Peran Perempuan Desa Antap dalam Perekonomian Rumah Tangga Pada Masa Covid-19
on
Ji¾J⅜lMS.

Journal of Arts and Humanities
p-ISSN: 2528-5076, e-ISSN: 2302-920X
Terakreditasi Sinta-4, SK No: 23/E/KPT/2019
Vol 26.2 Mei 2022: 261-270
Peran Perempuan Desa Antap dalam Perekonomian Rumah Tangga pada Masa Covid-19
Ni Made Wiasti, Ida Bagus Oka Wedasantara
Universitas Udayana, Denpasar, Bali
Email korespondensi: made_wiasti@unud.ac.id , okawedasantara@unud.ac.id
Info Artikel
Abstract
Masuk: 10 Januari 2022
Revisi: 30 Maret 2022
Diterima: 2 Mei 2022
Keywords:
Female Role, Double Burden, Covid-19, Household Economy
Womens are the group most affected by Covid-19 in the economic sector. They have to think seriously and work hard for the basic daily needs families, as experienced by women in Antap Village, Tabanan Regency, Bali Province. The study aims to reveal the roles and constraints of women in Antap Village on contributing to the household economy sector during the Covid-19 period. The research applies ethnographic methods sourced from interviews with informants by applying health protocols, observations, and literature review that are analyzed and presented descriptively. The article reveals that women in Antap Village have a double burden in maintaining the household economy, especially when the husband experiences layoffs during the Covid-19 period. Meanwhile, women’s constraints in Antap Village to contributing to the household economy are internal and external.
Abstrak
Kata kunci:
Peran Perempuan, Beban Ganda, Covid-19, Perekonomian Rumah Tangga
Corresponding Author:
Ni Made Wiasti made_wiasti@unud.ac.id
DOI:
https://doi.org/10.24843/JH.20
22.v26.i02.p 11
Kaum perempuan adalah kelompok yang paling merasakan dampak Covid-19 di sektor perekonomian. Mereka harus putar otak dan banting tulang agar mampu memenuhi kebutuhan pokok keluarga sehari-hari, sebagaimana yang dialami oleh perempuan di Desa Antap, Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali. Kajian bertujuan untuk mengungkap peran dan kendala perempuan di Desa Antap dalam berkontribusi terhadap sektor perekonomian rumah tangga pada masa Covid-19. Penelitian menerapkan metode etnografi bersumber dari wawancara terhadap informan dengan menerapkan protokol kesehatan, pengamatan, dan studi dokumen yang dianalisis serta disajikan secara deskriptif. Tulisan mengungkapkan bahwa perempuan di Desa Antap berperan ganda untuk menjaga perekonomian rumah tangga, terutama ketika suami mengalami pemutusan hubungan kerja pada masa Covid-19. Sedangkan kendala perempuan di Desa Antap dalam berkontribusi terhadap perekonomian rumah tangga berbentuk internal dan eksternal.
PENDAHULUAN
Pandemi Covid-19 adalah wabah yang sangat mematikan, mampu mengguncang dan menimbulkan
kepanikan di seluruh dunia, bahkan beberapa negara mengalami resesi (Shahreza dan Lindiawatie, 2020: 149). Pada awal bulan Maret 2020, Indonesia
mengumumkan kasus pertamanya. Sejak saat itu terjadi berbagai guncangan yang mengubah tatanan kehidupan. Selain tingginya masyarakat yang terpapar dan meninggal dunia akibat keganasan virus tersebut, guncangan dahsyat dalam sektor ekonomi turut dirasakan. Masyarakat banyak yang kehilangan pekerjaan karena mengalami pemutusan hubungan kerja akibat usaha tempat mereka bekerja mengalami kebangkrutan. Kondisi ini terjadi di seluruh provinsi di Indonesia termasuk Bali pun mengalaminya.
Salah satu daerah yang terdampak pandemi Covid-19 ini adalah masyarakat di Desa Antap, Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali. Masyarakat yang bekerja sebagai petani, nelayan, dan jasa sangat merasakan kesusahan akibat dari hasil pertanian mereka kurang laku terjual karena daya beli masyarakat menurun dan pintu pekerjaan di luar desa tertutup. Kaum perempuan di Desa Antap hampir seluruhnya bekerja di sektor pertanian, karena lingkungan sosial perdesaan mendukung kaum perempuan untuk terlibat dalam proses perkembangan masyarakat perdesaan. Kaum perempuan perdesaan tidak hanya menjadi penentu tradisi bercocok tanam, mereka mampu berkecimpung dalam giat ekonomi rumah tangga ketika suami tidak ada di rumah (Suratiyah dkk., 1996: 38).
Keadaaan belakangan ini menunjukkan bahwa kesempatan kerja pertanian kaum perempuan lebih tinggi semenjak realisasi program revolusi hijau yang mengomersialisasikan pertanian, sehingga kemunculan program tersebut turut mengubah institusi sosial dalam masyarakat perdesaan, termasuk penggunaan teknologi tradisional ke peralatan modern. Perempuan di Desa Antap tidak kehilangan akses kerja pertanian, mereka mampu berperan secara maksimal karena menguasai teknologi tepat guna untuk tanaman produktif seperti palawija yang ditanam di pinggiran sawah. Selain beras, hasil
penjualan palawija dikatakan cukup memenuhi kebutuhan pangan sehari-hari (Wiasti dkk., 2016).
Namun pada masa Covid-19, masyarakat Desa Antap yang berjumlah 743 Kepala Keluarga dengan jumlah penduduk 2.948 orang (laki-laki: 1.457 orang dan perempuan: 1.491 orang), mengalami kondisi perekonomian yang sangat berbeda. Penduduk yang sebagian besar yakni 1.085 orang atau sekitar 54% bermata pencaharian di bidang pertanian mengalami kendala dalam memasarkan hasil pertanian mereka (diolah dari dokumen Profil Desa Antap, Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali Tahun 2020). Penjualan palawija yang biasanya mudah terjual kini sangat sulit karena daya beli konsumen menurun, dan banyak masyarakat beralih ikut menanam palawija untuk dikonsumsi sendiri bahkan ikut menjualnya. Demikian pula penjualan ikan yang dulu mudah terjual hingga diekspor, sekarang hanya laku dengan harga murah. Keadaan tersebut mendasari perempuan di Desa Antap ikut terlibat dalam memainkan peran di ranah publik, hal itu tampak dari kemampuannya mencukupi kebutuhan rumah tangga sehari-hari tanpa mengesampingkan ranah domestik.
Berdasarkan uraian pendahuluan di atas, maka tujuan penelitian ini sebagai berikut: 1) untuk mengetahui peran perempuan dalam perekonomian rumah tangga pada masa Covid-19 di Desa Antap; dan 2) untuk mengungkap kendala perempuan dalam berkontribusi terhadap perekonomian rumah tangga pada masa Covid-19 di Desa Antap, Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali.
METODE DAN TEORI
Penelitian menerapkan metode etnografi yang mengedepankan data kualitatif (Spradley, 2007). Data dikumpulkan menggunakan teknik wawancara terhadap informan berjumlah delapan orang yang terdiri dari Perbekel,
Kelian Adat, Kelian Subak, tiga orang perempuan petani dan dua orang perempuan pekerja informal yang seluruhnya ditentukan secara purposive dengan menerapkan protokol kesehatan, berikutnya adalah teknik pengamatan gejala sosial budaya masyarakat di Desa Antap, dan studi dokumen berkenaan tentang fenomena yang diteliti untuk menguatkan data-data penelitian lapangan. Penyusunan data melalui analisis yang disajikan secara deskriptif.
Menurut Oppong dan Church (dalam Tjokrowinoto, 1986) peranan yang biasa dijalankan perempuan perdesaan meliputi tujuh hal yang lebih banyak mengarah ke urusan keluarga dan lingkungan masyarakat, antara lain: peranan sebagai individu, istri, orang tua, dan mengurus rumah tangga, serta urusan lingkup kekerabatan, komunitas, hingga pekerjaan. Sementara itu, Sayogyo (1997) membedakan peranan perempuan menjadi dua kelompok besar yakni peran tunggal yaitu sebagai ibu rumah tangga dan pencari nafkah. Dalam keseharian yang dilakukan kaum perempuan di Desa Antap, tentunya tidak bisa dipisahkan antara ia sedang bekerja atau tidak. Keseharian mereka secara garis besar mencakup: 1) rutinitas perempuan dalam urusan kerumahtanggaan; 2) mencari penghasilan dari industri rumah tangga; 3) mencari rezeki tambahan dalam kesempatan berbeda; 4) kegiatan kemasyarakatan/adat/agama; dan 5) mempersiapkan makanan yang bergizi untuk dirinya, suami, anak, serta anggota keluarga yang tinggal bersamanya (Abdullah, 2006: 231).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Peran Perempuan dalam Perekonomian Rumah Tangga pada Masa Covid-19
Perempuan yang melakoni pekerjaan sesungguhnya bukan sekedar untuk mengisi waktu luangnya saja, melainkan
untuk mengangkat taraf kehidupan baik secara pribadi maupun rumah tangganya. Menurut Silaban, dkk. (2021: 557) menempati posisi perempuan adalah hal yang sulit karena secara naluri dan konstruksi kultural selalu muncul tanggung jawab atas urusan rumah tangga. Para perempuan perdesaan yang bekerja, nyatanya bukan hanya untuk meningkatkan karirnya ketika waktu senggang, sebaliknya hal itu mereka lakukan untuk memperoleh penghasilan yang disebabkan pendapatan suami belum cukup untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga (Aswiyati, 2016: 7; Prasekti dan Rohmah, 2017: 12). Jika penghasilan suami dipandang tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari, maka hal itulah yang menyebabkan perempuan ikut berperan di ranah publik. Kenyataan ini juga terjadi di Desa Antap dimana kaum perempuan banyak yang terlibat sebagai pencari nafkah terlebih-lebih di masa Covid-19 karena akibat dari banyaknya suami mereka yang pendapatannya berkurang bahkan hilang sama sekali. Mereka umumnya berkecimpung di sektor pertanian dan nonpertanian (informal).
-
1. Sektor Pertanian adalah sektor yang banyak melibatkan perempuan sebagai tenaga kerja, bahkan kaum perempuan memberikan curahan waktu kerja lebih tinggi daripada pria, yang dimulai dari kegiatan penyiapan benih hingga pemasaran hasil panen. Perempuan dipandang sebagai makhluk yang sabar dan telaten dalam mengelola dan melaksanakan usaha untuk meningkatkan produktivitas hingga mendatangkan keuntungan. Ini berarti perempuan bukan saja berperan di dalam kegiatan usaha tani (on farm) melainkan juga dalam kegiatan di luar usaha (off farm). Dalam realitasnya, sektor pertanian membuka peluang kerja informal bagi kaum perempuan perdesaan. Berdasarkan kondisi tersebut, Sukanteri dan Lestari (2017: 53)
menyebutkan bahwa untuk meningkatkan kapasitas perempuan dalam pertanian, pastinya memerlukan beberapa langkah strategis sehingga dapat memotivasi keterampilannya diberbagai peluang usaha sebagai bentuk usaha pembangunan pertanian.
Berdasarkan hasil penelitian terhadap para perempuan petani di Desa Antap memperlihatkan bahwa dalam rangka membangun sektor pertanian, kaum perempuan memiliki kapasitas yang cukup tinggi dalam memainkan perannya. Aktivitas itu mulai dari mempersiapkan lahan sawah, ngurit (pembibitan padi), mamula/nandur (menyebar bibit padi), majukut (proses merawat padi), hingga tahap memanen padi, serta kegiatan setelah panen. Proses pekerjaan yang bersifat periodik itu dikerjakan para petani perempuan kala menyelesaikan urusan domestik dan kegiatan sosial. Walaupun kaum perempuan desa Antap bersentuhan dengan bidang pertanian, namun keterlibatan sebagian besar dari mereka hanya terjadi pada periode musim tertentu.
Semisalnya mereka maburuh (bekerja sebagai buruh) kepada tetangganya untuk menanam seperti semangka, melon, dan mentimun. Model pekerjaan ini dilakukan secara giliran dan memperoleh honor sesuai jasa yang dikerjakan. Walau begitu, tentunya bekerja sebagai buruh tani tidak bisa didapatkan setiap hari karena pekerjaan ini bersifat musiman. Selain itu, hampir seluruh waktu yang dimiliki perempuan petani banyak dihabiskan untuk mengurus rumah tangga, terlebih jika mempunyai kebun dan hewan ternak. Bagi mereka yang tidak memiliki lahan seperti kebun biasanya waktu dihabiskan untuk menyelesaikan urusan domestik, atau ikut bekerja mengurus hewan ternak milik orang lain dengan perjanjian bagi penghasilan yang kerap disebut ngadas.
Keberadaan perempuan petani di Desa Antap mununjukkan bahwa hampir 80% dari mereka tidak menyelesaikan pendidikan hingga SMA sederajat, data memperlihatkan bahwa pendidikan tertinggi adalah tamatan SD dan SMP sederajat. Kondisi rendahnya tingkat pendidikan dan kurangnya perolehan informasi, memposisikan perempuan petani tidak mampu bekerja di sektor formal atau mengembangkan kapasitas pribadinya. Bahkan pada masa Covid-19 tekanan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga semakin parah, sehingga mereka menjalaninya dengan sabar dan ikhlas terhadap keadaan yang dirasakan, mencukupi kebutuhan sehari-hari hingga berutang memang fenomena biasa tetapi sejak pandemi berutang menjadi langkah bertahan hidup. Lemahnya perempuan petani desa Antap terhadap perkembangan Iptek berakibat kepada mundurnya penguasaan mereka untuk mengakses informasi, sehingga berdampak pula dalam menyelesaikan perekonomian rumah tangga. Urgensi peningkatan kapasitas petani khususnya bagi kaum perempuan sangat diperlukan untuk menguatkan life-skill dalam menyelesaikan permasalahan yang dihadapi.
Secara umum dapat dikatakan bahwa sektor pertanian di Desa Antap memang tidak terlalu terdampak oleh pandemi Covid-19. Menurut Sina (2020: 246) sektor pertanian mampu mengamankan perekonomian rumah tangga hingga perekonomian Indonesia. Akan tetapi yang menjadi persoalan adalah terjadi peningkatan tenaga kerja terutama pekerja perempuan di sektor ini akibat dari berkurang bahkan tertutupnya peluang kerja di sektor lain sehingga terjadi persaingan. Banyak pekerja perempuan yang dulunya bekerja di sektor pariwisata dan perkantoran swasta sekarang pulang kampung untuk bekerja di sektor pertanian, sebab inilah satu-satunya pekerjaan yang paling mudah
diakses dan hanya bermodalkan tenaga mereka sudah bisa menghasilkan uang untuk memenuhi kebutuhan hidup rumah tangga pada masa Covid-19, seperti yang diungkapkan oleh Rahayu dan Lesmana (2020: 36) bahwa kaum perempuan memiliki kemampuan adaptif terhadap kondisi lingkungannya.
-
2. Sektor Nonpertanian yang dimaksud dalam pembahasan ini adalah sektor informal. Menurut istilah umum Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, sektor informal adalah seluruh usaha komersial dan non komersial atau kegiatan ekonomi yang tidak terdaftar secara resmi dan tidak memiliki struktur organisasi. Pada umumnya sektor ini dimiliki oleh sebuah keluarga; kegiatan usaha berskala kecil; produktivitas tenaga kerja lebih padat; mempergunakan teknologi yang telah diadaptasi; dan tergantung pada sumber daya lokal.
Sektor pekerjaan di atas merupakan komponen penting dalam meramu regulasi ketenagakerjaan. Sektor ini menjadi satu diantara alternatif peluang kerja yang dapat menghimpun pekerja tanpa syarat-syarat misalnya status pendidikan dan pengalaman kerja. Di Desa Antap tampaknya memang tidak terlalu banyak sektor informal yang berkembang, yaitu: buruh bangunan, pedagang kecil, dan industri rumah tangga. Hal ini terjadi karena desa Antap merupakan daerah pertanian sehingga mata pencaharian atau pilihan utama pekerjaan masyarakat (laki-laki dan perempuan) adalah di bidang pertanian.
Di Desa Antap secara umum kaum perempuan yang menekuni sektor informal dapat dikategorikan menjadi dua yaitu kelompok yang memilih sektor informal sebagai pekerjaan utama dan kelompok yang menjadikan sektor informal sebagai pekerjaan sampingan. Biasanya mereka yang memilih sektor sebagai pekerjaan utama dengan alasan ketidakmampuan secara fisik untuk
bekerja di sektor pertanian yang memang tidak mengenal terik matahari atau hujan sekalipun harus tetap bekerja sebagaimana diungkapkan oleh seorang informan bernama Bu Ari (45 tahun). Berbeda dengan mereka yang sejak awal memang tidak pernah tertarik bekerja di sektor pertanian, melainkan lebih memilih sektor informal sebagai tempat untuk meraih rezeki sebagaimana diungkapkan oleh Bu Tirta (48 tahun) yang menekuni tata busana sejak menyelesaikan pendidikan dan berprofesi sebagai penjahit yang memiliki cukup banyak pelanggan, walaupun penerimaan pesanan berkurang sejak Covid-19. Sementara itu, ada juga kaum perempuan yang menjadikan sektor informal sebagai pekerjaan sambilan. Mereka umumnya bekerja di sektor pertanian dan di saat-saat senggang yakni setelah selesai musim ke sawah inilah biasanya mengambil pekerjaan di sektor informal. Adapun jenis pekerjaan yang diambil, seperti: buruh bangunan, membuat kue, membuat perlengkapan upakara, membuat bubu (alat penangkap lobster) dan sebagainya. Tidak banyak memang pilihan pekerjaan di sektor informal yang tersedia di Desa Antap.
Mencermati ungkapan para informan tersebut di atas dapat dikatakan bahwa terjadi perbedaan motivasi antara perempuan yang menjadikan sektor informal baik itu sebagai profesi utama maupun sampingan. Bagi mereka yang menjadikan sektor tersebut sebagai yang utama tampaknya lebih memungkinkan dalam memilih pekerjaan dan dalam melakukan pekerjaan pun lebih santai, karena latar belakang ekonomi lebih baik. Sedangkan bagi mereka yang menjadikan sektor informal sebagai pekerjaan sampingan menunjukkan kondisi serba keterbatasan, tidak ada pilihan dan mengalami diskriminasi. Pekerja perempuan memang pada dasarnya rawan terhadap ketidakadilan gender karena sesuai peran gender
perempuan berada di zona domestik, sedangkan zona publik untuk laki-laki.
Menurut Widiantara, dkk. (2021: 104) diskriminasi yang dialami perempuan telah terjadi sejak di dalam rumah tangga karena adanya dominasi laki-laki atas hak mengatur rumah tangga. Apabila kaum perempuan ingin masuk ke zona publik maka mereka harus membayar biaya sosial (social cost) yakni diskriminasi (marginalisasi, stereotip, beban ganda, dan kekerasan) sebagaimana yang diungkapkan oleh Faqih (2012). Pekerja perempuan sektor informal paling banyak mengalami diskriminasi karena lemah bahkan tidak ada kontrol dari pihak berwenang. Sesungguhnya upaya penanggulangan diskriminasi yang dialami perempuan dapat dilakukan mulai dari lembaga terkecil, yaitu keluarga, dadia (keluarga luas), hingga sekaa (kelompok sosial) di tingkat banjar maupun desa. Namun bagi perempuan Bali pada umumnya, melaporkan kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang dialaminya sama saja seperti meludahi diri sendiri beserta keluarganya (Wiasti dan Arjani, 2021: 13), sehingga data angka kasus KDRT masih sangat minim ditemukan, bahkan untuk daerah perdesaan sekalipun yang kerap menyelesaikan kasus tersebut secara kekeluargaan tanpa melakukan pelaporan ke pihak berwenang untuk pendataan.
Kendala Perempuan Berkontribusi terhadap Perekonomian Rumah Tangga pada Masa Covid-19
Peran perempuan dalam aspek-aspek kehidupan dari lingkup keluarga hingga masyarakat sangatlah penting, di samping peranannya sebagai ibu yang mengurus rumah tangga dan mendidik keluarga. Manawa Dharmasastra BAB III sloka 55 dan sloka 57 menyebutkan bahwa perempuan adalah sumber kebahagiaan dan kesejahteraan (Rahmawati, 2016: 61). Untuk menjalankan peranan tersebut
banyak hal yang harus dilakukan termasuk bekerja mencari nafkah. Kaum pekerja perempuan sudah tentu memperoleh penghasilan berupa uang baik itu dalam hitungan persatu hari, perminggu atau perbulan setelah mereka bekerja. Harapan perempuan yang mendapat kesempatan bekerja adalah adanya peningkatan bagi kehidupan rumah tangganya.
Pada pembahasan sebelumnya telah disinggung bahwa kaum perempuan di Desa Antap dominan bekerja di sektor pertanian dan sebagian lagi bekerja di sektor nonpertanian/informal. Tampaknya memang tidak banyak pilihan pekerjaan yang ada pada masyarakat perdesaan. Sektor pertanian paling mudah diakses karena tidak menuntut banyak persyaratan yang penting ada kemauan dan kemampuan saja mereka sudah bisa mengerjakannya. Idealnya bagi perempuan yang berkeinginan bekerja membutuhkan suatu wadah pemberdayaan terkait wawasan dan keterampilan. Karena keinginan kerja adalah hasrat yang timbul secara mandiri atas keadaan perekonomian, seperti yang diungkapkan oleh Putro (2020: 551) bahwa beban ganda yang dialami kaum perempuan ini tergerak demi perekonomian keluarga terutama pada masa Covid-19.
Perempuan yang bekerja di sektor pertanian telah membuktikan kontribusi pendapatan yang mempengaruhi status ekonomi rumah tangganya. Dengan pendapatan berkisar 85.000 rupiah sampai 95.000 rupiah perhari, mereka umumnya mampu mencukupi kebutuhan keluarga untuk makan sehari-hari (terutama lauk pauk) karena untuk keperluan beras rata-rata penduduk desa Antap menghasilkan sendiri dari sawah masing-masing. Menurut informasi yang diterima setiap hari rata-rata mereka menghabiskan uang 50.000 rupiah untuk keperluan konsumsi. Namun ketika hari suci (rahinan seperti hari purnama,
tilem), keperluan kemasyarakatan (adat dan agama), pengeluaran tersebut bertambah sekitar 150.000 rupiah hingga 200.000 rupiah. Pengeluaran menjadi membengkak ketika hari galungan, kuningan atau hari besar lainnya bisa menembus angka 500.000 rupiah hingga 1.000.000 rupiah, pengeluaran itu semua dari kaum perempuan. Kondisi ini menunjukkan kaum perempuan telah mampu menyuguhkan makanan dari penghasilan kerjanya untuk anggota rumah tangga.
Sementara itu, untuk menyekolahkan anak biasanya kaum perempuan bisa berbagi dengan suami terutama jika suami mereka bekerja. Mereka mampu menyekolahkan anak hingga jenjang menengah atas bahkan tidak sedikit juga yang sampai Diploma atau Strata 1 dengan harapan agar mendapat bekal kecakapan hidup dan mendapatkan pekerjaan yang layak. Secara umum, rata-rata anak-anak di Desa Antap mengenyam pendidikan di Sekolah Menengah Kejuruan untuk memperoleh wawasan dan keterampilan kerja agar lulus kemudian bisa langsung kerja untuk membantu perekonomian rumah tangga. Namun demikian pada masa Covid-19 ini, tidak sedikit para suami yang kehilangan pekerjaan atau pendapatannya berkurang. Dalam kondisi seperti ini para istri ikut menanggung beban rumah tangga atau sebagai pencari nafkah utama. Seperti keluarga Bu Ayu (40 tahun) misalnya meski suaminya punya pekerjaan tetapi tidak mau mengeluarkan uang untuk keperluan rumah tangga termasuk untuk membiayai sekolah anak-anak mereka, menyiapkan gawai, pulsa dan mengajarkan mereka karena sekolah daring saat ini. Akibatnya semua pengeluaran ditanggung istrinya dengan cara banting tulang sebagai pekerja serabutan.
Terdapat beberapa hal yang mendasari perempuan berkecimpung di ranah publik, yaitu untuk memperoleh
penghasilan karena pendapatan suami berkurang, meningkatnya kebutuhan rumah tangga, pengeluaran untuk pendidikan anak semakin besar, dan motivasi dalam diri perempuan untuk mencapai kemapanan. Pada umumnya, kaum perempuan di Desa Antap bekerja sebagai buruh/karyawan di sektor informal, misalnya bidang pertanian/perkebunan, perniagaan, industri rumah tangga, dan bidang lain sebagainya. Lingkup pekerjaan tersebut didasari oleh kendala yang dihadapi kaum perempuan untuk mengakses pekerjaan karena kurangnya lapangan kerja, lemahnya kreativitas dan keterampilan perempuan, serta tidak ada kepemilikan modal untuk membuka usaha secara mandiri.
Kendala kaum perempuan di Desa Antap yang bekerja mencari nafkah untuk perekonomian rumah tangga dapat diklasifikasikan baik itu secara internal maupun eksternal. Kendala yang pertama yakni kendala internal berasal dari diri perempuan itu sendiri karena menanggung peran ganda (double burden), dalam kasus tersebut diperlukan manajemen waktu dan keterlibatan suami dalam ranah domestik. Namun persoalan yang kerap terjadi adalah ketika perempuan harus hadir dalam kegiatan agama/adat seperti ngayah atau ngopin, karena kegiatan-kegiatan tersebut bisa menyita banyak waktu dan stamina perempuan, sebab jika dihiraukan mereka akan menerima sanksi sosial yang berimbas terhadap hubungan sosial untuk memperoleh pekerjaan seperti buruh tani.
Sedangkan kendala eksternal, meliputi: 1) lemahnya latar belakang pendidikan formal, hal ini dapat diatasi dengan diselenggarakannya berbagai pelatihan kewirausahaan/UMKM oleh pihak desa maupun berbagai lembaga, tetapi minimnya waktu yang dimiliki perempuan sering menjadi hambatan dalam keikutsertaan pelatihan tersebut. 2) persepsi masyarakat mengenai budaya
patriarki yang menempatkan perempuan hanya sebatas di ranah domestik, pandangan tersebut telah membatasi ruang gerak kaum perempuan untuk memulai langkahnya memasuki ranah publik (Arjani, 2021: 5), sehingga kondisi ini membutuhkan dukungan keluarga khususnya suami agar perempuan mampu menjalankan peran domestik dan publiknya dengan baik. 3) keterbatasan kaum perempuan mengakses layanan peminjaman modal adalah satu diantara kendala yang dialami hampir seluruh perempuan desa Antap, karena persyaratan mengajukan peminjaman begitu rumit, sehingga tanpa modalitas yang cukup mereka tidak dapat meningkatkan bahkan memulai suatu usaha.
SIMPULAN
Peranan perempuan petani desa Antap dalam mempertahankan perekonomian rumah tangga sudah sangat tinggi dan maksimal yang diperoleh dari hasil bekerja di sektor pertanian dan nonpertanian. Mereka mampu memenuhi semua kebutuhan keluarga mulai dari kebutuhan makan sehari-hari, kebutuhan sekolah anak-anak, kebutuhan keagamaan dan keadatan serta yang lainnya. Bukan hanya itu, perempuan petani juga mampu menyelesaikan pekerjaan domestik dan publik sekaligus tanpa bantuan yang berarti dari suami dan anggota keluarga lainnya. Tetapi yang menjadi persoalan adalah sebesar apapun usaha mereka dalam memenuhi kebutuhan keluarga ternyata tidak diikuti oleh perubahan kedudukan atau posisi mereka di dalam rumah tangga. Partisipasi perempuan petani dalam lapangan pekerjaan memang cukup tinggi. Mereka mampu melakukan pekerjaan mulai dari proses awal pengolahan tanah pertanian sampai dengan pascapanen tanpa bantuan suami. Namun ketika tiba saatnya untuk menjual hasil pertanian kewenangan mulai
bergeser ke tangan suami, begitu pula ketika memanfaatkan hasil penjualan kaum perempuan tidak memiliki otoritas, kalau pun ada hanya terbatas pada keperluan rumah tangga saja.
Sedangkan dalam hal akses, kontrol dan manfaat terhadap hasil produksi juga belum bisa diperoleh oleh perempuan meski di tingkat partisipasi cukup tinggi. Selain itu mereka ternyata juga tidak terbebas dari masalah kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang umumnya terjadi pada keluarga dengan suami yang suka berjudi dan main perempuan. Menariknya kondisi ini tidak menjadikan mereka untuk bersedih, merenungi nasib atau untuk protes tidak pernah terlintas dalam pikiran mereka. Bahkan sebaliknya kaum perempuan merasa hal ini adalah sebuah kodrat yang harus diterima sehingga membuat mereka seolah-olah kehilangan harga diri (self esteem) tetapi tetap semangat, berusaha gembira/senang dalam menjalankan perannya. Hal ini juga menegaskan bahwa belum terjadi kesetaraan gender karena yang terpenuhi baru tingkat partisipasi, sedangkan aspek akses, kontrol dan manfaat masih belum tercapai dan harus terus diperjuangkan, karena hal tersebut merupakan potensi sekaligus hambatan bagi perempuan petani desa Antap.
Berdasarkan simpulan di atas, maka saran yang dapat diajukan adalah upaya setiap lapisan untuk lebih memperhatikan kebutuhan kaum perempuan yang selama ini mengurus perekonomian rumah tangga, terlebih lagi bagi mereka yang bekerja mencari nafkah baik di sektor pertanian, informal, dan sebagainya. Sebab hal ini merupakan salah satu bentuk penghargaan kesetaraan dan usaha dalam memperjuangkan keadilan gender. Rekomendasi penelitian berikutnya yang belum tersentuh dalam tulisan ini dan minim dilakukan oleh para akademisi adalah kajian kritis tentang relasi antara kaum perempuan dengan kearifan lokal
sistem pertanian yang ada di wilayah perdesaan Bali. Dimana kajian tersebut, dalam studi gender masuk kategori ekofeminisme.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, I. (2006). Sangkan Peran Gender. Pustaka Pelajar.
Arjani, N.L. (2021). “Kesetaraan Gender di Bidang Politik Antara Harapan dan Realita”. Sunari Penjor: Journal of Anthropology, 5(1), pp. 1-6. https://doi.org/10.24843/SP.2021.v5. i01.p01
Aswiyati, I. (2016). “Peran Wanita Dalam Menunjang Perekonomian Rumah Tangga Keluarga Petani Tradisional untuk Penanggulangan Kemiskinan di Desa Kuwil Kecamatan Kalawat”. HOLISTIK: Journal of Social and Cultural Anthropology, Tahun IX No. 17, pp. 1-18.
Faqih, M. (2012). Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Pustaka Pelajar Offset.
Prasekti, Y.H., dan Rohmah, I.S.N. (2017). “Peran Wanita Tani dalam Menunjang Perekonomian Rumah Tangga Keluarga Petani”. AGRIBIS: Jurnal Agribisnis, 13(15), pp. 1-6.
Profil Desa Antap, Kabupaten Tabanan, Provinsi Bali Tahun 2020.
Putro, B.D. (2020). “Beban Ganda: Kondisi Perempuan Pemulung pada Masa Pandemi di Tempat Pengolahan Sampah Monang Maning, Denpasar”. JURNAL KAJIAN BALI: Journal of Bali Studies, 10(2), pp. 537-556. https://doi.org/10.24843/JKB.2020.v 10.i02.p09
Rahayu, L.R., dan Lesmana, P.S.W. (2020). “Potensi Perempuan dalam Mewujudkan Moderasi Beragama di Indonesia”. PUSTAKA: Jurnal Ilmu-ilmu Budaya, XX(1), pp. 31-37. https://doi.org/10.24843/PJIIB.2020. v20.i01.p05
Rahmawati, N.N. (2016). “Perempuan Bali dalam Pergulatan Gender (Kajian Budaya, Tradisi, dan Agama Hindu)”. Jurnal Studi Kultural, 1(1), pp: 58-64.
Sayogyo, P. (1997). Peranan Wanita dalam Pembangunan Masyarakat Desa. PT. Pembangunan.
Shahreza, D., dan Lindiawatie. (2020). “Ketahanan Ekonomi Keluarga di Depok Pada Masa Pandemi Covid-19”. JABE: Journal of Applied Business and Economics, 7(2), pp. 148-161.
http://dx.doi.org/10.30998/jabe.v7i2. 7487
Silaban, R.G., Mahyuni, I.A.P., dan Sidemen, I.A.W. (2021).
“Perempuan Bali dalam Dunia Politik (Studi Kasus Pemilihan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah di Kabupaten Badung Tahun 2009, 2014 dan 2019)”. HUMANIS: Journal of Arts and Humanities, 25(4), pp. 551-560.
https://doi.org/10.24843/JH.2021.v2 5.i04.p14
Sina, P.G. (2020). “Ekonomi Rumah Tangga di Era Pandemi Covid-19”. SME’s: Journal of Management, 12(2), pp. 239-254.
https://doi.org/10.35508/jom.v12i2.2 697
Spradley, J.P. (2007). Metode Etnografi. Tiara Wacana.
Sukanteri, N.P., dan Lestari, P.F.K. (2017). “Peran Wanita Tani dalam Eksistensi Budaya Subak dan Keberlanjutan Pertanian”.
AGRIMETA: Jurnal Pertanian
Berbasis Keseimbangan Ekosistem, 7(14), pp. 53-58.
Suratiyah, K., Molo, M., dan Abdullah, I. (1996). Dilema Wanita Antara Industri Rumah Tangga dan Aktivitas Domestik. Aditya Media.
Tjokrowinoto, M. (1986). “Keutuhan Peran Wanita dalam Akselerasi Pembangunan Manusia Seutuhnya”. Kumpulan Makalah Simposium Wanita, Kerja dan Keutuhan Perannya. Yogyakarta 18 Januari.
Wiasti, N.M., Dhana, I.N., Wirawan, A.A.B., dan Sukardja, P. (2016). “Sosialisasi Teknologi Tepat Guna Bidang Tanaman Produktif di Desa Antap Kecamatan Selemadeg Kabupaten Tabanan”. Jurnal Udayana Mengabdi, 15(1), pp. 1821.
Widiantara, I.W., Suteja, I.W., dan Puspawati, L.P. (2021).
“Diskriminasi Perempuan dengan Pendekatan Feminisme pada Kumpulan Cerpen Tatu Anak Luh”. HUMANIS: Journal of Arts and Humanities, 25(1), pp. 103-110. https://doi.org/10.24843/JH.2021.v2 5.i01.p13
Discussion and feedback