Jurnal Manajemen Agribisnis

Vol.10, No.11, Mei

E- ISSN: 2684-7728

Perbandingan Kinerja dan Kelayakan Antara Usahatani Vanili Konvensional dan Modern di Daerah Bali

Comparison of Performance and Feasibility Between Conventional and Modern Vanilla Farming in Bali

Wayan Sukma Diatmika *)

Made Antara Ketut Suamba

Fakultas Pertanian, Universitas Udayana, Bali, Indonesia

*) Email: sukma_diatmika@yahoo. com

ABSTRACT

Indonesian vanilla, especially Bali, has a high selling value, and has potential as an export commodity that can provide great benefits for farmers and plantation managers. The purpose of this study was to analyze the feasibility and performance of vanilla farming using conventional and modern cropping patterns in Bali. This research was conducted in Tabanan Regency for conventional farming and in Badung Regency for modern vanilla farming. Location selection is determined purposively sampling based on certain considerations. Analysis of the data used is a quantitative method. The results showed that (1) the productivity of conventional farming compared to the modern pattern was 1:9, (2) The feasibility analysis of the two farms was feasible where the net present value was greater than zero, net B/C was greater than one. The IRR is greater than the prevailing interest rate of 12% and the payback period is short. (3) The results of the comparison of the performance and feasibility of the two vanilla farms show that modern vanilla farming is superior to conventional farming methods. Based on the results of the study, it can be concluded that modern farming patterns deserve to be recommended and become the main choice. Suggestions in this study are for stakeholders to use modern vanilla farming because of its good performance and development prospects so that it becomes the main choice.

Keywords : Comparison, Performance, Feasibility, Vanilla Farming

ABSTRAK

Vanili Indonesia terkususnya Bali mempunyai nilai jual yang tinggi, dan memiliki potensi sebagai komoditi ekspor yang dapat memberikan keuntungan besar bagi petani dan pengelola perkebunan. Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan analisis kelayakan dan kinerja antara usahatani vanili menggunakan pola tanam konvensional dan modern di daerah Bali. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Tabanan untuk usahatani pola konvensional dan di Kabupaten Badung untuk usahatani vanili pola modern. Pemilihan lokasi ditentukan secara purposive sampling berdasarkan pertimbangan tertentu. Analisis data yang digunakan adalah metode kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) produktivitas usahatani pola konvensional dibandingkan dengan pola modern sebesar 1:9, (2) Analisis kelayakan usaha Diatmika, et al.,…|637

kepada kedua usahatani tersebut layak dilaksanakan dimana net present value lebih besar dari nol, net B/C lebih besar dari satu. IRR lebih besar dari suku bunga yang berlaku yaitu 12% dan payback period yang pendek. (3) Hasil perbandingan kinerja dan kelayakan kedua usahatani vanili tersebut menunjukkan bahwa usahatani vanili pola modern lebih unggul jika dibandingkan dengan usahatani pola konvensional. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa usahatani pola modern layak untuk direkomendasikan dan menjadi pilihan utama. Saran dalam penelitian ini adalah untuk para pemangku kepentingan agar menggunakan usahatani vanili pola modern karena kemapuan kinerja dan prospek pengembangan yang baik sehingga menjadi pilihan utama.

Kata kunci : Perbandingan, Kinerja, Kelayakan, Usahatani Vanili

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perkebunan merupakan subsektor pertanian yang memiliki peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Salah satu komoditi perkebunan yang memiliki nilai ekonomi dan sudah dikenal di pasaran internasional adalah tanaman vanili. Menurut Priefert et al. (2001), tanaman vanili (Vanilla Planifolia Andrews) merupakan tanaman perkebunan yang sering digunakan dalam industri makanan (60%), kosmetik (33%), dan aroma terapi (7%). Buah vanili dapat digunakan sebagai campuran makanan dan minuman selain itu vanili juga merupakan komoditas ekspor rempah yang bernilai ekonomi tinggi serta dapat meningkatkan devisa negara (Rosman et al. 1989). Menurut Ashari (2006); Udarno dan Hadipoentyanti (2009) vanili Indonesia mempunyai nilai jual yang tinggi, dan memiliki potensi sebagai komoditi ekspor yang dapat memberikan keuntungan besar bagi petani dan pengelola perkebunan.

Kenaikan jumlah produksi vanili terjadi pada tahun 2018, jumlah produksi vanili mengalami peningkatan sebesar 2,09 ton (Balai Pusat Statistik, 2019). Hal ini menunjukkan bahwa jumlah produksi vanili di Bali mulai mengalami peningkatan. Harga yang melonjak ini dikarenakan, pasar dunia sudah mulai melirik tanaman vanili yang berasal dari Indonesia, khususnya Bali kualitasnya mampu bersaing dengan kualitas tanaman vanili dari luar negeri seperti Madagaskar (Chandrayani dan Natha, 2016). Melalui pola tanam yang baik diharapkan dapat mendukung peningkatan produktivitas vanili, sehingga petani mampu untuk menunjang kebutuhan hidupnya (Saragih, 2000). Dengan mempertahankan kualitas dan kontinyuitas maka harga vanili dapat bertahan di pasar internasional dan membuat para petani lebih bergairah untuk mengembangkan usaha vanilinya (Chandrayani dan Natha, 2016). Para petani masih menerapkan pola tanam konvensional dengan sistem tumpang sari seperti pohon kelor, dadap, dan gamal, namun seiring dengan berjalannya waktu, pada tahun 2018 usaha budidaya vanili mulai berkembang dengan menggunakan sistem pola tanam modern (Wijaya, 2020). Sistem pola tanam modern memerlukan lahan terbatas dengan baja ringan dan kayu sebagai tempat rambatan pohon vanili serta paranet sebagai peneduhnya, dibandingkan dengan pola tanam konvesional menggunakan pohon gamal, kelor, dadap sebagai media rambat dan sarana peneduhnya.

Perbedaan pola tanam dalam usahatani perlu studi kelayakan dengan tujuan untuk menilai

Diatmika, et al.,…|638

sejauh mana manfaat yang diperoleh dalam pelaksanaan kegiatan tersebut. Analisis kelayakan sangat penting dilakukan guna mengevaluasi usahatani vanili apakah layak atau tidak untuk dipertahankan. Usaha untuk meningkatkan produksi dengan penggunaan lahan yang bebeda dan bibit yang sama dapat memberikan kinerja yang berbeda pula. Kriteria yang dipakai untuk menggoptimalkan output adalah pola tanam dengan kemampuan lebih baik.

Kinerja usahatani merupakan hasil dari pengeluaran produksi atas fungsi dari pekerjaan tertentu atau aktivitas selama periode tertentu. Pada umumnya kinerja diukur melalui beberapa indikator seperti produktivitas, harga dan pendapatan (Widiyanti et al. 2016). Dalam hal ini proses produksi dan penggunaan bibit yang sama pada pola tanam berbeda dapat mencerminkan kemampuan menghasilkan output yang lebih baik. Berdasarkan latar belakang tersebut maka peneliti tertarik untuk mengidentifikasi perbandingan kelayakan dan kinerja usahatani vanili antara pola tanam konvensional dan modern.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk (1) menganalisis kinerja antara usahatani vanili pola tanam konvensional dan modern di daerah Bali, (2) menganalisis kelayakan usahatani vanili pola tanam konvensional dan modern di daerah Bali, (3) membandingkan kinerja dan kelayakan usahatani vanili pola tanam konvensional dan modern di daerah Bali.

METODELOGI PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan model penelitian deskriptif kualitatif dan kuantitatif. Pendekatan deskriptif kualitatif digunakan untuk mendeskripsikan terkait dengan aspek pasar dan pemasaran, aspek teknis dan teknologi, serta aspek manajemen, sedangkan pendekatan kuantitatif menekankan pada analisis data-data numorik (angka) untuk mengitung kinerja usahatani yang diukur berdasarkan pendapatan usahatani dan prodiktivitas. Sedangkan untuk menghitung kelayakan dengan kreteria investasi yaitu Net Present Value (NPV), Benefit Cost Ratio (B/C Ratio), Internal Rate of Return (IRR), dan Payback Period (PBP) (Sasmitaloka, et al., 2016; Yang, et al., 2014). Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Tabanan dan Kabupaten Badung pada bulan Maret sampai dengan Juli 2021. Penelitian ini dilakukan secara purposive yaitu suatu cara penentuan daerah penelitian secara sengaja dengan pertimbangan antara lain: Pemilihan kedua lokasi tersebut didasarkan bahwa terdapat responden sesuai dengan kriteria penelitian, yakni terdapat petani vanili konvensional dan modern. Selain itu, responden secara terbuka memberikan data yang dibutuhkan pada penelitian ini.

Tabel 1. Perbandingan pola konvensional dan modern tanam vanili

Pola Tanam

Keterangan

Konvensional

Modern

Media Rambat

Pohon gamal, lamtoro, kelor

Baja ringan dan bambu

Media peneduh

Daun pohon gamal, lamtoro, kelor

Paranet

Luas Lahan

2 Are

2 Are

Jumlah Bibit

67 batang

500 batang

Biaya investasi

Rp. 7.000.000

Rp. 15.000.000

Produksi (Kg)

± 150

± 1.500

Jarak tanam

1 meter x 2 meter

1 meter x 30 cm

Sumber : Wijaya dan Yudi (2020)

Berikut ini kerangka konsep perbandingan kelayakan dan kinerja antara usahatani vanili konvensional dan modern di daerah Bali dapat di lihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Kerangka konsep penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perbandingan Kinerja Usahatani Vanili Pola Konvensional dan Pola Modern

Sarana Produksi

Sarana produksi merupakan suatu rangkaian input produksi yang digunakan untuk melakukan proses produksi. Usahatani vanili pola konvensional dan pola modern menggunakan luas lahan yang sama yaitu 2 are dimana menggunakan sarana produksi hal ini dapat ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Perbandingan penggunaan sarana produksi usahatani vanili pola konvensional dan pola modern tahun 2019

No

Sarana Produksi

Pola Konvensional

Pola Modern

1

Bibit Vanili (Btg)

67

500

2

Pupuk Organik (sak)

2

10

3

Sekam (sak)

0,5

2,5

4

Sekam Bakar (sak)

0,5

2,5

5

Cocopit (sak)

0,2

2,5

6

Tanah subur (sak)

-

2,5

7

Dolomit (sak)

0,2

0,5

8

EM4 (Ltr)

0,2

0,5

9

Sabut kelapa (Pick up)

0,5

1,0

10

Bahan Bakar (ltr)

28

60

11

Detan (Ltr)

6

12

12

Kaliandra (Ltr)

6

12

13

Tenaga Kerja (HOK)

12

12

Sumber: Data primer diolah, 2021

Biaya Usahatani

Biaya usahatani merupakan biaya yang digunakan melakukan proses produksi maupun modal yang keluarkan untuk pembelian bibit, sarana produksi dan biaya tenaga kerja. Biaya usahatani vanili pola konvensional dan modern terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel hal ini dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Perbandingan biaya usahatani vanili pola konvensional dan pola modern tahun 2019-2028

Tahun ke

Konvensional (Rp)

Modern (Rp)

1

1.175.800

21.838.000

2

814.000

19.138.000

3

845.700

20.058.400

4

877.400

20.978.800

5

909.100

21.899.200

6

940.800

22.819.600

7

972.500

23.740.000

8

932.875

22.589.500

9

893.250

21.439.000

10

853.625

20.288.500

Total Biaya

9.215.050

214.789.000

Sumber: Data primer diolah, 2021

Pada Tabel 3 menunjukkan biaya usahatani vanili pola konvensional dan pola modern terdiri dari dua biaya yaitu biaya tetap merupakan biaya yang keluarkan oleh petani vanili yang tidak mengalamin perubahan karena adanya peningkatan produksi. Biaya variabel adalah biaya

Diatmika, et al.,…|641

yang mengalami perubahan seiring adanya peningkatan atau penurunan produksi vanili. Total biaya yang dikeluarkan oleh petani pola konvensional adalah Rp 9.215.050 sedangkan total biaya usahatani pola modern adalah Rp 214.789.000,00 biaya tersebut merupakan pengeluaran yang telah jumlahkan selama 10 tahun umur usahatani vanili yaitu dari tahun 2019 hingga tahun 2028.

Penerimaan Usahatani

Usahatani dapat memberikan manfaat atau penerimaan merupakan balas jasa yang diperoleh petani setelah melakukan penjualan hasil produksi vanili basah. Perbandingan penerimaan usahatani vanili pola konvensional dan pola modern dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Perbandingan penerimaan usahatani vanili pola konvensional dan pola modern tahun 2019-2028

Tahun ke

Konvensional (Rp)

Modern (Rp)

1

2

3

1

0

0

2

4.000.000

37.500.000

3

4.200.000

39.375.000

4

4.675.000

41.250.000

5

4.600.000

43.125.000

6

4.800.000

45.000.000

7

5.000.000

46.875.000

8

4.750.000

44.650.000

9

4.500.000

42.300.000

10

4.250.000

39.950.000

Total Penerimaan

40.775.000

380.025.000

Sumber: Data primer diolah, 2021

Pada Tabel 4 menunjukkan ketika petani konvensional melakukan produksi dengan hasil produksi sebesar 16 kg pada tahun kedua (tahun 2020) akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 4.000.000 dan usahatani pola modern memperoleh penerimaan Rp 37.500.000,00 dengan total hasil produksi sebanyak 150 kg. apabila di estimasikan jumlah penerimaan selama 9 tahun yaitu pada tahun 2020 hingga tahun 2028 sebesar Rp 40.775.000 untuk pola konvensional dan ketika menggunakan pola modern diperoleh jumlah penerimaan sebesar 380.025.000. Penerimaan kedua usahatani mengalami kenaikan pada setiap tahunnya hingga tahun ke7 (tahun 2025) dan ketika mencapai titik kejenuan tersebut selanjutnya akan mengalami penurunan.

Pendapatan

Pendapatan merupakan selisih antara penerimaan dengan biaya yang diterima petani sebagai pendapatan bersih pada Tabel 5.

Tabel 5. Perbedaan pendapatan usahatani vanili pola konvensional dan pola modern tahun 2019-2028

Tahun Usaha

Konvensional (Rp)

Modern (Rp)

1

2

3

1

0

0

2

3.186.000

18.362.000

3

3.354.300

19.316.600

4

3.797.600

20.271.200

5

3.690.900

21.225.800

6

3.859.200

22.180.400

7

4.027.500

23.135.000

8

3.817.125

22.060.500

9

3.606.750

20.861.000

10

3.396.375

19.661.500

Total Pendapatan

32.735.750

187.074.000

Sumber: Data primer diolah, 2021

Tabel 5 menunjukkan perbedaan pendapatan antara usahatani konvensional dan modeern berdasarkan table 5.22 tersebut menunjukkan bahwa pendapatan usahatani pola konvensional pada tahun pertama berproduksi yaitu tahun 2020 sebesar Rp. 3.186.000 dan pola modern sebesar Rp. 18.362.000. apabila diakumulasikan dari tahun 2020 hingga 2028 pola moden menperoleh pendapatan sebesar Rp 32.735.750 nilai ini lebih kecil jika dibandingkan dengan usahatani vanili pola modern sebesar Rp 187.074.000.

Produktivitas

Produktivitas dipengaruhi oleh luas areal dan produksi. Seperti yang dikemukakan oleh Arimbawa (2017) bahwa luas lahan dan teknologi berpengaruh pada tingkat produktivitas. Produktivitas kedua usahatani vanili ditunjukkan pada Tabel 6.

Tabel 6. Perbandingan produktivitas usahatani vanili pola konvensional dan pola modern tahun 2019-2028

Tahun ke

Luas Lahan (are)

Konvensional (kg)

Produktivitas

Konvensional (kg)

Modern (kg)

Produktivitas

Modern (kg)

1

2

3

4 = 3/2

5

6 = 5/2

1

0

0

0

0

0

2

2

16

8,0

150

75

3

2

17

8,5

158

79

4

2

19

9,5

165

82,5

5

2

18

9,0

173

86,5

6

2

19

9,5

180

90

7

2

20

10,0

188

94

8

2

19

9,5

179

89,5

9

2

18

9,0

169

84,5

10

2

17

8,5

160

80

Total

2

163

81,5

1.522

761

Sumber: Data primer dioah, 2021

Tabel 6 hasil perhitungan produktivitas usahatani vanili pola konvensional diperoleh dalam luas lahan 2 are hanya mampu memproduksi 163 kg vanili basah selama 9 tahun (tahun 2020 -tahun 2028) dan pola modern memperoleh hasil produksi 1.522 kg. Sehingga produktivitas pola konvensional adalah 81,5 kg/are. Hal ini berbeda dengan usahatani pola modern dimana hasil produktivitasnya lebih besar 9 kali lipat dibandingkan pola konvensional lebih besar yaitu 761 kg/are.

Kelayakan Investasi

  • 1)    Net Present Value

Net Present Value merupakan suatu penilaian investasi dengan memperhatikan nilai mata uang yang dinalai sekarang. Perhitungan Net Present Value pada kedua usahatani terdapat pada Tabel 7.

Tabel 7. Perbandingan net present value usahatani pola konvensional dan pola modern tahun 2019-2028

Tahun Ke

Pendapatan Pola Konvensional (Rp)

Pendapatan Pola Modern (Rp)

DF 12%

NPV Pola Konvensional (Rp)

NPV Pola

Modern (Rp)

1

2

3

4

5=2x4

6=3x4

1

(11.134.800)

(42.302.500)

0,89285718

(9.941.785,71)

(37.770.089,29)

2

3.186.000

18.362.000

0,79719388

2.539.859,69

14.638.073,98

3

3.354.300

19.316.600

0,71178025

2.387.524,49

13.749.17433

4

3.052.600

19.661.2000

0,63551808

1.939.982,49

12.495.048,04

5

3.690.900

21.225.800

0,56742686

2.094.315,78

12.044.088,95

6

(2.440.800)

13.540.400

0,50663112

(1.236.585,24)

6.859.988,03

7

3.282.500

22.525.000

0,45234922

1.484.836,30

10.189.166,08

8

3.817.125

22.060.500

0,40388323

1.541.672,77

8.909.865,95

9

3.606.750

20.861.000

0,36061002

1.300.630,21

7.522.685,73

10

4.476.375

20.901.500

0,32197324

1.441.272,95

6.729.723,60

Jumlah Net Present Value

3.551.723,71

55.367.725,42

Sumber: Data primer diolah, 2021

Pada Tabel 7, perbandingan NPV usahatani pola konvensional dan modern, dimana pola konvensional memperoleh nilai Rp 3.551.723,71 nilai tersebut lebih besar dari nol yeng menunjukkan usahatani ini layak dilaksanakan, sedangkan pada usahatani pola modern memperoleh nilai NPV sebesar Rp 55.367.725,42 sama seperti usahatani pola konvensional yang menunjukkan bahwa nilai NPV usahatani pola modern lebih besar dari nol artinya bahwa usahatani tersebut layak dilaksanakan. Nilai NPV ini diperoleh dari penjumlahan NPV negatif dan positif yang sudah didiskon dengan menggunakan Discount Rate 12%.

  • 2)    Net B/C

Net B/C merupakan perbandingan Net Present Value positif dengan Net Present Value negatif dengan mempertimbangkan diskon factor 12% dan dinilai saat ini. Tabel 5.22 menunjukkan NPV positif dan NPV negatif pada kedua usahatani berbeda sehingga dengan menggunakan rumus Net B/C diperoleh hasil sebagai berikut:

Net b/c pola konvensional        = - ( 14.730.094,67 ) = 1,32

(11.178.370,95)       ,

93.137.814,71

Net b/c pola modern            = - (            ) = 2,47

(37.770.089,29)       ,

Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) pada rumus Net B/C tersebut menunjukkan bahwa pelaksanaan usahatani vanili pola konvensional dan pola modern layak di laksanakan, karena benefit yang diperoleh lebih besar dari pada arus biaya atau nilai Net B/C lebih besar dari satu.

  • 3)    Internal Rate of Return

Internal Rate of Return merupakan tingkat pengembalian terhadap modal investasi yang ditanamkan dan dinilai saat ini yang menghasilkan NPV sama dengan nol. Analisis IRR dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Perbandingan internal rate of return usahatani vanili pola konvensional dan pola modern tahun 2019-2028

Thn Ke

Pendapatan

IRR

NPV=0

Pola Konvensional

Pola Modern

20,81%

43,58%

Pola Konvensional

Pola Modern

1

2

3

4

5

6=2x4

7=3x5

1

(11.134.800)

(42.302.500)

0,3936

0,6876

(4.382.327)

(29.088.068,32)

2

3.186.000

18.362.000

0,1549

0,4728

493.503,94

8.681.957,95

3

3.354.300

19.316.600

0,0610

0,3251

204.488,64

6.280.254,29

4

3.052.600

19.661.200

0,0240

0,2236

73.241,90

4.395.470,92

5

3.690.900

21.225.800

0,0094

0,1537

34.853,34

3.262.934,12

6

(2.440.800)

13.540.400

0,0037

0,1057

(9.071,24)

1.431.279,92

7

3.282.500

22.525.000

0,0015

0,0727

4.801,33

1.637.218,83

8

3.817.125

22.060.500

0,0006

0,0500

2.197,43

1.102.569,89

9

3.606.750

20.861.000

0,0002

0,0344

817,18

716.926,69

10

4.476.375

20.901.500

0,0001

0,0236

399,16

493.930,59

Total

14.890.950

136.151.500

0,000

0,000

Sumber: Data primer diolah, 2021

Pada Tabel 8 perbandingan IRR usahatani pola konvensional memperoleh nilai IRR sebesar 20,81% yang membuat NPV sama dengan nol, sedangkan usahatani pola modern diperoleh nilai IRR 43,58%. Nilai ini menunjukkan bahwa tingkat pengembalian lebih besar dari Discout Rate 12% sehingga usahatani vanili kedua pola tanam tersebut layak dilanjutkan.

  • 4)    Payback Period

Payback Period merupakan metode analisis yang digunakan untuk menghitung waktu yang diperlukan agar modal investasi kembali tanpa memperhitungkan nilai mata uang. Perhitungan payback period pada usahatani vanili pola konvensional dengan membandingkan nilai investasi dengan pendapatan usahatani setiap tahun. Kriteria kelayakan investasi dengan pendekatan metode PP dapat dilihat pada Tabel 9 sebagai berikut:

Tabel 9. Perbandingan Payback Period Usahatani Vanili Pola Konvensional dan Pola Modern Tahun 2019-2028

Tahun Ke

Pendapatan Pola Konvensional (Rp)

Pendapatan Pola Modern (Rp)

1

2

3

1

0

0

2

3.186.000

18.362.000

Tahun Ke

Pendapatan Pola Konvensional (Rp)

Pendapatan Pola Modern (Rp)

3

3.354.300

19.316.600

4

3.052.600

19.661.200

5

3.690.900

21.225.800

6

(2.440.800)

13.540.400

7

3.282.500

22.525.000

8

3.817.125

22.060.500

9

3.606.750

20.861.000

10

4.476.375

20.901.500

Total

26.025.750

178.454.000

Sumber: Data primer diolah, 2021

Tabel 9 menunjukkan periode pengembalian investasi pada kedua usahatani menunjukkan lebih cepat dari umur ekonomis proyek, lebih tepatnya dapat dilihat pada perhitungan berikut:

Payback Periode Pola Konvensional = 7.459.000 x 12 = 28,09 bulan 3.186.000             ,

Payback Periode Pola Modern      = 14.454.500 x 12 = 9,45 bulan

18.362.000           ,

Hasil perhitungan kedua usahatani tersebut diketahui bahwa titik pulang pokok pada biaya investasi yang tanamkan berebeda-beda hal ini dilihat pada usahatani vanili pola konvensional investasi akan kembali dalam jangka waktu 28,09 bulan sedangkan titik pulang pokok pada investasi usahatani pola modern adalah 9,45 bulan. Dari kedua usahatani tersebut memberikan isyarat kepada pengambilan keputusan bahwa kedua usahatani tersebut layak karena tingkat pengembalian investasi lebih cepat dari umur ekonomis usahatani.

PEMBAHASAN

Kinerja Usahatani Vanili Pola Konvensional Dan Pola Modern

Biaya usahatani pola konvensional yang dibutuhkan pada saat pembukaan kebun adalah Rp 2.500.000,00. Biaya usahatani pola konvensional setiap tahunnya mengalami peningkatan seiring meningkatnya hasil produksi. Diketahui bahwa setiap tahun biaya usahatani mengalami peningkatan 5% sampai tahun ke 7 dan akan mengalami kejenuan yang menyebabkan penurunan pada tahun ke 8 sampai tahun ke 10 (Wijaya, 2019). Penerimaan untuk usahatani vanili pola konvensional memberikan manfaat sebagai balas jasa terhadap hasil produksi yaitu vanili basah. Penerimaan pada tahun kedua (tahun 2020) adalah Rp 4.000.000,00 dengan total hasil produksi sebanyak 16 kg dengan harga jual Rp 250.000,00/kg. Penerimaan tersebut juga mengalami peningkatan seiring meningkatnya hasil produksi yang tidak jauh berbeda dengan biaya dan hasil produksi yaitu 5% pertahun sampai pada tahun ketuju (tahun 2025), selanjutnya mengalami penurunan produksi. Perkiraan total penerimaan dari tahun 2020 hingga tahun 2028 sebesar Rp 40.775.000 dengan hasil produksi sebanyak 163 kg.

Hasil penerimaan setelah dikurangi dengan biaya produksi, usahatani vanili pola konvensional memperoleh pendapatan bersih sebesar Rp 3.186.000 pada tahun 2020. Perkiraan total pendapatan hingga tahun 2028 sebesar Rp 32.735.750. Produktivitas usahatani vanili pola konvensional yang diusahakan diatas lahan pribadi yaitu 2 are. Usahatani tersebut memberikan hasil produktivitas dalam 1 are luas lahan dapat berproduksi sebanyak 81,5 kg vanili basah selama sepuluh tahun.

Biaya usahatani pola modern setiap tahunnya mengalami peningkatan seiring meningkatnya hasil produksi. Diketahui bahwa setiap tahun biaya usahatani modern mengalami peningkatan 5% sampai tahun ke 7 dan akan mengalami kejenuan yang menyebabkan penurunan pada tahun ke 8 sampai tahun ke 10 (Wijaya, 2019). Penerimaan untuk usahatani vanili pola modern memberikan manfaat sebagai balas jasa terhadap hasil produksi yaitu vanili basah. Penerimaan pada tahun kedua (tahun 2020) adalah Rp 37.500.000 dengan total hasil produksi sebanyak 150 kg dengan harga jual Rp 250.000,00/kg. Penerimaan tersebut juga mengalami peningkatan seiring meningkatnya hasil produksi yang tidak jauh berbeda dengan biaya dan hasil produksi yaitu 5% pertahun sampai pada tahun ketuju (tahun 2025), selanjutnya mengalami penurunan produksi. Perkiraan total penerimaan dari tahun 2020 hingga tahun 2028 sebesar Rp 380.050.000 dengan hasil produksi sebanyak 1.522 kg.

Hasil penerimaan setelah dikurangi dengan biaya produksi, usahatani vanili pola modern memperoleh pendapatan bersih sebesar Rp 18.362.000 pada tahun 2020. Perkiraan total pendapatan hingga tahun 2028 sebesar Rp 187.074.000. Produktivitas usahatani vanili pola modern yang diusahakan diatas lahan pribadi yaitu 2 are. Usahatani tersebut memberikan hasil produktivitas dalam 1 are luas lahan dapat berproduksi sebanyak 761 kg vanili basah selama sepuluh tahun.

Kelayakan Usahatani Vanili Pola Konvensional Dan Pola Modern

Dalam penelitian analisis finansial menggunakan pendekatan kelayakan investasi seperti net present value yang memperhitungkan nilai mata uang dimasa yang akan datang. Syarat menggunakan NPV adalah ketika nilai nya lebih besar dari nol yang menandakan bahwa usahatani vanili pola konvensional layak di laksanakan. Hal ini terbukti usahatani ini menghasilkan jumlah kas dimasa yang akan sebesar Rp 3.551.723. Jika nilai 1 saja usaha layak maka usahatani vanili pola konvensional lebih layak karena nilai NPV lebih besar dari nol maupun satu. Selanjutnya adalah net B/C yang merupakan perbandingan nilai bersih sekarang yang dengan nilai bersih sekarang yang negatif dan mempertimbangan diskon faktor pada penelitian ini adalah 12%. Nilai net B/C yang diperoleh adalah sebesar 1,32. Artinya ketika usahatani ini mengeluarkan biaya investasi sebesar 1 rupiah maka akan memberikan penerimaan sebesar 1,32 rupiah, nilai ini sangat besar dan didukung dengan hasil perhitungan internal rate of return yang ditunjukkan pada Tabel 5.12 dimana tingkat pengembalian sebesar 20,81% nilai sudah memenuhi syarat kelayakan usaha dengan metode IRR yang lebih besar dari diskon faktor yang berlaku yakti 12%. Sedangkan titik pulang pokok (payback period) yaitu 28,09 bulan. Nilai payback period tersebut telah memenuhi kreteria, berarti bahwa usahatani vanili pola konvensional sangat layak dilaksanakan.

Usahatani vanili pola modern dengan metode modern membutuhkan biaya yang sangat besar seperti yang terdapat pada Tabel Lampiran 3 yang menunjukkan dimana petani mengeluarkan biaya usahatani maupun investasi sebesar Rp 42.302.500. Penelitian pada usahatani vanili pola modern dalam analisis kelayakan usaha menggunakan kriteria investasi yaitu net present value. Hasil analisis pada tabel 5.14 menunjukkan bahwa usahatani ini layak dilaksanakan

Diatmika, et al.,…|647

karena nilai bersih sekarang yang telah didiskonkan yakni 12% dapat memberikan kas sebesar Rp 55.367.725,42. Nilai tersebut akan lebih besar jika saja luas lahan pola modern diatas 2 are dapat dipastikan akan memberikan kas bersih yang lebih besar dari yang diperoleh sekarang. Hasil perhitungan net B/C juga demikian memberikan nilai yang positif yakni hasil perhitungan diperoleh net B/C sebesar 2,47. Nilai tersebut lebih besar dari 1 yang menandakan usahatani ini layak dilaksanakan karena dapat memberikan manfaat yang besar. Selanjutnya dalam perhitungan tingkat pengembalian dana investasi yang ditanamkan pada usahatani ini dianalisis dengan menggunakan rumus IRR yang membuat NPV sama dengan nol. Hasil perhitungan IRR didapatkan tingkat pengembalian investasi sebesar 43,58% nilai ini lebih besar dari suku Bungan 12% yang digunakan dalam analisis ini. Artinya bahwa usahatani ini sangat menjanjikan ditambah dengan payback period yang hanya di tempuh dalam waktu yang singkat yakni 9,45 bulan. Usahatani tersebut yang dipersyaratkan dalam kelayakan investasi sangat terpenuhi sehingga dalam pengambilan keputusan menerangkan usahatani vanili pola modern layak dijadikan acuan karena dapat meemberikan manfaat yang sekalipun hanya memiliki luas lahan 2 are namun dapat memberikan balas jasa yang besar bagi petani pemilik.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berasarkan hasil analisis maka dapat disimpulkan sebagai berikut : (1) usahatani pola modern memiliki pendapatan dan produktivitas yang lebih besar dibandingkan dengan pola konvensional. Pendapatan usahatani pola modern selama sepuluh tahun yaitu Rp 187.074.000 lebih besar dibandingkan pola konvensional yaitu Rp 32.735.750. Sedangkan produktivitas usahatani pola modern yaitu 761 kg/are lebih besar dibandingkan pola konvensional yaitu 81,5 kg/are, atau dengan kata lain produktivitas usahatani pola konvensional dibandingkan dengan pola modern sebesar 1:9, (2) Hasil analisis kelayakan usahatani vanili yang dijelaskan pada pembahasan sebelumnya bahwa usahatani vanili pola konvensional dan pola modern layak untuk dilaksanakan karena NPV yang menunjukkan nilai kas bersih dimasa yang akan lebih besar dari nol, Net B/C yang menunjukkan manfaat yang diterima petani lebih besar dari satu, nilai IRR yaitu tingkat pengembalian investasi lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku yaitu 12% dan payback period yang dapat menutupi biaya invenstasi lebih pendek dari umur ekonomis usahatani, (3) hasil perbandingan kinerja dan kelayakan kedua usahatani vanili tersebut menunjukkan bahwa usahatani vanili pola modern lebih unggul jika dibandingkan dengan usahatani pola konvensional. Dengan menggunakan luas lahan yang sama pada pola modern dan pola konvensional.

Saran

Saran dan masukan bagi pemangku kepentingan sebagai rekomendasi dalam pelaksanaan usahatani vanili adalah: (1) untuk pemilik usahatani pola konvensional disarankan agar dapat meningkatkan kinerja serta perlu pengawasan khusus dari gangguan lingkungan sekitar supaya memberikan rasa aman dalam berusahatani vanili yang nanti nya produktivitas usahataninya dapat dipertahankan. Sedangkan untuk usahatani vanili pola modern agar dapat menambah luas lahan dan terus mengevaluasi kinerja guna meningkatkan hasil produksi semakin meningkat, (2) untuk pemilik usahatani vanili pola konvensional dan pola modern

agar terus meningkatkan serta mempertahankan hasil produksi supaya memberikan manfaat yang besar mengingat keduanya layak dilaksanakan karena memenuhi kriteria kelayakan investasi, (3) berdasarkan perbedaan kinerja dan kelayakan yang terjadi pada setiap masing masing pola tanam, disarankan bagi pengambil keputusan agar usahatani vanili modern untuk dijadikan pilihan karena memberikan hasil kinerja dan kelayakan yang baik, (4) potensi pengembangan usahatani vanili pola konvensional sangat menjanjikan apabila petani mampu memanfaatkan lahan dengan menggunakan bambu (pengganti besi) dalam pola tanamnya, sehingga biaya yang dikeluarkan tidak sebesar pola tanam modern.

DAFTAR PUSTAKA

Ashari S. 2006. Hortikultura Aspek Budidaya. Jakarta: UI-Press

Badan Pusat Statistik, 2019. Produksi Vanili dalam Jumlah Ton. Bali: Badan Pusat Statistik Provinsi Bali.

Badan Karantina Pertanian. 2021. Berkualitas Tinggi Vanili Bali Makin Wangi Di Pasar Eropa. Diakses dari http://karantina.pertanian.go.id.

Chandrayani, M. W. Natha, S. 2016. Pengaruh Harga, Kurs Dollar Amerika Serikat Dan Produksi Terhadap Ekspor Vanili Di Provinsi Bali Tahun 1991-2013. E-Jurnal EP Unud. Vol. 5, No. 2.

Priefert, H, J., Rabenhorst, and A. Steinbiichel., 2001. Bioteknological production of vanilin. Applied Microbiology and Biotecnology. 56: 296-314.

Rosman R, Trisilawati, Emmyzar dan R Asnawi. 1989. Tanaman vanili. Edsus Littro V, Vol. 1, pp. 61-70.

Saragih, Bungaran (2000). Pembangunan Agribisnis. Pusat Studi Pembangunan Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Sasmitaloka, K. S., Jusnita, N., Anayani, A. 2016. Pengukuran Kelayakan Finansial Pendirian Insdustri Vanilin Dengan Bahan Baku Vanili Basah (Vanili spp). Jurnal Agrondustri Halal. Vol. 2 (1). PP 010-017.

Udarno, L. dan Hadipoentyanti, E. 2009. Panili budidaya dan kerabat liarnya. Pengembangan tanaman industri. 15(1):27-28.

Widiyanti, N. M. N. Z., Baga, L. M., Suwarsinah, H. K. 2016. Kinerja usahatani dan motivasi petani dalam penerapan inovasi varietas jagung hibrida pada lahan kering di Kabupaten Lombok Timur. Jurnal Penyuluhan, Vol. 12, No. 1, pp. 31-42.

Wijaya, D. 2019. Budidaya Vanili dengan Pola Tanam Modern. Bali.

Yang Z, Peng Z, Li J, Li S, Kong L, Li P, Wang Q. 2014. Development and Evaluation of

Diatmika, et al.,…|649

Novel Flavour Microcapsules Containing Vanilla Oil Using Complex Coacervation Approach. Food Chemistry, 145, pp. 272 – 277.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Bangli. 2018. Kabupaten Bangli Dalam Angka 2018. Bangli: Badan Pusat Statistik Kabupaten Bangli.

Badan Pusat Statistik Provinsi Bali. 2018. Statistik Hortikultura Provinsi Bali 2018.

Denpasar: Badan Pusat Statistik Provinsi Bali.

Coelli, T. J. et al. 2005. An introduction to efficiency and productivity analysis. New York: Springer Science and Business Media.

Darmawan, D. P. 2016. Pengukuran Efisiensi Produktif. Yogyakarta: Penerbit Elmatera.

Kumbhakar, S. C. and Lovell, C. A. K. 2003. Stochastic Frontier Analysis. England: Cambridge University Press.

Pribadi, E. R. 2009. Pasokan dan Permintaan Tanaman Obat Indonesia Serta Arah Penelitian dan Pengembangannya. Perspektif. 8(1): 52–64.

Rostiana, O., Nurliani, B. and Mono, R. 2010. Standar Prosedur Operasional Jahe, Kencur, Kunyit dan Temulawak. Sirkuler. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik.

Soesanto, L. et al. 2005. Penyakit Busuk Rimpang Jahe di Sentra Produksi Jahe Jawa Tengah: Intensitas dan Pola Sebaran Penyakit. Agrosains. 7(1): 27–33.

Soesanto, L., Julia, P. D. and Nur, P. 2005. Pengenalan Dini Penyakit Busuk Rimpang Jahe. Agrin. 8: 76–83.

Diatmika, et al.,…|650