HUMANIS


Journal of Arts and Humanities


p-ISSN: 2528-5076, e-ISSN: 2302-920X

Terakreditasi Sinta-3, SK No: 105/E/KPT/2022

Vol 27.1. Februari 2023: 40-52

Toponimi Nama-Nama Tempat di Kecamatan Kuta dan Kuta Selatan Kabupaten Badung Bali

Toponyms of Place Names in Kuta and South Kuta Districts, Badung Regency, Bali

Kadek Endina Pradyani, Ni Made Suryati, I Wayan Suteja

Universitas Udayana, Denpasar, Bali, Indonesia

Email korespondensi: [email protected] , [email protected]

Info Artikel

Masuk:30 Nopember 2022

Revisi: 9 Januari 2023

Diterima:15 Januari 2023

Terbit:28 Pebruari 2023

Keywords: toponymy; origin; significance


Kata kunci: toponimi; asal-usul; makna

Corresponding Author: Kadek

Endina Pradyani

email:

[email protected]

DOI:

https://doi.org/10.24843/JH.20

23.v27.i01.p05


Abstract

The results of this study are to describe the toponyms found in the origins of place names in Kuta and South Kuta Districts. The use of toponymy theory in this analysis is able to reveal toponymy aspects of place names in Kuta and South Kuta Districts. Based on the toponymy theory according to Robiansyah (2017: 13), it is grouped into four, namely (1) vegetation toponymy; (2) historical toponymy; (3) toponymy of gifts; (4) regional toponymy in place names in Kuta and South Kuta Districts. The methods and techniques used consist of three stages, namely: (1) The stage of providing data using the listening method, followed by the technique of observing the skilled engagement (SLC) technique, and the recording technique, as well as the proficient method, followed by the fishing technique and the proficient technique, ( 2) The data analysis phase uses the matching method with the advanced technique of selecting determinant elements (PUP) and the comparative comparison technique (HBB), as well as the distribution method with the advanced technique of dividing the direct elements (BUL), (3) The data analysis results stage uses the method formal and informal methods supported by deductive and inductive techniques. The toponymic aspects of place names in Kuta and South Kuta sub-districts include four types of toponymy, namely vegetation toponymy, historical toponymy, gift toponymy, and area toponymy which is the origin of the place names.

Abstrak

Hasil dari penelitian ini untuk mendeskripsikan toponimi yang ditemukan dalam asal-usul nama-nama tempat di Kecamatan Kuta dan Kuta Selatan. Penggunaan teori toponimi dalam analisis ini mampu mengungkapkan aspek-aspek toponimi Berdasarkan teori toponimi menurut Robiansyah (2017: 13), dikelompokkan menjadi empat, yaitu (1) toponimi vegetasi; (2) toponimi bersejarah; (3) toponimi pemberian; (4) toponimi wilayah dalam nama-nama tempat di Kecamatan Kuta dan Kuta Selatan. Metode dan teknik yang digunakan terdiri atas tiga tahap, yaitu: (1) Tahap penyediaan data dengan metode simak dengan teknik lanjutannya teknik simak libat cakap (SLC), dan teknik catat, serta metode cakap dengan teknik lanjutannya teknik pancing dan teknik cakap semuka, (2) Tahap

analisis data menggunakan metode padan dengan teknik lanjutannya teknik pilah unsur penentu (PUP) dan teknik hubung banding memperbedakan(HBB), serta metode agih dengan teknik lanjutan teknik bagi unsur langsung (BUL), (3) Tahap hasil analisis data menggunakan metode formal dan metode informal yang didukung dengan teknik deduktif dan induktif.

PENDAHULUAN

Toponimi adalah ilmu atau studi yang membahas tentang nama-nama geografis, asal-usul nama tempat, bentuk, dan makna nama diri, terutama nama orang dan tempat. Dengan kata lain toponimi merupakan ilmu tentang nama tempat, arti, asal-usul, dan tipologinya. Toponimi juga termasuk dengan penamaan suatu tempat atau bisa dikatakan masuk ke dalam teori penamaan. Penamaan bersifat arbitrer dan kesepakatan umum, dikatakan arbitrer karena tercipta atau keputusan berdasarkan kemauan masyarakat sedangkan dikatakan kesepakatan umum karena disusun berdasarkan kebiasaan masyarakatnya (Sudaryato, 2009: 9).

Toponimi sangat diperlukan dalam upaya pemetaan suatu wilayah. Menurut Aristoteles (Chaer, 1995: 4) kata adalah satuan terkecil yang mengandung makna, bahwa bahasa itu bersifat unik dan mempunyai hubungan yang sangat erat dengan budaya masyarakat pemakaiannya. Bersifat unik karena dalam suatu kata atau nama bisa mengalami perubahan karena adanya fenomena tertentu. Toponimi memiliki hubungan yang sangat erat dengan kondisi fisik geografis, masyarakat yang menghuninya, dan kebudayaan yang tumbuh dan telah ada dalam wilayah suatu masyarakat. Nama dari suatu daerah memiliki makna yang sangat luas, tidak secara fisik seperti kondisi geografisnya saja, akan tetapi meliputi asal-usul, kondisi sosial dan kebudayaan yang dimiliki secara sosial itu akan tampak wujud simbol pemberian nama dan perilaku suatu masyarakat tertentu. Masih banyak masyarakat setempat yang

belum mengetahui sejarah dari wilayah yang mereka tempati. Masyarakat yang menempati wilayah tersebut hanya mengetahui namanya saja, bukan mengetahui sejarah terbentuknya wilayah tersebut. Akan tetapi jika masyarakat masih peduli dengan budaya daan warisan dari nenek moyang mereka, pasti dapat mengerti dan mengetahui asal usul wialayah yang mereka tempati. Namun tidak banyak yang mengetahui hal tersebut, mereka hanya mengetahui nama dari wilayah yang mereka tempati.

Berkaitan dengan hal tersebut peneliti memliki ketertarikan untuk meneliti mengenai toponimi nama-nama tempat yang ada di Kecamatan Kuta dan Kuta Selatan Kabupaten Badung Bali. Keunikan nama-nama tempat yang ada di Kecamatan Kuta dan Kuta Selatan menjadi nama tempat tersebut dilihat dari sejarah, faktor-faktor terjadinya penamaan, sehingga nama-nama tempat tersebut dijadikan sebagai identitas, karena sesungguhnya bahwa bahasa itu bersifat unik dan mempunyai hubungan yang sangat erat dengan masalah budaya.

METODE DAN TEORI

Metode dan teknik dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga tahapan, antara lain (1) tahap penyediaan data, (2) tahap analisis data, (3) tahap penyajian hasil analisis data, dan (4) sumber data.

Tahap penyajian data menggunakan metode simak dan sadap. Metode simak dengan teknik lanjutannya teknik simak libat cakap (SLC) digunakan karena penulis ikut terlibat dalam percakapan dengan informan untuk mengetahui asal-usul penamaan nama-nama tempat di Kecamatan Kuta dan Kuta Selatan

Kabupaten Badung Bali, dan teknik catat digunakan untuk mencatat hasil wawancara dengan informan, serta metode cakap dengan teknik lanjutannya teknik pancing digunakan dengan cara memancing informan untuk mendapatkan informasi mengenai penamaan tempat di Kecamatan Kuta dan Kuta Selatan Kabupaten Badung Bali dan teknik cakap semuka.

Pada tahap analisis data menggunakan metode padan adalah metode yang alat penentunya di luar, terlepas, dan tidak menjadi bagian dari bahasa yang bersangkutan (Sudaryanto, 2015: 15) dengan teknik lanjutannya teknik pilah unsur penentu (PUP) dan teknik hubung banding memperbedakan (HBB), serta metode agih adalah metode analisis data yang alat penentunya justru bagian dari bahasa itu dengan teknik lanjutan teknik bagi unsur langsung (BUL).

Penyajian tahap analisis data menggunakan metode formal adalah metode penyajian hasil analisis dengan menggunakan tanda dan lambang-lambang. Metode informal digunakan untuk menyajikan hasil analisis data dalam bentuk kata-kata biasa serta mudah dipahami dan simbol bunyi (Ratna, 2004: 54). Selain itu, dalam tahap penyajian hasil analisis data dibantu dengan teknik induktif dan deduktif. Teknik induktif merupakan proses penalaran yang bergerak dari beberapa semua, sebagian seluruh, dan khusus menuju suatu generalisasi. Sedangkan deduktif beranjak suatu prinsip umum menuju kesimpulan khusus (Tarigan, 1984: 111112).

Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian ini sepenuhnya menggunakan data primer yaitu cerita lisan asal-usul nama-nama tempat di Kecamatan Kuta dan Kuta Selatan Kabupaten Badung, Bali yang didapatkan langsung dari informan tokoh masyarakat, Kepala Desa, dan pemangku.

Dari data yang di dapatkan secara lisan tersebut kemudian di transkripsikan sehingga menjadi dokumen tertulis.

Penelitian ini dilandasi oleh teori toponimi yang digunakan dalam mengidentifikasi dan menyelidiki nama tempat yang ada di bumi. Toponimi (Penamaan tempat) merupakan suatu proses pemberian tanda atau lebel pada orang, tempat ataupun benda (Anshari, 2017: 65-67).

Toponimi ilmu geografi, yaitu untuk bahasan ilmiah tentang nama, asal-usul, arti dari suatu tempat atau wilayah, serta bagian lain dari permukaan bumi, baik yang bersifat alami (seperti sungai) maupun yang bersifat buatan (seperti kota). Hal tersebut berkembang seiring dengan perkembangan peta, karena toponimi sangat diperlukan dalam upaya pemetaan suatu wilayah.

Data dalam penelitian ini diperoleh selama peneliti melakukan penelitian di Kecamatan Kuta dan Kuta Selatan Kabupaten Badung menggunakan teori toponimi menurut (Robiansyah, 2017: 13) yang dikelompokkan menjadi empat yaitu; (1) toponimi vegetasi penaman suatu tempat yang didasarkan pada pendeskripsian tumbuhan atau tanaman yang berada pada sekitar tempat tersebut; (2) Toponimi bersejarah penamaan suatu tempat yang didasarkan pada peristiwa atau kejadian bersejarah yang mana berkaitan erat dengan terbentuknya tempat tersebut. Kejadian bersejarah ini bisa bersifat umum (nasional) atau bersifat khusus (menurut masyarakat setempat); (3) toponimi pemberian penamaan suatu tempat yang didasarkan pada pemberian oleh seseorang yang memiliki kuasa atas tempat tersebut; (4) toponimi wilayah penamaan suatu tempat yang didasarkan pada nama suatu wilayah (kota, kabupaten, kecamatan, kampung, desa atau kelurahan, dusun dan lain-lain) yang terkait dengan keberadaan tempat tersebut.

Hal ini nampaknya bisa terlihat dari beragamnya fenomena alam yang berpadu dengan pluraritas sosial-budaya di Indonesia, memicu keberagaman penamaan suatu wilayah yang didasari atas kebudayaan setempat sebagai identitas.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Asal-Usul Penamaan Nama-Nama Tempat di Kecamatan Kuta dan Kuta Selatan Kabupaten Badung Bali

Penamaan nama tempat merupakan pemberian nama pada tempat untuk mempermudahkan masyarakat dalam administrasi pemerintah, dan dalam mengenal suatu daerah. Toponimi ilmu geografi, yaitu untuk bahasa ilmiah tentang nama, asal-usul, arti dari suatu tempat atau wilayah, serta bagian lain dari permukaan bumi.

Berdasarkan teori toponimi menurut Robiansyah (2017: 13), dikelompokkan menjadi empat, yaitu (1) toponimi vegetasi; (2) toponimi bersejarah; (3) toponimi pemberian; (4) toponimi wilayah.

Dalam toponimi nama-nama tempat di Kecamatan Kuta dan Kuta Selatan Kabupaten Badung Bali ditemukan empat kelompok berdasarkan toponimi nama tempat sebagai berikut.

Toponimi Vegetasi

Toponimi vegetasi ini penamaan pada suatu tempat didasarkan pada nama tumbuhan maupun tanaman yang tumbuh atau yang hidup di sekitar tempat. Data yang ditemukan sebanyak delapan jenis toponimi vegetasi yaitu Desa Jimbaran, Desa Seminyak, Desa Kutuh, Desa Kampial, Desa Bualu, Pantai Pandawa, Pura Ulun Swi, dan Pura Dalem Tengkulung.

“Desa Jimbaran puniki hutan sane akeh punyan-punyan gede. Jimbaran

mawit saking bawos Jimbar sane maarti linggah”

‘Desa Jimbaran ini hutan yang banyak pepohonan yang sangat besar diarealnya. Jimbaran berasal dari kata jimbar yang berarti luas’

Data (1) pada nama Desa Jimbaran menjelaskan bahwa desa tersebut banyak ditumbuhi pohon-pohon yang besar, jimbaran berasal dari kata jimbar yang memiliki arti luas, maka penamaan Desa Jimbaran berdasarkan toponimi vegetasi.

“Zaman ipidan Desa Kutuh mawasta rangdu kuning sawiréh alasnyané nged sareng punyan kutuh”

‘Zaman dahulu Desa Kutuh mawasta rangdu kuning dikarenakan hutan yang sangat lebat banyak ditumbuhi pohon kutuh’

Data (2) pada nama Desa Kutuh menjelaskan bahwa desa tersebut banyak ditumbuhi pohon yang sangat besar bernama pohon kutuh, maka penamaan Desa Kutuh berdasarkan toponimi vegetasi.

“Desa Bualu wenten tanah daratan pinggir utawi sisin pasih sane wenten katumbuhin rumput laut taler punyan-punyan sane bèt”.

‘Desa Bualu terdiri dari tanah daratan pinggir/tepi pantai yang masih ditumbuhi rumput laut’

Data (3) pada nama Desa Bualu mejelaskan bahwa desa tersebut banyak ditumbuhi rumput laut dengan semak-semak belukar, maka penamaan Desa Bualu berdasarkan penamaan toponimi vegetasi.

“Desa Kampial inggih punika tanah parbukitan sane akeh katumbuhin olih punyan-punyan sane tegeh”

‘Desa Kampial adalah tanah perbukitan yang banyak ditumbuhi oleh pohon-pohon yang tinggi’

Data (4) Pada nama Desa Kampial menjelaskan bahwa desa tersebut seperti hutan belantara yang banyak ditumbuhi pohon-pohon tinggi, maka penamaan Desa Kampial berdasarkan toponimi vegetasi.

“Wastan pasih pandawa puniki mawit saking carita Mahabrata. Ring carita mahabrata puniki panca pandawa dugasnyane. Pateh sakadi carita mahabrata punika pasih puniki sadurungnyane mengkeb, riantukan genahnyane ring bukit sane curam”

‘Nama pantai pandawa ini berasal dari cerita Mahabrata. Di cerita Mahabrata Sama seperti cerita Mahabrata tersebut pantai ini sebelumnya tersembunyi dan bertempat di bukit yang curam dengan semak-semak belukar’

Data (5) pada nama Pantai Pandawa berkaitan dengan cerita Mahabrata dimana Panca Pandawa diasingkan ke hutan belantara, sama halnya dengan Pantai Pandawa masyarakat membuat jalan menuju pantai dikarenakan hutan yang sangat lebat dan perbukitan yang tinggi, maka penamaan Pantai Pandawa berdasarkan toponimi vegetasi.

“Pura Ulun Swi magenah ring tengah alas sane linggah, kruna Ulun mawit saking kruna Ulu sane maarti duwur/pusat/sumber taler kruna Swi maarti carik”

‘Pura Ulun Swi bertempat ditengah hutan yang sangat luas, kata Ulu yang berarti atas/pusat/sumber dan kata Swi berarti sawah’

Data (6) pada nama Pura Ulun Swi menjelaskan bahwa pura tersebut ada ditengah-tengah hutan yang sangat luas

dan menjadi sumber kemakmuran sawah, maka penamaan Pura Ulun Swi berdasarkan toponimi vegetasi.

“Sadurung Pura Dalem Tengkulung wenten kacarita Kerajaan Puri Glogor wenten wewidangan sane wenten tegalan, ring genah punika akeh punyan camplung”

‘Sebelum adanya Pura Dalem Tengkulung ada sebuah cerita Kerajaan Puri Glogor mempunyai sawah di tempat tersebut banyak pohon camplung’

Data (7) pada nama Pura Dalem Tengkulung menjelaskan bahwa pura tersebut sebelum didirikan masih menjadi persawahan yang sangat luas disertai banyak pepohonan yang bernama pohon camplung, maka penamaan Pura Dalem tengkulung berdasarkan toponimi vegetasi.

“Wénten anak odah rauh saking Padang Sumbu mapawéwéh pituduh, buah camplungé sané wayah pelutin, alih isiné tusuk-tusuk ento enjitin, becik anggén damar, endih nyané galang pisan”

‘Ada seorang nenek yang datang dari Padang Sumbu memberikan saran untuk menggunakan buah camplung yang sudah tua, kemudian dikupas kulitnya lalu ditusuk buah itu dan dibakar dan minyak yang keluar menjadikan lampu tersebut terang’

Data (8) pada nama Desa Seminyak menceritakan hari akan menjelang malam alat yang digunakan untuk menerangi mati dikarenakan minyak pada saat itu habis, namun ada seorang nenek memberikan saran untuk menggunakan buah camplung yang sudah tua dan dibakar dan menghasilkan minyak sehingga bagus untuk bahan lampu, maka penamaan Desa Seminyak berdasarkan toponimi vegetasi.

Berdasarkan data diatas, diketahui terdapat delapan jenis toponimi vegetasi

pada nama-nama tempat di Kecamatan Kuta dan Kuta Selatan Kabupaten Badung Bali yaitu Desa Jimbaran, Desa Seminyak, Desa Kutuh, Desa Kampial, Desa Bualu, Pantai Pandawa, Pura Ulun Swi, dan Pura Dalem Tengkulung.

Toponimi Bersejarah

Toponimi bersejarah ini penamaan pada nama tempat didasarkan pada kejadian yang terjadi atau peristiwa yang terjadi di suatu tempat tersebut. Data yang ditemukan sebanyak tiga belas jenis toponimi bersejarah yaitu Desa Ungasan, Desa Legian, Desa Kedonganan, Desa Kuta, Nusa Dua, Pura Goa Gong, Pura Luhur Uluwatu, Pura Karang Boma, Pura Gunung Payung, Pura Batu Pageh, Pura Geger Dalem Pemutih, Pura Petitenget, dan GWK.

“Kacaritayang ring Babad Dalem Pemutih (Petak Jingga), warsa 1652 wenten perang ring Kerajan Gelgel sane kalaksanayang olih Ki Agung Maruti lan Kerajan Gelgel. Ki Agung Maruti terdampar ngalaksanayang tapa samadhi lan ngranjing kawilayah tegal kutuh sane mawasta Desa Kutuh lan masakaya pawisik antuk ngerereh genah ujung selatan (Tegal/Karang Enjung)”

‘Masuk dalam Babad Dalem Pemutih(PetakJingga), tahun 1652 t erjadi pembrontakan di Kerajaan Gelgel. Ki Agung Maruti terdamparlah dan melakukan tapa semadhi dan masuk kewilayah tegal kutuh yang sekarang diberi nama Desa Kutuh dan mendapat pewisik untuk mencari daerah ujung selatan ( Tegal/Karang Enjung )’

Data (9) nama Desa Ungasan menjelaskan tentang pemberontakan Kerajaan Gelgel oleh Ki Agung Maruti yang dikalahkan dan melarikan diri ke arah barat daya. Kemudian Ki Agung

Maruti bersamadhi dan mendapat pawisik untuk mencari daerah karang enjung, maka penamaan Desa Ungasan berdasarkan toponimi bersejarah.

“Ring Babad Pasek Gaduh, taler sampun wenten desa sane kabaos Njung Nwa, makadi sane ngawisesa jagat Bali duk punika Sira Astasura Ratna Bhumi Banten, kalaning Saka Winaya Sagara Gandharwa Bhumi 1244 Saka = 1322 Masehi”

‘Di Babad Pasek Gaduh selain itu sudah ada desa yang bernama Njung Nwa yang menguasai bumi Bali tersebut Sira Astasura Ratna Bhumi Banten, tahun Winaya Sagara Gandharwa Bhumi 1244 tahun = 1322 Masehi

Data (10) pada nama Desa Tanjung Benoa dapat dijelaskan dalam beberapa babad/sejarah bahwa desa tersebut sebelumnya dihuni oleh dan mendapat pawisik dari Ratu Gede Macaling untuk wong samar/gamang kedaerah ujung pulau yang bernama Njung Nwa, maka penamaan Desa Tanjung Benoa berdasarkan toponimi bersejarah.

“Nusa Dua inggih punika kabuat ring ksatria sakti sane mawasta Kebo Iwa. Sadurung mamargi ka Majapahit Patih Kebo Iwa. Kebo Iwa dados ngicenin kalih batu, ngranayang kakuatan lan kasaktiannyane dados luar biasa. Watu sane kapertama kabakta ka desa Bedahulu, riantakukan genah punika genah kelahirannyane lan Watu sane kaping kalih kabakta ka Majapahit, nanging ring pamargine ka tanah Jawa tiba-tiba watu punika belah dados kalih lan ulung ring pasisi pasih.”

‘Dahulu kala ada cerita rakyat bali mengatakan bahwa Nusa Dua adalah buatan seorang ksatria sakti yang bernama Kebo Iwa.. Kebo Iwa,

dengan memberikan dua buah batu, mengakibatkan meningkatnya kekuatan dan kesaktian menjadi sangat luar biasa. Salah satu dari batu tersebut di bawa ke desa Bedahulu dimana tempat mereka dilahirkan. dan satunya lagi akan di bawa ke Majapahit, namun dalam perjalanan ke tanah Jawa tiba tiba batu itu pecah menjadi dua dan jatuh di pinggir pantai’

Data (11) nama tempat Nusa Dua menceritakan kisah perjalanan Kebo Iwa yang membawa dua batu dianugerahi oleh Sang Hyang Rudra. Kemudian diperjalanan batu itu jatuh dan membelah menjadi dua, maka penamaan nama tempat Nusa Dua berdasarkan toponimi bersejarah.

“Dang Hyang Nirartha ningehan suara gong sane angalun-angalun rauh saking kaja kangin. Suara gong sane halus, merdu. Dang Hyang Nirartha nglanjutang pamargin ida nuju suara gong, sakitar 40 meter ring lokasi punika. Ida nemoin goa lantas suara gong punika sakebedik puput (gong tan pa suara)”

‘Dang Hyang Nirartha mendengar suara gong yang angalun-angalun datang dari barat dan timur. Suara gong yang halus, merdu, dan angalun-angalun. Dang Hyang Nirartha melanjutakan perjalanan menuju suara gong, sekitar 40 meter di lokasi tersebut. Beliau menemukan goa, kemudian suara gong tersebut perlahan-lahan selesai’

Data (11) nama Pura Goa Gong menceritakan kisah perjalanan Dang Hyang Nirartha yang mendengar suara alunan musik dan beliau menghampiri suara tersebut. Kemudian beliau menemui sebuah goa dan alunan musik tersebut berhenti, maka penamaan Pura Goa Gong beradasarkan toponimi bersejarah.

“Pura puniki kadidirikan olih Mpu Kuturan abad ka-9 inggih punika masa pemerintahan Marakata. Pembangunan Pura Uluwatu teken Dang Hyang Nirartha sane mawit saking Jawa Timur rauh ka Bali warsa 1546 M, inggih punika masa pemerintahanDalemWaturenggon”

‘Pura ini didirikan oleh Mpu Kuturan abad ke-9 adalah masa pemerintahan Marakata. Pembangunan Pura Uluwatu dengan Dang Hyang Nirartha yang berasal dari Jawa Timur datang ke Bali tahun 1546 Masehi merupakan masa pemerintahan Dalem Waturenggong’

Data (12) nama Pura Luhur Uluwatu bertempat diujung atas batu mengkisahkan cerita perjalanan Dang Hyang Nirartha dari Jawa Timur ke Bali untuk mendirikan Pura Uluwatu yang ditugaskan pemerintahan Dalem Waturenggong. Maka penamaan Pura Luhur Uluwatu berdasarkan toponimi bersejarah.

“Rauhlah mahakawi-wiku suci Danghyang Nirartha. Pamargin saking Tanjung Benoa sareng pantai Geger, sang resi suci punika nyingakin sabongkah watu masinar pateh sakadi api, geni punika kakutan saking boma (raksasa)”.

‘Perjalanan suci Danghyang Nirartha, perjalanan tersebut dari Tanjung Benoa dan pantai Geger, beliau melihat sebuah batu bersinar yang menyerupai api. geni adalah kekuatan dari boma (raksasa)’

Data (13) pada nama Pura Karang Boma mengkisahkan cerita perjalanan suci Dang Hyang Nirartha yang menemukan sebuah goa untuk bersamdhi dan melihat sebuah batu bersinar yang menyerupai api, maka penamaan Pura Karang Boma berdasarkan toponimi bersejarah.

“GWK (Garuda Wisnu Kencana) inggih punika patung sane marupa Dewa Wisnu sane nganggen mahkota emas lan burung garuda.. Burung Garuda sane ring anggen dados saking kisah Garuda lan kerajaannyane sane macarita antuk rasa bakti lan pengorbanan burung Garuda nyalamatang biangnyane saking perbudakan sane kalindungin olih Dewa Wisnu”

‘GWK (Garuda Wisnu Kencana) adalah patung yang menyerupai Dewa Wisnu yang menggunakan mahkota emas dan burung garuda. Burung Garuda yang digunakan menjadi kisah Garuda dan kerjaannya yang menceritakan untuk rasa bakti dan pengorbanan burung Garuda menyelamatkan ibunya dari perbudakan dan dilindungi oleh Dewa Wisnu’

Data (14) pada nama tempat GWK kepanjangan dari Garuda Wisnu Kencana nama tersebut mengkisahkan tentang Garuda dan kerajaannya yang menceritakan pengorbanan burung Garuda menyelamtan ibunya dari perbudakan, maka penamaan GWK (Garuda Wisnu Kencana) berdasarkan toponimi bersejarah.

“Pamargin suci Dang Hyang Nirartha ring bukit Desa Kutuh , akeh krama desa nglanturang grubug ring desanyane nenten wenten toya, wus kenten kakuatan rohani ida nancepin gagang payung sane kabakta ida lantas toya nika medal taler manyembur saking payung punika”

‘Perjalanan suci Dang Hyang Nirartha di bukit Desa Kutuh, banyak masyarakat desa mengungkapkan musibah yang ada didesanya dimana tidak adanya air. Kemudian kakuatan rohani yang dimiliki oleh ida

untuk menancapkan gagang payung yang dibawa ida. Kemudian air muncul dan menyembur dari payung tersebut’

Data (15) pada nama Pura Gunung Payung mengkisahkan perjalanan suci Dang Hyang Nirartha yang tiba di bukit Desa Kutuh. Kemudian karena masyarakat mengeluh disekitar tempat tinggal mereka kekurangan air maka beliau menggunakan kesaktiannya memunculkan sumber air dari payung yang ditancapkan ditempat tersebut, maka penamaan Pura Gunung Payung berdasarkan toponimi bersejarah.

“Sejarah pura puniki nenten kalepas saking pamargin Dang Hyang Nirartha sane tiosan. Kruna ‘batu’ maarti watu utawi batu yening kruna ‘pageh” maarti pagar/pintu/pambatas”

‘Sejarah pura ini tidak terlepas dari perjalanan Dang Hyang Nirartha. Kata batu berarti ‘batu’ dan kata pageh berarti ‘pagar/pintu/pembatas’

Data (16) pada nama Pura Batu Pageh juga tidak terlepas dari kisah perjalanan Dang Hyang Nirartha yang menemukan tempat beristirahat dibebatuan yang besar dan berpagar, maka penamaan Pura Batu Pageh berdasarkan penamaan toponimi bersejarah.

“Pura Geger Dalem Pemutih puniki wenten ring Babad Dalem Pemutih utawi Dalem Petak Jingga wenten pambrontakan ring kerajaan Gelgel warsa 1652 ISaka olih patinggi kerajaan inggih punika Dalem Petak Jingga sane kapicu sangketa sareng Raja Gelgel mawasta Ida Dalem Made”

‘Pura Geger Dalem Pemutih tersebut ada di Babad dalem Pemutih atau Dalem Petak Jingga ada sebuah pembrontakan di Kerajaan Gelgel tahun 1652 ISaka oleh petinggi

kerajaan adalah Dalem Petak Jingga yang terpicu sengketa bersama Raja Gelgel’

Data (17) pada nama Pura Geger Dalem Pemutih juga kisah perjalanan Dang Hyang Nirartha sebelum menuju ke Pura Luhur Uluwatu, beliau beristirahat dan melakukan yoga dibawah pohon sawo yang berada diareal Pura Geger tersebut, maka penamaan Pura Geger Dalem Pemutih berdasarkan toponimi bersejarah.

“Desa Adat Legian puniki pecak sane Nguni kawastaning “Karang Kamanisan” sane meartos genah utawi desa, Manis teges ipun manis ring sajeroning rasa, asri ring sajeroning genah utawi cecingak, anut paras paros sarpanya salunglung sabayan taka ring sajeroning paiketan krama lan, landuh ring sajeroning kauripan.”

‘Desa Adat Legian ini pada mulanya bernama “Karang Kemanisan” yang artinya, karang berarti tempat atau desa. Manis berarti manis kalau didalam rasa, indah kalau dalam tempat/ pemandangan, serasi kalau dalam pergaulan dan berarti Makmur didalam kehidupan karena mereka yang menempati Desa Legian ini merasa serasi didalam pergaulan dan makmur didalam kehidupan’

Data (19) pada nama Desa Legian pada awalnya bernama Karang Kemanisan yang berarti tempat manis, di desa tersebut indah dalam pemandangan, serasi dalam pergaulan, dan makmur dalam kehidupan darisinilah muncul kata manis untuk desa tersebut, maka penamaan Desa Legian berdasarkan toponimi bersejarah.

“Buku Monografi Desa Tuban warsa 1980. Kacaritayang sasubané kalah dalam siat ring Kerajan Gelgel, I

Gusti Agung Maruti luas malaiban dewek, ngingetang arti genah nika lantas kamaang wastan Gedongan”

‘Dalam buku Monografi Desa Tuban tahun 1980. Diceritakan, setelah kalah dalam pertempuran di Kerajaan Gelgel, I Gusti Agung Maruti pergi melarikan diri, mengenang pentingnya arti tempat tersebut kemudian diberi nama Gedongan’

Data (20) pada nama Desa Kedonganan Nama Kedonganan awalnya bernama gedong ‘tempat bersujud’. Setelah pertempuran terjadi kembali untuk mengenang tempat tersebut kemudian diberi nama Gedongan, maka penamaan Desa Kedonganan berdasarkan toponimi bersejarah.

“Desa Adat Kuta manut ring Babad Bali Kuno kapanggih wenten Prasasti Belanjong Sanur, marupa tahun Candra Sangkala “Késara Wahni Murti”, teges ipun Iska warsa 384, tahun Masehi 462, nganggén basa Sansekerta lan huruf Déwanagari. Manut prasasti (Piagem) punika Désa Sanur nampek pisan ring Désa Adat Kuta miwah pinaka bukti budaya saking dura negara ngranjing ka Bali pastika saking segara”.

‘Desa Adat Kuta menurut Babad Bali Kuno ditemukan Prasasti Belanjong Sanur, berupa tahun Candra Sangkala “Késara Wahni Murti”, pada tahun 384 tahun Masehi 462 Menurut prasasti tersebut Desa Sanur dekat sekali dengan Desa Adat Kuta tersebut menjadi bukti budya dari ujung negara ke Bali pasti berasal dari pantai’

Data (21) pada nama Desa Kuta menceritakan ditemukan Prasasti Blanjong Sanur yang berisikan bahwa Desa Sanur dekat dengan Desa Kuta

yang kita ketahui juga memang daerah tersebut berdekatan, maka penamaan Desa kuta berdasarkan toponimi bersejarah.

“Pamargin Suci Dang Hyang Dwijendra budal saking Serangan ngranjing ring desa mawasta Desa Kerobokan. Ring desa punika ida nyingakin bayangan raksasa sane mawasta Bhuto Ijo. Sadurung Pandita budal saking desa, ia ngicenin Bhuto Ijo kotak sakadi peti taler nunas antuk jaga kotak punika”

‘Perjalanan suci Dang Hyang Dwijendra yang meninggalkan Pulau serangan dan tiba di sebuah desa bernama Desa Kerobokan. Di desa beliau melihat bayangan berukuran raksasa yaitu Bhuta Ijo, Sebelum Pendeta tersebut meninggalkan desa, ia memberi Bhuta Ijo kotak seperti peti dan memintanya untuk menjaga kotak tersebut’

Data (22) pada nama Pura Petitenget perjalanan suci Dang Hyang Dwijendra setelah meninggalkan Pulau Serangan dan tiba di Desa Kerobokan. Kemudian beliau melihat raksasa bernama bhuto ijo. Sebelum beliau meninggalkan tempat tersebut, beliau menitipkan kotak seperti peti untuk dijaganya sehingga tempat tersebut bernama Pura Petitenget, maka penamaan Pura Petitenget berdasarkan toponimi bersejarah.

Berdasarkan data diatas, diketahui terdapat tiga belas jenis toponimi bersejarah pada nama-nama tempat di Kecamatan Kuta dan Kuta Selatan Kabupaten Badung Bali yaitu Desa Ungasan, Desa Legian, Desa Kedonganan, Desa Kuta, Nusa Dua, Pura Goa Gong, Pura Luhur Uluwatu, Pura Karang Boma, Pura Gunung Payung, Pura Batu Pageh, Pura Geger Dalem Pemutih, Pura Petitenget, dan GWK.

Toponimi Pemberian

Toponimi berdasarkan pemberian ini nama tempat yang diberikan penamaannya didasarkan pada pemberian oleh seseorang yang memiliki peranan penting atas tempat tersebut. Data yang ditemukan sebanyak empat jenis toponimi pemberian yaitu Desa Pecatu, Pantai Suluban, Pantai Padang-Padang, dan Pantai Melasti.

“Antuk ngadukung pameliharaan lan ngalaksanayang aci ring Puru Hulu Watu, Raja Warmadewa ngicenin tanah sane wenten ring wilayah bukit dados tanah bukti. Sakéwala inggih punika tanah pamberian utawi paica saking raja, tanah punika mawasta Pecatu.

‘Untuk mendukung pemeliharaan dan pelaksanaan aci di Pura Hulu Watu, Raja Warmadewa kemudian memberikan tanah yang ada di wilayah bukit sebagai tanah bukti. Tanah pemberian atau paica dari raja, tanah tersebut pun dinamai pecatu.

Data (22) pada nama Desa Pecatu yang memiliki arti tanah pemberian raja yang didirikan menjadi desa bernama Desa Pecatu, maka penamaan Desa Pecatu berdasarkan penamaan toponimi pemberian.

“Pantai Suluban sane mawit saking bahasa Bali inggih punika “Masulub” sane maarti pamargin ngalewatin ring duur sirahe”

‘Pantai Suluban berasal dari kata bahasa Bali masulub yang berarti berjalan melewati sesuatu diatas kepala manusia’

Data (23) Pada nama Pantai Suluban menunjukan bahwa pantai tersebut jika kita memasukinya harus menundukan kepala dikarenakan tebing-tebing disisi pantai sangat besar yang kemudian

masyarakat disana menamai dengan Pantai Suluban, maka penamaan Pantai Suluban berdasarkan penamaan toponimi pemberian.

“wenten anak pemain film sane kabintangin olih Julia Roberts saking filmnyane “Eat Pray Love” lan wenten grup band sane terkenal ring tahun 1997 mawasta “Michael To Rock” utawi sane uningin olih gumine mawasta MLRT sane nganggen latar belakang pasih padang-padang punika nyantos wastannyane akeh uningin olih gumi”

‘ada pemain film yang dibintangi oleh Julia Robrets dari filmnya yang berjudul “Eat Pray Love” dan grup band yang sangat terkenal ditahun 1997 bernama “Michael To Rock” atau yang biasa dikenal bernama MLRT yang menggunakan latar bekalang pantai padang-padang tersebut sampai sekarang banyak masyarakat mengenal pantai itu bernama pantai padang-padang’

Data (24) Pada nama pantai Padang-Padang dikarenakan film dan grup band luar negeri membuat video yang mengambil latar belakang pantai dengan menyebut Pantai Padang-Padang, maka penamaan Pantai Padang-Padang berdasarkan toponimi pemberian.

“Wastan pasih melasti puniki kaambil saking parilaksana krama sane akeh maumat hindu ngalaksanayang upacara Melasti utawi nyuciang ring pantai puniki”

‘Nama Pantai Melasti ini diambil dari pelaksanaan masyarakat yang beragama hindhu melaksanakan upacara melasti atau menyucikan dewa-dewi di pantai tersebut’

Data (25) pada nama Pantai Melasti meunjukan bahwa tempat ini biasanya digunakan dalam upacara penyucian

sebelum hari raya nyepi yang bernama upacara melasti oleh karena itu masyarakat menamainya dengan nama Pantai Melasti, maka penamaan Pantai Melasti berdasarkan penamaan toponomi pemberian.

Berdasarkan data diatas, diketahui terdapat empat jenis toponimi pemberian pada nama-nama tempat di Kecamatan Kuta dan Kuta Selatan Kabupaten Badung Bali yaitu Desa Pecatu, Pantai Suluban, Pantai Padang-Padang, dan Pantai Melasti.

Toponimi Wilayah

Toponimi wilayah ini didasarkan pada suatu wilayah yang terkait dengan keberadaan tempat tersebut. Toponimi dapat berfungsi sebagai sebuah penanda yang khas dari suatu tempat. Data yang ditemukan sebanyak satu jenis toponimi wilayah yaitu Desa Tuban.

“Daweg warsa 1400-1500 sane lintang. Rikala punika perahu-perahu sane malabuh kagebug antuk ombak, sane ageng tur perahunyane bencah. Segara genah perahune bencah punika kawastin Dalem Perahu/Labuhan Perahu. Prajurit Majapahit punika wit saking jagat Tuban Jawi Timur tur matilar saking Pelabuhan Tuban Jawi Timur, maka cihna genah pasayuban prajurit saking Tuban Jawi Timur”

‘Pada tahun 1400-1500 yang panjang Majapahit akan datang ke Bali. Kemudian perahu-perahu yang berlayar diterjang ombak keras, perahu tersebut rusak karena hamparan ombak. Lantas prajut-prajurit Majapahit tersebut berasal dari daerah Tuban Jawa Timur, ditempat itu pantai perlabuhan perahu dinamakan Tuban’

Data (26) pada nama Desa Tuban menceritakan tentang prajurit-prajurit yang berlayar di pantai bertujuan ke Bali namun ombak pada saat itu berhemburan

sangat keras menyebabkan perahu dan prajurit-prajurit Majapahit terdampar di pesisir barat pantai, pantai itu dinamakan Tuban karena prajurit-prajutit dan perahu yang terdampar berasal dari Tuban Jawa Timur.

Berdasarkan data diatas, diketahui terdapat satu jenis toponimi wilayah pada nama-nama tempat di Kecamatan Kuta dan Kuta Selatan Kabupaten Badung Bali yaitu Desa Tuban.

SIMPULAN

Toponimi nama-nama tempat di Kecamatan Kuta dan Kuta Selatan Kabupaten Badung Bali menurut sumber namanya dapat dibagi ke dalam toponimi berdasarkan toponimi vegetasi, toponimi bersejarah, toponimi pemberian, dan toponimi wilayah. Berdasarkan toponimi vegetasi meliputi; Desa Jimbaran, Desa Kutuh, Desa Kampial, Desa Bualu, Desa Seminyak, Pura Dalem Tengkulung, Pura Ulun Swi, dan Pantai Pandawa. Toponimi bersejarah meliputi Desa Ungasan, Desa Legian, Desa Kedonganan, Desa Kuta, Nusa Dua, Pura Goa Gong, Pura Luhur Uluwatu, Pura Karang Boma, Pura Gunung Payung, Pura Batu Pageh, Pura Geger Dalem Pemutih, Pura Petitenget, dan GWK. Toponimi berdasarkan pemberian meliputi Desa Pecatu, Pantai Suluban, Pantai Padang-Padang, dan Pantai Melasti. Topoinimi berdasarkan wilayah meliputi Desa Tuban.

DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati, Putri. (2020). "Analisis penamaan tempat usaha di lingkungan Universitas Muhammadiyah Malang (Kajian semantik)." Prosiding Seminar Nasional Bahasa dan Sastra Indonesia (SENASBASA). Vol. 4. No. 1.

Azwar, Saifuddin. (2007). Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Emalisa, Esi. "Penamaan Desa dan Dusun di Kecamatan Wringin Kabupaten Bondowoso (Kajian Etimologi dan Semantik) the naming of village in the wringin subdistrict bondowoso regensy (study of etymology and semantics)."

Gani, S. (2019). Kajian teoritis struktur internal bahasa (Fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik). A Jamiy: Jurnal Bahasa dan Sastra Arab, 7(1), 1-20.

Gigy, M. I. D. (2020). Analisis Nilai Historis Nama Jalan (Gang) di Kelurahan Batuplat Kecamatan Alak Kota Kupang. Jurnal Optimisme, 1(1), 33-40.

Kridalaksana. Kamus Linguistik. (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2008), h. 159

Mulyana, Ana. (2015). "Sistem Penamaan Desa di Kecamatan Tiris Kabupaten Probolinggo dan Pemanfaatannya dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA."

Ningrum, R. istilah dalam aktivitas perbatikan pada masyarakat madura di desa sumber pakem kecamatan sumber jambe kabupaten jember (kajian etimologi dan semantik) Terms in Dying Fabric Avtivity in Madura Comunity in Sumber Pakem Village, Sumber Jambe Subdistrict, Jember District (The Study of Etymology and Semantics).

Nusarini, N. (2015). "proses penamaan desa di kabupaten sleman: tinjauan semantis." literasi: indonesian journal of humanities 4.2: 207-214.

Prayogo, Sungging Setyo. (2016) "Penamaan Desa dan Dusun di Kecamatan Tegaldlimo Kabupaten Banyuwangi (Kajian Etimologi dan Semantik)."

Rahayu, S. (2015). hubungan linguistik dengan metode pembelajaran

bahasa Inggris. Universitas Muslim Nusantara Al Washliyah, 16(1), 5459.

Sabardila, A., & Haryanti, D. Teori Linguistik: Beberapa Aliran Linguistik. Muhammadiyah University Press Sihombing, Veronika Santy. 2018. "Toponimi desa-desa di kabupaten dairi kajian antropolinguistik."

Sudaryanto. (1982). Metode Penelitian Linguistik. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Suhardi. Pengantar Linguistik Umum. (Jokjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), h. 2

Susanthi, I. G. A. A. D. (2021). Analisis Pencemaran Nama Baik Dengan Kajian Linguistik Forensik. IJFL (International Journal of Forensic Linguistic), 2(1), 1-3.

Tahta, Alfina. (2021). "toponimi kelurahan dan desa di kecamatan bergas kabupaten semarang (kajian antropolinguistik)."