ISSN: 2302-920X

Jurnal Humanis, Fakultas Ilmu Budaya Unud

Vol 21.1 Nopember 2017: 155-161

Makna Ritual Nyepeg Sampi dalam Upacara Usaba Kawulu di Desa Adat Asak Kabupaten Karangasem

3

3[[email protected]]

*Corresponding Author

Abstract

Asak village is one of the old village in Bali which classified as Bali Aga village / Bali Mula (Ancient / Real Bali). Society of Asak village, Karangasem district, Karangasem regency has a tradition of ritual and sacrifice that has adifferent characteristic from another old villages in Bali; namely 'Nyepeg Sampi Usaba Kawulu Pecaruan Agung 'ritual, which pertained Bhuta Yadnya ceremony and takes place every once in a year exactly on 'sasihkawulu` in January / February, aiming at neutralizing the village area from the disturbance of real and ashtral (supernatural)creatures. This study uses the theory of Interpretative Symbolic proposed by Clifford Geertz. This theory becomes relevant to analyze the problems as mentioned earlier. Symbolic interpretive theory will reveal local community thinking (mindset) about Nyepeg Sampi Usaba Kawulu ritual, where Geertz’s interpretive paradigm sees a culture as a system of symbols, thus the cultural process should be understood, translated and interpreted. The society use of symbols is to express their world views, valuesorientation, ethos, and other various cultural aspects. Therefore, this theory will explore the meaning contained in the ritual.The results of field research indicates that the Nyepeg Usaba Kawulu Sampiritualis a ritual held periodically that has become a tradition and is unique (only available in the mentioned village) that contains the rational logic behind the various forms of symbols and meanings to be interpreted. In the implementation is collectively held by Sekehe Teruna Adat (Teenagers).

Keywords : Meaning, Nyepeg, Usaba

  • 1.    Latar Belakang

Sistem religi merupakan salah satu unsur universal dari kebudayaan (cultural universal) yang ada pada semua kebudayaan di dunia, di samping unsur-unsur lainnya seperti sistem pengetahuan, bahasa, organisasi sosial, sistem peralatan dan teknologi, sistem mata pencaharian hidup, serta kesenian. Sistem religi terdiri dari lima komponen yang mempunyai peranannya sendiri-sendiri, tetapi sebagai bagian dari suatu sistem berkaitan erat satu dengan yang lain.

Kelima komponen itu mencakup emosi keagamaan, sistem keyakinan, sistem ritus upacara, peralatan ritus dan upacara, dan umat agama (Koenjaraningrat, 1987:80).

Sistem upacara keagamaan merupakan komponen dari sistem religi berwujud aktivitas dan tindakan manusia dalam melaksanakan kebaktiannya kepada Tuhan, para dewa, roh nenek moyang, atau makhluk halus lain, dan dalam usahanya untuk berkomunikasi

denganTuhan dan penghuni gaib lainnya. Melalui upacara manusia menyandarkan diri terhadap kenyataan dan kekuataan-kekuataan alam semesta, untuk dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan serta tujuan hidupnya, baik material maupun spiritual. Sebagai upaya manusia memenuhi kebutuhan spiritual, upacara dapat dipandang sebagai fungsi ekspresif dari pengertian-pengertian simbolis, ideologis, serta pengalaman-pengalaman manusia (Koentjaraningrat, 1987:81).

Masing-masing suku bangsa memiliki corak budaya yang khas dan berbeda satu sama lain. Terutama suku bangsa Bali Aga atau Bali Mula memiliki corak budaya tersendiri yang berbeda dengan budaya Bali pada umumnya. Masyarakat Bali Mula menempati wilayah pegunungan, membentang dari barat sampai timur. Desa-desa di wilayah tersebut dikenal sebagai desa tua atau desa kuna yang telah ada jauh sebelum masuknya pengaruh Hindu ke Bali. Adapun bentangan desa-desa Bali Mula di Kabupaten Buleleng yakni Desa Sembiran, Julah, Sidetapa, Gobleg, Pedawa, Tigawasa, dan lain-lain. Desa-desa Bali Aga juga terdapat di kawasan kaldera Gunung Batur seperti Desa Trunyan, Songan, Penglipuran, Sukawana, Sekardadi, Pengotan, Bayung Gede, dan lain-lain yang berada di Kabupaten Bangli. Berikutnya, di Kabupaten Karangasem ada beberapa Desa Bali Mula antara lain; Desa Timbrah, Desa Asak, Desa Bungaya, Bugbug, Bebandem, dan Tenganan Pegringsingan (Koentjaraningrat, 1993 : 86).

Masyarakat Bali pada umumnya mengenal lima macam upacara persembahan yang lazim disebut Panca Yadnya. Panca Yadnya adalah Dewa Yadnya ‘persembahan suci kepada para dewa’, Rsi Yadnya ‘persembahan suci kepada para rsi’, Pitra Yadnya

‘persembahan suci kepada leluhur’, Manusa Yadnya ‘persembahan suci untuk manusia’, dan Bhuta Yadnya ‘persembahan suci kepada para bhuta (mahluk gaib)’.

Penelitian ini lebih memfokuskan untuk mengkaji lebih mendalam pada masyarakat Desa Asak, Kecamatan Karangasem, Kabupaten Karangasem karena masih melaksanakan tradisi upacara dan persembahan yang memiliki ciri khas yang berbeda dengan desa-desa tua lainnya di Bali, yaitu berupa ritual ‘Nyepeg Sampi Usaba Kawulu Pecaruan Agung’, yang merupakan upacara Bhuta Yadnya yang di mana Upacara Usaba Kawulu yang berlangsung setahun sekali pada ‘sasih kawulu` tepatnya pada bulan Januari atau Februari.

Nyepeg Sampi (tebas sapi) salah satu rangkaian kegiatan Usaba Kawulu yang tergolong dalam upacara Bhuta Yadnya (pecaruan) untuk menetralisir alam wilayah desa dari gangguan mahkluk alam nyata maupun alam gaib (supranatural). Pelaksanaan ritual Nyepeg Sampi didominasi oleh para sekaha Teruna Adat Desa Asak. Para sekaha teruna adat saat melakukan ritual nyepeg sampi tersebut mengenakan busana kain warna hitam dibalut saput warna putih dan diikat sabuk poleng (warna hitam-putih) dengan mengenakan udeng (ikat kepala) warna merah tapi tanpa mengenakan baju serta Senjata yang digunakan untuk "nyepeg sampi" adalah jenis Belakas Sudamala (penyupatan/pembersihan) yang khusus digunakan untuk ritual Usaba Kawulu. Pisau itu menggunakan bahan baku baja dan pegangan senjata itu terbuat dari perak, yang di mana setiap orang yang menjadi sekaha teruna adat pasti memiliki blakas sudamala yang digunakan saat ritual nyepeg sampi tersebut. Sedangkan para teruninya mengenakan kebaya seragam brokat

warna kuning dan kainnya warna-warni membawa bokor dilengkapi sesajen kembang.

Terkait dengan uraian di atas maka Ritual Nyepeg Sampi Usaba Kawulu sangat menarik untuk di kaji, karena bersifat khas (hanya ada di desa bersangkutan) yang mengandung logika-logika rasional dibalik berbagai bentuk simbol dan makna untuk ditafsirkan.

  • 2.    Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, maka penelitian ini mengkaji tentang ritual Nyepeg Sampi Usaba Kawulu pada masyarakat Desa Asak, Kabupaten Karangasem yang terkait dengan prinsip dasar mengenai kepercayaan terhadap dunia para dewa, leluhur, dunia nyata dan dunia supranatural, berkenaan dengan tradisi yang diwariskan dan dipertahankan secara turun temurun. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

  • a.    Bagaimanakah prosesi ritual Nyepeg Sampi Usaba Kawulu di Desa Asak, Kecamatan Karangasem, Kabupaten Karangasem ?

  • b.    Bagaimanakah makna Ritual Nyepeg Sampi Usaba Kawulu bagi masyarakat, Desa Asak, Kecamatan Karangasem,           Kabupaten

Karangasem?

  • 3.    Tujuan Penelitian

  • a.    Untuk memahami, menjelaskan, dan mendeskripsikan prosesi   ritual

nyepeg sampi usaba kawulu, dalam masyarakat Desa Asak, Karangasem, sebagaimana dikonsepsikan oleh masyarakatnya.

  • b.    Untuk memahami hubungan yang terkait antara sistem kepercayaan masyarakat sebagai pendukung

upacara,       seperti       tempat

penyelenggaran upacara, waktu penyelenggaraan upacara, benda-benda dan alat-alat upacara tersebut, sehingga prosesi ritual tersebut menjadi rasional bagi masyarakat pendukungnya.

  • c.    Untuk memahami makna simbolik yang terkandung di dalam ritual Nyepeg Sampi Usaba Kawulu di Desa Asak, Kecamatan Karangasem, Kabupaten Karangasem.

  • 4.    Metode Penelitian a. Lokasi Penelitian

Desa Asak, Kecamatan Karangasem, Kabupaten Karangasem dipilih sebagai lokasi penelitian karena desa ini merupakan salah satu Desa Bali Aga, yang merupakan desa kuna pegunungan, dengan sistem organisasi tradisional yang disebut dengan sekaha Teruna dan Krama Saing, Selain itu, Desa Asak memiliki upacara Usaba Kawulu, yang berlangsung setahun sekali bertepatan pada sasih kawulu sekitar bulan Januari atau Februari yang mana upacara tersebut memiliki ciri khas.

  • b.    Penentuan Informan

Proses penentuan informan dilakukan dengan cara teknik purposive, atau pemilihan sekelompok subjek didasarkan atas ciri-ciri atau sifat tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan masalah yang teliti.

Indikator pemilihan informan kunci yang digunakan di antaranya: pengetahuan informan mengenai ritual Nyepeg Sampi Usaba Kawulu, tingkat pendidikan informan, usia informan, dan jabatan seseorang dalam masyarakat. Spradley (2006:61) secara lebih khusus memaparkan kriteria informan, yaitu (1) enkulturasi     penuh     (mengetahui

budayanya dengan baik secara alami), dalam hal ini penulis memilih informan yang memiliki pengetahuan budaya lokal dan memiliki pengaruh dalam tradisi adat di Desa Asak. Jero Nyoman Dharma adalah informan kunci yang dipilih, karena pengetahuannya mengenai adat Desa Asak tidak diragukan lagi serta sebagai pemuka adat beliau memiliki pengetahuan lokal Desa Asak yang diwariskan secara turun-temurun; (2) keterlibatan langsung, informan yang secara langsung terlibat di dalam tradisi ritual yang diteliti, salah satu informan utama adala Jero Agus Penyarikan Teruna, Selain itu, warga masyarakat Desa Asak yang pernah mengalami sekaligus menjalani tradisi ritual yang diteliti juga memberikan informasi penting, segala yang terlibat dan memiliki kaitan dengan objek yang diteliti bagi penulis penting untuk dimasukan ke dalam fieldnote penelitian, sehingga terjaring kurang lebih 10 orang informan kunci yakni : kepala desa, kelihan adat, daha truna, krama saing dan krama desa.

Selanjutnya pemilihan informan biasa dilakukan secara acak dengan indikator diantaranya : pengalaman, keterlibatan informan terkait topik yang ditulis oleh penulis, dan usia informan.

  • c.    Jenis dan Sumber Data

Bedasarkan rancangan penelitian yang ditentukan, jenis data yang digunakan adalah data kualitatif. Sumber data yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer diperoleh melalui observasi dan wawancara, sedangkan sumber data sekunder diperoleh melalui studi kepustakaan.

Data primer diperoleh dengan pengamatan dan wawancara. Sumber data primer adalah informan yang memberikan berbagai informasi tentang

prosesi dan makna di dalam ritual nyepeg sampi usaba kawulu di Desa Asak. Data primer dalam penelitian ini diperoleh melalui pemuka adat, budayawan setempat, dan pemuka masyarakat. Salah satu alasan dipilihnya para informan tersebut karena dianggap memahami dan mengetahui tentang bagaimana prosesi dan makna di dalam ritual nyepeg sampi usaba kawulu tersebut.

Data sekunder data yang digunakan oleh peneliti dalam memperoleh informasi tambahan tentang ritual Nyepeg Sampi Usaba Kawulu di Desa Asak. Data Sekunder yang diperoleh dari dokumen dan hasil penelitian yang telah dibuat dan dipublikasikan seperti jurnal, laporan kegiatan, dan sebagainya.

  • d.    Teknik Pengumpulan Data

Observasi merupakan teknik pengumpulan data dengan carapengamatan langsung untuk memperoleh sejumlah informasi yang akurat dan relevan dalam penelitian yang akan dilakukan dilapangan. Disini ditekankan pada partisipasi aktif peneliti secara bersama-sama dengan subjek, dan peneliti terlibat dalam berbagai kegiatan di masyarakat.

Teknik wawancara digunakan untuk mengetahui pandangan masyarakat (emik) dan sikap informan terhadap suatu hal serta alasan-alasan atu motif-motif yang melatarbelakanginya. Wawancara diawali dengan wawancara luas atau bebas terhadap informan agar memperoleh informasi yang sebenar-benarnya, dilanjutkan dengan wawancara secara mendalam (indeepth interview) dengan menggunakan instrumen berupa pedoman wawancara (interview guide) yang bersifat terbuka, dan dibantu dengan alat rekam berupa tape recorder dan kamera foto. Penelitian ini juga dilakukan dengan wawancara kasual atau

wawancara sambil lalu terhadap informan yang dijumpai secara kebetulan dalam setiap kesempatan di tempat penelitian.

Studi pustaka ini bersumber dari berbagai tulisan yang ada dinstansi, buku-buku, arsip-arsip, majalah ilmiah, produk media massaseperti surat kabar dan majalah. Data atau informasi yang diperoleh dari narasumber diseleksi dan diolah bedasarkan kepentingan penelitian.

Selanjutnya, dibandingkan dengan data-data dari sumber yang berbeda dengan pihak yang berkompeten

  • e.    Analisis Data

Penelitian ini mengunakan pendekatan deskriptif-kualitatif yaitu sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis dan lisan dari orang-orang dan prilaku yang teramati. Data yang dikumpulkan baik melalui observasi, wawancara, dan studi kepustakaan, disusun dan dikelompokan ke dalam kategori-kategori tertentu dengan mengacu pada pokok-pokok bahasan yang telah ditetapkan. Menganalisis data dilakukan sepanjang berlangsungnya penelitian, dimulai dari pengumpulan data, pengorganisasian data menjadi satu laporan penelitian, kemudian mengeditnya dan dianalisis sesuai kerangka pemikiran yang dipakai.

  • 5.    Hasil dan Pembahasan

Desa Asak merupakan salah satu desa tua di Bali yang tergolong Desa Bali Aga/Bali Mula (Bali Asli). Masyarakat Desa Asak, Kecamatan Karangasem, Kabupaten Karangasem memiliki tradisi upacara dan persembahan yang memiliki ciri khas yang berbeda dengan desa-desa tua lainnya di Bali, yaitu berupa ritual ‘Nyepeg Sampi Usaba Kawulu Pecaruan Agung’, yang tergolong upacara Bhuta Yadnya yang berlangsung setiap satu

tahun sekali pada ‘sasih kawulu`tepatnya pada bulan Januari/Februari, yang bertujuan untuk menetralisir alam wilayah desa dari gangguan mahkluk alam nyata maupun alam gaib (supranatural).

Penelitian ini menggunakan teori Interpretatif Simbolik yang dikemukakan oleh Clifford Geertz. Teori ini menjadi relevan untuk menganalisis permasalahan seperti disebutkan terdahulu. Teori interpretatif        simbolik        akan

mengungkapkan pemikiran masyarakat setempat mengenai ritual Nyepeg Sampi Usaba Kawulu, dimana paradigma interpretatif Geertz melihat suatu kebudayaan adalah suatu sistem simbol, maka proses kebudayaan harus dipahami, diterjemahkan, dan diinterpretasi. Masyarakat menggunakan simbol untuk mengekspresikan pandangan-pandangan dunianya, orientasi-orientasi nilai, etos, dan berbagai aspek budaya lainnya. Maka teori ini akan mendalami makna yang terkandung di dalam ritual tersebut. Ritual Nyepeg Sampi Usaba Kawulu adalah ritual yang dilaksanakan secara berkala yang telah mentradisi dan bersifat khas (hanya ada di desa bersangkutan) yang mengandung logika-logika rasional dibalik berbagai bentuk simbol dan makna untuk ditafsirkan. Dalam pelaksanaannya     secara     kolektif

dilaksanakan oleh sekaha teruna adat.

Penelitian ini, pertama menjabarkan tentang tahapan-tahapan prosesi dari ritual nyepeg sampi usaba kawulu. Kedua yaitu mengungkap makna yang terkandung di dalam ritual nyepeg sampi usaba kawulu. Saran untuk merespon permasalahan tersebut yaitu Upacara Ritual Nyepeg Sampi Usaba Kawulu dapat digunakan sebagai sarana integrasi dan memupuk solidaritas masyarakat untuk saling bahu membahu bergotong royong demi tercapainya kesejahteraan bersama.

  • 6.    Simpulan

Desa Adat Asak memiliki suatu tradisi dalam bentuk upacara yang khas dan unik. Ritual Nyepeg Sampi Usaba Kawulu merupakan suatu upacara yang dilaksanakan oleh masyarakat Desa Adat Asak setiap tahunnya pada sasih kawulu tepatnya pada bulan Januari/Februari. Ritual Nyepeg Sampi Usaba Kawulu dilaksanakan berdasarkan keyakinan dan kepercayaan masyarakat Desa Asak akan amanat bersaji untuk menjaga keseimbangan alam. Pesan ini disampaikan oleh leluhur nenek moyannya, yang kemudian tradisi ritual ini diwariskan secara turun temurun kepada generasi berikutnya. Jika upacara ini tidak dilaksanakan oleh masyarakat, maka akibatnya akan timbul bencana gering (bencana/wabah penyakit) melanda masyarakat Desa Asak. Oleh sebab itu, masyarakat tidak berani melanggar amanat tersebut, dan selalu melaksanakan kegiatan upacara ini melalui Usaba Kawulu, Selanjutnya, di rangkaikan dengan ritual Nyepeg Sampi tersebut. Tujuannya agar tercapai kehidupan yang dianugrahi keseimbangan, keselamatan, kemakmuran, dan kebahagiaan lahir-batin bagi masyarakat Desa Asak.

Ritual Nyepeg Sampi Usaba Kawulu secara kolektif dilaksanakan oleh sekeha teruna, dimana dalam urusan upacara ini hal yang dibebani kepada sekeha teruna secara keseluruhan menjadi tanggung jawabnya tanpa dibantu oleh krama desa seperti: membeli sampi untuk keperluan upacara usaba kawulu, mencari perlengkapan upacara, survei lokasi mencari perlengkapan upacara, termasuk dalam mengelola anggaran keuangan untuk upacara tersebut.

Ritual Nyepeg Sampi Usaba Kawulu bagi masyarakat Desa Adat Asak intinya

bertujuan untuk memohon keseimbangan, keselamatan, kemakmuran, dan kebahagiaan lahir-batin masyarakat Desa Asak, dengan demikian, tradisi tersebut memiliki makna, diantaranya (1) Sebagai pelaksanaan tugas yang rutin digelar setiap tahunnya dan kewajiban dalam berwarga desa dan berupacara agam Hindu menurut kepercayaan masyarakat setempat. Hal ini berkaitan dengan tradisi setempat, sesuai dengan amanat yang telah diwariskan turun temurun oleh leluhur masyarakat Desa Asak. (2) Pelaksanaan ritual Nyepeg Sampi Usaba Kawulu memantapkan keyakinan masyarakat setempat, bahwa persembahan ritual tersebut dapat mengantarkan umat untuk mencapai tujuan keselamatan, kesejahteraan, kemakmuran, dan kebahagiaan lahir-batin, melalui suatu upacara yang disebut upacara Usaba Kawulu yang rutin diselenggarakan setiap satu tahun sekali pada Sasih Kawulu, dan (3) Sebagai proses pembelajaran dan media pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh dijadikan media pembelajaran tugas dan kewajibannya dalam berwarga desa.

Nilai-nilai budaya adiluhung dapat lihat yang mengacu pada makna diatas, yang meliputi (1) Nilai religuitas yaitu pelaksanaan upacara di Desa Adat Asak selalu mengacu pada kepercayaan dan keyakinan kepada amanah yang diberikan oleh leluhur mereka yang pantang untuk dilanggar. Hal ini berkenaan agar selalu terciptanya keselamatan dan kemakmuran masyarakat Desa Asak, (2) Nilai sosial, dimana terdapat integrasi sosial yang kuat antara krama desa, krama saing dan daha-teruna yang saling dukung mendukung. Adanya kerjasama, gotong royong, dan bahu membahu antara warganya, niscaya pelaksanaan/aktivitas berupacara akan

berjalan lancar dan sukses, (3) Nilai edukatif, dimana pengetahuan yang diperoleh didapatkan dari proses belajar. Warga dituntut aktif dalam rangka pelaksanaan upacara, segala aktivitas upacara dilaksanakan bersama-sama oleh masyarakat Desa Adat Asak. Desa memiliki peraturan tersendiri yang mengikat warganya untuk selalu patuh pada peraturan yang berlaku, jika terjadi pelanggaran makan akan dikenakan sanksi tertentu sesuai pelanggaran yang telah dibuat. Hal ini dilakukan agar kebudayaan di Desa Adat Asak tetap lestari bagi generasi penerusnya.

  • 7.    Daftar Pustaka

Koentjaraningrat. 1980. Beberapa Pokok Antropologi Sosial.Jakarta:Penerbit PT Dian Rakyat.

____________. 1982.Asas-asas Ritus, Upacara, dan Religi, dalam Ritus Peralihan di Indonesia:Jakarta.

_____________.  1987. Sejarah Teori Antropologi            I.Jakarta:Penerbit

Universitas Indonesia.

____________.1993. Kebudayaan Bali dalam Manusia dan Kebudayaan di indonesia.Jakarta:Jambatan.

Spradley, James P. 2006. Metode Etnografi. Yogyakarta:Penerbit Tiara Wacana.

161