SIMBIOSIS X (1):14-27              http://ojs.unud.ac.id/index.php/simbiosis

Program Studi Biologi FMIPA UNUD

eISSN: 2656-7784

Maret 2022

EKSTRAKSI DNA DARI SIKAT GIGI BERDASARKAN LAMA PEMAKAIAN DAN LAMA PENYIMPANAN SETELAH DIPAKAI

EXTRACTION OF DNA FROM TOOTHBRUSHES BASED ON PERIOD OF USAGE AND STORAGE TIME AFTER USED

Agriani Dewinta1, I Ketut Junitha1, Made Pharmawati2

1,2 Program Studi Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Udayana ,Bukit Jimbaran

Koresponden Email : [email protected]

ABSTRAK

Dalam beberapa tahun belakangan ini di Indonesia sering terjadi bencana, baik bencana alam, bencana non-alam, dan bencana sosial yang memakan banyak korban jiwa. Proses identifikasi pada korban jiwa yang mengalami bencana alam, bencana non-alam, dan bencana sosial seringkali menggunakan DNA. Metode identifikasi primer yang biasa digunakan dalam DVI adalah DNA. Disaster Victim Identification (DVI) merupakan prosedur untuk mengidentifikasi korban meninggal, akibat bencana korban massal yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan mengacu pada standar baku Interpol. Sumber data DNA terdiri dari sumber data primer dan sekunder. Sikat gigi merupakan sumber data DNA sekunder. Sikat gigi biasa digunakan sebagai salah satu sumber sampel DNA pembanding yang dipilih dalam kasus-kasus identifikasi korban meninggal tanpa keluarga sebagai pembanding. Pada penelitian ini menunjukkan bahwa waktu pemakaian dan bagian sikat gigi tidak berpengaruh nyata (P>0,01) terhadap jumlah DNA. Hasil uji kualitas menggunakan gel elektroforesis hanya ada 7 sampel yaitu 2b, 3a, 10a, 10b, 11a, 11b, 12b yang terlihat ada pendaran pita tipis dan DNA smear. Dilakukan uji PCR-RAPD untuk menguji DNA yang diekstrak bisa diamplifikasi. Hasil PCR-RAPD dari 12 sampel DNA ada 7 sampel berhasil diamplifikasi menunjukkan bahwa DNA yang diekstrak dari sikat gigi dapat diamplifikasi. Kata Kunci: ekstraksi DNA, forensik, kuantitas dan kualitas DNA, sikat gigi.

ABSTRACT

In recent years in Indonesia there have been frequent disasters, including natural disasters, non-natural disasters, and social disasters that have resulted in many casualties. The identification process of victims who have experienced natural disasters, non-natural disasters, and social disasters often uses DNA. The primary identification method commonly used in DVI is DNA. Disaster Victim Identification (DVI) is a procedure for identifying victims who died from a mass disaster that can be scientifically accounted for and refers to the Interpol standard. Sources of DNA data consist of primary and secondary data sources. Toothbrush is a secondary source of DNA data. Toothbrush is commonly used as a source of comparative DNA samples selected in cases of identification of dead victims without a family as a comparison. In this study, it was shown that the time of use and the part of the toothbrush had no significant effect (P> 0.01) on the amount of DNA. The results of the quality test using gel electrophoresis were only 7 samples, namely 2b, 3a, 10a, 10b, 11a, 11b, 12b which showed that there was a thin band of luminescence and DNA smears. PCR-RAPD test was performed to test the extracted DNA could be amplified. PCR-RAPD results from 12 DNA samples, 7 samples were successfully amplified, indicating that the DNA extracted from a toothbrush could be amplified

Keywords: DNA extraction, forensics, quantity and quality of DNA, and toothbrush.

PENDAHULUAN

Bencana merupakan suatu peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan masyarakat. Bencana dapat disebabkan oleh faktor alam, non-alam, maupun faktor manusia yang dapat mengakibatkan korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang penanggulangan bencana, bencana dibagi menjadi bencana alam, bencana non-alam, dan bencana sosial. Bencana alam merupakan bencana yang diakibatkan oleh peristiwa alam seperti gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor. Bencana non-alam merupakan bencana yang diakibatkan oleh peristiwa non-alam seperti gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit. Bencana sosial merupakan bencana yang diakibatkan oleh manusia seperti konflik sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, teror, dan kecelakaan (transportasi dan industri) (BNPB, 2020).

Dalam beberapa tahun belakangan ini di Indonesia sering terjadi bencana, baik bencana alam, bencana non-alam, dan bencana sosial yang memakan banyak korban jiwa. Sejak kejadian bencana Bom Bali I (Oktober 2002) di Indonesia mulai dibentuk Tim Disaster Victim Identification (DVI). Pembentukan tim tersebut merupakan prosedur untuk mengidentifikasi korban meninggal, akibat bencana alam maupun non-alam yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan mengacu pada standar baku Interpol. Ada 5 fase dalam proses penanganan DVI yaitu: 1) The Scene, 2) Postmortem, 3) Antemortem, 4) Reconciliation, dan 5) Debriefing. Metode indentifikasi pada DVI dibagi menjadi 2

yaitu: Identifikasi Primer (Primary) dan Identifikasi Sekunder (Secondary). Identifikasi Primer (Primary) terdiri dari fingerprint, dental records, dan DNA. Identifikasi Sekunder (Secondary) terdiri dari medical, property, dan photography dengan prinsip identifikasi adalah membandingkan data antemortem dan postmortem (INTERPOL, 2018 ; Prawestiningtyas dan Algozi, 2009).

Identifikasi melalui sumber data DNA dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu data DNA primer dan data DNA sekunder. Data DNA primer dapat ditemukan pada darah, pap smear, biopsi jaringan, sampel rambut beserta akarnya dan kerangka gigi. Data DNA sekunder dapat ditemukan pada sisir, pakaian dan sikat gigi (Yunus dkk., 2019).

Sikat gigi adalah salah satu sumber potensial DNA antemortem. Dalam kasus-kasus dimana identifikasi secara fisik sulit dilakukan, penyelidik biasanya diminta untuk mengumpulkan barang-barang pribadi dari rumah korban seperti sikat gigi bekas, pisau cukur, sisir rambut, atau pakaian dalam bekas. Sikat gigi telah terbukti menjadi sumber yang memadai untuk mengisolasi DNA sebagai pembanding dengan DNA yang ditemukan dari sisa-sisa manusia. Air liur telah terbukti menjadi sumber DNA yang sangat baik, karena pada air liur terdapat sel-sel epitel yang menjadi sumber DNA (Riemer et al., 2012).

Penelitian ini menggunakan sikat gigi sebagai sumber DNA. Sampel sikat gigi akan dianalisis secara kualitas dan kuantitas DNAnya berdasarkan perbedaan lama pemakaian dan lama penyimpanan setelah dipakai, selanjutnya akan dibandingkan kuantitas DNA hasil

ekstraksi berdasarkan bulu sikat gigi, dan dasar bulu sikat yang digunakan.

METODE PENELITIAN

Metode pengumpulan data Waktu dan tempat penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2020 sampai Desember 2020. Pengambilan sampel dilakukan di Jimbaran, Badung Bali. Pelaksanaan penelitian meliputi ektraksi DNA, kuantifikasi dengan nano drop dan uji kualitas DNA dengan gel agarose yang dilaksanakan di UPT Laboratorium Forensik Universitas Udayana dan Laboratorium Biomedik Terpadu Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

Teknik pengambilan sampel

Sampel yang digunakan adalah sikat gigi yang telah dipakai oleh 16 probandus. Pengambilan sampel dimulai setelah satu minggu dan dua minggu dipakai oleh masing-masing empat probandus kemudian diuji bulu sikat dan dasar bulu sikat gigi. Sampel yang lain diambil setelah pemakaian satu minggu dan dua minggu disimpan selama satu bulan pada suhu kamar, setelah itu diuji bulu sikat dan dasar bulu sikat gigi. Bagian bulu sikat gigi dipotong menggunakan cutter steril sedangkan bagian dasar sikat gigi diambil menggunakan cotton swab.

Prosedur penelitian

Ekstraksi DNA

Ekstraksi DNA merupakan proses untuk memisahkan protein dan bahan seluler lainnya dari molekul DNA. Ekstraksi DNA dilakukan dengan metode chelex. Sampel sikat gigi diambil bagian bulu sikat dan dasar bulu sikat. Bulu sikat dipotong menggunakan cutter steril diambil bulu sikat sejumlah 1,157 gr

dimasukkan ke dalam tube 1,5 mL, sedangkan dasar sikat gigi diambil menggunakan cotton swab kering, kemudian dimasukkan ke dalam tube 1,5 mL. Sampel bulu sikat dan dasar bulu langsung diberi larutan chelex 10% 400 μL kemudian divortex selama 15 detik, lalu disentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm selama 5 menit, setelah itu diinkubasi menggunakan thermomixer dengan suhu 950C selama 15 menit. Tahapan prosedur kerja vortex-sentrifugasi-inkubasi diulang hingga sebanyak 3 kali. Setelah prosedur pemanasan menggunakan thermomixer yang ketiga, pada tahap akhir sampel divortex dan disentrifugasi seperti pada prosedur sebelumnya. Bagian supernatan diambil ± 100 µL dan dimasukkan ke dalam tabung mikro berukuran 0,5 mL. Sampel disimpan dalam refrigerator untuk proses kuantifikasi dan gel elektroforesis.

Kuantifikasi DNA (Uji Kuantitas)

Cara kerja pengujian kuantitatif DNA diawali dengan menyalakan alat nanodrop merk BioChrom. NanoDrop diatur panjang gelombang 260 nm dan 280 nm. Kemudian dilakukan uji blanko menggunakan chelex, setelah itu disterilkan menggunakan aquades, dilanjutkan dengan menguji DNA hasil ekstraksi dengan meneteskan DNA pada tempat sampel sebanyak 1 μL. Hasil pengukuran akan muncul dalam konsentrasi ng/μL dan kemurnian DNA dapat dilihat langsung dalam A280 dan A260. Uji kuantitas DNA dilakukan untuk mengetahui konsentrasi dan kemurnian DNA dengan perbandingan A260/280. Hasil kemurnian DNA yang baik yaitu sekitar 1,8 hingga 2,0 (Fatchiyah dkk, 2011).

Elektroforesis dengan Gel Agarose

Kualitas DNA hasil ekstraksi diuji pada gel agarose 1,5% dengan metode elektroforesis. Agarosa sebanyak 0,52 gr ditambahkan TBE (Tris-Borat EDTA) 1x sebanyak 35 mL, dimasukkan ke dalam tabung Erlenmeyer, lalu dipanaskan pada microwave selama 1 menit. Setelah itu gel pada tabung Erlenmeyer dihomogenkan hingga hangat-hangat kuku, kemudian diberi pewarna Gel Red 1 µL. Sisir pembuat sumuran pada gel dipasang pada cetakan gel. Gel dituangkan ke dalam cetakan dan ditunggu selama 20 menit hingga gel memadat. Setelah gel memadat sisir diangkat ke arah vertikal perlahan-lahan. Gel kemudian dimasukkan ke dalam tangki elektroforesis yang telah berisi buffer TBE (Tris-Borat EDTA) 1x. Selanjutnya 4 µL sampel DNA dicampurkan dengan loading buffer sebanyak 1 µL di atas kertas parafilm. Campuran sampel dimasukkan ke dalam sumuran gel. Mesin elektroforesis dialiri listrik pada tegangan 50 volt selama 30 menit. Visualisasi menggunakan UV-transiluminator diamati dan difoto.

PCR-RAPD

Dilakukan untuk menguji bahwa DNA yang diekstrak dapat diamplifikasi. PCR-RAPD dilakukan secara acak pada 12 sampel. Total seluruh sampel ada 32 sampel, namun hanya 12 yang bisa diuji karena keterbatasan bahan. Total reaksi PCR adalah 10 µl dengan komposisi 5 µl master mix (Intron), 1,5 µl primer OPH1(5’-GGTCGGAGAA-3’), 0,5 µl MgCl2, 1 µl H2O dan 2 µl DNA. PCR-RAPD dilakukan sebanyak 35 siklus yang terdiri dari 1 siklus denaturasi awal pada 95oC, dilanjutkan dengan denaturasi pada 95oC selama 50 detik, annealing pada 37oC selama 45 detik, pemanjangan pada 72oC

Selama 45 detik yang dilakukan sebanyak 35 siklus, diikuti dengan pemanjangan akhir pada 72oC selama 10 menit sebanyak 1 siklus.

Hasil PCR-RAPD dielektroforesis dengan gel agarosa 1,5% dalam buffer TAE (Tris Asetat EDTA). Sebagai size marker digunakan 100bp DNA ladder. Elektroforesis dilakukan pada tegangan 100V selama 50 menit. Visualisasi pita DNA dilakukan dengan pewarnaan menggunakan ethidium bromida dan diamati dengan uv transilluminator.

Variabel penelitian

Variabel kontrol pada penelitian ini adalah sikat gigi dan pasta gigi yang seragam, cotton swab steril, jumlah gosokan saat melakukan sikat gigi sebanyak delapan kali, sikat gigi dilakukan sehari dua kali, dan keadaan oral probandus dalam kategori sehat yaitu tidak memiliki gusi sensitif serta tidak sering sariawan. Variabel bebasnya adalah waktu dan bagian sikat gigi yang digunakan saat ekstraksi yaitu bulu sikat dan dasar bulu sikat. Variabel terikat adalah kuantitas dan kualitas DNA dari bulu sikat dan dasar bulu sikat hasil ekstraksi.

Analisis Data

Data dianalisis secara kuantitatif yaitu jumlah DNA dari sikat gigi berdasarkan lama pemakaian dan lama penyimpanan setelah dipakai yang diambil dari bulu sikat dan dasar sikat gigi. Hasil analisis konsentrasi DNA menggunakan program komputer yaitu SPSS For Windows versi 23 dengan uji statistik parametrik menggunakan Two Way Anova. Jika ada perbedaan yang nyata p > 0,01 dilanjutkan dengan uji Duncan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Sampel sikat gigi yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari 16 orang probandus mahasiswa Udayana. Delapan orang probandus menggunakan sikat gigi selama 1 minggu, delapan orang probandus lainnya menggunakan sikat gigi selama 2 minggu. Empat sampel sikat gigi masing-masing dipakai selama 1 minggu dan 2 minggu kemudian disimpan selama 1 bulan. Berdasarkan hasil penelitian, seluruh sampel berhasil diekstraksi menggunakan chelex 10% dan didapatkan

hasil kuantitas dan kualitas yang berbeda-beda.

Kuantitas dan Kualitas DNA berdasarkan lama pemakaian dan lama penyimpanan setelah dipakai

Sampel DNA asal sikat gigi yang telah diekstraksi kemudian diuji kuantitas dan kualitasnya. Kuantitas DNA hasil ekstraksi dihitung dengan alat NanoDrop Spektrofotometri dengan panjang gelombang 260 nm dan 280 nm dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Rata-rata Uji kuantifikasi DNA pada NanoDrop Spektrofotometri

Waktu Pemakaian

Jumlah DNA (ng/µl)

Bulu Sikat      Dasar Bulu sikat

1 minggu

2 minggu

1 minggu disimpan 1 bulan

9,52 ± 7,96a        11,65 ± 11,16a

2,95 ± 6,74a        10,41 ± 11,15a

17,81± 4,67a         8,42 ± 1,47a

2 minggu disimpan 1 bulan    14,25 ± 6,60a        10,91 ± 3,12a

Keterangan: Huruf yang sama dibelakang angka pada masing-masing kolom dan baris menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,01)

Jumlah rata-rata DNA yang paling banyak terdapat pada bulu sikat gigi yang dipakai selama satu minggu kemudian disimpan selama satu bulan yaitu 17,81 ng/µl. Sedangkan jumlah rata-rata DNA yang paling sedikit terdapat pada bulu sikat yang dipakai selama dua minggu yaitu sebanyak 2,95 ng/µl (Tabel 1). Walaupun demikian, data yang diperoleh memiliki standar deviasi yang sangat besar, sehingga secara statistik hasil ini

tidak berbeda nyata (P>0,01). Data tersebut menunjukkan bahwa waktu pemakaian dan bagian sikat gigi tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah DNA.

Berdasarkan Tabel 1. jumlah rata-rata DNA pada sampel bulu sikat yang digunakan selama satu minggu adalah 9,52 ng/µl, dua minggu 2,95 ng/µl, satu minggu disimpan satu bulan 17,81 ng/µl, dan dua minggu disimpan satu bulan 14,25 ng/µl. Sedangkan, jumlah rata-rata DNA pada

sampel dasar bulu sikat yang digunakan      disimpan satu bulan 8,42 ng/µl, dan dua

selama satu minggu adalah 11,65 ng/µl,      minggu disimpan satu bulan 10,91 ng/µl.

dua minggu 10,41 ng/µl, satu minggu

Tabel 2. Hasil kuantitas dan kemurnian DNA pada NanoDrop Spektrofotometri

Sampel

Kuantitas

DNA (ng/µl)

Kemurnian DNA (Å260/Å280)

1a

38,10

1,221

1b

18,00

1,143

2a

-0,40

-2,082

2b

-0,65

-0,505

3a

9,00

0,232

3b

5,55

1,000

4a

10,45

1,556

4b

23,65

1,511

5a

-4,80

-2,072

5b

1,85

0,782

6a

11,30

2,400

6b

25,40

1,764

7a

4,45

1,654

7b

12,20

1,323

8a

-1,70

-1,773

8b

2,10

0,510

9a

22,75

2,400

9b

7,20

1,626

10a

20,50

1,344

10b

10,05

1,424

11a

12,45

1,618

11b

7,60

1,355

12a

16,05

1,485

12b

8,40

1,313

13a

21,55

1,788

13b

15,20

1,387

14a

14,75

1,902

14b

10,45

1,763

15a

15,20

1,611

15b

10,30

1,517

16a

5,50

1,999

16b

7,70

1,741

Keterangan:

a: bagian bulu sikat b: bagian dasar bulu sikat. 1a, 1b, 2a, 2b, 3a, 3b, 4a, 4b: Kode sampel sikat gigi yang digunakan 1 minggu 5a, 5b, 6a, 6b, 7a, 7b, 8a, 8b: Kode sampel sikat gigi yang digunakan 1 minggu disimpan 1 bulan. 9a, 9b, 10a, 10b, 11a, 11b, 12a, 12b: Kode sampel sikat gigi yang digunakan 2 minggu. 13a, 13b, 14a, 14b, 15a, 15b, 16a, 16b: Kode sampel sikat gigi yang digunakan 2 minggu disimpan 1 bulan.

Tabel 2. Menunjukkan hasil kuantitas dan kemurnian DNA yang diuji menggunakan NanoDrop Spektrofotometri. Uji kuantitas menggunakan nanodrop spektrofotometri bertujuan untuk menentukan konsentrasi DNA yang diperoleh dalam satuan ng/µl dan melihat kemurnian DNA hasil ekstraksi dari komponen kontaminasi (Ningsih dkk., 2018). Berdasarkan hasil uji kuantifikasi DNA hasil ekstraksi dengan menggunakan NanoDrop Spektrofotometri diperoleh kemurnian DNA pada bulu sikat dari rasio A260:A280 berkisar antara 0,2322,400 seperti yang terlihat pada Tabel 2. Sedangkan kemurnian DNA pada dasar bulu sikat dari rasio A260:A280 berkisar antara 0,510-1,764. Terdapat dua sampel (6a dan 9a) yang memiliki nilai rasio A260:A280 melebihi 2,0 dan 28 sampel memiliki nilai rasio A260:A280 kurang dari 1,8. Hal ini menunjukkkan bahwa DNA hasil ekstraksi yang diperoleh dari beberapa sampel masih belum murni. Terdapat kuantitas DNA dengan angka negatif demikian juga rasio A260:A280 memiliki nilai negatif yang menandakan sangat sedikitnya jumlah DNA dihasilkan oleh sampel sikat gigi sehingga tidak dapat terdeteksi oleh Nanodrop, karena Nanodrop memiliki limit deteksi jumlah DNA yaitu range 4,0 ng/µl (biochromspectros.com)

Setelah dilakukan uji kuantitas dengan Nanodrop spektrofotometri dilanjutkan dengan uji kualitas. Uji kualitas DNA menggunakan elektroforesis gel agarose 1,5%. Sampel DNA yang digunakan sebanyak 4 µL. Pewarna yang digunakan adalah Gel Red.

Gambar. 2 Hasil Uji Kualitas DNA pada Gel Agarose


Gambar. 3 Hasil Uji Kualitas DNA pada Gel Agarose


Keterangan gambar: a: bagian bulu sikat, b: bagian dasar bulu sikat, Lajur M: Marker standar 100 bp ladder, Lajur 1a, 1b, 2a, 2b, 3a, 3b, 4a, 4b: Kode sampel sikat gigi yang digunakan 1 minggu, Lajur 5a, 5b, 6a, 6b, 7a, 7b, 8a, 8b: Kode sampel sikat gigi yang digunakan 1 minggu disimpan 1 bulan, Lajur 9a, 9b, 10a, 10b, 11a, 11b, 12a, 12b: Kode sampel sikat gigi yang digunakan 2 minggu, Lajur 13a, 13b, 14a, 14b, 15a, 15b, 16a, 16b: Kode sampel sikat gigi yang digunakan 2 minggu disimpan 1 bulan, Lajur Ca, Cb, Cb2: Kode sampel kontrol negatif, Lajur C+: Kode sampel kontrol positif

Gambar. 1 dan Gambar. 2 menunjukkan hasil uji kualitas DNA pada sikat gigi. Pengujian kualitas DNA yang baik ditunjukkan dengan pita DNA yang tebal dan tampak sedikit atau tidak ada smear jika divisualisasikan di atas sinar UV (Sauer et al., 1998). Hasil menunjukkan tidak semua sampel

Program Studi Biologi FMIPA UNUD

Maret 2022


memiliki pendaran pita DNA. Pada Gambar 1 sampel 2b, 3a, 10a, 10b, 11a, 11b, 12b memiliki pendaran pita yang tipis. Pita DNA yang dihasilkan sampel-sampel ini terletak di bawah dengan ukuran berkisar 100bp – 200bp. Hal ini menunjukkan sampel DNA yang mengalami degradasi. Selain itu pada Gambar 1 dan Gambar 2 ada 25 sampel yang tidak memiliki pendaran pita DNA sama sekali.

PCR-RAPD

PCR-RAPD dilakukan untuk menguji bahwa hasil ekstraksi DNA dapat diamplifikasi. Gambar 4 menunjukkan bahwa terdapat DNA hasil ekstraksi yang dapat teramplifikasi. Beberapa sampel menghasilkan produk PCR-RAPD, walaupun disertai dengan latar belakang smear (14a, 14b, 6a, 6b, 9a, 9b, 2a). Terdapat beberapa sampel yang tidak menghasilkan produk PCR yaitu sampel 1a, 1b, 2b, 13a, 13b.

Gambar 4. Hasil PCR-RAPD dengan primer OPH1

Keterangan: a: bagian bulu sikat, b: bagian dasar bulu sikat, 1a, 1b, 2a, 2b,: Kode sampel sikat gigi yang digunakan 1 minggu, 6a, 6b: Kode sampel sikat gigi yang digunakan 1 minggu disimpan 1 bulan, 9a, 9b: Kode sampel sikat gigi yang digunakan 2 minggu, 13a, 13b, 14a, 14b: Kode sampel sikat gigi yang digunakan 2 minggu disimpan 1 bulan

Pembahasan

Perbedaan lama waktu pemakaian dan lama penyimpanan sikat gigi menghasilkan kuantitas DNA yang tidak berbeda secara statistik. Ada beberapa faktor yang menyebabkan waktu pemakaian dan bagian bulu sikat gigi yang digunakan dalam ekstraksi DNA tidak berpengaruh nyata (P>0,01) terhadap jumlah DNA. Faktor yang pertama yaitu, kondisi sampel. Hal ini disebabkan oleh kondisi sampel sikat yang tidak sama. Beberapa kondisi sampel bulu sikat yang diberikan oleh probandus setelah dipakai saat itu masih dalam keadaan basah saat akan diekstraksi.

Hal ini sesuai dengan Butler (2010), kondisi sampel yang baik seharusnya dalam keadaan kering saat akan diekstraksi. Air dapat mempercepat degradasi DNA. Molekul DNA dapat bertahan dalam kondisi kering sehingga menghindari terjadinya hidrolisis basa dan dilindungi dari enzim pencerna DNA yang disebut DNase. Dilaporkan bahwa degradasi DNA dapat terjadi karena kondisi sampel yang tidak sama dan 500b adanya aktivitas mikroba (Alex et al., 2013).

Beberapa sampel sikat gigi yang disimpan, dalam kondisi basah tidak dikeringkan. Cara penyimpanan sampel yang dilakukan adalah dengan menyimpan dalam lemari tertutup dan dipisahkan setiap masing-masing sikat gigi. Kondisi suhu ruangan tempat sampel disimpan tidak stabil dan dingin. Hal ini juga dapat menjadi faktor terdegradasinya DNA. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Baust (2008) sebagian besar barang bukti biologis atau sampel DNA paling baik diawetkan dan disimpan dalam keadaan kering dan dingin. Faktor utama

untuk mengawetkan DNA ditentukan oleh tingkat pengeringan sampel. Semakin cepat sampel dikeringkan, semakin banyak kuantitas DNA yang dapat ditemukan.

Cara penyimpanan sampel DNA juga dapat mempengaruhi kualitas barang bukti materi biologis korban maupun tersangka yang diambil dari TKP agar kontaminasi dapat dihindari, dikarenakan material biologis DNA yang terkandung di dalam jaringan epitel, darah, atau ikat dapat tertinggal pada barang bukti sangatlah mudah mengalami degradasi di kondisi lingkungan yang tidak mendukung (Alaeddini et al., 2010 dan Pickrahn et al. (2017). Kondisi lingkungan tidak mendukung yang dimaksud, yaitu seperti kelembaban tinggi, paparan panas tinggi, dan hidupnya bakteri maupun tumbuhnya cendawan di daerah tropis seperti Indonesia (Rianti et al., 2018). Mikroorganisme mempunyai pertumbuhan yang sangat baik pada kondisi lembab dan panas. Pulau Bali merupakan bagian dari Negara Indonesia yang beriklim tropis dengan suhu 30-38°C dan kelembapan udara sekitar 60-90% (Stamets and Chilton, 1983; www.bmkg.go.id), sehingga mendukung pertumbuhan mikroorganisme dengan baik dan cepat.

Faktor berikutnya yang mempengaruhi waktu pemakaian dan bagian bulu sikat gigi yang digunakan dalam ekstraksi DNA tidak berpengaruh nyata (P>0,01) terhadap jumlah DNA adalah gaya hidup masing-masing probandus. Walaupun keadaan oral probandus harus dalam keadaan sehat dimana tidak memiliki gusi yang sensitif sudah dikontrol namun gaya hidup seperti pola diet, pola makan, kebiasaan membersihkan mulut dengan obat kumur, dan merokok tiap probandus tidak dikontrol. Hal ini sesuai dengan penelitian

yang ada dimana gaya hidup setiap individu juga dapat menyebabkan perbedaan jumlah flora normal di mulut dan pengelupasan mukosa bukal. Dalam beberapa kasus, kebiasaan menggunakan obat kumur juga dapat mempercepat degdradasi DNA. Semua faktor ini dapat menyebabkan kerusakan DNA (Aas et al., 2005; Livy et al., 2012; Paster et al., 2001; Konig, 2000; Zayats et al., 2009).

Berdasarkan nilai kemurnian sampel DNA yang diuji pada nanodrop terdapat dua sampel (6a dan 9a) yang memiliki nilai rasio A260:A280 melebihi 2,0 dan 28 sampel memiliki nilai rasio A260:A280 kurang dari 1,8. Nilai kemurnian DNA yang baik yaitu sekitar 1,8 hingga 2,0. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Neill et al. (2011) dan Matlock (2015) yang menyatakan jika nilai rasio A260:A280 melebihi 2,0 maka sampel yang diujikan tersebut terkontaminasi oleh RNA. Sedangkan jika nilai rasio A260:A280 kurang dari 1,8 maka sampel yang diuji masih mengandung kontaminan protein, fenol atau zat-zat yang digunakan dalam metode ekstraksi dan jumlah DNA sampel yang diuji terlalu sedikit (> 10 ng/µl).

Beberapa sampel menunjukkan nilai kuantitas dan kemurnian yang negatif. Hal ini berarti sampel yang di uji memiliki jumlah DNA yang sangat sedikit sehingga tidak dapat terdeteksi oleh nanodrop. Jenis nanodrop yang digunakan adalah simplinano sehingga memiliki limit deteksi jumlah DNA yaitu range 4,0 ng/µl. Rasio 260/280 juga menunjukkan nilai negatif pada beberapa sampel. Hal ini berarti kemurnian sampel yang di uji tidak murni lagi yang mungkin disebabkan oleh kontaminasi protein, RNA, fenol atau zat-zat yang digunakan saat ekstraksi (biochromspectros.com)

Hasil elektroforesis DNA menggunakan gel agarose menunjukkan hanya ada beberapa sampel saja yang menghasilkan DNA smear. Hal ini terjadi karena kuantitas DNA yang sangat sedikit, mengalami kontaminasi serta degradasi. Sesuai dengan penelitian yang ada bahwa pita DNA yang smear dapat disebabkan oleh terdegradasinya sampel DNA (Noer dan Gustiananda, 1997). Kuantitas DNA yang rendah akan menyebabkan terbentuknya pita DNA yang tipis untuk dapat dideteksi pada gel agarosa (Innis and Gelfand, 1990). Menurut Peccia dan Hernandez (2006), proses ekstraksi DNA merupakan proses untuk memisahkan DNA dari lisat sel seperti protein, karbohidrat, lipid, dan kontaminan lainnya yang mengakibatkan smear.

Pengujian terhadap kualitas DNA juga dapat dilakukan dengan PCR. Sampel DNA pada penelitian ini berasal dari sikat gigi yang dipakai manusia sehingga idealnya PCR dilakukan dengan menggunakan primer khusus manusia. Pada penelitian ini digunakan PCR-RAPD karena RAPD merupakan penanda molekuler yang paling sederhana dengan teknik visualisasi gel agarose yang sederhana (Bardakci, 2001).

PCR-RAPD hanya dilakukan pada beberapa sampel mengingat keterbatasan bahan. Hanya 12 sampel yang diamplifikasi secara acak. Ada tujuh sampel yang menunjukkan terbentuknya produk PCR yang menandakan bahwa kualitas DNA pada sampel-sampel tersebut cukup baik sehingga berhasil teramplifikasi. Sebaliknya, lima sampel lainnya tidak menghasilkan produk PCR yang menunjukkan kualitas DNA tidak sebaik sampel lainnya yang berhasil teramplifikasi. Di samping itu konsentrasi DNA yang tidak seragam pada waktu PCR

juga berpengaruh terhadap keberhasilan amplifikasi. PCR-RAPD merupakan penanda molekuler yang sensitif terhadap konsentrasi komponen reaksi PCR (Pharmawati 2009). Beberapa sampel yang berhasil teramplifikasi dengan penanda PCR-RAPD menunjukkan potensi sikat gigi sebagai sumber DNA sekunder.

SIMPULAN

Berdasarkan    metode    yang

digunakan pada penelitian ini, tidak ada perbedaan kuantitas DNA yang diekstrak dari bulu sikat gigi dan dasar sikat gigi berdasarkan lama pemakaian dan penyimpanan sikat gigi dan DNA yang dihasilkan berdasarkan lama pemakaian dan penyimpanan baik dari bulu sikat dan dasar sikat yang diuji, memiliki kualitas yang kurang baik.

SARAN

Saran yang dapat diberikan berdasarkan penelitian ini adalah perlu dilakukan optimasi ekstraksi DNA dari sikat gigi sehingga menghasilkan DNA dengan kualitas baik dan kuantitas yang cukup untuk analisis selanjutnya.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh probandus yang telah berpartisipasi dalam penelitian, kepada Kepala Laboratorium Serologi dan Molekuler UPT Forensik Universitas Udayana, dan Kepala Laboratorium Biomedik Terpadu Fakultas Kedokteran Universitas Udayana serta seluruh staf yang sudah membantu penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Aas, J.A., B.J. Paster, L.N. Stokes, I.

Olsen, and F.E. Dewhirst. 2005. Defining the normal bacterial flora of

the oral cavity. Journal of Clinical Microbiology. 43(11): 5721–32.

Alaeddini, R., S.J. Walsh, A. Abbas. 2010. Forensic science international: genetics forensic implications of genetic analyses from degraded DNA a review. Forensic Science International Genetics. 4:148-157.

Alex, M.G., R. Holzinger, F. Berner, W. Krebs, B. Hostettler, E. Lardi, C. Hertli, R. Quartermaine, and C. Stamm. 2013. The forensiX Evidence Collection Tube and Its Impact on DNA Preservation and Recovery. BioMed Research International. 10: 1-7.

Alfadaly, N., A. Kassab, F. Al Hedaithy. 2016. Determination of DNA profiling of siwak and toothbrush samples used in Kingdom of Saudi Arabia. The Egyptian Journal of Medical Human Genetics. 17: 383387.

Azizah, A. 2009. Perbandingan Pola Pita Amplifikasi Dna Daun, Bunga Kelapa Sawit Normal dan Abnormal. Institut Pertanian Bogor (Skripsi). Tidak dipublikasikan

Adam, R.P., C. Hsieh, J. Murata, and R.N. Pandey. 2002. Systematics of Juniperus from eastern Asia based on Random Amplified Polymorphic DNAs (RAPDs). Biochemical Systematics and Ecology. 30: 231– 241.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana. Diakses 20 Maret 2020. Diunduh dari URL: https://bnpb.go.id/definisi-bencana.

Badan Meteorologi,  Klimatologi, dan

Geofisika. Diakses 18 Maret 2021. Diunduh       dari       URL:

https://www.bmkg.go.id/cuaca/praki raan-cuaca-indonesia.bmkg.

Bardakci, F. 2001. Random Amplified Polymorphic DNA (RAPD) Markers. Turkish Journal of Biology. 25: 185 – 196.

Baust, J.G. 2008. Strategies for the storage of DNA. Biopreservation and Biobanking, 6: 251–252.

Betancor, E., R. Fregel, M. Almeida, N.M. Suarez, and J. Pestano, 2011. DNA Typing for the identification of eight victims of Spanish Civil War reprisals in the Canary Islands: the case of “the Fuencaliente thirteen” mass graves (Fuencaliente, La Palma).      Forensic     Science

International, Genetics.  3:  e301–

e302.

Butler, J. 2005. Forensic DNA Typing: Biology, Technology and Genetics of STR Markers. 2nd ed. San Diego: Academic Pressp. 38.

Butler, J.M. 2010. Fundamentals of Forensic DNA Typing. San Diego: Elsevier Academic Press.

Butler, J.M. 2012. Advanced Topics in Forensic     DNA      Typing:

Methodology. Elsevier. USA

Campbell, N.A. and J.B. Reece. 2008. Biologi Edisi Kedelapan Jilid 1. Erlangga Jakarta. Jakarta.

Comey, C.T., B.W. Koons, K.W. Presley, J.B. Smerick, C.A. Sobieralski, D.M. Stanley, and E.S. Baechtel. 1994. DNA Extraction Strategies for Amplified Fragment Length Polymorphism Analysis. Journal of Forensic Sciences. 39 (5):  1254

1269.

Damir, M., A. Durmić-Pašić, N. Bakal, S. Haverić, B. Kalamujić, L. Kovačević, J. Ramić, N. Pojskić, V. Škaro, P. Projić, K. Bajrović, R. Hadžiselimović, K. Drobnič, E. Huffine, J.   Davoren,   and D.

Primorac. 2007. DNA identification

of skeletal remains from World War II mass graves uncovered in Slovenia. Croatian Medical Journal. 48: 513–519.

Desjardin, P., J.B. Hansen, and M. Allen. 2009.    Microvolume    Protein

Concentration Determination using the       NanoDrop       2000c

Spectrophotometer. Journal of Visualized Experiments. 33: 1-3.

Fatchiyah., E.L. Arumningtyas, S. Widyarti, dan S. Rahayu. 2011. Biologi Molekular Prinsip Dasar Analisis. Erlangga. Jakarta.

Fatchiyah. 2011. Modul Pelatihan Analisis Fingerprinting DNA Tanaman Dengan Metode RAPD. Laboratorium Sentral Ilmu Hayati Universitas Brawijaya. Erlangga. Malang.

Innis, M. A. and D.H. Gelfand. 1990. PCR Protocol A Guide to Methods and Applications. Academic Press Inc, New York.

INTERPOL. 2018. Disaster Victim Identification Guide. 31: 8-9.

Jobim, M.R., F. Gamio, G. Ewald, M. Jobim, and L.F. Jobim. 2004. Human identification using DNA purified from residues in used toothbrushes International Congress Series. 1261: 491-493.

Junitha, I.K. dan S.K. Sudirga. 2007. Variasi     DNA     Mikrosatelit

Kromosom Y pada Masyarakat Bali Terunyan.   Hayati   Journal of

Bioscience. 14(2): 59-64

Konig, K. G. 2000. Diet and oral health. International Dental   Journal.

50(3): 162-174.

Liu, Q.P., G. Sulzenbacher, H. Yuan, E.P. Bennett, G. Pietz, K. Saunders, J. Spence, E. Nudelman, S.B. Levery,

T. White, J.M. Neveu, W.S. Lane, Y. Bourne, M.L. Olsson, B. Henrissat, and H. Clausen. 2007. Bacterial Glycosidases for The Production of Universal Red Blood Cells. Natural Biotechnology. 25(4): 454-464.

Livy, A., S. Lye, and C.K. Jagdish. 2012. Evaluation of Quality of DNA Extracted from Buccal Swabs for Microarray   Based   Genotyping.

Indian       Journal       Clinical

Biochemistry. 27(1): 28-33.

Lorente, J.A., M. Lorente, M.J. Lorenente, J.C. Alvarez, C. Entrala, J. Lopez-Munoz, and E. Villanueva. 1998. Newborn Genetic Identification: Expanding the Fields of Forensic Haemogenetics. Progress in Forensic Genetics. 7: 114-116.

Martin, S.M.N. and A. Yudianto. 2019. Amel Gene Profilling from Toothbrush for Sex Determination Among Tanzanians in Surabaya, East Java. Jurnal Punjab Acad Forensic Medical Toxicol. 19(1): 5154.

Matlock, B. 2015. Assessment of Nucleic Acid Purity. Thermo Fisher Scientific. Wilmington, MA. USA.

Milos, A., A. Selmanovic, L. Smajlovic, R.L. Huel, C. Katzmarzyk, A. Rizvic, and T.J. Parsons. 2007. Success Rates of Nuclear Short Tandem Repeat Typing from Different Skeletal Elements. Croatian Medical Journal. 48: 486493.

Neil, M.O., J. McPartlin, K. Arthure, S. Riedel, and N.D. McMillan. 2011. Comparison of the TLDA with The Nanodrop and the Reference Qubit System. Journal of Physics: Conference Series. 307(1): 1-6.

Noer, A.S. dan M. Gustiananda. 1997. PCR Tanpa Isolasi DNA Dari Sel Epitel Rongga Mulut. JMS Journal. 2(1): 35-45.

Paster, B.J., S.K. Boches, J.L. Galvin, R.E. Ericson, C.N. Lau, and V.A. Levanos. 2001. Bacterial Diversity in Human Subgingival Plaque. Journal of Bacteriology. 183(12): 3770-3783.

Pertiwi, K.R. dan C. Paramita. 2012. Hereditas Manusia Buku Satu. Buku ajar mata kuliah Genetika. Jurdik Biologi FMIPA UNY.

Pharmawati, M. 2009. Optimalisasi Ekstraksi DNA dan PCR-RAPD pada Grevillea spp. (Proteaceae). Jurnal Biologi. 13(1): 12-16.

Prawestiningtyas, E. dan A.M. Algozi. 2009.     Identifikasi     Forensik

Berdasarkan Pemeriksaan Primer dan Sekunder Sebagai Penentu Identitas Korban pada Dua Kasus Bencana Massal. Jurnal Kedokteran Brawijaya. 25(2): 87-93.

Putri, E.P.N.P. dan I.K. Junitha. 2015. Kualitas Dan Kuantitas DNA Darah Kering Pada Besi dan Kayu Yang Disimpan Dalam Kurun Waktu Berbeda. Jurnal Biologi. 19(1): 2124.

Peccia, J. and Hernandez, M. 2006. Incorporating Polymerase Chain Reaction-Based      Indentification

Population Characterization and Quantification of Microorganisms Into Aerosol:    A Review.

Atmospheric Environment. 40: 39413961.

Pickrahn, I., G. Kreindl, E. Müller, B. Dunkelmann, W. Zahrer, J. Cemper-Kiesslich, and F. Neuhuber. 2017. Contamination Incidents in the Pre-

analytical Phase of Forensic DNA Analysis in Austria—Statistics of 17 years.       Forensic       Science

International Genetics. 31: 12-18.

Rianti, P., E. Cristin, dan P.W. Tjahjo. 2018. Profil DNA Forensik pada Barang Bukti Dua Kasus Pembunuhan di Indonesia. Jurnal Sumberdaya Hayati. 4(2): 48-56.

Riemer, L.B., D. Fairley, and O.C.D. Sweet. 2012. DNA Collection From Used Toothbrushes as a Means to Decedent Identification.     The

American Journal Forensic Medical Pathol. 33(4): 354-356.

Sambrook, J., T. Maniatis, and E.F. Fritsch. 1983. Molecular Cloning: A Laboratory Manual. Cold Spring Harbor, NY: Cold Spring Harbor Laboratory Press.

Sambrook, J. and D. Russell. 2001. Molecular Cloning: A Laboratory Manual 3rd Edition. New York: Cold Spring Harbor Laboratory Press.

Saputro, A., A. Yudianto, T. Koesbardiati. 2015. Pengaruh Lama Paparan Suhu Kamar Terhadap Kualitas DNA Pada Pemeriksaan Swab Earphone Dalam Penentuan Jenis Kelamin. Jurnal Biosains Pascasarjana. 17(1).

Saroch, G. and R.M.P. Paul. 2012. A Comparative Study on UV Spectrophotometric Quantification of DNA Extracted from Human Saliva. Egyptian Journal of Forensic Sciences. 2: 123-125.

Sauer, P. M. and K.J. Muller. 1998. Quantitation DNA. Qiagen News. 2: 23-26.

Schwartz, T.R. and E.A. Schwartz. 1991. Characterization                 of

Deoxyribonucleic acid (DNA) Obtained from Teeth Subjected to

Various Environmental Conditions. Journal of Forensic Sciences. 36(4): 979-990.

Singh, U.A., M. Kumari, S. Iyengar. 2018. Method for Improving the Quality of Genomic DNA Obtained from Minute Quantities of Tissue and Blood Samples Using Chelex 100 Resin. Biological Procedure Online. 20 (12): 1-8.

Stamets, P. and J. Chilton. 1983. The Mushroom Cultivator. Agrikon Press. Washington.

Stray, J.E., J.Y. Liu, M. Brevnov, and J.G. Shewale. 2010. Extraction of DNA from forensic biological samples for genotyping. Forensic Science Review. 22: 159-175.

Stray, J.E. and J.G. Shewale. 2010. Extraction of DNA from Human Remains. Forensic Science Review. 22: 177-185.

Walsh, P.S.,  D.A. Metzger, and R.

Higuchi. 2013. Chelex  100  as

Medium for Simple Extraction of DNA for PCR-based Typing from Forensic Material. BioTechniques. 54(3): 506-513.

Welsh, J. and M. McClelland. 1990. Fingerprinting Genomes using PCR with Arbitrary Primers. Nucleic Acid Research. 18(24): 7213-7218.

Willard, J.M., D.A. Lee, and M.M. Holland. 1998. Recovery of DNA for PCR Amplification from Blood

and Forensic Samples using a Chelating Resin. Methods in Molecular Biology. 98: 9-18.

Williams, J.G.K., A.R. Kubelik, K.J. Livak, J.A. Rafalski, and S.V. Tingey. 1990. DNA Polymorphisms Amplified by Arbitrary Primers are Useful as Genetic Markers. Nucleic Acids Research. 18: 6531-6535.

Yunus, M., A.I. Djais, D. Wulansari, dan M. Thunru. 2019. Peranan Dokter Gigi dalam Disaster Victim Identification. Jurnal Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin. 8(1): 43-45.

Zayats, T., T.L. Young, D.A. Mackey, F. Malecaze, P. Calvas, and J.A. Guggenheim. 2009. Quality of DNA Extracted from Mouthwashes. PLoS One. 4(7): e6165.

Yunus, M., A.I. Djais., D.P. Wulansari., dan M. Thunru. 2019. Peranan dokter gigi dalam disaster victim identification. Jurnal Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin, 8(1): 43-45.

Zayats, T., T.L. Young., D.A. Mackey., F. Malecaze., P. Calvas., and J.A. Guggenheim. 2009. Quality of DNA extracted from mouthwashes. PLoS One.                   4(7):e6165.

27