ISSN: 2302-920X

Jurnal Humanis, Fakultas Ilmu Budaya Unud

Vol 21.1 Nopember 2017: 143-149

Tindak Pengancaman Muka dalam Anime Sen To Chihiro No Kamikakushi Karya Hayao Miyazaki

Githa Asmarany1*, Maria Gorethy Nie Nie2, Ni Made Wiriani3

[123]Program Studi Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Udayana 1[[email protected]] 2[[email protected]] 3[[email protected]]

*Corresponding Author

Abstract

This research is applying Politeness Theory that proposed by Brown and Levinson (1987) as the main theory and supported by the concepts about politeness in Japanese that proposed by Mizutani and Mizutani (1987). The aim of this research is to identify the utterance that count as face-threatening acts, identify politeness strategy that used in that utterance and factors influencing the choice of strategies. The result of the analysis, there are 8 kinds of utterance threaten positive face and 7 kinds of utterance threaten negative face that found in this anime. Politeness strategies used are bald on record strategy, off record strategy, positive politeness strategy and negative politeness strategy. Those politeness strategies that used are influenced by some factors there are familiarity, age, social relationship, social status, group membership and situation.

Key words: FTA, politeness, face

  • 1.    Pendahuluan

Pada umumnya, setiap orang akan berusaha untuk melakukan sebuah komunikasi yang baik dengan orang lain agar apa yang ingin disampaikan maupun apa yang pembicara tersebut ingin peroleh dari mitra tuturnya dapat terwujud sesuai dengan yang diharapkan. Saat berkomunikasi, terdapat tuturan-tuturan yang bisa menjadi ancaman, yaitu mengancam muka/harga diri mitra tutur. Tuturan yang mengancam muka atau harga diri seseorang tersebut disebut sebagai tindak pengancaman muka, atau dalam bahasa Inggris disebut dengan face threatening acts (FTA). Segala tuturan yang dapat menyinggung perasaan, mengancam muka atau harga diri, mengganggu kenyamanan maupun kebebasan seseorang dapat disebut sebagai tindak pengancaman muka. Menurut Yule (2006: 106), pengancaman

muka melalui tindak tutur (speech act) akan terjadi apabila penutur dan mitra tutur sama-sama tidak berbahasa sesuai dengan jarak sosial.

Kesantunan bertutur kata bagi masyarakat Jepang merupakan bagian penting saat mereka mengadakan interaksi. Menurut Ide dan Yoshida (1999:444-447), kesantunan digunakan untuk menghindari terjadinya konflik dengan lawan bicara dan menciptakan komunikasi tersebut menjadi lebih sopan. Tidak hanya dengan cara menggunakan strategi tertentu dalam berkomunikasi, masyarakat Jepang juga selalu menggunakan kesantunan dalam berbahasa yang disesuaikan dengan situasi, kondisi dan dengan siapa mereka sedang berbicara. Hal ini dikarenakan masyarakat Jepang memiliki budaya yang memengaruhi cara mereka dalam memperlakukan orang lain termasuk cara mereka berkomunikasi dengan orang lain.

  • 2.    Pokok Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, dapatlah dirumuskan permasalahan sebagai berikut.

  • 1.    Bagaimanakah bentuk-bentuk yang termasuk sebagai tindak pengancaman muka yang terdapat dalam anime “Sen to Chihiro no Kamikakushi” (STCNK) karya Hayao Miyazaki?

  • 2.    Bagaimanakah strategi kesantunan yang digunakan dalam melakukan tindak pengancaman muka dalam anime “Sen to Chihiro no Kamikakushi”      karya Hayao

Miyazaki?

  • 3.    Bagaimanakah faktor-faktor yang memengaruhi penggunaan strategi kesantunan dalam melakukan tindak pengancaman muka yang terdapat dalam anime “Sen to Chihiro no Kamikakushi”      karya Hayao

Miyazaki?

  • 3.    Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menambah pengetahuan dan menambah khazanah penelitian dalam bidang linguistik bahasa Jepang. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan informasi kepada pembaca mengenai tindak pengancaman muka dalam masyarakat Jepang yang merupakan bagian dari bidang linguistik sebagai salah satu cabang dalam kajian pragmatik.

  • 4.    Metode Penelitian

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa anime yang berjudul Sen To Chihiro No Kamikakushi (STCNK). Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode simak dan teknik catat. Anime STCNK ditonton dan disimak dengan baik untuk

diperoleh tuturan-tuturan yang termasuk sebagai tindak pengancaman muka. Tuturan-tuturan yang termasuk sebagai tindak pengancaman muka tersebut dicatat dan setelah terkumpul, data diklasifikasikan terlebih dahulu menjadi FTA muka positif dan FTA muka negatif, kemudian diklasifikasikan kembali menjadi muka positif penutur, muka positif mitra tutur, muka negatif penutur dan muka negatif mitra tutur.

Metode yang digunakan untuk menganalisis tuturan yang termasuk tindak pengancaman muka dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitis. Pengertian dari metode deskriptif analitis menurut Sugiyono (2009: 29) yaitu metode yang berfungsi untuk mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap objek yang diteliti melalui data atau sampel yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa melakukan analisis dan membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum. Setelah tuturan yang merupakan tindak pengancaman muka tersebut selesai diklasifikasikan, langkah selanjutnya adalah menganalisis dan menjelaskan bagaimana tuturan tersebut dapat dikatakan sebagai tindak pengancaman muka, dan mencari strategi kesantunan apa yang digunakan dalam tuturan tersebut. Setelah mendapatkan strategi kesantunan apa yang digunakan dalam tuturan yang dimaksud, selanjutnya adalah menganalisis faktor yang memengaruhi/melatar belakangi pemilihan strategi kesantunan dalam tuturan yang termasuk sebagai tindak pengancaman muka tersebut. Penyajian hasil analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode informal, yaitu penyajian data (hasil analisis) diuraikan dalam bentuk kata-kata yang berisi rincian hasil analisis data, bukan dalam bentuk angka-angka (Mahsun, 2007: 279).

  • 5.    Hasil dan Pembahasan

Berikut merupakan bentuk-bentuk tindak pengancaman muka yang dijelaskan dengan dibedakan menjadi dua jenis, yaitu tindak pengancaman muka yang mengancam muka positif dan yang mengancam muka negatif.

  • 5.1    Tindak Pengancaman Muka Pada

    Muka Positif

Tuturan yang termasuk sebagai tindak pengancaman muka positif, dibedakan menjadi dua jenis, yaitu muka positif penutur dan muka positif mitra tutur (Brown dan Levinson, 1987: 65-68).

  • 5.1.1    Muka Positif Penutur

Tuturan yang termasuk sebagai tindak pengancaman muka positif penutur, salah satunya adalah tuturan yang berisi penolakan.

  • (1)    父 : ちょっと行ってみない?むこ うへ抜けられるんだ。

千尋 : ここいやだ。戻ろうおとうさ

Chichi : Chotto itte minai? Mukou e nukerareru nda.

Chihiro: Koko iya da. Modorou otou-san!

Ayah : Mau coba ke sana? Sampai ke seberang sana.

Chihiro: Aku tidak suka di sini. Ayo kembali, Ayah!

(STCNK, 2001: 3:47 – 3:52)

Situasi tuturan :    Dalam perjalanan

menuju rumah barunya, Chihiro dan orang tuanya tersesat dan sampai di terowongan sebuah bangunan kuno. Karena penasaran dengan apa yang ada di balik (di seberang) terowongan tersebut,

Ayah Chihiro pun mengajak Chihiro dan istrinya untuk masuk ke lorong tersebut untuk mengetahui tempat apa yang ada di ujung terowongan tersebut.

Pada data di atas, tuturan yang termasuk sebagai tindak pengancaman muka positif penutur adalah penolakan yang diujarkan oleh Chihiro terhadap ajakan ayahnya, yaitu melalui kalimat koko iya da. Modorou otou-san! ‘aku tidak suka di sini. Ayo kembali, Ayah!’. Strategi yang digunakan Chihiro untuk mengujarkan penolakannya tersebut adalah strategi bald on record yaitu secara langsung dan jelas menyatakan penolakannya terhadap ajakan ayahnya. Faktor yang memengaruhi digunakannya strategi tersebut oleh Chihiro adalah hubungan keakrabannya dengan ayahnya, yaitu sebagai anak dan ayah. Pada saat itu, Chihiro dikatakan tidak memedulikan ancaman muka yang mungkin diterimanya karena menolak ajakan ayahnya.

5.1.2 Muka Positif Mitra Tutur

Tuturan yang termasuk sebagai tindak pengancaman muka positif mitra tutur di antaranya adalah tuturan menghina atau mengejek dan tuturan ketidaksetujuan.

  • (2)    千尋   : ここで働きたいんで

す!

湯婆婆 : だァーーーまァーーーれ ェーーー!!! なんであたしがおまえを 雇わなきゃならないんだ い!?見るからにグズ で!甘ったれで!泣き虫 で!頭の悪い小娘に、仕 事なんかあるもんかね!

Chihiro : Koko de hatarakitai ndesu!

Yubaaba : Daaamaaareeee!!!

Nan de atashi ga omae wo yatowanakya naranai ndai?! Miru kara ni guzu de! Amattare de!

Nakimushi de!

Atama no warui komusume ni, shigoto nan ka aru mon ka ne!

Chihiro : Saya ingin bekerja di sini! Yubaaba : TUTUP MULUTMU!!

Mengapa aku harus mempekerjakanmu?! Dari kelihatannya saja kau tidak berguna, lemah, manja.. Tidak ada pekerjaan untuk anak bodoh seperti mu!

(STCNK, 2001: 37:38 – 38:01)

Situasi tuturan : Oleh karena orang tua Chihiro lancang memakan makanan di sebuah kedai yang tidak ada pemiliknya, mereka pun berubah menjadi babi. Petunjuk dari Haku, Chihiro diminta untuk meminta pekerjaan pada Yubaaba (pemilik pemandian air panas) bagaimana pun susahnya, agar nantinya di sana Chihiro dapat menyelamatkan kedua orang tuanya.

Tuturan yang merupakan tindak pengancaman muka positif mitra tutur pada data di atas ditunjukkan oleh kalimat hinaan yang diujarkan Yubaaba terhadap Chihiro. Strategi yang digunakan Yubaaba dalam menyatakan hinaannya tersebut adalah strategi bald on record, yaitu secara langsung dan jelas menyatakan penghinaannya. Faktor yang     memengaruhi     Yubaaba

menggunakan strategi tersebut adalah oleh faktor status sosial yang dimilikinya, yaitu Yubaaba adalah seorang penyihir kuat pemilik pemandian air panas untuk para dewa di dunia tersebut, sedangkan

Chihiro hanyalah seorang anak manusia biasa yang berusia 10 tahun.

  • (3)    父 : ほら、あれが小学校だよ。 千

尋、新しい学校だよ。

: 結構きれいな学校じゃない。 千尋 : 前の方がいいもん

Chichi : Hora, are ga shougakkou da yo.

Chihiro, atarashii gakkou da yo.

Haha : Kekkou kirei na gakkou janai. Chihiro: Mae no hou ga ii mon.

Ayah : Lihat, itu sekolahnya. Sekolah barumu, Chihiro.

Ibu : Bukankah sekolahnya lumayan bagus.

Chihiro: Lebih bagus sekolahku yang sebelumnya!

(STCNK, 2001: 00:34 – 00:49)

Situasi tuturan : Dalam perjalanan menuju rumah barunya, ayah dan ibu Chihiro menunjukkan tempat yang akan menjadi sekolah baru Chihiro. Namun Chihiro yang pada saat itu sedang sedih karena perpisahannya dengan teman-teman di sekolah lamanya, menunjukkan ketidaksetujuannya mengenai pendapat ibunya.

Pada data di atas, tuturan yang termasuk sebagai tindak pengancaman muka yang mengancam muka positif mitra tutur adalah tuturan ketidaksetujuan yang diujarkan oleh Chihiro. Strategi yang digunakan Chihiro dalam menyatakan ketidaksetujuannya terhadap pendapat ibunya, diujarkan dengan menggunakan strategi off record atau strategi samar-samar atau tidak langsung. Hal tersebut ditunjukkan melalui kalimat mae no hou ga ii mon! ‘lebih bagus sekolahku yang sebelumnya!’ yang

mengandung maksud bahwa sekolah baru Chihiro yang menurut pendapat ibunya adalah sekolah yang bagus, tidak disetujui oleh Chihiro. Faktor yang memengaruhi penggunaan strategi off record oleh Chihiro pada di atas adalah faktor hubungan keakraban antara Chihiro dan Ibunya.

  • 5.2 Tindak Pengancaman Muka Pada

Muka Negatif

Tuturan yang termasuk sebagai tindak pengancaman muka negatif, dibedakan menjadi dua jenis, yaitu muka negatif penutur dan muka negatif mitra tutur.

  • 5.2.1    Muka Negatif Penutur

Tuturan yang termasuk sebagai tindak pengancaman muka negatif penutur, di antaranya adalah tuturan pemberian maaf dan tuturan menerima permintaan lawan bicara.

  • (4)    千尋  : ごめん、私 息しちゃ

……

ハク様 : いや、千尋はよく頑張っ た。これからどうする か離すからよくお聞き。 ここにいては必ず見つ かる

Chihiro : Gomen, watashi ikishichatta....

Haku : Iya, Chihiro wa yoku ganbatta. Kore kara dou suru ka hanasu kara yoku kiki. Koko ni ite wa kanarazu mitsukaru.

Chihiro : Maaf, aku tidak sengaja

bernafas...

Haku    : Tidak, kau sudah

berusaha dengan baik, Chihiro.

Sekarang dengar apa yang harus kau lakukan karena kita akan berpisah. Jika tetap di sini mereka pasti akan menemukanmu.

(STCNK, 2001: 18:43 – 18:51)

Situasi tuturan : Chihiro diharuskan oleh Haku untuk menahan nafasnya pada saat menyeberangi jembatan menuju pemandian air panas para dewa milik Yubaaba. Chihiro yang merupakan seorang manusia, tidak diperbolehkan berada di tempat tersebut, sehingga untuk masuk ke pemandian tersebut, ia harus menahan nafasnya agar tidak ketahuan oleh penjaga di jembatan tersebut. Namun, karena pada saat menyeberang Chihiro sempat terkejut, ia pun tidak sengaja menghembuskan nafasnya dan ketahuan oleh penjaga di jembatan tersebut.

Pada data di atas, tindak pengancaman muka yang mengancam muka negatif penutur ditunjukkan oleh tuturan pemberian maaf yang diujarkan Haku kepada Chihiro. Strategi yang digunakan Haku dalam mengujarkan pemberian maafnya tersebut adalah strategi off record, ditunjukkan melalui kalimat iya,Chihiro wa yoku ganbatta ‘tidak, kau sudah berusaha dengan baik, Chihiro’, yang mengandung maksud bahwa Haku tidak mempermasalahkan kesalahan yang dilakukan oleh Chihiro dan memaafkannya dengan cara memujinya. Faktor yang memengaruhi strategi tersebut adalah faktor situasi, yaitu pada saat itu Chihiro sedang ketakutan karena dikejar oleh para penjaga sehingga Haku merasa harus menyemangatinya.

  • (5)    千尋 : 働かせてください!! 湯婆婆 : わかったから静かにして おくれ! おおぉお~よ~しよし~

Chihiro : Hatarakasete kudasai!

Yubaaba : Wakatta kara shizuka ni shite

okure!

Oo~yo~shi yoshi~...

Chihiro : Ijinkan saya bekerja di sini!

Yubaaba : Ya aku mengerti jadi tolong tenanglah!

Cup cup, sayang....

(STCNK, 2001: 38:55 – 39:04)

Situasi tuturan :  Pada saat Yubaaba

sedang asyik mempermainkan Chihiro dengan terus menolak permintaannya, tiba-tiba Bou, cucu kesayangan Yubaaba, menangis dan mengamuk sampai mengacaukan meja kerja Yubaaba sehingga Yubaaba pun segera menghentikan urusannya dengan Chihiro dengan cara terpaksa menerima Chihiro untuk bekerja di pemandian miliknya, agar Chihiro menghentikan keributannya yaitu dengan terus mengulangi permintaannya untuk diijinkan bekerja di sana.

Tuturan yang merupakan tindak pengancaman muka negatif penutur pada data di atas adalah tuturan penerimaan permintaan Chihiro oleh Yubaaba. Adapun penerimaan yang diberikan oleh Yubaaba merupakan sebuah keterpaksaan sehingga hal tersebut dikatakan mengancam muka negatifnya. Strategi yang digunakan Yubaaba pada tuturannya tersebut adalah strategi bald on record. Faktor yang memengaruhi Yubaaba menggunakan strategi tersebut adalah faktor situasi, yaitu situasi ia yang

terdesak karena cucu kesayangannya menangis, sehingga Yubaaba tidak memiliki waktu untuk melanjutkan urusannya dengan Chihiro.

  • 5.2.2 Muka Negatif Mitra Tutur

Tuturan yang termasuk sebagai tindak pengancaman muka negatif penutur, salah satunya adalah tuturan yang berisi ungkapan perasaan negatif berupa kebencian atau pun kemarahan.

  • (6 ) 千尋 す! 湯婆婆

: ここで働きたいんで


: だァ


ーーー


まァ


ーーー


ェーーー!!!

Chihiro : Koko de hatarakitai-n

desu!

Yubaaba : Daaaamaaareeee!

Chihiro : Saya ingin bekerja di sini! Yubaaba : TUTUP MULUTMU!!

(STCNK, 2001: 37:36 – 37:44)

Situasi tuturan : Atas suruhan dari Haku, Chihiro terus mengulangi permintaannya kepada Yubaaba sampai ia diberi pekerjaan, sehingga Yubaaba kemudian menjadi sangat marah karena hal tersebut.

Tuturan yang merupakan tindak pengancaman muka negatif mitra tutur pada data di atas ditunjukkan oleh kalimat kemarahan yang diujarkan oleh Yubaaba (penutur kemarahan) kepada Chihiro. Strategi yang digunakan Yubaaba saat menunjukkan kemarahannya tersebut adalah strategi bald on record. Faktor yang memengaruhi Yubaaba menggunakan strategi tersebut yaitu faktor status sosial yang dimilikinya, sehingga Yubaaba

dengan sengaja menunjukkan pengancamannya terhadap muka Chihiro.

  • 6.    Simpulan

Tindak pengancaman muka yang dominan ditemukan pada sumber data adalah tindak pengancaman muka pada muka negatif mitra tutur. Penggunaan strategi bald on record dominan dipengaruhi oleh faktor situasi. Yubaaba, tokoh antagonis pada sumber data merupakan tokoh yang selalu menggunakan strategi bald on record dalam tuturan tindak pengancaman mukanya, yang disebabkan oleh status sosial yang dimilikinya.

  • 7.    Daftar Pustaka

Brown, Penelope & Stephen C. Levinson.1987. Politeness: Some Universal in Language Usage. Cambridge: Cambridge University Press.

Ide, Sachiko & Megumi Yoshida. 1999. “Sosiolinguistics: Honorifics and Gender Differences” dalam Natsuko Tsujimura (Ed) The Handbook of Japanese Linguistics. Oxford: Blackwell Publishers.

Mahsun.2007. Metode dan Teknik Penelitian Bahasa. Jakarta: PT. Dunia Pustaka Jaya.

Mizutani, Osamu & Nobuko Mizutani. 1987. How to be Polite in Japanese. Tokyo: The Japan Times.

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Yule, George. 2006. Pragmatik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

149