SIMBIOSIS X (1):88-100                http://ojs.unud.ac.id/index.php/simbiosis

Program Studi Biologi FMIPA UNUD

eISSN: 2656-7784

Maret 2022

TINGGI DAN BERAT BADAN SISWA UMUR 10-12 TAHUN DI SEKOLAH PEDESAAN DAN KOTA : SD DI DESA PINANG SEBATANG TIMUR DAN KOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU

HEIGHT AND BODY WEIGHT OF STUDENTS AGED 10-12 YEARS IN RURAL AND URBAN SCHOOLS : ELEMENTARY SCHOOL IN PINANG SEBATANG TIMUR VILLAGE AND PEKANBARU CITY OF RIAU PROVINCE

Fita Efi Rafelina Siallagan1, I Ketut Junitha1, Iriani Setyawati1

  • 1    Program Studi Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana Bukit Jimbaran

Email : [email protected]

ABSTRAK

Pertumbuhan fisik pada siswa mengarah pada pertambahan ukuran tubuh. Populasi penelitian anak Sekolah Dasar (SD) dari satu SD di daerah Desa Pinang Sebatang Timur, Kecamatan Tualang, Kabupaten Siak dan satu SD di daerah perkotaan meliputi Kota Pekanbaru. Kedua daerah penelitian ini berada di wilayah Provinsi Riau. Sampel penelitian adalah 60 orang siswa SDS Nusantara di Desa Pinang Sebatang Timur dan 60 orang siswa SDS Santa Maria II di Kota Pekanbaru, yang masing-masing terdiri atas 30 anak laki-laki dan 30 anak perempuan yang belajar di Sekolah Dasar (SD). Rentang usia probandus adalah 10-12 tahun. Metode yang digunakan adalah metode purposive sampling dengan online survey. Parameter yang diteliti adalah tinggi, berat badan, usia, pendidikan orangtua, pekerjaan orang tua, penghasilan orang tua, Indeks Massa Tubuh (IMT), usia menarche dan mimpi basah pertama kali. Indeks Massa Tubuh (IMT) dihitung dengan membagi antara berat badan (kg) dengan tinggi badan kuadrat (m2). Menurut Center for Disease Control and Prevention, IMT dikategorikan berdasarkan 4 kategori yaitu underweight/kurus (<18), normal (18-25), overweight/gemuk (25-27), dan obese/obesitas (>27). Rata-rata tinggi badan, berat badan, dan indeks massa tubuh siswa laki-laki dan perempuan Kota Pekanbaru lebih besar daripada rata-rata tinggi badan, berat badan, dan indeks massa tubuh siswa laki-laki dan perempuan Desa Pinang Sebatang Timur. Faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi dan berat badan siswa adalah pekerjaan orang tua, pendapatan orang tua, tinggi badan orang tua, usia menarche pada anak perempuan atau mimpi basah pada anak laki-laki, serta aktivitas fisik yang dilakukan siswa. Kata Kunci: pola pertumbuhan, tinggi badan, berat badan, usia, indeks massa tubuh (IMT)

ABSTRACT

The difference in height and weight is influenced by genetic traits and environmental factors. The study population was primary school children from one elementary school in the area of Pinang Sebatang Timur Village, Tualang Regency and one elementary school in urban areas covering Pekanbaru City. The two research areas are located in the province of Riau. The research sample was 60 students from Nusantara elementary school in Pinang Sebatang Timur Village and 60 students from Santa Maria elementary school, which consisted of (30 boys and 30 girls). The age range of the probandous is about 10-12 years old. The method that is being used for the research is purposive sampling method using online survey. The parameters studied were height, weight, age, parental education, parental occupation, parental income, body mass index (BMI), age of manarche and first wet dreams. Body Mass Index (BMI) was calculated by dividing body weight (kg) by height square (m2).According to the Center for Disease Control and Prevention, BMI is categorized based on 4 categories, namely underweight (<18), normal (18-25), overweight (25-27), and obese (>27). The average of heights, weights and body mass indexes of male and female students in Pekanbaru city are higher than in the Pinang Sebatang Timur’s village. Factors that are affecting student’s heights and weights are

their parent’s job, their parent’s allowances, heights, the age of menarche on the female children or wet dream on the male children, and also the physical activities the students do.

Keywords: growing pattern, height, weight, age, body mass index (BMI)

PENDAHULUAN

Pertumbuhan merupakan suatu proses bertambahnya ukuran pada makhluk hidup yang bersifat nyata, dapat diukur, dan dapat diamati. Pertumbuhan fisik pada siswa mengarah pada pertambahan ukuran tubuh. Puncak pertumbuhan fisik pada siswa setelah umur 0-3 tahun adalah pada masa usia sekolah yaitu 6-12 tahun (Artaria, 2008). Proses pertumbuhan tinggi badan (TB) relatif cepat dan diikuti dengan bertambahnya berat badan (BB). Perubahan pertumbuhan fisik jelas tampak pada saat siswa memasuki usia sekolah, dimana pertumbuhan fisik masa usia sekolah merupakan refleksi keadaan gizi pada masa balita. Parameter yang diamati adalah tinggi dan berat badan anak (Latief, 2000).

Parameter yang sering digunakan untuk menilai pertumbuhan fisik pada anak Sekolah Dasar ialah berat badan dan tinggi badan. Pengukuran berat badan dan tinggi badan secara antropometri memerlukan beberapa indeks, antara lain Berat Badan (BB) terhadap umur, tinggi badan terhadap umur, dan Berat Badan dibagi Tinggi Badan (BB/TB) untuk menggambarkan anak tersebut gemuk atau kurus. Berat Badan dibagi Tinggi Badan merupakan indeks untuk mencari massa tubuh atau yang biasa disebut dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) (Aritonang, 1996).

Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah parameter yang ditetapkan oleh WHO (World Health Organization) sebagai perbandingan berat badan dengan kuadrat tinggi badan. IMT ditentukan dengan cara mengukur berat dan tinggi badan secara terpisah kemudian nilai berat dan tinggi tersebut dibagi untuk mendapatkan nilai IMT dalam satuan kg/m2. Menurut Center for Disease Control and Prevention, IMT dikategorikan berdasarkan empat kategori yaitu underweight/kurus (<18), normal

(18-24), overweight/gemuk (25-27), dan obese/obesitas (>27) (Sarwono, 2001).

Pemantauan pola pertumbuhan siswa dilakukan untuk dijadikan referensi terhadap status kesehatan, gizi, obesitas dan kemajuan selama perawatan terhadap penyakit. Kemiskinan dan kekurangan gizi yang saling berkaitan akan sangat mempengaruhi tumbuh kembang siswa. Pemantauan tumbuh kembang siswa disertai perbaikan gizi masyarakat akan memberikan dampak positif terhadap tumbuh kembang siswa. Pertumbuhan yang baik dapat mempengaruhi peningkatan produktivitas yang akhirnya akan meningkatkan pendapatan (Zhong, 2014). Atmarita (2004), menyatakan akumulasi akibat krisis ekonomi di Indonesia tergambar dari tingginya angka prevalensi gangguan pertumbuhan pada anak.

Faktor yang menyebabkan timbulnya perbedaan pertumbuhan tubuh pada siswa daerah desa dan kota dapat dilihat dari perbedaan keadaan sosial ekonomi penduduk. Penduduk didaerah perkotaan pada umumnya lebih mampu dalam hal perekonomian, tersedianya fasilitas kesehatan yang memadai, fasilitas pendidikan yang lebih baik, tersedianya tenaga kesehatan serta lapangan usaha, (mayoritas penduduk kota bermata pencaharian sebagai pegawai dan wiraswasta). Sebaliknya, penduduk di desa kurang mampu dalam hal perekonomian, fasilitas kesehatan yang terbatas, fasilitas pendidikan yang kurang, serta penduduk mayoritas memiliki mata pencaharian sebagai petani dan buruh (Windarsih, 2008).

Faktor lainnya adalah faktor aktivitas fisik. Anak yang tinggal di desa cenderung lebih banyak beraktivitas fisik di luar ruangan dibandingkan dengan anak yang tinggal di kota. Anak-anak yang tinggal di

daerah perkotaan memiliki karakteristik seperti kurang melakukan gerak atau aktivitas fisik namun gizi yang diterima dalam makanan berlebih sehingga mengakibatkan kegemukan. Hal tersebut berbeda dengan anak-anak yang tinggal di daerah pedesaan, mereka lebih bebas bergerak dan rutinitas sehari-harinya berhubungan dengan aktivitas fisik seperti jalan kaki untuk pergi ke sekolah dan aktivitas fisik lain yang menuntut mereka untuk aktif bergerak (Yunus, 2001). Oleh karena itu penelitian ini penting digunakan sebagai deteksi awal gangguan gizi pada anak usia sekolah, terutama usia sekolah dasar.

MATERI DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2020-Januari 2021 di SDS Santa Maria II Kecamatan Payung Sekaki, Kota Pekanbaru, Provinsi Riau dan SDS Nusantara Desa Pinang Sebatang Timur, Kecamatan Tualang, Provinsi Riau.

Parameter Penelitian

Parameter dalam penelitian adalah tinggi, berat badan, usia, pendidikan orangtua, pekerjaan orang tua, penghasilan orang tua, Indeks Massa Tubuh (IMT), usia menarche dan mimpi basah pertama kali siswa Sekolah Dasar (SD) di Desa Pinang Sebatang Timur dan Kota Pekanbaru. Jumlah probandus yang diamati tinggi dan berat badannya adalah 60 orang siswa SDS Nusantara di Desa Pinang Sebatang Timur dan 60 orang siswa SDS Santa Maria II di Kota Pekanbaru. Jumlah probandus pada masing-masing sekolah tersebut dibagi menjadi 30 orang laki-laki dan 30 orang perempuan.

Metode Penelitian

Penelitian dilakukan dengan metode purposive sampling dengan online survey. Metode ini dilakukan dengan mengukur

tinggi badan menggunakan alat pengukur tinggi badan (stature meter), sedangkan berat badan menggunakan timbangan yang kemudian hasil pengukuran diisi pada form yang disediakan. Data diambil di Desa Pinang Sebatang Timur secara langsung dan Kota Pekanbaru dengan bantuan google form. Data tersebut meliputi nama, tempat/tanggal lahir, jenis kelamin, usia, alamat, tinggi badan, berat badan, usia menarche dan mimpi basah pertama kali, aktivitas fisik siswa, pekerjaan orang tua, penghasilan orang tua, tinggi badan orang tua, serta pendidikan orang tua.

Variabel penelitian terdiri atas variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas pada penelitian ini adalah usia probandus, aktivitas fisik probandus, menarche, mimpi basah, jenis pekerjaan, penghasilan, tinggi badan, dan pendidikan orang tua. Variabel terikat pada penelitian ini adalah tinggi badan, berat badan, dan Indeks Massa Tubuh (IMT). Usia probandus untuk data penelitian adalah anak SD yang berusia 10-12 tahun (rentang kelas 5-6 SD). Berdasarkan Klasifikasi Baku Jenis Pekerjaan Indonesia (KBJI), jenis pekerjaan digolongkan menjadi 10 golongan pokok, yaitu: pejabat lembaga legislatif, pejabat tinggi dan manajer, tenaga profesional, teknisi dan asisten tenaga profesional, tenaga tata usaha, tenaga usaha jasa dan tenaga penjualan di toko dan pasar, tenaga usaha pertanian dan pekerjaan, tenaga pengolahan dan kerajinan, operator dan perakit mesin, pekerja kasar dan tenaga kebersihan, serta TNI dan POLRI (Badan Pusat Statistik, 2002). Penghasilan orang tua berdasarkan UMP di provinsi Riau tahun 2020 dibagi menjadi 3, yaitu: <Rp. 2.937.000, Rp. 2.937.000-Rp. 3.261.000, dan >Rp. 3.261.000 (Syamsuar, 2019). Tingkat pendidikan orang tua berdasarkan Undang-Undang SISDIKNAS No.20 Tahun 2003 dibagi menjadi 4, yaitu: dasar, menengah, atas, dan tinggi.

Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan pengukuran yang

membandingkan berat dan tinggi badan seseorang.    Sebelum dilakukannya

perhitungan IMT seseorang, tinggi badan dan berat badan harus diukur terlebih dahulu. IMT dikategorikan menjadi empat bagian, yaitu underweight/kurus (<18), normal (18-24), overweight/gemuk (2527), dan obese/obesitas (>27) (Sarwono, 2001). Rumus Indeks Massa Tubuh adalah:

Itaratbadan(Kq)

IMT =----------—----

tinggi badan x tinggi badan (m)1

Analisis Data

Data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dengan program Microsoft Office Excel 2016, kemudian dilanjutkan dengan Uji T untuk menguji ada atau tidak adanya perbedaan nyata tinggi badan, berat badan, dan IMT antara siswa Desa Pinang Sebatang Timur dan Kota Pekanbaru, dan Uji Chi-Square Test (X2) untuk menguji adanya hubungan pekerjaan, pendidikan, dan pendapatan orang tua dengan IMT (Sugiyono, 1999). Chi-Square Test dinyatakan dengan rumus

X2


τ (∕o - f e)2

E   fE


HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

Berdasarkan data yang sudah diisi oleh orang tua masing-masing siswa, diketahui jenis pekerjaan yang dilakukan ayah dan ibu siswa SD di Desa Pinang Sebatang Timur dan Kota Pekanbaru berbeda. Ayah siswa SD di Desa Pinang Sebatang Timur paling banyak bekerja sebagai pekerja kasar dan tenaga kebersihan, sedangkan ibu tidak bekerja (ibu rumah tangga). Jenis pekerjaan yang paling banyak dilakukan ayah siswa SD di Kota Pekanbaru adalah teknisi dan asisten tenaga profesional, sedangkan ibu tidak bekerja (ibu rumah tangga). Berdasarkan data diketahui bahwa terdapat hubungan antara jenis pekerjaan orang tua terhadap

IMT siswa (Gambar 2). Berdasarkan data juga diketahui hubungan yang tidak signifikan antara tingkat pendidikan orang tua (dari yang tidak berpendidikan, berpendidikan SD, SMP, SMA, hingga perguruan tinggi) terhadap IMT siswa (Gambar 3). Tingkat penghasilan perbulan orang tua siswa dibuat menjadi 3 kategori, yaitu <Rp. 2.937.000, Rp. 2.937.000-Rp. 3.261.000, dan >Rp. 3.261.000. Berdasarkan data diketahui bahwa terdapat hubungan antara penghasilan orang tua terhadap IMT siswa (Gambar 4). Tinggi badan orang tua siswa berhubungan dengan tinggi badan siswa Desa Pinang Sebatang Timur dan Kota Pekanbaru (faktor genetik) (Gambar 5). Hal ini dilakukan untuk melihat perbedaan ukuran-ukuran tubuh siswa dari sisi status ekonomi, pendidikan orang tua siswa, serta faktor genetik.

Gambar 1. Grafik hubungan jenis pekerjaan orang tua terhadap IMT siswa di Desa Pinang Sebatang Timur dan Kota Pekanbaru

Keterangan :

1. IMT = Indeks Massa Tubuh

2. (2) = Tenaga profesional

3. (3) = Teknisi dan asisten tenaga profesional

4. (5) = Tenaga usaha jasa dan tenaga penjualan

di toko dan pasar

5. (6) = Tenaga usaha pertanian dan pekerjaan

6. (8) = Operator dan perakit mesin

7. (9) = Pekerja kasar dan tenaga kebersihan

8. (11) = tidak bekerja


Pengambilan data terhadap semua subjek penelitian dilakukan dengan pengukuran tinggi badan, berat badan, dan indeks massa tubuh (Gambar 6-9). Selain tinggi badan, berat badan, dan indeks

massa tubuh, data lainnya yang diperoleh dari probandus adalah menarche dan mimpi basah pertama kali serta aktivitas fisik yang dilakukan siswa. Berdasarkan hasil analisis statistik menggunakan Uji Chi-square (X2) menunjukkan bahwa terdapat pengaruh signifikan pada taraf 5% (P<0,05) antara Indeks Massa Tubuh (IMT) siswa dengan pekerjaan orang tua, serta antara tinggi badan, berat badan, dan indeks massa tubuh siswa desa terhadap siswa kota. Berdasarkan hasil analisis Uji T tampak tinggi badan siswa SD (laki-laki dan perempuan) berbeda signifikan terhadap tinggi badan orang tua SD di Desa Pinang Sebatang Timur dan Kota Pekanbaru pada taraf 5% (P<0,05).

Gambar 2. Grafik pendidikan orang tua siswa terhadap IMT siswa di Desa Pinang Sebatang Timur dan Kota Pekanbaru


Keterangan :

  • 1.    IMT = Indeks Massa Tubuh

    22

    20

    8

    6

    4

    2

    Ξ 12

    10

    ^  18

    16 ω

    Ξ 14

    IMT SISWA DESA

    IMT SISWA KOTA

    < Rp.      Rp. 2.937.000 – > Rp. 3.261.000

    2.937.000     Rp. 3.261.000


Gambar 3. Grafik hubungan pendapatan orang tua siswa terhadap IMT siswa di Desa Pinang

Sebatang Timur dan Kota Pekanbaru

Keterangan :

  • 1.    IMT = Indeks Massa Tubuh

  • 2.

    E


    ra υ ra m

    'Sb an


170

165

160

155

150

145

140

135

130

125

TB AYAH

TB IBU

TB SISWA


Gambar 4. Grafik rata-rata tinggi badan orang tua siswa terhadap rata-rata tinggi badan siswa di Desa Pinang Sebatang Timur dan Kota Pekanbaru Keterangan :

  • 1.    TB = Tinggi badan

  • 2.    LK = Laki-laki

    3. PR = Perempuan


    Gambar 5. Grafik rata-rata tinggi badan siswa Desa Pinang Sebatang Timur dan Kota Pekanbaru


Keterangan :

  • 1.    TB = Tinggi badan

  • 2.    LK = Laki-laki

  • 3.    pr = perempuan

    Gambar . G6rafik rata-rata berat badan siswa

    Desa Pinang Sebatang Timur dan Kota Pekanbaru


    Gambar 8. Grafik kategori indeks massa tubuh siswa Desa Pinang Sebatang Timur dan Kota Pekanbaru


    Keterangan :

    1. BB = Berat badan

    2. LK = Laki-laki

    3. pr = perempuan

    Gambar 7. Grafik rata-rata indeks massa tubuh siswa Desa Pinang Sebatang Timur dan Kota Pekanbaru

    Keterangan :

    1. IMT = Indeks Massa Tubuh

    2. LK = Laki-laki

    3. PR = Perempuan


Hasil analisis statistik menggunakan Uji Chi-square (X2) menunjukkan bahwa terdapat pengaruh signifikan pada taraf 5% (P<0,05) antara berat badan, tinggi badan, dan Indeks Massa Tubuh (IMT) siswa dengan penghasilan orang tua. Hasil analisis statistik menggunakan Uji Chi-square (X2) menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh signifikan pada taraf 5% (P>0,05) antara berat badan, tinggi badan siswa, dan Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan pendidikan ibu dan ayah. Siswa perempuan Desa Pinang Sebatang Timur belum ada yang mengalami menarche sedangkan siswa perempuan di Kota Pekanbaru terdapat 2 siswa yang sudah mengalami menarche. Siswa laki-laki di Desa Pinang Sebatang Timur dan Kota Pekanbaru sama sekali belum terdapat siswa yang mengalami mimpi basah. Berdasarkan data yang diperoleh,

probandus dari siswa SDS Nusantara Desa Pinang Sebatang Timur melakukan aktivitas fisik seperti berjalan kaki ke sekolah, sedangkan probandus dari siswa SDS Santa Maria II Kota Pekanbaru diantar orang tua menggunakan transportasi roda dua maupun roda empat ke sekolah.

Gambar 9. Grafik menarche dan mimpi basah siswa di Desa Pinang Sebatang Timur dan Kota Pekanbaru

Pembahasan Tinggi Badan

Berdasarkan rata-rata tinggi badan siswa Desa Pinang Sebatang Timur dan Kota Pekanbaru, siswa laki-laki dan perempuan di Desa Pinang Sebatang Timur (SDS Nusantara) memiliki tinggi badan lebih rendah dibandingkan dengan siswa laki-laki dan perempuan di Kota Pekanbaru (SDS Santa Maria II). Perbedaan tinggi badan siswa di tempat tinggal yang berbeda menunjukkan hasil yang signifikan pada taraf 5% (P<0,05). Perbedaan ukuran tersebut dipengaruhi oleh faktor perbedaan nutrisi dan pertumbuhan sosial ekonomi. Hasil tersebut juga sesuai dengan penelitian terhadap siswa laki-laki maupun perempuan di daerah pedesaan China rata-rata lebih pendek dibandingkan siswa laki-laki maupun perempuan di daerah pinggiran kota dan perkotaan (Zong et al., 2014). Perbedaan tinggi badan juga dapat disebabkan oleh faktor genetik, lingkungan, asupan nutrisi, dan status sosial ekonomi (Bongin, 1999). Hasil

tersebut sesuai dengan penelitian Syaifuddin dan Juanita (2016) di Kota Bojonegoro dan Desa Sumberejo. Pertumbuhan tinggi badan siswa SD di kota lebih baik daripada siswa SD di desa. Jumlah probandus siswa SD di kota adalah 40 (35 siswa dengan kategori pendek, 4 siswa dengan kategori normal, dan 1 siswa dengan kategori tinggi), sedangkan siswa SD di desa dengan 44 probandus (43 siswa dengan kategori pendek dan 1 siswa dengan kategori tinggi).

Berat Badan

Berdasarkan rata-rata berat badan siswa Desa Pinang Sebatang Timur dan Kota Pekanbaru, siswa laki-laki dan perempuan di Desa Pinang Sebatang Timur (SDS Nusantara) memiliki rata-rata berat badan lebih rendah dibandingkan dengan siswa laki-laki dan perempuan di Kota Pekanbaru (SDS Santa Maria II). Hal ini sama dengan hasil penelitian di Kelurahan Lamper Kidul dan Dukuh Sedayu, Semarang. Hasil analisis asupan makanan menunjukkan bahwa 100% wanita dengan kelebihan berat badan pada desa maupun kota memiliki asupan yang berlebih, namun nilai rerata asupan wanita dengan kelebihan berat badan di kota menunjukkan hasil yang lebih tinggi (Saraswati dan Dieny, 2012).

Indeks Massa Tubuh (IMT)

Berdasarkan rata-rata indeks massa tubuh siswa Desa Pinang Sebatang Timur dan Kota Pekanbaru, terdapat perbedaan pada indeks massa tubuh yang ditinjau dari lokasi dan jenis kelamin. Siswa laki-laki dan perempuan di Desa Pinang Sebatang Timur (SDS Nusantara) memiliki indeks massa tubuh lebih rendah dibandingkan dengan siswa laki-laki dan perempuan di Kota Pekanbaru (SDS Santa Maria II). Indeks massa tubuh dikategorikan berdasarkan 4 kategori, yaitu underweight, normal, overweight dan obese (Sarwono, 2001).

Persentase kategori IMT normal anak laki-laki maupun perempuan yang paling

tinggi terdapat di Kota Pekanbaru (SDS Santa Maria II). Persentase kategori IMT underweight (kurus) anak laki-laki maupun perempuan lebih tinggi pada dua kelompok (desa maupun kota) terdapat di Desa Pinang Sebatang Timur (SDS Nusantara). Berdasarkan grafik kategori IMT pada anak laki-laki maupun perempuan, dapat dilihat bahwa anak laki-laki maupun perempuan di Desa Pinang Sebatang Timur tidak ada yang mengalami overweight (gemuk) dan obese (obesitas). Anak perempuan Kota Pekanbaru mengalami overweight (gemuk), sedangkan anak laki-laki Kota Pekanbaru mengalami overweight (gemuk) dan obese (obesitas).

Berdasarkan (Gambar 9) diketahui bahwa underweight terjadi pada siswa laki-laki dan perempuan di desa dan di kota, sedangkan obese hanya terjadi pada siswa laki-laki di kota. Penelitian Sartika (2011) menunjukkan bahwa siswa laki-laki memiliki resiko obesitas lebih tinggi dibandingkan    siswa    perempuan.

Penumpukan lemak yang berlebih di dalam tubuh menyebabkan obesitas. Obesitas juga merupakan salah satu faktor risiko munculnya berbagai jenis penyakit (Thomsen dan Nordestgaard, 2015). Penelitian Nabag (2011) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kasus kurus (underweight) pada anak sekolah di perkotaan dan pedesaan di Sudan. Nabag juga menemukan faktor-faktor yang meyebabkan terjadinya perbedaan tersebut, yaitu pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, kondisi lingkungan, jumlah anggota keluarga, serta aktivitas fisik. Penelitian pada siswa sekolah dasar di Banyumas juga menunjukkan hasil yang sama, yaitu terdapat perbedaan status gizi pada anak sekolah dasar pedesaan dan perkotaan. Anak perkotaan cenderung mengalami obese dibandingkan anak pedesaan (Dian dkk., 2015).

Faktor yang Mempengaruhi Tinggi dan Berat Badan Siswa

Tinggi dan berat badan siswa

dipengaruhi dua faktor, yaitu faktor luar dan faktor dalam. Jenis pekerjaan yang dilakukan orang tua siswa, pendapatan/penghasilan orang tua, pendidikan orang tua, dan aktivitas fisik yang dilakukan siswa termasuk faktor luar yang mempengaruhi tinggi dan berat badan siswa. Faktor dalam adalah tinggi badan orang tua, menarche dan mimpi basah yang dialami siswa (Asil, 2014).

Jenis Pekerjaan Orang Tua

Jenis pekerjaan yang lebih banyak dilakukan ayah siswa Desa Pinang Sebatang Timur adalah sebagai pekerja kasar dan tenaga kebersihan, sedangkan ayah siswa Kota Pekanbaru sebagai teknisi dan asisten tenaga profesional. Jenis pekerjaan yang paling banyak dilakukan ibu siswa Desa Pinang Sebatang Timur dan Kota Pekanbaru sama, yaitu ibu rumah tangga (tidak bekerja). Hasil analisis statistik menggunakan Uji Chi-square (X2) menunjukkan bahwa terdapat pengaruh signifikan antara Indeks Massa Tubuh (IMT) siswa dengan pekerjaan orang tua. Menurut Sediautama (2004), jumlah gaji yang diterima oleh seseorang berhubungan erat dengan jenis pekerjaan dan kedudukan pangkat. Pekerjaan seseorang dapat menentukan kecukupan gizi dalam sebuah keluarga. Semakin tinggi penghasilan seseorang, maka akan semakin akan semakin tinggi pula keinginan untuk membelanjakannya.

Pendapatan Orang Tua

Persentase pendapatan orang tua antara siswa SD di Desa Pinang Sebatang Timur dan Kota Pekanbaru berbeda. Pendapatan orang tua di SDS Nusantara Desa Pinang Sebatang Timur <Rp. 2.937.000 mencapai 81,67%, pendapatan orang tua diantara Rp. 2.937.000-Rp. 3.261.000 mencapai 8,33%, sedangkan pendapatan orang tua <Rp. 3.261.000 mencapai 8,33%. Persentase pendapatan orang tua di SDS Santa Maria II Kota Pekanbaru <Rp. 2.937.000 mencapai

11,67%, pendapatan diantara Rp. 2.937.000-Rp. 3.261.000 mencapai 21,67%, sedangkan pendapatan <Rp. 3.261.000 mencapai 66,67%.

Penelitian ini dilakukan uji Chisquare untuk mengetahui hubungan antara IMT dengan pendapatan orang tua pada masing-masing tempat penelitian. Hubungan antara pendapatan orang tua dengan IMT pada anak-anak di Desa Pinang Sebatang Timur dan Kota Pekanbaru menunjukkan hasil yang signifikan pada taraf 5%. Hal ini menunjukkan bahwa pendapatan bulanan orang tua adalah prediktor utama yang mempengaruhi lemak tubuh (Widiyani et al., 2011). Menurut Astuti dan Irdawati (2011), tingkat pendapatan orang tua mempunyai pengaruh terhadap status gizi siswa baik berdasarkan berat badan maupun tinggi badan. Keluarga dengan pendapatan terbatas kemungkinan besar akan kurang dalam pemenuhan kebutuhan zat gizi dalam tubuh anaknya.

Pendidikan Orang Tua

Pendidikan terakhir ayah dan ibu siswa Desa Pinang Sebatang dan Kota Pekanbaru lebih banyak pada sekolah menengah atas. Penelitian ini dilakukan uji Chi-square untuk mengetahui hubungan antara IMT dengan pendidikan ayah dan ibu pada masing-masing tempat penelitian. Hubungan antara IMT dengan pendidikan ayah dan ibu di Desa Pinang Sebatang Timur dan Kota Pekanbaru menunjukkan hasil yang tidak signifikan pada taraf 5%. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Astuti dan Taurina (2012) yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan ibu maupun ayah dengan status gizi anak prasekolah dan sekolah dasar di Kecamatan Godean Yogyakarta berdasarkan indeks berat badan dan tinggi badan. Orang tua secara naluri akan berupaya memberikan yang terbaik dalam pemenuhan gizi anaknya. Pengetahuan juga dapat diperoleh atau diakses tidak melalui sekolah saja, tetapi melalui

pengamatan terhadap media massa maupun internet (Tim Dosen Filsafat Ilmu Universitas Gadjah Mada, 2003).

Tinggi Badan Orang Tua

Salah satu faktor yang mempengaruhi tinggi badan anak adalah tinggi badan orang tua (faktor genetik). Salah satu atau kedua orang tua yang memiliki tubuh pendek akan membawa sifat pendek, sehingga dapat berpeluang anak akan mewarisi gen tersebut dan anak akan tumbuh menjadi stunting (Nasikhah dan Margawati, 2012). Hasil Uji T antara tinggi badan siswa desa dan kota (laki-laki dan perempuan) terhadap tinggi badan orang tua menunjukkan hasil berbeda signifikan pada taraf 5% (P<0,05). Hasil ini sejalan dengan penelitian di Semarang Timur (2012), yang menujukkan bahwa jika salah satu atau kedua orang tua memiliki tubuh pendek (memiliki gen pewaris dalam kromosom yang dapat membawa sifat pendek), sehingga dapat berpeluang gen tersebut diwariskan kepada anak dan kemungkinan anak akan pendek. Orang tua yang pendek karena kurangnya kebutuhan gizi atau penyakit, kemungkinan besar anaknya dapat tumbuh dengan tinggi badan normal selama anak tersebut tidak terkena faktor risiko yang lain (Nasikhah dan Margawati, 2012). Salah satu faktor resiko lain adalah stunting. Stunting merupakan kegagalan untuk mencapai pertumbuhan optimal yang dialami sejak masa lampau sehingga menyebabkan pencapaian pertumbuhan yang tidak sempurna (WHO, 2013). Faktor-faktor penyebab stunting adalah pola asuh, berat badan lahir, riwayat infeksi balita, riwayat penyakit kehamilan, dan faktor sosial ekonomi (Jahari dan Hardiansyah, 2012).

Menarche dan Mimpi Basah

Berdasarkan grafik menarche dan mimpi basah siswa di Desa Pinang Sebatang Timur dan Kota Pekanbaru, dapat dilihat bahwa siswa perempuan Desa Pinang Sebatang Timur belum ada

yang mengalami menarche sedangkan siswa perempuan di Kota Pekanbaru terdapat 2 siswa yang sudah mengalami menarche. Berdasarkan data diketahui bahwa siswa laki-laki di Desa Pinang Sebatang Timur dan Kota Pekanbaru sama sekali belum terdapat siswa yang mengalami mimpi basah. Remaja perempuan lebih awal mengalami tanda seks primer pubertas dibanding laki-laki. Menstruasi pertama (menarche) terjadi pada rentang usia 10-16 tahun (awal remaja) (Proverawati dan Misaroh, 2009). Remaja laki-laki mengalami mimpi basah pada usia 14 tahun. Salah satu perubahan fisik yang dialami remaja selama menjalani masa pubertas adalah peningkatan tinggi badan yang cepat (Guyton, 2006).

Indeks Massa Tubuh (IMT) diketahui sebagai salah satu faktor yang dapat mempengaruhi usia menarche. Indeks Massa Tubuh (IMT) yang baik menunjukkan nutrisi yang optimal. Nutrisi yang optimal serta pengaruh hormonal dapat membantu mempercepat pertumbuhan dan perkembangan organ seksual, sedangkan tidak terpenuhinya nutrisi dapat berakibat terhadap lambatnya pematangan seksual dan hambatan pertumbuhan (Ramadani, 2013).

Pertumbuhan tinggi badan dipengaruhi oleh menarche. Saat menstruasi terjadi secara periodik, maka pertumbuhan fisik pada perempuan mulai berakhir dan tinggi badan tidak akan bertambah banyak lagi. Menarche terjadi pada fase akhir pubertas yang ditandai dengan penurunan kecepatan pertumbuhan tinggi badan hingga terjadinya penutupan lempeng epifisis tulang panjang dan pertumbuhan tinggi badan akan terhenti (Soetjiningsih, 2010). Menarche yang terjadi lebih dini berhubungan dengan perawakan pendek saat dewasa. Perempuan yang mencapai menarche pada usia lebih lanjut akan tumbuh lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan yang menarche pada usia lebih dini (Gharravi et al., 2008).

Aktivitas Siswa

Berdasarkan data yang diperoleh, probandus dari siswa SDS Nusantara Desa Pinang Sebatang Timur melakukan aktivitas fisik seperti berjalan kaki ke sekolah. Aktivitas fisik tersebut dilakukan setiap siswa karena keterbatasan transportasi dan juga karena jarak sekolah yang cukup dekat dengan rumah mereka. Berbeda dengan probandus dari siswa SDS Santa Maria II Kota Pekanbaru yang diantar orang tua menggunakan transportasi roda dua maupun roda empat ke sekolah. Hal ini dikarenakan jarak sekolah yang cukup jauh dari rumah dan letak sekolah yang langsung menuju ke jalan raya (dinilai kurang aman jika membiarkan anak jalan kaki menuju sekolah).

Berdasarkan data diperoleh hasil bahwa hanya siswa Kota Pekanbaru yang mengalami overweight dan obese. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian aktivitas fisik di daerah urban/ perkotaan (Kota Semarang) dan di daerah rural pedesaan (Kabupaten Semarang). Sekitar 60% remaja dengan aktivitas fisik yang rendah merupakan remaja yang mengalami obesitas (Anidaul, 2019). Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2018), penduduk Indonesia usia ≥10 tahun yang kurang melakukan aktivitas fisik sebesar 33,5%. Aktivitas fisik yang kurang menyebabkan banyak energi yang tersimpan sebagai lemak, sehingga orang yang kurang melakukan aktivitas fisik cenderung menjadi gemuk. Anak yang beraktivitas fisik ringan berhubungan terhadap berat badan lebih (Mujur, 2011).

Makanan yang dikonsumsi remaja di daerah pedesaan dan perkotaan berbeda. Di Kota Pekanbaru terdapat variasi jenis makanan yang lebih banyak (adanya fast food dan western food), sedangkan di Desa Pinang Sebatang Timur tidak terdapat makanan fast food maupun western food. Berdasarkan data diperoleh hasil bahwa hanya siswa Kota Pekanbaru yang

mengalami overweight dan obese. Hal ini sesuai dengan penelitian Dwiningsih dan Pramono (2013), ditemukan bahwa 95,4% remaja daerah kota mengonsumsi makanan fast food dan western food yang menyebabkan angka obesitas pada remaja kota lebih besar daripada remaja desa.

KESIMPULAN

  • 1.    Rata-rata tinggi badan siswa laki-laki dan perempuan SDS Santa Maria II Kota Pekanbaru lebih besar daripada siswa laki-laki dan perempuan SDS Nusantara Desa Pinang Sebatang Timur.

  • 2.    Rata-rata berat badan siswa laki-laki dan perempuan SDS Santa Maria II Kota Pekanbaru lebih besar daripada siswa laki-laki dan perempuan SDS Nusantara Desa Pinang Sebatang Timur.

  • 3.    Rata-rata Indeks Massa Tubuh (IMT) siswa laki-laki dan perempuan SDS Santa Maria II Kota Pekanbaru lebih besar daripada indeks massa tubuh siswa laki-laki dan perempuan SDS Nusantara Desa Pinang Sebatang Timur.

  • 4.    Pekerjaan orang tua, pendapatan orang tua, tinggi badan orang tua, usia menarche pada anak perempuan atau mimpi basah pada anak laki-laki, dan aktivitas fisik siswa mempengaruhi tinggi dan berat badan siswa.

DAFTAR PUSTAKA

Anidaul, F. 2019. Perbandingan Determinan Obesitas pada Remaja di Daerah Urban dan di Daerah Rural. Tesis. 1(1): 1-136.

Aritonang, I. 1996. Pemantauan Pertumbuhan Balita Petunjuk Praktis Menilai Status Gizi dan Kesehatan. Kanisius. Yogyakarta.

Artaria, M. D., 2008. Perbedaan antara Laki-laki dan Perempuan : Penelitian Antropometris pada Siswa-siswa Umur 6-19 Tahun. Jurnal

Masyarakat dan Budaya. 27(6): 561569.

Asil. 2014. Factors That Affect Body Mass Index of Adults. Pakistan Journal of Nutrition. 13(5) : 255-260.

Astuti, D. F. dan Taurina. 2012. Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu dan Tingkat Pendapatan Keluarga dengan Status Gizi Anak Prasekolah dan Sekolah Dasar di Kecamatan Godean. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 7(1): 15-20.

Astuti, R.K. dan Irdawati. 2011. Hubungan Antara Status Sosial Ekonomi Keluarga dengan Status Gizi Siswa Usia Sekolah di SDN Godog I Polokarto Sukoharjo. Tesis. Surakarta.

Atmarita. 2004. Analisis Situasi Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Prosiding Widya Karya Nasional Pangan Gizi VIII. Jakarta.

Badan Pusat Statistik. 2002. Klasifikasi Baku Jenis Pekerjaan Indonesia. Badan Pusat Statistik. Jakarta.

Bongin, B. 1999. Patterns of Human Growth. Edisi ke-2. Cambridge University Press. New York.

Dian, R.R., D. Umiyarni, dan Kusnandar. 2015. Perbedaan Status Gizi dan Tingkat Kesegaran Jasmani pada Anak Sekolah Dasar Perdesaan dan Perkotaan di Kabupaten Banyumas. Jurnal Kesmasindo. 7(3) : 237-243.

Dwiningsih   dan Pramono. 2013.

Perbedaan Asupan Energi, Protein, Lemak, Karbohidrat, dan Status Gizi pada Remaja yang Tinggal di Wilayah Perkotaan dan Pedesaan (Studi di SMP Negeri 3 Semarang dan SMP Negeri 3 Mojogedang). Journal of Nutrition College. 2(2): 232-241.

Gharravi AM, Gharravi S, Marjani A, Moradi A, Golalipour MJ. 2008. Correlation of Age at Menarche and Height in Iranian Student Girls Living in Gorgan-Norteast of Iran. Journal of the Pakistan Medical Association. 58(8):426-429.

Guyton, A. C. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 7. EGC. Jakarta.

Jahari, A.B., dan Hardiansyah. 2012. Rata-Rata Berat Badan Orang Tua dan Tinggi Badan Normal Orang Indonesia Menurut WHO 2007 Untuk Penyusunan Angka Kecukupan Gizi (AKG)  2012.  Departemen Gizi

Masyarakat FEMA IPB. Bogor.

Kementerian    Kesehatan    Republik

Indonesia. Laporan    Nasional

Riskesdas 2018. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Jakarta.

Latief, A. 2000. Diagnosis Fisik pada Siswa. Sagung Seto. Jakarta.

Mujur, A. 2011. Hubungan Antara Pola Makan dan Aktivitas Fisik dengan Kejadian Berat Badan Lebih pada Remaja. Jurnal Online Mahasiswa Fakultas Kedokteran. 3(1) : 29-32.

Nabag, FO. 2011. Comparative Study of Nutritional Status of Urban and Rural School Girl’s Children Khartoum State, Sudan. Journal of Science and Technology 60-68.

Nasikhah R, Margawati A. 2012. Faktor Risiko Kejadian Stunting Pada Balita Usia 24 – 36 Bulan Di Kecamatan Semarang Timur. Journal of Nutrion College. 1(1) : 176-184.

Proverawati, A dan S. Misaroh. 2009. Menarche (Menstruasi Pertama Penuh Makna). Muha Medika. Yogyakarta.

Ramadani S. 2013. Hubungan antara status gizi dan aktivitas fisik dengan usia menarche Siswi SMP Al-Azhar 8 Kemang Pratama Bekasi (skripsi). 2012. Dalam: Mutasya FU. Faktor-faktor yang berhubungan dengan usia menarche  siswi SMP Adabiah.

Skripsi.    Fakultas Kedokteran

Universitas Andalas. Padang.

Saraswati, I dan F. F. Dieny. 2012. Perbedaan Karakteristik Usia, Asupan Makanan, Aktivitas Fisik, Tingkat Sosial Ekonomi dan Pengetahuan Gizi pada Wanita Dewasa dengan Kelebihan Berat Badan Antara di Desa dan Kota. Journal of Nutrition College. 1(1) : 280-291.

Sartika, R. A. D. 2011. Faktor Risiko Obesitas pada Siswa 5-15 Tahun di Indonesia. MAK., KES. 15(1): 37-43.

Sarwono, S. 2001. Pedoman Praktis Memantau Status Gizi Orang Dewasa Untuk Mempertahankan Berat Badan Normal Berdasarkan Indeks Massa Tubuh. Gramedia. Jakarta. Pp. 20-32.

Sediautama. 2004. Ilmu Gizi pada Anak. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.

Soetjiningsih. 2010. Tumbuh kembang remaja dan permasalahannya. CV Sagung Seto. Jakarta.

Sugiyono. 1999. Statistika Nonparametris untuk Penelitian. Cetakan Ke-1. CV Alfabeta. Bandung.

Syaifuddin, A., dan D.H.N. Juanita. 2016. Perbandingan Kesehatan Pribadi Siswa SDN Kota dengan MI di Desa. Jurnal Pendidikan Olahraga dan Kesehatan. 4(1) : 171-176.

Syamsuar. 2019. Keputusan Gubernur Riau (Kpts.949/XI/2018) Tentang Upah Minimum Kabupaten/Kota di Provinsi Riau Tahun 2019. Biro Hukum Sekretariat Daerah Provinsi Riau. Riau.

Thomsen, M dan Nordestgaard. 2015. Myocardial Infarction and Ischemic Heart Disease in Overweight and Obesity With and Without Metabolic Syndrome. Journal Academy Medical Association. 174(1): 15-22.

Tim Dosen Filsafat Ilmu Universitas Gadjah Mada. 2003. Filsafat Ilmu. Universitas     Gadjah     Mada.

Yogyakarta.

Widiyani, T., B. Suryobroto., S. Budiarti., dan A. Hartana. 2011. The Growth of Body Size and Somatotype of Javanese Children Age 4 to 20 Years. HAYATI J. Biosc. 18(4): 182-192.

Windarsih. 2008. Perbedaan Pola Pangan Harapan Pedesaandan Perkotaan Kabupaten Sukoharjo. Universitas Muhamadiah. Surakarta.

World Health Organization (WHO). 2013. Perfection Prevention and Control of Epidemic-and Pendemic-prone Acute

Respiratory Disease in Health Care. Jenewa WHO Interim Guidelines.

Yunus, H. 2001. Implementasi TKJI Dan ACSPFT Pada Anak Perkotaan dan Pedesaan. Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.

Zhong, S. 2014. Disaster Resilience in Tertiary Hospitals: a Cross-sectional Survey in Shandong Province, China. Center for Emergency & Disaster Management. Article Health Services Research. 14:135.

Zong, Xin-Nan and Li-Hui. 2014. Physical Growth of Children and Adolescents In China Over the Past 35    years.     World    Health

Organization.Bulletin of the World Health Organization. p.55-64.

100