HUMANIS


Journal of Arts and Humanities



p-ISSN: 2528-5076, e-ISSN: 2302-920X

Terakreditasi Sinta-4, SK No: 23/E/KPT/2019 Vol 26.2 Mei 2022: 247-254

Warisan Afiks Bahasa Bali Kuno dalam Bahasa Bali Modern

I Ketut Ngurah Sulibra, Ni Ketut Ratna Erawati, I Nyoman Duana Sutika Universitas Udayana, Denpasar, Bali, Indonesia Email korespondensi: ngurahsulibra@gmail.com

Info Artikel


Masuk: 13 Desember 2021

Revisi: 1 Februari 2022

Diterima: 21 Januari 2022

Keywords: old balinese; modern balinese; inheritance; affixes.


Kata kunci: bahasa bali kuno; bahasa bali modern; warisan; afiks

Corresponding Author:

I Ketut Ngurah Sulibra, Email:

ngurahsulibra@gmail.com

DOI:

https://doi.org/10.24843/JH.20

22.v26.i02.p09


Abstract

The Old Balinese language is the forerunner of the existence of the current Modern Balinese language. As an agglutinative language, affixes are important in the formation of vocabulary. There are some Old Balinese affixes inherited in the Modern Balinese language, both prefixes, infixes, and suffixes. The purpose of this research is to describe the inheritance of Old Balinese language affixes into Modern Balinese language. The theory used is the structural theory. Methodologically, this research is divided into three stages. The first stage of data collection is the library, listening, and note taking method assisted by translation and equivalent techniques. Second, the data analysis phase uses qualitative-quantitative methods with analytical descriptive techniques. Third, the stage of presenting the results of the analysis with the formal-informal method. The results of this study indicate that the inherited Old Balinese language affixes include prefixes reaching 50%, infixes 66, 67 %, and suffixes 42, 86%. It means that there are some Old Balinese language affixes that have not been inherited. Although the Old Balinese language is the source of the existence of the Balinese Modern language, it turns out that not all of its affixes are inherited.

Abstrak

Bahasa Bali Kuno merupakan cikal-bakal keberadaan Bahasa Bali Modern sekarang ini. Sebagai bahasa aglutinatif, afiks merupakan hal penting dalam pembentukan kosa kata. Ada sebagian afiks bahasa Bali Kuno terwariskan dalam bahasa Bali Modern baik prefiks, infiks, maupun sufiks. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan warisan afiks bahasa Bali Kuno ke dalam bahasa Bali Modern. Adapun teori yang digunakan adalah teori struktural. Secara metodologis, penelitian ini dibagi dalam tiga tahapan. Pertama tahap pengumpulan data dengan metode pustaka, simak, dan catat dibantu dengan teknik terjemahan dan padan. Kedua, tahap analisis data dengan metode kualitatif-kuantitatif dengan teknik deskriptif analitik. Ketiga, tahap penyajian hasil analisis dengan metode formal-informal. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa afiks bahasa Bali Kuno yang terwariskan meliputi prefiks mencapai 50%, infiks 66, 67%, sufiks 42, 86 %. Itu berarti bahwa ada sebagian afiks bahasa Bali Kuno yang tidak terwariskan. Walaupun bahasa Bali Kuno sebagai sumber keberadaan bahasa Bali Modern, ternyata tidak semua afiksnya terwariskan.

PENDAHULUAN

Bahasa Bali yang diwarisi sampai saat ini dapat ditelusuri dari dimensi temporal. Secara temporal, bahasa Bali dibedakan atas bahasa Bali Kuno (yang sering disebut bahasa Bali Mula), bahasa Bali Tengahan atau bahasa Kawi Bali, dan bahasa Bali Modern yang sering disebut bahasa Bali Baru atau bahasa Bali Modern. Dari berbagai penelitian menunjukkan bahwa bahasa Bali Modern merupakan kelanjutan dari bahasa Bali Kuno (Granoka, dkk., 1996: 1). Dengan kata lain dapat dijelaskan bahwa kosa kata dasar bahasa Bali Modern termasuk proses gramatikalnya lebih banyak berasal dari bahasa Bali Kuno (Yasa, 2017: 6). Di sisi lain, bahasa Bali Tengahan (disebut juga bahasa Bali Kawi yang dicirikan adanya campuran leksikal bahasa Jawa Tengahan) bercampur dengan bahasa Bali pada waktu itu tidak mengalami perkembangan. Beberapa hasil susastra Bali Tengahan dapat dilihat dalam kidung, tatwa, kalpa sastra, kanda, dan babad (b.d. Zoetmulder, 1985: 33).

Bahasa Bali Kuno dapat dikategorikan sebagai bahasa yang sudah mati karena tidak ada penuturnya sebagai sarana komunikasi. Walaupun demikian, keberadaannya tidak dapat dipandang sebelah mata karena sebagai embrio atau cikal-bakal bahasa Bali saat ini. Keberadaan bahasa Bali Kuno dapat diketahui dari teks-teks prasasti zaman Bali Kuno. Bahasa Bali Kuno dalam tipenya yang paling tua dijumpai dalam prasasti Sukawana berangka tahun 804 Saka (882 Masehi) dikeluarkan di panglapuan (sejenis peradilan) Singhamandawa. Dalam prasasti tersebut tidak menyebut nama raja yang menurunkan. Di sisi lain, bahasa Bali Kuno yang paling muda ditemukan berangka tahun 994 Saka (1072 Masehi) dengan menyebut nama Anak Wungsu sebagai raja yang berkuasa di Bali (Granoka, dkk., 1985: vi). Sejak saat itu, kebanyakan prasasti ditulis dalam bahasa

Jawa Kuno dan bahasa Jawa Kuno menjadi pemakaian umum di Bali (Zoetmulder, 1983). Oleh karena itu, pemakaian bahasa Bali Kuno mulai terdesak digantikan oleh bahasa Jawa Kuno baik sebagai bahasa resmi maupun bahasa administrasi. Seiring masuknya kebudayaan India kuno bersama agama Hindu dengan bahasa Sanskertanya memberi corak tersendiri juga dalam bahasa Bali Kuno. Apa pun yang terjadi dalam pengaruh-mempengaruhi penggunaan antarbahasa pada masa kurun waktu itu, yakni abad IX sampai XI Masehi, bahasa Bali Kuno memiliki peran historis tentang zaman Bali Kuno dalam mengungkap sejarah Bali Kuno.

Berdasarkan pandangan di atas dapat dikatakan bahwa penggunaan kosa kata bahasa Bali Kuno sangat dominan. Bisa dilihat dari segi hukum, kesenian, kerajinan, agama, dan aspek kehidupan lainnya. Selain itu, sebagai bahasa aglutinatif peranan afiks, baik prefiks, infiks, sufiks, maupun gabungan imbuhan menduduki peran yang sangat vital, yakni sebagai salah satu dasar dari proses pembentukan kata (selain reduplikasi dan komposisi). Tujuan dari tulisan ini adalah untuk mendeskripsikan warisan afiks bahasa Bali Kuno yang ditemukan dalam bahasa Bali Modern.

METODE DAN TEORI

Pengumpulan data dilakukan dengan observasi langsung dan kepustakaan. Data dikumpulkan langsung dari kumpulan naskah Prasasti Bali (Goris, 1952). Metode ini dibantu dengan teknik catat, klasifikasi, dan terjemahan. Penyediaan data bahasa Bali Modern dilakukan dengan metode pustaka dan penulis sebagai penutur asli bahasa Bali sekaligus sebagai instrument penelitian (Sudaryanto, 1993, Mahsun, 1995: 94, Crees, 2010).

Setelah data terkumpul dilanjutkan dengan analisis data dengan deskriptif kualitatif yakni bersifat menggambarkan,

memaparkan dan menguraikan objek yang diteliti (Arikunto, 2006:   11).

Sejumlah afiks-afiks atau bentuk-bentuk lain dideskripsikan sedemikian rupa sehingga didapatkan proses pembentukan kata yang sahih. Selain itu, afiks-afiks atau       bentuk-bentuk       lainnya

dikomparasikan dengan data bahasa Bali Modern. Deskriptif kualitatif akan dilengkapi dengan metode padan/agih dan distribusional, yakni memadankan bentuk-bentuk leksikal bahasa bali Kuno dengan bahasa Bali Modern.

Hasil analisis data dilakukan dengan metode formal dan informal. Metode formal dengan menggunakan lambang-lambang tertentu sedangkan metode informal dengan menggunakan rangkaian kata-kata biasa. Metode ini dibantu dengan teknik berpikir deduktif dan induktif atau sebaliknya (Mahsun, 2005: 116).

Berikut disajikan beberapa penelitian terdahulu yang gayut dengan penelitian ini selanjutnya akan didesripsikan sebagai berikut.

  • (1)    Japa (1988) dengan judul “Warisan Unsur-Unsur Leksikal Bahasa Bali Kuno dalam bahasa Bali Baru”. Teori yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah teori historis komparatif diakronik. Aspek penekanan pandangan yang diajukan adalah kosa kata bahasa terwaris (terusan)   akan   muncul dalam

berbagai aspek kehidupan dari waktu ke waktu  dan mempunyai arti

penting dalam kehidupannya.

  • (2)    Sulibra (2017) dengan judul “Warisan Fonologis bahasa Bali Kuno dalam Bahasa Bali Modern: Studi Pendahuluan” Penelitian tersebut    menggunakan    teori

perubahan bahasa. Hasil yang didapatkan dalam penelitian tersebut adalah (i) bahwa perkembangannya bahasa Bali Kuno menjadi bahasa Bali Modern. (ii) Sistem fonem bahasa Bali Modern didasari oleh

sistem fonem bahasa Bali Kuno baik vokal maupun konsonan. (iii) Khazanah konsonan bahasa Bali Modern terdiri dari delapan belas buah dan tidak ada konsonan beraspirat. (iv) Kosakata bahasa Bali Kuno mengalami perubahan bentuk menjadi bahasa Bali Modern dapat melalui gejala perubahan bunyi berupa korespondensi bunyi maupun lenisi.

  • (3)    Erawati (2002) dengan judul “Pewarisan Afiks-Afiks Bahasa Jawa Kuna dalam Bahasa Jawa Modern Teori yang digunakan dalam penelitian  tersebut adalah  teori

historis komparatif dan teori struktural.   Hasil   penelitian ini

menunjukkan bahwa afiks-afiks bahasa Jawa Kuna terwariskan dalam bahasa Jawa Baru meliputi prefiks, infiks, sufiks, dan konfiks. Selain itu, ketika afiks-afiks tersebut bergabung membentuk sebuah kata banyak mengalami perubahan.

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori struktural. Teori struktural ini diperkenalkan pertama kali oleh F. de Saussure (18571913) dan pandangan-pandangannya dituliskan oleh dua orang muridnya Charles Bally dan Albert Sechehaye tahun 1915 dengan judul Course de Linguistique Generale. Selanjutnya F de Saussure dianggap sebagai Bapak Linguistik      Modern.      Lingusitik

strukturalis berusaha mendeskripsikan suatu bahasa berdasarkan ciri atau sifat khas yang dimiliki bahasa itu (Chaer, 2014: 346).

Linguistik struktural merumuskan dan hipotesis tentang bahasa berdasarkan fakta empiris secara alamiah. Beberapa prinsip linguistik struktural adalah sebagai berikut. (1) Data kajian linguistik harus dikumpulkan berdasarkan metode empirik-induktif; (2) yang dipentingkan bukan data tulisan melainkan data lisan;

  • (3)    bahasa dapat ditelaah terlepas dari objek lainnya; (4) bahasa adalah gejala alamiah yang dapat diteliti dengan menganalisis unsur-unsur pembentuknya; (5) bahasa dapat dipelajari secara sezaman atau berdasarkan historisnya; (6) bahasa terdiri dari bunyi dan makna dan dapat dianalisis secara terlepas; (7) sistem dan subsistem bahasa mengalami perubahan dalam dirinya; (8) setiap satuan subsistem itu mempunyai fungsi tertentu; (9) makna bersifat konvensional sehingga tidak dapat distrukturkan; (10) analisis makna perlu dibedakan secara leksikal dan struktural. Penelitian-penelitian tersebut di atas memberi kontribusi pemahaman aspek linguistik baik segi objek penelitian maupun segi metodologisnya.

Beberapa konsep dikotomis operasional akan diuraikan sebagai berikut ini.

Parole adalah realisasi penggunaan bahasa secara natural atau bahasa sebagai perbuatan individu pada waktu tertentu (Arnawa, 2008: 20. Oleh sebab itu, parole sifatnya berbeda satu sama lainnya dan tidak tetap. Langue mengacu pada referen bahasa tertentu seperti bahasa Inggris, bahasa Arab, bahasa Perancis, dan sebagainya. Jadi, langue tersimpan dalam akal budi manusia. Langage digunakan sebagai istilah untuk mengacu pengertian bahasa secara umum.

Signifiant-Signifie

Signifiant digunakan untuk bentuk bahasa, yakni bahasa dalam ujaran secara linear dalam bentuk rangkaian kata atau kata-kata. Signifiant merupakan citra bunyi atau kesan psikologis yang timbul dalam pikiran. Signifie mengacu pada makna dari bentuk, merupakan gambaran psikologis abstrak dari suatu bagian alam sekitar. Jadi signifie adalah pengertian atau kesan makna yang ada dalam pikiran.

Sinkronik

Istilah sinkronik digunakan untuk mengacu pada pengertian telaah yang sifatnya kekinian, atau waktu tertentu, masa yang terbatas. Istilah lain untuk sinkronik adalah deskriptif. Hal ini berbeda dengan konsep diakronik yang dilandasi oleh sifatnya dari masa ke masa atau historis.

Sintagmatis-Paradigmatis

Istilah sintagmatis adalah hubungan di antara mata rantai dalam suatu rangkaian ujaran. Hubungan ini disebut juga hubungan in praesentia karena butir-butir yang dihubungkan itu ada bersama dalam wicara. Suatu sintagma dapat berupa satuan berurutan apa saja yang jelas batasnya, jumlahnya sekurang-kurang ada dua. Segmen itu bisa berupa fonem, suku kata, morfem, kata, frasa, dan sebagainya. Jadi hubungan sintagmatis sifatnya horizontal (Saussure, 1996: 16). Hubungan paradigmatis atau hubungan asosiatif adalah hubungan in absentia karena butir-butir yang dihubungkan itu ada yang muncul, ada yang tidak dalam ujaran. Misalnya, bentuk pukul bisa diderivasikan menjadi bentuk dipukul, memukul, pukulan, memukulkan, dan sebagainya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan telaah yang dilakukan terhadap data-data dalam kumpulan buku Prasasti Bali (1954) yang berhasil diklasifikasikan, berikut ini disajikan tabel afiks bahasa Bali Kuno.

Pada Tabel 1 menunjukkan bahwa terdapat dua puluh dua jenis prefiks. Dari segi bentuk, prefiks bahasa Bali Kuno ada yang bercirikan dari bahasa Sanskerta {maha-, pari-}. Beberapa prefiks juga ditemukan memiliki alomorf. Khusus prefiks nomor dua puluh dua {bar?- / bə-?} diberi catatan dengan tanda tanya karena sampai saat ini hanya ditemukan dalam satu kata saja {baruga} ‘sejenis balai tanpa tembok keliling’.

Oleh sebab itu, prefiks {bar-/ bə } belum sepenuhnya dikategorikan sebagai prefiks kecuali nanti didapatkan data pendukungnya (Granoka, 1985: xviii). Sufiks dalam bahasa Bali Kuno ada tujuh buah dan infiks ada enam. Dari segi jumlah, baik prefiks, sufiks, maupun sufiks cukup banyak untuk sebuah

bahasa (sebanyak tiga puluh lima buah). Jumlah tersebut memberikan kemungkinan yang sangat banyak untuk membentuk sebuah kata dengan menggabungkan beberapa jenis afiks tersebut, misalnya dengan memberikan imbuhan gabung.

Tabel 1

No Jenis Afiks     Alo- morf 1     Alo- morf 2         Contoh

Prefiks

1

{a-}

{aN-}

Adiri ‘seorang’

2

{ha-}

Hajalanan ‘satu perjalanan’

3

{ma-}

{maN-}

Marumah‘membuat rumah’

4

{sa-}

Sahadan ‘semua yang ada’

5

{mar-}

Marhantu ‘upacara kematian’

6

{pa-}

{paN-}

Pangarung ‘tukang terowongan’

7

{par-}

Parbwayang ‘tentang (pementasan) wayang’

8

{para-}

Parasenapati ‘parasenapati/kepala’

9

{pi-}

{piN-}

Pianak ‘dijadikan anak’

10

{pir-}

Pirumahang ‘mendirikan rumah’

11

{pra-}

Prasuta ‘sebagai anak’

12

{pri-}

Prihawak ‘sendiri’

13

{paka-}

Pakaseh,pakatahu

14

{ka}

Kasamah ‘disertai’

15

{da-}

Dahulu ‘di atas’

16

{maka-}

Makanayaka ‘sebagai raja’

17

{ki-}

Kilepasan ‘dilepaskan’

18

{maha-}

Mahabhara

19

{ba-}

wa

Wawini/babini ‘perempuan’

20

{di-}

Dihadiri ‘seorang’

21

{pari-}

Parimandala ‘perbatasan’

22

{bar-}?

{bə-?}

Baruga ‘sejenis balai tanpa tembok keliling’

Sufiks

1

{-an}

{-na}

{-nya}

Daruhan ‘sebelah barat’, bayarnya, makadana

2

{-ang}

ulihang ‘dikembalikan’

3

{-ən}

Alapen ‘supaya diambil’

4

{-in}

Tirutin ‘supaya diikuti’

5

{-i}

Lakwi ‘melewati’

6

{-yan}

Dudukyan ‘pajaki’

{-da}

Rajakaryyanda ‘semua pekerjaan beliau’

Infiks

1

{-am-}

{-em-}

Kamuning ‘Kemuning ‘menjadikan kuning’

2

{-um-}

Gumanti ‘mengganti’

3

{-in-}

Binuru ‘diburu’

4

{-i-

{-y-}

Gyantung ‘digantung’

5

{-al-}

{-el-}

Balatuk ‘burung belatuk’

6

{-ar-}

{-er-}

Baringin/beringin ‘beringin.

Banyaknya afiks dalam bahasa Bali Kuno ternyata tidak semuanya digunakan dalam bahasa Bali Modern. Berikut ini disajikan dalam bentuk tabel.

Pada Tabel 2 menunjukkan bahwa untuk prefiks dalam bahasa Bali Kuno yang jumlahnya dua puluh dua hanya terwariskan dalam bahasa Bali Modern sebanyak sebelas buah atau hanya

sebagian (50% saja). Adapun prefiks yang tidak terwariskan adalah {ha-, mar, par-, pir-, ki-, pri-, da-, ki-, maha-, ba-, para- }. Untuk sufiks yang jumlahnya tujuh ternyata yang terwariskan hanya tiga buah saja. Sufiks yang tidak terwariskan dimaksud adalah adalah sufiks {-ən, -i, yan, -da}. Ini berarti bahwa yang terwariskan hanya 42, 86 %

atau setengah kurang. Untuk infiks yang jumlahnya enam dalah bahasa Bali Kuno terwariskan dalam bahasa Bali Modern sebanyak empat buah atau 66, 67 %. Adapun infiks yang tidak terwariskan itu adalah {-i-, -am-}.

Tabel 2

No

Jenis Afiks

Alo- morf 1

Alo- morf 2

Contoh

Prefiks

1

{a-}

Asibak ‘sebelah’

2

{ma-}

{maN-}

Makeber ‘terbang’

3

{sa-}

Satonden ‘sebelum’

4

{pa-}

{paN-}

Panglimbak ‘perluasan’

5

{pi-}

{piN-}

Piorah ‘pemberitahuan’

6

{pra-}

Prakanti ‘pertemanan’

7

{paka-}

Pakanyornyor ‘kelap-kelip’

8

{ka}

Kaambil ‘diambil’

9

{maka-}

Makaukud ‘semua’

10

{maha-}

Mahabaya ‘bahaya besar’

11

{pari-}

Pariboya ‘menolak’

Sufiks

1

{-an}

{-na}

{-nya}

Tegehan ‘lebih tinggi’

2

{-ang}

Alihang ‘carikan’

3

{-in}

Juangin ‘kurangi’

Infiks

1

{-um-}

Jumujug ‘menuju’

2

{-in-}

Tinandur ‘ditanam’

3

{-al-}

{-el-}

Telapak ‘telapak’

4

{-er-}

{-ar-}

Gerudug ‘gemuruh’

Hal yang cukup menarik khusus tentang infiks yang tidak terwariskan adalah infiks {-i-/-y-}. Jenis infiks ini memang tidak digunakan dalam bahasa Bali standar (lazim disebut dengan istilah bahasa Bali baku, bahasa Bali Modern, bahasa Bali Lumbrah, bahasa Bali Modern). Namun, di beberapa daerah seperti beberapa wilayah Bangli, Gianyar (sekitar Payangan) sering kali digunakan.

Penggunaan infiks ini diberikan aksen atau tekanan yang lebih jelas sehingga maknanya lebih menegaskan sesuatu sebagaimana yang terkandung secara inheren makna infiks tersebut. Misalnya dalam frasa : # kal jiemak ‘akan diambil’, dadi piantigang ‘boleh dibanting’#.

SIMPULAN

Dari uraian di atas, berikut ini diberikan simpulan: Afiks bahasa Bali Kuno yang terwariskan dalam bahasa Bali Modern (Modern) meliputi prefiks mencapai 50%, infiks 66,67%, sufiks 42, 86 %. Ada sebagian lagi yang tidak terwariskan.

Rekomendasi. Aspek kebahasaan bahasa Bali Kuno yang dikaji dalam tulisan ini belum sepenuhnya tuntas. Untuk itu diperlukan penelitian lanjutan, baik dari segi proses pembentukan katanya maupun aspek lainnya seperti reduplikasi maupun aspek sintaktisnya sehingga terlihat lebih runut keterkaitan antara bahasa Bali Kuno dengan bahasa Bali sekarang.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Koprodi Sastra Bali, Dekan FIB, dan LPPM Unud yang telah memfasilitasi dan membiayai penelitian ini sehingga dapat direalisasikan.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto. (2006). Prosedur Penelitian

(Suatu Pendekatan   Praktek).

Jakarta: Rineka Cipta.

Arnawa, I Nengah. (2008). Wawasan Linguistik dan Pengajaran Bahasa. Denpasar: Pelawa Sari.

Ba’dulu, Abdul Muis dan Herman.

(2005). Morfosintaksis. Jakarta: Rineka Cipta.

Chaer, Abdul. (2014). Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.

Crees, Angela. (2010). “Linguistic Etnography” dalam Lia Litosseliti (Editor) Research Methods in Linguistics. London: Continuum International Publishing Group.

Erawati, Ni Ketut Ratna.  (2002).

“Pewarisan Afiks-Afiks  Bahasa

Jawa Kuna dalam Bahasa Jawa Modern) (Tesis untuk Prodi Magister Linguistik Unud.)

Djajasudarma, T. Fatimah. (1993). Metode Linguistik:   Ancangan

metode Penelitian dan Kajian. Bandung: Eresco.

Goris, R. (1954). Prasasti Bali. Bandung: NV Masa Baru.

Granoka, Ida Wayan, dkk. (1985). Kamus Bali Kuno-Indonesia. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdikbud.

Granoka, Ida Wayan, dkk. (1996). Tata Bahasa baku Bahasa Bali. Denpasar:  Pemerintah Propinsi

Daerah Tk. I Bali.

Japa, I Wayan. (1988). “Warisan Unsur-Unsur Leksikal Bahasa Bali Kuno dalam Bahasa Bali baru” (Skripsi). Denpasar: Fakultas Sastra.

Keraf, Gorys. (1996). Linguistik Bandingan Historis. Jakarta: Gramedia.

Kridalaksana, Harimurti. (1984). Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia.

Kridalaksana, Harimurti.     (2007).

Pembentukan Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Mahsun. (1995). Dialektologi Diakronis: Sebuah Pengantar. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Mahsun. (2005). Metode Penelitian Bahasa: Tahapan Strategi, metode, dan Tekniknya. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Parera, Jos Daniel. (1988). Morfologi. Jakarta: PT Gramedia.

Saussure, Ferdinand de. (1996). Pengantar Linguistik Umum (Edisi terjemahan). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Sudaryanto. (2015). Metode dan Aneka Teknik      Analisis      Bahasa.

Yogyakarta:   Sanatana Dharma

University Press.

Sulibra, I Ketut Ngurah. (2017). “Warisan Fonologis Bahasa Bali Kuna dalam Bahasa Bali Modern: Studi Pendahuluan” (Prosiding: 8th Seminar     International     on

Austronesian      and      Non

Austronesian and Literature in Indonesia). Denpasar: Faculty of Arts Udayana University.

Verhaar, J.W.M. (1996). Asas-Asas Linguitik Umum. Yogyakarta: Gadjah mada University Press.

Wikipedia.

(https://id.wikipedia.org/wiki/Alom orf)

Yasa, Putu Eka Guna. (2017). “Evolusi Fonologis dan Makna Budaya Leksikon dalam Bahasa Bali” (Tesis untuk  Prodi   Magister

Linguistik Unud).