona bening diduga mengalami kerusakan dalam bergerminasi sehingga A.parasiticus tidak mengalami pertumbuhan.
Keefektifan suatu ekstrak filtrat ditentukan oleh besarnya diameter zona hambatan berupa zona bening yang terbentuk. Berdasarkan penggolongan kekuatan antimikroba menurut
Davis dan Stout (1971) daya hambat ekstrak filtrat T.asperellum TKD terhadap pertumbuhan A.parasiticus dengan konsentrasi 80%, 70% dan 60% termasuk ke dalam kategori kuat. Sedangkan daya hambat ekstrak filtrat T.asperellum TKD terhadap pertumbuhan A.parasiticus dengan konsentrasi 50% termasuk ke dalam kategori sedang.
Berdasarkan hasil penelitian yang tercantum pada Tabel 3, menunjukkan adanya kecenderungan semakin meningkat konsentrasi ekstrak filtrat T. asperellum TKD yang diberikan pada sumur, semakin besar zona bening yang terbentuk. Untuk perlakuan kontrol
negatif dan perlakuan konsentrasi 40% tidak menunjukkan adanya zona hambatan berupa zona bening.
Gambar 8. Daya hambat ekstrak filtrat Trichoderma asperellum TKD terhadap Aspergillus parasiticus dengan metode sumur difusi
Tabel 3. Hasil rata-rata diameter zona hambatan ekstrak filtrat T. asperellum TKD dengan beberapa konsentrasi terhadap A. parasiticus
Perlakuan |
Diameter Zona Hambatan (mm) |
Kontrol - Kontrol + Konsentrasi 40% Konsentrasi 50% Konsentrasi 60% Konsentrasi 70% Konsentrasi 80% |
0,00±0,00a 29,90±1,84f 0,00±0,00a 8,41±0,24b 10,00±0,35c 13,06±0,24d 15,09±0,12e |
Keterangan : Nilai pada tabel di atas merupakan nilai rata-rata dari 4 kali ulangan dengan diikuti notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama yang menunjukkan nilai rata-rata yang berbeda nyata (P≤0,05) berdasarkan uji Duncan setelah dilakukan analisis sidik ragam (ANOVA).
Keefektifan suatu ekstrak filtrat ditentukan oleh besarnya diameter zona hambatan berupa zona bening yang terbentuk. Berdasarkan penggolongan kekuatan antimikroba menurut Davis dan Stout (1971) daya hambat ekstrak filtrat T.asperellum TKD terhadap pertumbuhan A.parasiticus dengan konsentrasi 80%, 70% dan 60% termasuk ke dalam kategori kuat. Sedangkan daya hambat ekstrak filtrat T.asperellum TKD terhadap pertumbuhan A.parasiticus dengan konsentrasi 50% termasuk ke dalam kategori sedang.
Tabel 3 menunjukkan adanya perbedaan hasil rata-rata diameter zona hambat secara nyata (P≤0,05) antara masing-masing perlakuan. Kecuali pada perlakuan kontrol negatif dan perlakuan konsentrasi 40% tidak terdapat perbedaan hasil rata-rata diameter zona hambat secara nyata (P≥0,05). Pada perlakuan kontrol negatif dan perlakuan konsentrasi 40% tidak menunjukkan adanya diameter zona hambatan berupa zona bening. Perlakuan konsentrasi 40% senyawa aktif atau metabolit yang terkandung pada ekstrak filtrat T.asperellum TKD belum mampu menghambat pertumbuhan A.parasiticus, sehingga spora yang dimasukkan bersamaan
dengan media PDA ke dalam cawan Petri, tetap mampu bergerminasi dan mengalami pertumbuhan.
Daya Hambat Filtrat T. asperellum TKD terhadap Jumlah Populasi Koloni A. parasiticus secara In Vivo
Berdasarkan hasil pengujian filtrat T. asperellum TKD dalam menghambat kontaminasi A. parasiticus pada biji kacang tanah (A. hypogaea L.) yang diinkubasi selama 15 hari menunjukkan hasil yang positif bahwa filtrat T.asperellum TKD secara konsisten efektif menghambat kontaminasi A.parasiticus pada biji kacang tanah. Hasil perhitungan jumlah populasi koloni A.parasiticus dengan metode pengenceran setelah diinkubasi selama 5 hari pada media PDA menunjukkan bahwa dari beberapa perlakuan konsentrasi filtrat T.asperellum TKD yang ditambahkan pada biji kacang tanah memberikan hasil yang berbeda-beda dalam menghambat kontaminasi A.parasiticus. Biji kacang tanah yang diberikan perlakuan konsentrasi filtrat T.asperellum TKD terlihat mengandung populasi koloni A.parasiticus lebih sedikit jika dibandingkan dengan biji kacang tanah yang tanpa diberikan filtrat T.asperellum TKD (Gambar 9).
Tabel 4 menunjukkan semakin rendah konsentrasi filtrat T.asperellum TKD yang diberikan yang pada biji kacang tanah setelah masa inkubasi 15 hari, maka semakin besar juga jumlah populasi koloni A.parasiticus. Pada perlakuan biji kacang tanah yang tanpa diberikan filtrat T.asperellum TKD dan tanpa diberikan spora A.parasiticus (kontrol negatif) setelah 15 hari masa inkubasi tidak terdeteksi adanya A.parasiticus. Hal ini berarti bahwa biji kacang tanah yang diberi perlakuan tidak ada kontaminasi A.parasiticus. Dengan kata lain populasi A.parasiticus pada biji kacang tanah yang diperoleh, benar- benar sebagai akibat pemberian perlakuan.
Setelah pemberian perlakuan filtrat T.asperellum TKD dengan masa inkubasi selama 15 hari (T15) terjadi penurunan jumlah populasi koloni A.parasiticus pada biji kacang tanah. Sedangkan pada perlakuan filtrat T.asperellum TKD dengan konsentrasi 40% yang diberikan pada biji kacang tanah tidak menunjukkan adanya penurunan jumlah populasi koloni A. parasiticus secara nyata, hal tersebut terlihat dari rata-rata jumlah populasi A.parasiticus (T15) lebih besar jika dibandingkan dengan dari rata-rata jumlah populasi A.parasiticus (T0) . Selain itu jika rata-rata jumlah populasi A.parasiticus yang diberikan perlakuan filtrat T. asperellum TKD konsentrasi 40% dibandingkan dengan rata-rata jumlah populasi koloni A.parasiticus yang diberikan perlakuan B (kontrol positif) tidak menunjukkan perbedaan secara nyata. Hal tersebut besar kemungkinan dikarenakan senyawa aktif pada filtrat T.asperellum TKD konsentrasi 40% belum mampu menghambat kontaminasi A.parasiticus pada biji kacang tanah sehingga pada konsentrasi tersebut kontaminasi A.parasiticus pada biji kacang tanah tidak mengalami persentase penurunan malah semakin mengalami peningkatan jumlah koloni.
Gambar 9. Hasil metode pengenceran 104 Aspergillus parasitisus pada biji kacang tanah setelah diberikan perlakuan dan inkubasi pada media PDA selama 15 hari suhu 28oC.
Keterangan : (A) Kontrol - , (B) Kontrol + , (C) Perlakuan konsentrasi 40%, (D) Perlakuan
konsentrasi 50%, (E) Perlakuan konsentrasi 60%, (F) Perlakuan konsentrasi 70%,
(G) Perlakuan konsentrasi 80%..
Pemberian perlakuan beberapa konsentrasi filtrat T.asperellum TKD pada biji kacang tanah dapat menurunkan jumlah populasi A. parasiticus, pada filtrat T.asperellum TKD mengandung metabolit yang berperan dalam merusak dinding sel jamur A. parasiticus, sehingga spora A. parasiticus tidak mampu bergerminasi dan mengalami pertumbuhan secara baik. Trichoderma asperellum TKD mampu menghasilkan suatu senyawa yang berpotensi dalam menghambat kontaminasi A. parasiticus pada biji kacang tanah. Seperti yang dilaporkan oleh Helmi et al. (2011) bahwa Trichoderma sp. mampu menghasilkan senyawa phenol, dimana senyawa phenol yang dihasilkan mampu menghambat pertumbuhan A.flavus secara in vitro dan in vivo.
Berdasarkan dugaan kinerja senyawa aktif yang dihasilkan oleh T. asperellum TKD dapat dinyatakan bahwa filtrat T.asperellum TKD pada konsentrasi tertentu dapat digunakan sebagai agen biokontrol dalam menghambat pertumbuhan A.parasiticus. Selain menghambat pertumbuhan A.parasiticus, T.asperellum TKD diduga juga mampu mendegradasi senyawa aflatoksin yang dihasilkan oleh A.parasiticus. Darmayasa et al. (2014) melaporkan bahwa filtrat T.asperellum TKD mampu mereduksi kontaminasi aflatoksin B1 yang dihasilkan oleh A. flavus FNCC1609 pada pakan konsentrat ayam, sehingga kemampuan filtrat T.asperellum TKD dalam mereduksi aflatoksin tersebut bermanfaat bagi aflatoksin tersebut bermanfaat bagi kualitas bahan pangan. Dalam penelitian tersebut filtrat bahan pangan T.asperellum TKD pada konsentrasi 60% dan 70% tidak menimbulkan toksisitas akut dan tidak menimbulkan gangguan fisiologis hati dan ginjal yang telah diuji cobakan pada mencit jantan selama 30 hari.
Tabel 4. Jumlah populasi koloni A. parasiticus pada biji kacang tanah yang ditambahkan filtrat T. asperellum TKD sebelum dan sesudah masa inkubasi
Perhkuan |
Jumhb populasi koloni .4. parasiticus (CFU/t) |
PenurunanA parasiticus (%) | |
Koloni sebelum inkubasi (To) |
Koloni setelah inkubasi (Tu) | ||
A |
O1OOiO1W |
O1OOiO1OO1 |
O |
B |
4O,2×1WO |
56×10⅛3,55f |
O |
C |
40,2×104il,70 |
54×IΦ⅛4,70f |
O |
D |
402×10⅛1.70 |
37,5×10⅛2,64∙ |
6,1 |
E |
40,2×10*⅛l,70 |
27l7×10⅛2106d |
31 |
F |
4Q>10⅛l,70 |
12,2×10⅛2,21c |
69,6 |
G |
40,2×10⅛l,70 |
417χl0⅛l,70b |
88,3 |
Keterangan: Nilai pada tabel diatas merupakan nilai rata-rata dari 4 kali ulangan dengan diikuti notasi huruf yang berbeda pada kolom yang sama yang menunjukkan nilai rata-rata yang berbeda nyata (P≤0,05) berdasarkan uji Duncan setelah dilakukan analisis sidik ragam (ANOVA).
(A) Biji kacang tanah tanpa A.parasiticus dan tanpa filtrat T.asperellum TKD, (B) Biji kacang tanah + A.parasiticus, (C) Biji kacang tanah + A.parasiticus + Filtrat 40%, (D) Biji kacang tanah + A.parasiticus + Filtrat 50%, (E) Biji kacang tanah + A.parasiticus + Filtrat 60%, (F) Biji kacang tanah + A.parasiticus + Filtrat 70%, (G) Biji kacang tanah+ A.parasiticus + Filtrat 80%.
SIMPULAN
Trichoderma asperellum TKD mampu menghambat A. parasiticus secara in vitro dengan persentase hambatan tertinggi yaitu 60,65% dan terendah sebesar 53,70%. Konsentrasi filtrat T. asperellum TKD 40%, 50%, 60%, 70% dan 80% dengan metode koloni dapat menghambat A.parasiticus masing-masing sebesar 6,11±2,30%, 35,66±5,12%, 49,11±1,40%, 68,14±3,13%, dan 83,00±1,60%. Melalui metode sumur difusi dengan konsentrasi filtrat 50%, 60%, 70%, dan 80% diameter hambatannya masing-masing sebesar 8,41±0,24 mm, 10,00±0,35 mm, 13,06±0,24 mm, 15,09±0,12 mm. Secara in vivo pada kacang tanah, konsentrasi filtrat 50%, 60%, 70%, dan 80% juga mampu menurunkan A.parasiticus.
UCAPAN TERMAKASIH
Terimakasih kepada dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dan saran pada penelitian ini dan terima kasih kepada Laboratorium Mikrobiologi dan Ketua Program Studi Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Udayana yang telah memfasilitasi dan mendukung penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Antari, N. M., Darmayasa, I.B.G. dan Hardini, J. 2020. Efektivitas Trichoderma asperellum
TKDn dengan Mediator Pupuk Kandang untuk Mengendalikan Penyakit Layu
Fusarium pada Tanaman Cabai Merah (Capsicum annum L.). Jurnal Simbiosis. 8(2) :63-71.
Cahaya, A., Hasanuddin dan Syamsuddin. 2017. Daya Hambat Minyak Serai Wangi (Andropogon nordus L.) Terhadap Pertumbuhan Koloni Patogen Terbawa benih secara In Vitro dan Pengaruhnya Terhadap Viabilitas dan Vigor Benih Terung (Solanum melongena L.). Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian Unsyiah. 2(4) : 11-21.
Da Rocha, M.E.B., Freire, da C.O., Maia, F.E.F., Guedes, M.I.F. and Rondina, D. 2014. Mycotoxins and Their Effect on Human and Animal Health. Food Control. 36(2) :159-165.
Darmayasa, I.B.G and Oka, I.G.L. 2016. A Study on Inhibitory Effect of Trichoderma sp. TKD on Aspergillus flavus FNCC6109 and Its Molecular Identification.
International Journal of Pure & Applied Bioscience. 4(2) : 103-110.
Darmayasa, I.B.G., Sentana, P., Sujaya, I.N, Sukrama, I.D.M. 2014. The Trichoderma asperellum TKD Filtrate Potency in Reducing Contaminans of Aflatoxins B1
Produced by Aspergillus flavus FNCC6109 on Concentrate Feed. International Journal Of Pure & Applied Bioscience.2(6) : 279-285.
Helmi, F.M., Hemdan, R., Rizk, M.A. and Hagrassy, F. 2011. Antibiotic Extraction asmA Recent Biocontrol Method for In Ancient Egyptian Mural Paintings.Mediterranean Archaeology and Archaeometry. 11(2) : 1-7.
Kementerian Pertanian Republik Indonesia. 2016. Outlook Komoditas Pertanian Sub Sektor Tanaman Pangan “Kacang Tanah“. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. Jakarta.
Klich, M.A. and Pitt, J.I. 1988. A Laboratory Guide to the Common Aspergillus Species and Their Telemorphs. CSIRO. University of Toronto Press. Toronto.
Narraswati, N., Oktavia, R., Nenci, N., Eryanti, Y., Nugroho, T.T. dan Nurulita, Y. 2017. Potensi Metabolit Sekunder dari Trichodrma sp LBKURCC22 Tanah Gambut Hutan Sekunder sebagai Antibiotik. .Chimica et Natura Acta. 5(2) : 85-89
Pitt, J. I and Hocking, A.D. 1997. Fungi and Food Spoilage. Printed in Great Britain at the University Press Cambridge.
Sine, J.G.L. 2018. Studi Kontaminasi Aspergillus flavus dan Aspergillus parasiticus pada Makanan Berbahan Baku Kacang Tanah. CHMK Health Journal. 2(2) : 43-49.
Singh, P. K and Vijay, K. 2011.Biological Control of Fusarium Wilt of Chrysanthemum with Trichoderma and Botanicals. J. Agric Tech. 7(6) : 1603-1613.
Sriyanti, N.L.G., Suprapta, D.N. dan Suada, I.K. 2015. Uji Keefektifan Rhizobakteri dalam Menghambat Pertumbuhan Jamur Colletotrichum spp. Penyebab Antraknosa pada Cabai Merah (Capsicum annum L.). Jurnal Agroekoteknologi Tropika. 4(1) : 53-65.
Surjowardojo, P., Susilorini, T.E. dan Benarivo, V. 2016. Daya Hambat Dekok Kulit Apel Manalagin (Malus sylvestris Mill) Terhadap Pertumbuhan Escherichia coli dan Streptococcus agalactiae Penyebab Mastitis pada Sapi Perah. Jurnal Ternak Tropika.17(1) : 11-21.
30
Discussion and feedback